LP TB Tulang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH SPONDILITIS TB DIRUANG SERUNI RUMAH SAKIT dr. SOEBANDI JEMBER



Oleh: FEBITA BELLA PRATIDILA, S.Kep. 2001032003



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2021



HALAMAN PERSETUJUAN



Laporan Pendahuluan tentang Spondilitis TB pada pasien dengan Close Multipel Fraktur Thoracal Lumbal + Nerve Cord Injuri + Post Op Laminectomi + Other Decompresi Stabilisasi Fussion di Ruang Seruni RSD dr.Soebandi Jember yang telah disetujui dan disahkan pada Tanggal 22 Maret 2021 Oleh Nama : Febita Bella Pratidila Nim



: 2001032003



Jember, 22 Maret 2021



Pembimbing Ruangan Seruni



(Eranie Okta Yuliana, S.Kep. Ns.) NIP 203200904 2 19831008



Kepala Ruangan Seruni



Pembimbing Akademik



(Ns. Luh Titi Handayani, S.Kep., M.Kes) NIDN 0701077604



PJMK Keperawatan Medikal Bedah Fikes UNMUH Jember



(Siswoyo, S.Kep.Ns ) NIP 19731403 199703 1 007



(Ns. Ginanjar Sasmito Adi,M.Kep.,Sp.KMB) NIDN 0710029002



A. KONSEP TEORI 1. DEFINISI Spondilitis tuberkulosa adalah suatu peradangan tulang vertebra yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosa. TBC atau tuberkulosis (TB) tulang belakang dikenal juga dengan nama penyakit Pott, yaitu tuberkulosis yang terjadi di luar paru-paru, di mana menjangkiti tulang belakang. Penyakit ini umumnya menginfeksi tulang belakang pada area toraks (dada belakang) bagian bawah dan vertebra lumbalis (pinggang belakang) atas. TBC tulang belakang, atau sering disebut sebagai spondilitis TBC, merupakan infeksi tuberkulosis yang menyerang tulang belakang. Biasanya tulang belakang yang terkena adalah bagian torakal dan lumbal (di daerah punggung bawah). TBC tulang tak hanya dapat menyerang tulang belakang, melainkan dapat pula menyerang tulang panggul dan lutut. 2. ETIOLOGI Penyebab



penyakit TBC



tulang



belakang adalah



karena



infeksi



bakteri Mycobacterium tuberculosis. Umumnya infeksi awalnya menyerang paru, kemudian kuman menyebar ke pembuluh darah dan sampai ke tulang belakang. Orang-orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, kurang gizi, dan penderita HIV/ AIDS diketahui lebih rentan mengalami penyakit ini. Beberapa faktor risiko lain yang menyebabkan seseorang terinfeksi TBC tulang belakang, antara lain: a.



Faktor



sosial



ekonomi



yang



rendah



atau



buruk,



turut



memengaruhi standar kualitas hidup, misalnya orang-orang yang tinggal di area yang kumuh dan padat. b.



Tinggal di area yang memiliki tingkat kasus tuberkulosis tinggi atau endemik.



c.



Orang yang kekurangan nutrisi.



d.



Orang-orang kelompok lanjut usia.



e.



Terinfeksi HIV yang mengakibatkan rendahnya sistem kekebalan tubuh.



f.



Orang dengan sistem kekebalan tubuh menurun lainnya, misalnya pengidap kanker, penyakit ginjal stadium lanjut, dan diabetes.



g.



Pecandu minuman keras atau pengguna obat-obatan terlarang.



3. TANDA DAN GEJALA Seperti halnya tuberkulosis, keberadaan TBC tulang belakang sulit dideteksi. Pada umumnya, pasien mengalami nyeri punggung kronis yang tidak diketahui penyebabnya. Maka dari itu, dokter mengalami kesulitan untuk mendiagnosis. Kondisi semacam ini bisa berlangsung sekitar empat bulan. Selain gejala umum tuberkulosis, TBC tulang belakang juga memiliki gejalagejala tambahan yang mungkin dirasakan oleh sebagian penderita, antara lain: a.



Serangan atau gejala yang muncul sifatnya bertahap.



b.



Demam.



c.



Berkeringat di malam hari.



d.



Kehilangan berat badan.



e.



Anoreksia (gangguan makan) yang memicu penurunan berat badan.



f.



Sakit



punggung



yang



terlokalisir, misalnya sakit



punggung



kiri atau kanan. g.



Memiliki posisi tubuh yang tegak dan kaku.



h.



Tulang



belakang



yang



melengkung



keluar



menyebabkan



punggung menjadi bungkuk (kifosis). i.



Pembengkakan pada tulang punggung.



j.



Muncul benjolan pada pangkal paha yang menyerupai hernia.



k.



Jika mengenai sistem saraf, kemungkinan akan ada gangguan saraf yang memengaruhi organ-organ tubuh.



4. PENGOBATAN TB TULANG BELAKANG Sedikit berbeda dengan kondisi tuberkulosis, pengobatan TBC tulang belakang berkemungkinan memerlukan tindakan operasi sebagai bentuk perawatan tambahan selain antibitiotik yang diberikan untuk mengobati tuberkulosis. Penderita TBC tulang belakang juga mungkin disarankan untuk tidak menggerakkan tulang belakangnya hingga suatu periode tertentu. Hal ini dilakukan dengan mengenakan bebat atau alat khusus untuk waktu yang lama. Selain itu, serangkaian terapi fisik akan disarankan untuk diikuti demi mengurangi nyeri serta melatih kekuatan dan fleksibilitas tulang. Pada pengobatan TBC tulang belakang, pemberian antibiotik tetap dilakukan hingga periode pengobatan yang telah ditentukan dan harus dihabiskan. Beberapa jenis antibiotik yang umumnya digunakan, antara lain rifampicin dan ethambutol. Efek samping yang mungkin timbul dari obat-obatan ini, antara lain sakit kuning, demam, ruam, gatal-gatal, menurunnya nafsu makan, dan urine berwarna gelap. Obat pereda rasa sakit mungkin diresepkan oleh dokter juga. Terapi pengobatan TBC tulang belakang dapat berlangsung hingga lebih dari enam bulan, tergantung kepada tingkat keparahan dan kondisi fisik pasien. Walau masa penyembuhan dapat berlangsung selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, TBC tulang belakang tetap dapat disembuhkan selama segera bisa dideteksi dan ditangani dengan benar. Tujuan lain dari penanganan cepat ini adalah untuk mengurangi risiko pasien terkena komplikasi, berupa berbagai jenis kelainan atau cacat pada tulang belakang hingga mengalami kelumpuhan. 5. PENCEGAHAN TB TULANG BELAKANG Sama dengan langkah pengobatan penyakit tuberkulosis, vaksinasi merupakan tindakan pencegahan TBC tulang belakang yang utama. Vaksin yang diterima adalah vaksin Bacillus Calmette-Guerrin atau BCG. Vaksin ini wajib diberikan sebelum bayi berusia tiga bulan. Anak-anak, remaja, serta orang dewasa yang belum menerima vaksin BCG juga dianjurkan untuk menerima vaksin ini secepatnya walau



akan berpengaruh kepada penurunan tingkat efektivitas. Beberapa tindakan pencegahan TBC tulang belakang lain yang tidak kalah penting, yaitu: a.



Tutupi mulut atau kenakan masker ketika berada ditempat umum ketika bersin, batuk, atau tertawa.



b.



Bagi non penderita, kenakan masker jika berinteraksi dengan penderita TBC. Hindari pula terlalu sering berinteraksi dengan para penderita.



c.



Mulailah kebiasaan mencuci tangan secara teratur.



d.



Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik demi melancarkan pergantian udara di dalam rumah.



Gambar 1. Infeksi, perjalanan penyakit dan mekanisme imun pada tuberkulosis Dikutip dari : Kaufmann S H. New Issue in tuberculosis. Ann Rheum Dis. 2004 ;63(Suppl II) : ii50-ii56) Tuberkulosis biasanya memiliki pola seperti yang diuraikan oleh Wallgreen, yang membagi perkembangan dan resolusi penyakit menjadi 4 tahap. Tahap pertama, yang berlangsung dari 3 hingga 8 minggu setelah Mt yang terhirup tertahan di alveoli, bakteri tersebar melalui sirkulasi limfatik ke kelenjar limfe regional di paru, membentuk apa yang disebut sebagai kompleks Ghon atau kompleks primer. Pada saat ini, terdapat konversi reaktivitas tuberkulin. Individu dengan tuberkulosa paru aktif mengeluarkan droplet yang mengandung



basil tuberkul yang dapat dihirup oleh individu lain (gambar 1). Jika droplet ini memasuki ruang alveolar, sel dendritik paru dan makrofag akan menangkap mikroorganisme. Beberapa makrofag yang terinfeksi akan tetap pada jaringan paru, sedangkan beberapa sel dendritik yang terinfeksi akan bermigrasi ke kel limfe. Sel T dikelenjar limfe akan teraktivasi dan bermigrasi untuk mengenali fokus mycobacteria di paru. Lesi granulomatosa terbentuk dan mengandung bakteri, mencegah perkembangan penyakit. Pada pasien dengan imunokompeten, infeksi berhenti pada tahap ini. Walapun begitu, kontrol infeksi tidak lengkap dan patogen tidak dimusnahkan, sehingga terdapat risiko reaktivasi, bahkan bertahun-tahun setelah infeksi. Tahap kedua, berlangsung selama 3 bulan, ditandai oleh penyebaran bakteri secara hematogen ke berbagai organ; pada saat ini pada beberapa individu, dapat terjadi penyakit akut dan kadang-kadang fatal, dalam bentuk meningitis tuberkulosa atau tuberkulosa milier. Inflamasi pada pleura dapat terjadi pada tahap ketiga, yang berlangsung 3 hingga 7 bulan dan menyebabkan nyeri dada berat, namun tahap ini dapat berlangsung hingga 2 tahun. Tahap akhir atau resolusi kompleks primer, dimana penyakit ini tidak berkembang, dapat berlangsung hingga 3 tahun. Pada tahap ini, lesi ekstrapulmonal yang lebih perlahan berkembang, misalnya pada tulang dan sendi, yang sering muncul sebagai nyeri punggung kronik dapat terjadi pada beberapa individu.



Gambar 2. Penyebaran basil tuberkel pada vertebra McLain RF, Isada C. Spinal Tuberculosis Deserves A Place On The Radar Screen. Cleveland Clinic Journal of Medicine.2004; 71:537-49.



6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis spondilitis tuberkulosa harus dijajaki jika terdapat kecurigaan klinis, bahkan jika tidak dijumpai gambaran radiologi paru yang mendukung. Spondilitis tuberkulosa juga harus selalu diduga jika gambaran radiologis menunjukkan proses destruksi vertebra. Algoritma diagnostik untuk infeksi tulang belakang dapat dilihat pada gambar 5. Terlepas dari agen penyebabnya, gejala klinis yang paling sering adalah nyeri punggungdan spasme otot para vertebral.



Gambar 3. Algoritma Diagnostik Infeksi Tulang Belakang Kourbeti IS, Tsiodras S, Boumpas DT. Spinal infections : evolving concepts. Curr Opin Rheumatol. 2008; 20 (4) : 471-479. Dapat dijumpai peningkatan laju endap darah (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam. Pemeriksaan apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat relatif. Foto polos anterior-posterior dan lateral merupakan pemeriksaan imejing awal yang dilakukan pada tiap pasien dengan nyeri punggung kronis dan progresif. Pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa, gambaran radiologis bergantung pada luas dan durasi infeksi. Gambaran radiologis awal dapat terlihat normal pada penyakit tuberkulosis, namun seiring perjalanan waktu, penyempitan celah diskus dan reaksi end-plate dapat menjadi gambaran yang menonjol.



Foto polos harus dievaluasi untuk destruksi tulang, sklerosis tulang, disrupsi end-plate,destruksi pedikel, diskus intervertebralis dan jaringan lunak paravertebral.28 Gambaran radiologis yang mendukung diagnosis tuberkulosis mencakup keterlibatan banyak level, relatif tidak terkenanya diskus intervertebralis,



abses



paravertebral



yang



besar,



dan



penyebaran



subligamentosa.



Gambar 4. Foto Polos Vertebra pada Spondilitis Tuberkulosa Dikutip dari : Harisinghani M G, McLoud T C, Shepard J, et al. Tuberculosis from Head to Toe. Radiographics. 2000 ; 20 : 449-470



7. PATOFISIOLOGI Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia. Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,



membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, memebentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat system imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2001).



PATHWAY Udara tercemar bakteri Mycobacterium Tuberculosa



Fagositosis bakteri oleh makrogfag gagal



Terhirup lewat saluran nafas



Tuberkulosis paru



Masuk ke paru (Alveoli)



Penyebaran basil melalui arteri intercostal



SPONDILITIS TUBERKULOSIS Menyebar ke korpus vetebra diskus intervetebralis



Eksudasi Osteoporosis dan perlunakan



Perusakan tulang dan penjalaran infeksi keruang diskus vertebre yang berdekatan



Perubahan pada vetebra torakal Kerusakan pada korteks epifises &discus vertebra sekitar Abses vertebra torakal



Ansietas



Kompresi saraf



Perubahan respon psikologi paraplegi



Gangguan mobilitas fisik



Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Perubahan pada vertebra lumbalis Nyeri Akut



Gangguan menelan



Perubahan pada vertebra servikal



Eksudat menumpuk di belakang fasia paravertebralis



Menyebar ke lateral dibelakang muskulus sternokledomastoideus



Faring menonjol



Esophagus tersumbat eksudat



Abses faringeal



B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah: 1. Pengkajian a. Aktivitas/istirahat: Gejala: 1) Kelelahan umum dan kelemahan 2) Dispnea saat kerja maupun istirahat 3) Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat 4) Mimpi buruk Tanda: 1) Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja 2) Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut) b. Sirkulasi Gejala: 1) Palpitasi Tanda: 1) Takikardia, disritmia 2) Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi) 3) Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal 4) Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam mediatinum) 5) TD: hipertensi/hipotensi 6) Distensi vena jugularis c. Makanan dan cairan: Gejala: 1) Kehilangan napsu makan 2) Penurunan berat badan Tanda: 1) Turgor kulit buruk, kering, bersisik 2) Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan



d. Nyeri dan Kenyamanan: Gejala: 1) Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang 2) Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin menyebar ke bahu, leher atau abdomen. Tanda: 1) Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah. e. Pernapasan: Gejala: 1) Batuk (produktif atau tidak produktif) 2) Napas pendek 3) Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi Tanda: -



Peningkatan frekuensi pernapasan



-



Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasanpada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat



-



Pengembangan dada tidak simetris



-



Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi hiperresonan di atas area yang telibat.



-



Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral



-



Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi



-



Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (crackels posttussive)



-



Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah



2. Diagnosa Keperawatan 1



Berikan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan upaya batuk buruk



2



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan upaya batuk



3



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan tebal



4



Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.



5 3.



Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk



Fokus Intervensi dan Rasional



1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan upaya batuk buruk a. Tujuan : bersihan jalan nafas efektif b. KH : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret tanpa bantuan c. Intervensi 1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan dan penggunaan otot bantu. Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat



menunjukkan



atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan. 2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum berdarah kental / darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi). 3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan me↓kan upaya pernafasan. 4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret. 5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m / hari kecuali kontra indikasi Rasional



:



Pemasukan



tinggi



mengencerkan



sekret,



dikeluarkan.



cairan



membantu



membantu



untuk



untuk mudah



2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan upaya batuk a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali aktif b. KH : dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan pernafasan normal c. Intervensi 1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan



otot



aksesoris, catat setiap perubahan Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. 2) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulen diduga terjadi sebagai masalah sekunder. 3) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler) Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal upaya batuk untuk memobilisasi dan



membuang



sekret. 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal a. Tujuan : tidak ada tanda-tanda dispnea b. KH : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam rentang normal, bebes dari gejala, distres pernafasan. c. Intervensi dan rasional 1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan. Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis effure pleural untuk fibrosis luas.



2) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku Rasional :



Akumulasi



sekret/pengaruh



jalan



nafas



dapat



mengganggu O2 organ vital dan jaringan. 3) Tunjukkan/dorong bernafas



dengan bibir



selama endikasi,



khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurunkan nafas pendek. 4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien sesuai keperluan Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala. 5) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberian oksigen Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu pengenceran sekret. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, anoreksia, ketidakcukupan nutrisi a. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi) b. Kriteria hasil : pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perilaku atau perubahan pola hidup. c. Intervensi dan rasional: 1) Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau muntah, diare. Rasional : berguna dalam mendefinisikan



derajat/



luasnya



masalah dan pilihan intervensi yang tepat. 2) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai. Rasional :



membantu



dalam



mengidentifikasi



kebutuhan



pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet. 3) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces. Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area



pemecahan



masalah



untuk



meningkatkan



pemasukan atau penggunaan nutrien. 4) Dorong dan berikan periode istirahat sering. Rasional : Membantu menghemat energi khususnya



bila



kebutuhan meningkat saat demam. 5) Berikan perawatan mulut



sebelum dan sesudah tindakan



pernafasan. Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah. 6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein. Rasional : Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau kebutuhan energi dari makan makanan banyak dari menurunkan iritasi gaster. 7) Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet. Rasional : bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.



5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk. a. Tujuan : agar pola tidur terpenuhi. b. Kriteria hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun. c. Intervensi dan rasional: 1) Diskusikan



perbedaan



individual



dalam



kebutuhan



tidur



berdasarkan hal usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress. Rasional : rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap malam nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar



ilmiah



individu yang dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan sedikit tidur untuk merasa segar kembali dengan bertambahnya usia, waktu tidur. Total secara umum menurun, khususnya tidur tahap IV dan waktu tahap meningkat. 2) Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang, berikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan selimut, berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu pastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien menginginkan. Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi, lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi.



DAFTAR PUSTAKA



Azwar. (2007). Sikap manusia: teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Achjar, K.A.H. (2010). Aplikasi praktis asuhan keperawatan keluarga. Jakarta: Sagung Seto. Aditama T. Y., Surya S., Bing W., Carmelia B., Dewi R., Diantika, D. D., Eka S., Elia R., Erwinas,. Budhoyono, F. X., Frank,i L., Jane S., Jelsi, M., Alsagaf, H. & Mukty, H. A. (2008). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. 5th ed. Airlangga University Press:Surabaya. Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta Ali, Z. (2010). Pengantar keperawatan keluarga. Jakarta: EGC Brooker, C. (2008). Ensiklopedia keperawatan. Jakarta: EGC. Brown, I., Renwick, R., Nagler, M. (1996). Conceptual approaches, issues, and applications. Quality of Life in Health Promotion and Rehabilitation London & New York : Chapman & Hall. Chatman, I.J. (2008). Tuberculosis: Arresting everyone enemy, (2nded). USA: Joint Commion Resourcer. Corwin, E.J. (2008). Handbook of pathophysiology, (3rd ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.