LP Terbaru Edema Paru Jadi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS EDEMA PARU DI RUANG ICU, RSUD WANGAYA DENPASAR TANGGAL 14 NOVEMBER 2019 A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1.



Definisi Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler dalam paru.( Arief Muttaqin, 2008 ). Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik rongga interstitial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tindak lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar menimbulkan dispneu sangat berat. (Smeltzer,C.Suzanne.2008.hal 798). Kongesti paru terjadi bila dasar vaskuler paru penerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan, yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk dari sisi kanan dan aliran keluar pada sisi kiri jantung tersebu mengaibatakan konsekuensi yang berat. Edema paru adalah akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru seperti ketika aliran darah berlangsung sangat cepat dan tidak normal sehingga terlalu membebani sistem sirkulasi tubuh yang kemudian menyebabkan terakumulasinya cairan dalam paru. ( KMB Joko Setyono hal: 55 ). Edema paru adalah terkumpulnya cairan extravaskuler yang patologis di dalam paru. ( Ilmu Penyakit Dalam Jilid II hal : 767 ). Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Edema paru adalah penimbunan cairan serosa atau satosanguinaso secara berlebihan dalam ruang interstitial dan alveolus paru – paru. ( Patofisiologi Sylvia A. Prirce hal: 722 )



2.



Etiologi Menurut Arif Muttaqin.2008. Edema paru disebapkan karena 4 hal yaitu



:



1) Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang



dari normal ; dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma ); makanan yang kurang mengandung protein ; atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas . 2) Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori–pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi . Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein dicairan interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera ( misalnya , lepuh ) dan respon alergi (misalnya , biduran) . 3) Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. Peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena – vena besar yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat venavena tersebut masuk ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah. 4) Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Secara umum terjadinya edema disebabkan oleh beberapa hal antara lain : 1) Edema yang Disebabkan oleh Dinamika Kapiler yang Abnormal



Bahwa beberapa kelainan dalam dinamika ini dapat meningkatkan tekanan jaringan dan sebaliknya edema cairan ekstrasel. Berbagai penyebab edema cairan ekstrasel tersebit adalah : a. Peningkatan tekanan kapiler, yang menuebabkan filtrasi cairan berlebihan melalui kapiler-kapiler. b. Penurunan protein plasma, yang menyebabkann pengurangan tekanan osmotis koloid plasma sehingga gagal menahan cairan di dalam kapilerkapiler. c. Obstruksi limfe, yang menyebabkan protein berkumpul di dalam ruangan jaringan sehingga menyebabkan cairan berosmosis ke luar dari kapiler-kapiler. d. Peningkatan permeabilitas kapiler, yang memungkinkan protein dan cairan secara berlebihan merembes ke ruang-ruang jaringan. 2) Edema Karena Retensi Cairan oleh Ginjal Bila ginjal gagal mengekskresikan urina dalam jumlah memadai, dan orang tersebut terus minum air dalam jumlah normal dan menelan elektrolit dalam jumlah normal, jumlah total cairan ekstrasel dalam tubuh meningkat secara progresif. Cairan ini diadsorpsi dari usus ke dalam darah dan meningkatkan tekanan kapiler. Ini sebaliknya menyebabkan sebagian terbesar cairan tersebut masuk ke dalam ruang cairan interstisial, sehingga juga meningkatkan tekanan interstisial itu. Oleh karena itu, retensi cairan oleh ginjal saja dapat menyebabkan edema ekstensif. 3) Edema yang Disebabkan oleh Payah Jantung Payah jantung merupakan salah satu penyebab edema yang paling sering, karena bila jantung tak lagi memompakan darah keluar dari vena, dengan mudah, maka darah akan terbendung dalam system vena. Tekanan kapiler meningkat, dan timbul “edema jantung” yang serius. Tambahan lagi, sering ginjal berfungsi buruk pada payah jantung, dan ini semakin memperhebat edema. 3.



Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung



Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik. 1) Cardiogenic pulmonary edema Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluhpembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar. 2) Non-cardiogenic pulmonary edema Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut: a.



Acute respiratory distress syndrome (ARDS) Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.



b. Kondisi yang berpotensi serius Disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru. c.



Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh, Menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan



gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh. d. High altitude pulmonary edema Yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet. e.



Trauma otak, Perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.



f.



Paru yang mengembang secara cepat Dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin



terjadi



pada



kasus-kasus



ketika



paru



mengempis



(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema). g. Penyebab yang jarang terjadi, Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil. 4.



Patofisiologi Pemahaman mengenai mekanisme ini memerlukan tinjauan mengenai pembentukkan dan reabsorbsi cairan paru serta struktur ultra paru.Ruang alveolar dipisahkan dari interstisium paru terutama oleh sel epitel alveoli Tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barier relatif nonpermiabel



terhadap aliran cairan dari interstitium ke rongga – rongga udara (spaces). Faktor penentu yang paling penting dalam pembentukkan cairan ekstravaskuler adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstitial, serta permeabilitas sel endotelium terhadap air, zat terlarut (solut) dan molekul besar seperti protein plasma. (Aryanto,1994) Ciri perubahan dini pada edema paru adalah terjadinya peningkatan aliran limfatik. Perubahan ini terjadi karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriola paru dan saluran pernafasan yang kecil pembekaan saluran limfatik ini akan berdampak pada struktur sekitarnya dan mengakibatkan terjadinya prubahan hubungan tekanan pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah adanya obstruksi pada saluran kecil yang telah dibuktikan sebagai perubahan fisiologis dini pada klien dengan gagal jantung kiri mengingat lesi ini tidak merata disaluran paru, maka timbul perubahan dalam distribusi, ventilasi, dan perfusi yang kemidian menyebabkan terjadinya hipoksemia ringan terkenanya arteriola kecil juga menyebabkan gambaran radiologis dini pada gagal jantung kiri, yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada klien dengan posisi tegak. Jika terbentuknya cairan intersisial melebihi kapasitas sistem limfatik, maka terjadi edema dinding alveolar.Pada fase ini komplan paru berkurang hal ini menyebabkan terjadinya takipneu yang mungkin tanda klinis awal pada klien dengan edema paru.Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan



hipoksenia



memburuk.



Meskipun



demikian,



ekskresi



karbondioksida tidak terganggu dan klien akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik. Selain hal yang telah disebutkan diatas gangguan difusi juga berperan, dan pada fase ini mungkin terjadi peningkatan pintas kanan ke kiri melalui alveoli yang tidak mengalami ventilasi. Pada fase alveolar penuh dengan cairan, semua gambaran menjadi lebih berat dan komplain akan menurun dengan nyata ( Nowak, 2004). Alveoli terisi cairan dan pada saat yang sama aliran darah kedaerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas kanan ke kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksia yang rentan terhadap peningkatan konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratorik akan tetap berlangsung.



Secara radiologis akan tampak gambaran infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru, terutama daerah parahilar dan basal. Ketika klien dalam keadaan sadar dia akan tampak mengalami sesak nafas hebat dan ditandai dengan takipnea, takikardi, serta sianosis bila pernafasannya tidak dibantu. Keadaan ini disebut sebagai adult respiratory sindrom (ARDS).



5.



Pathway/WOC



6.



Manifestasi Klinis Serangan mendadak yang khas pada edema paru terjadi setelah pasien berbaring selama beberapa jam. Posisi baring akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan memudahkan penyerapan kembali edema dari tungkai. Darah yang beredar menjadi lebih encer dan volumenya bertambah. Tekanan vena meningkat dan atrium kanan terisi lebih cepat. Akibatnya terjadi peningkatan curah ventrikel kanan yang ternyata melebihi curah ventrikel kiri. Pembuluh darah paru membesar oleh darah dan mulai mengalami kebocoran. Sementara pasien mulai merasa gelisah dan cemas. Terjadi awitan kesulitan bernapas mendadak dan perasaan tercekik. Tangan pasien menjadi dingin dan basah, kuku sianosis, dan warna kulit menjadi abu-abu sampai pucat. Selain itu denyut nadi juga melemah, dan cepat, vena leher menegang. Pasien mulai batuk, dengan mengeluarkan sputum yang banyak. Dengan berkembangnya edema paru, kecemasan berubah menjadi panik. Napas berbunyi dan basah, pasien yang mulai tercekik oleh darah, mengeluarakan cairan berbusa ke bronchi dan trakhea. Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan. Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasienpasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas). Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium: 1) Stadium I Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.



2) Stadium II Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea.Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat.Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja. 3) Stadium III Pada stadium ini terjadi edema alveolar.Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia.Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988). Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung. 7.



Pemeriksaan Fisik Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan



pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem perifer, akral dingin dengan sianosis (sda). Dan pada edem paru non kardiogenik didapatkan khas bahwa Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada. 8.



Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ditegakkan dengan mengevaluasi manifestai klinis sehubungan dengan kongesti paru. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan antara lain berupa



:



1) EKG Untuk melihat apakah terdapat sinus takikardi dengan hipertropi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebap gagal jantung, gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia 2) Laboratorium a.



Analisa Gas Darah



: pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah kemudian



hiperkapnea b.



Enzim jantung



: meningkat jika penyebap gagal jantung adalah



infark miokard 



Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalis, Enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner







Foto thorak



Gambaran radiologisnya berupa



:



1) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskuler di hilus) 2) Corakan paru meningkat ( > 1/3 lateral) 3) Kranialisasi vaskuler 4) Hilus suram (batas tidak jelas) 3) Echokardiography



: gambaran penyebap gagal jantung : kelainan katup,



hipertopi ventrikel (hipertensi), segemental wall motion abnormally (PJK) umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri/atrium kiri 4) Pulmonary Artery Catheter



: Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah



tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar



dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabangcabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluhpembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong noncardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU). 9.



Prognosis Prognosis tergantung pada penyakit dasar dan faktor penyebab/pencetus yang dapat diobati. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme terjadinya edema paru nonkardiogenik akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru, perbaikan pengobatan, dan teknik ventilator tetapi angka mortalitas pasien masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara. Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama.



10. Penatalaksanaan Medis 1) Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume dankapasitas vital paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan menurunkanaliran darah vena balik ke jantung. 2) Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan bersamaan denganpemasangan jalur IV dan monitor EKG (O, I, M). Nonrebreather mask withreservoir O2 dapat menyalurkan 90-100% O2 3) Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi walaupunsaturasi O2 kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi perifer. Olehkarena itu, dianjurkan melakukan pemeriksaan analisis gas darah untukmengetahui ventilasi dan asam basa. 4) Tekanan ekspirasi akhir positif ( positive end expiratory pressure) dapat diberikan untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas. 5) Kantung



nafas-sungkup



hipoventilasi.



muka



menggantikan



simple



mask bila



terjadi



6) Continuous positive airway pressure diberikan bila pasien bernafas spontandengan sungkup muka atau pipa endotrakea. 7) Intubasi dilakukan bila PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60 mmHgwalau telah diberikan O2 100%, munculnya gejala hipoksi serebral,meningkatnya PCO2 dan asidosis secara progresif. 8) Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikanDopamin 220mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan Dopamindosis >20 mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrine 0,5-30mcg/menit IV, sedangkan Dopamine diturunkan sampai 10mcg/kgBB/menit. Bila tanpa gejala syok berikan Dobutamine 2-20mcg/kgBB/menit IV. 9) Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema parukarena mengurangi preload , diberikan 2 tablet masing-masing 0,4 mgsublingual atau semprot, dapat diulang 5-10 menit bila TD tetap >90-100mmHg. Isosorbide semprot oral bisa diberikan tetapi nitrogliserin pastatranskutan atau isosorbid oral kurang dianjurkan karena vasokonstriksiperifer tidak memungkinkan penyerapan yang optimal. 10) Furosemide adalah obat pokok pada Edema paru, diberikan IV 0,5-1,0mg/kg. Efek bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi venodilatasisehingga aliran ( preload ). Efek kedua adalah diuresis yang mencapai puncaknya setelah 30-60 menit. Efektifitas furosemide tidak harus dicapaidengan diuresis berlebihan. Bila furosemide sudah rutin diminumsebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20 menit belumdidapat hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis awal dan dosis bisalebih tinggi bila retensi cairan menonjol dan bila fungsi ginjal terganggu. 11) Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV bilaTD >100mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada edemaparu namun dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek venodilatormeningkatkan kapasitas vena, mengurangi aliran darah balik ke venasentral dan paru, mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri (preload),dan juga mempunyai efek vasodilator ringan sehingga afterload berkurang.Efek sedasi dari morfin sulfat menurunkan aktifitas tulang-otot dan tenagapernafasan. (Santoso Karo et al, 2008)



11. Komplikasi Pada pasien dengan Edema paru kemungkina untuk terjadi Gagal napas sangat tinggi jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan tepat. Hal ini dikarenakan terjadinya akumulasi cairan pada alveoli yang menyebapkan ketidakmampuan paru untuk melakukan pertukaran gas O2 dan CO2 secara adekuat, sehingga mengakibatkan pasokan Oksigen ke jaringan paru menjadi sedikit.



B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian 1) Airway Gejala : ⁻



Batuk produktif atau non produktif







Dyspnea saat aktifitas







Tidur sambil duduk







Riwayat penyakit paru kronis



Tanda : produksi sputum ⁻



Frekuensi nafas meningkat







Suara stidor







Wheezing dan ronchi pada lapang paru







Dyspnea







Nafas cepat dan dalam







takipnea



2) Breathing Gejala : ⁻



Penggunaan otot bantu pernafasan







Pernafasan diafragma meningkat



Tanda : ⁻



Dyspnea







Takipnca







Bradipnca







Penurunan bunyi nafas







Nafas cuping hidung







Retraksi dinding dada







RR meningkat



3) Sirkulasi Gejala : ⁻



Keletihan/kelelahan terus menerus







Pembuluh darah vasokontriksi



Tanda : ⁻



Gelisah







TD rendah (gagal pernafasan)







Nadi cepat dan lemah







Aritmia







Bunyi jantung tambahan (S3 dan S4)







Takikardi







Pucat







Sianosis



4) Disability Gejala : ⁻



Perubahan status mental







Lemah



Tanda : ⁻



Gelisah







Penurunan kesadaran : Somnolen Apatis Delirium Stupor Sporokoma Koma



2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang ditegakkan berdasarkan kemungkinan yang ada pada data subyektif, data obyektif dan gejala yang terjadi pada pasien yang terkait masalah sistem pernafasan. 1) Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. 2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan 3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan 1



Bersihan jalan nafas tidak ektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan ditandai dengan : DS : -



DO : Dyspnea







Batuk tidak efektif



2



-



Sulit bicara







Tidak mampu batuk



-



Ortopnea







Sputum berlebih







Mengi, wheezing, ronchi







Gelisah







Sianosis







Bunyi nafas menurun







Frekuensi nafas berubah







Pola nafas berubah



Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi ditandai dengan : DS :







DO :







Dispnea







Takikardi







Pusing







Bunyi nafas tambahan







Pengelihatan kabur







Sianosis







Gelisah







Nafas cuping hidung







Pola nafas abnormal







(cepat/lambar,



regular/ireguler,



dalam/dangkal) ⁻



Warna



kulit



abnormal



(pucat,kebiruan) ⁻ 3



Kesadaran menurun



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan DS:



DO :







Mengeluh lelah











Dyspnea saat atau setelah







Merasa



tidak



setelah beraktivitas



20 % dari kondisi istirahat ⁻



beraktivitas



Frekuensi jantung meningkat >



Gambaran



EKG



menunjukan



aritmia saat/setelah aktivitas



nyaman ⁻



Gambaran



EKG



menunjukan



iskemia ⁻



Sianosis







Tekanan Darah berubah