LP Thypoid [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN ANAK LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK YANG MENGALAMI DEMAM THYPOID



Fasilitator: Sulastri, S.Kep.,Ns.M.Tr.Kep.



Oleh: Malihatus Syarifah



(1120019171)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan laporan praktik Keperawatan Anak ini yang alhamdulillah dengan tepat waktu. Laporan ini berisikan tentang informasi “Teori Asuhan Keperawatan Pada Anak yang Mengalami Demam Thypoid”. Laporan ini di tulis dengan bahasa yang sederhana berdasarkan berbagai literatur tertentu dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman mengenai teori yang dibahas. Kendati demikian, tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini terdapat kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis terbuka dengan senang hati menerima kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Akhirnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Lamongan, 01 Juni 2020



Penulis



BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Demam Thypoid 1. Definisi Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Samonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia dan endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monokular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan payer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi (Sumarmo, 2002 dalam Amin Huda & Hardhi Kusuma, 2015). Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Titik Lestari, 2016). 2. Penyebab Penyebab Thypoid adalah bakteri salmonella thypii. Salmonella adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar), tidak berkapsul dan tidak membentuk spora. Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini akan mati dengan pemanasan suhu 60°c selama 1520 menit (Rahayu E, 2014). Menurut Amin Huda dan Hardhi (2015), kuman ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu: a.



Antigen O (somatik antigen) yaitu terletak pada lapisan luar daritubuh kuman, yang terdiri dari oligosakarida.



b.



Antigen H (terdapat pada flagella) yang terdiri dari protein



c.



Antigen K (envelope antigen) yang terdiri dari polisakarida.



3. Tanda dan Gejala Tanda dan Gejala Demam Thypoid menurut Sudoyo Aru, (2009) dalam Amin Huda dan Hardhi Kusuma, (2015):



a. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama b. Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tiak tertangani akan menyebabkan syok, stuper dan koma c. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari d. Nyeri kepala, nyeri perut e. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi f. Pusing, bradikardi, nyeri otot g. Batuk h. Epistaksis i. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) j. Hepatomegali, splenomegali, meteroismus k. Gangguan mental berupa samnolen l. Dellirubin atau psikosis Tabel 2.1 Periode infeksi demam thypoid, gejala dan tanda Minggu Minggu pertama



Minggu kedua



Minggu ketiga



Minggu keempat



Keluhan dan Gejala Demam Thypoid Keluhan Gejala Panas Gangguan saluran berlangsung cerna insidious, tipe panas stepladder yang mencapai 39-40°C, menggigil, nyeri kepala Rash, nyeri Rose sport, abdomen, diare hepatomegali, atau konstipasi, splenomegali delerium



Patologi Bakteremia



Vaskulitis, hiperplasi pada payer’s patches, nodul tyipoid pada limpa dan hati Komplikasi: Melena, ilius, Ulserasi pada perdarahan ketegangan payer’s patches, saluran cerna, abdomen, koma nodul tyipoid perforasi, syok pada limpa dan hati Keluhan menurun, Tampak sakit Kolelitiasis, relaps, penurunan berat, kekeksia carrier kronik BB



4. Pathway Salmonella Typhi Saluran pencernaan Usus halus



Lambung Dimusnahkan oleh asam lambung



Imunitas hormonal (Imunoglobulin A) kurang baik Menembus sel epitel Berkembangbiak di lamina propia



Makrofag hiperaktif Hiperplasia dan nekrose jaringan Erosi pem. darah plagues payeri Perdarahan sel cerna



Lapisan otot Lapisan serosa usus Perforasi



Nyeri akut



Kantung empedu Lumen usus Feses



Usus



Nyeri otot Nyeri kepala



Intoleransi aktivitas



Plagues payeri Kelenjar getah bening masenterika Sirkulasi darah



Bakteremia II symtomatik



Bakteremia asymtomatik



Metabolisme meningkat



Anoreksia mual, muntah



Organ retikuloendotelial hati & limpa Berkembangbiak diluar sel



Salmonella dalam makrofag teraktivitas Hiperaktif melepaskan sintokin Reaksi inflamasi



Ditelan (magrofag) sel fagosit



Resiko infeksi



Splenomegali Hepatomegali Nyeri akut



Defisit nutrisi Hipertermi



5. Patofisiologi Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m), menuju lamina propia, berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah bening mesenterika. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus thoracicusdan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini kuman salmonella thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi). Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus dan mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia plak peyeri. Terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga. Dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut). Penularan salmonella thypii dapat ditularkan melalui cara 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), -Fomitus (muntah), Fly(lalat) dan melalui Feses (Titik Lestari,2016)



6. Komplikasi Berdasarkan KEPMENKES RI, (2016) Beberapa komplikasi yang sering terjadi diantaranya: a. Thypoid Toksik (Thypoid Ensefalopati) Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala dellerium atau koma yang disertai atau tanpa kelaianan neurologis lainnya. Analisa cairan otak biasanya dalam batas-batas normal. b. Syok Septik Akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik karena bakteremia salmonella. Disamping gejala-gejala thypoid diatas penderita jatuh kedalam fase kegagalan vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan halus, berkeringat serta akral yang dingin. Akan berbahaya bila syok menjadi irreversible. 1) Perdarahan dan Perforasi Intestinal 2) Peritonitas 3) Hepatitis Tifosa 4) Pneumonia 5) Komplikasi lain a) Osteomilitis, arthtritis b) Miokarditis, perikarditis, endokarditis c) Pielonefritis, orkhitis d) Serta peradangan-peradangan ditempat lain 7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang Demam Thypoid menurut Amin Huda dan Hardhi Kusuma, (2015): a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis, atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.



b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak perlu memerlukan penanganan khusus. c. Pemeriksaan Uji Widal Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita demam thypoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella thypi maka penderita membuat antibodi (aglutinin). d. Kultur Kultur darah



: bisa positif pada minggu pertama



Kultur urin



: bisa positif pada akhir minggu kedua



Kultur feses



: bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga



e. Anti Salmonella Typhi IgM Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam. 8. Pencegahan Strategi pencegahan yang dapat dipakai untuk selalu menyediakan makanan atau minuman yang tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan tersedianya air bersih sehari-hari. Strategi ini menjadi penting seiring dengan munculnya kasus resistensi. Selain strategi di atas, dikembangkan pula vaksinasi terutama untuk para pendatang dari negara maju ke daerah endemik demam thypoid. Tiga vaksin thypoid yang terdapat di Indonesia: vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna, vaksin parenteral sel utuh dan vaksin polisakarida Typhin Vi Aventis Pasteur Merrieux (RHH Nelwan, 2016).



9. Penatalaksanaan Menurut Amin Huda dan Hardhi Kusuma, (2015): a. Non farmakologi 1) Bed rest 2) Diet; diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pasien dengan demam thypoid diberikan makanan yang rendah serat. b. Farmakologi 1) Kloramfenikol 2) Ampisilin, bila terjadi kontraindikasi kloramfenikol 3) Seftriakson pada kasus berat 4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon. Menurut Widoyono, (2011) dalam Imas Nailufar, (2015): Pengobatan memakai prinsip trilogi penatalaksanaan demam thypoid: a. Pemberian antibiotik Terapi ini dimaksudkan untukmembunuh kuman penyebab demam thypoid. Obat yang sering digunakan adalah: 1) Kloramfenikol 2) Amoksilin 3) Kontrimokazol 4) Safalosporin generasi II dan III b. Istirahat dan perawatan Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah komplikasi. Penderita sebaiknya beristirahat total ditempat tidur selama 1 minggu setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai dengan keadaan penderita. c. Terapi penunjang secara simtomatis dan suportif serta diet Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberikan makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan



kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita. B. Konsep Asuhan Keperawatan Konsep asuhan keperawatan menurut hanifah, 2018: 1. Pengkajian a.



Pengkajian Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, bangsa, suku, bahasa yang digunakan, alamat rumah, tanggal MRS.



b.



Keluhan utama Pada pasien demam thypoid mengeluh panas dan nyeri telan serta mual.



c.



Riwayat penyakit sekarang Klien biasanya datang dengan keluhan panas kurang dari 7 hari dengan kualitas naik turun, terdapat nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia mual muntah, konstipasi atau diare.



d.



Riwayat penyakit dahulu Meliputi penyakit yang pernah diderita oleh pasien.



e.



Suhu tubuh Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remitem dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur baik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat minggu ketiga, suhu berangsur angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga



f.



Kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam, apatis sampai somnolen, jarang terjadi spoor, koma atau gelisah (kecuali



bila



penyakitnya



berat



dan



terlambat



mendapatkan



pengobatan). Selain gejala gejala tersebut, mungkin dapat ditemukan gejala lainnya seperti pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola (bintik bintik kemerahan karena emboli basil dalam



kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam), kadang ditemukan juga bradikardi dan eptistaksis pada anak yang lebih besar g.



Pemeriksaan fisik 1) Mulut: terdapat nafas yang berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah pecah (rageden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated tonge), sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai tremor. 2) Abdomen:



dapat



ditemukan



keadaan



perut



kembung



(meteorismus), bila terjadi konstipasi, diare atau normal. 3) Hati dan Limfe: membesar disertai dengan nyeri pada perabaan h.



Pemeriksaan laboratorium 1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permukaan sakit 2) Kultur darah (biakan empedu) dan widal 3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Sering ditemukan dalam urine dan feses 4) Pemeriksaan widal, pemeriksaan yang diperlukan adalah liter zat anti terhadap antigen O. Liter yang bernilai 1/200 atau lebih merupakan kenaikan yang progresif



i.



Status nutrisi seseorang dalam hal ini klien dengan gangguan status nutrisi dapat dikaji : A : Pengukuran antropometik (antropometik measuremant) 1) Tinggi badan. Pengukuran tinggi badan pada individu dewasa dan balita dilakukan dalam posisi berdiri tanpa alas kaki, sedangkan pada bayi dilakukan dalam posisi berbaring. 2) Berat badan a) Alat serta skala ukur yang digunakan harus sama setiap kali menimbang. b) Pasien ditimbang tanpa alas kaki.



c) Pakaian diusahakan tidak tebal dan relatif sama beratnya setiap kali menimbang. d) Waktu penimbangan relatif sama, misalnya sebelum dan sesudah makan. 3) Tebal lipatan kulit Anjuran klien untuk membuka baju guna mencegah kesalahan pada hasil pengukuran. a) Perhatikan selalu privasi dan rasa nyaman klien. b) Dalam pengukuran TSF utamakan lengan klien yang tidak dominan. c) Pengukuran TSF dilakukan pada titik lengan atas, antara akromion dan olekranon. d) Ketika pengukuran dilakukan, anjurkan klien untuk relaks. e) Alat yang digunakan adalah kaliper 4) Lingkaran tubuh : umumnya area tubuh yang digunakan untuk pengukuran ini adalah kepala, dada dan otot bagian tengah lengan atas. 5) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan yang dilakukan pada klien merupakan penilaian kondisi fisik yang berhubungan dengan masalah malnutrisi. Prinsip pemeriksaan ini adalah head to toe yaitu dari kepala sampai ke kaki. B : Data biokimia (biokimia data) Nilai umum yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah kadar total limfosit, albumin serum, zat besi, transferin serum, kreatinin, hemoglobin, hemotokrit, keseimbangan nitrogen dan tes antigen kulit. C : Tanda-tanda klinis status nutrisi (clinical sign) Tabel 2.2 Tanda dan gejala klinis defisiensi nutrisi Bagian tubuh



Tanda klinis



Tanda umum



Penurunan berat lemah, lesu



Kemungkinan kekurangan badan, -Kalori -Cairan



Rambut Kulit



Mata Mulut



Gigi Sistem neuramuskular Tulang Sistem gastrointestinal Sistem endrokin Sistem kardiovaskular Sistem saraf



Rasa haus adanya dehidrasi Pertumbuhan terhambat Kusut, kakuningan, kekurangan pigmen Adanya radang pada kulit atau dermatitis Sedangkan pada bayi terjadi dermatosis adanya petechial hemorhagik Eksema Fotofebia atau penglihatan ganda Rabun senja Stomatis Glositis Karies gigi Kejang Lemah otot Riketsia Anoreksia atau makan menurun Mual dan muntah Gondok Adanya pendarahan Penyakit jantung Anemia Kelainan mental Kelainan saraf perifer



-Vitamin A Protein -Niasin, riboflavin dan biotinemak -Asam asetat -Pirodoksin -Roboflavin -Vitamin A



-Riboflavin -Niasin, asam volat, sianokobalamin (vit B12) dan zat besi Fluorida -Vitamin D -Kalium Vitamin D nafsu -Tiamin -Garam dapur Iodium -Vitamin K -Tiamin -Piridoksin dan zat besi -Sianokobalamin



D :  Diet (dietary) 1) Riwayat diet a) Gangguan pada fungsi mengunyah dan menelan b) Asupan makanan tidak adekuat c) Diet yang salah atau ketat d) Kurangnya persediaan bahan makanan selama 10 hari atau lebih e) Pemberian nutrisi melalui intravena selama 10 hari atau lebih f) Tidak adekuatnya dana untuk penyediaan bahan makanan



g) Tidak adekuatnya fasilitas penyiapan bahan makanan h) Tidak adekuatnya fasilitas penyimpanan bahan makanan i) Ketidakmampuan fisik 2) Riwayat penyakit a) Adanya riwayat berat badan berlebih atau berkurang b) Penurunan berat badan dan tinggi badan c) Mengalami penyakit tertentu d) Riwayat pembedahan pada sistem gastrointestinal e) Anoreksia f) Mual dan muntah g) Diare h) Alkoholisme i) Gangguan yang mengenai organ tertentu (kanker) j) Disabilitas mental k) Kehamilan remaja l) Terapi radiasi 3) Riwayat pemakaian obat-obatan : aspirin, antibiotik, antasida, antidepresan, agens anti-hipersentivitas, agens anti-imflamasi, agens anti-neoplastik, digitalis, laksatif, diuretik, natrium klorida dan vitamin atau preparat nutrien lain. 2. Diagnosa Keperawatan Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada penderita demam thypoid adalah: a.



Hipertermia ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal



b.



Nyeri akut ditandai dengan mengeluh nyeri



c.



Defisit nutrisi ditandai dengan nafsu makan menurun, berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal



d.



Resiko infeksi



e.



Intoleransi aktivitas



3. Intervensi Keperawatan No. 1.



Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Kategori : Lingkungan Sub Kategori : Keamanan dan Proteksi Kode : D 0130



Standar Luaran Keperawatan Indonesia Termoregulasi (L.14134) Definisi: pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal



Hipertermia Definisi : Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh Penyebab: 1. Dehidrasi 2. Terpapar lingkungan panas 3. Proses penyakit (infeksi, kanker) 4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 5. Peningkatan laju metabolisme 6. Respon trauma 7. Aktivitas berlebihan 8. Penggunaan incubator Gejala dan Tanda Mayor Objektif 1. Suhu tubuh diatas nilai normal Tanda dan Gejala Minor Objektif: 1. Kulit merah 2. Kejang 3. Takikardi 4. Takipnea 5. Kulit terasa hangat Kondisi Klinis Terkait 1. Proses infeksi 2. Hipertiroid



Ekspektasi: Membaik Kriteria Hasil: 1. Menggigil 2. Kulit merah 3. Kejang 4. Akrosianosis 5. Konsumsi oksigen 6. Piloereksi 7. Vasokonstriksi perifer 8. Kutis memarota 9. Pucat 10. Takikardi 11. Takipnea 12. Bradikardi 13. Dasar kuku sianolik 14. Hipoksia Keterangan: 1 = Menurun 2 = Cukup Menurun 3 = Sedang 4 = Cukup Meningkat 5 = Meningkat 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Suhu tubuh Suhu kulit Kadar glukosa darah Pengisian kapiler Ventilasi Tekanan darah Keterangan: 1 = Memburuk 2 = Cukup Memburuk 3 = Sedang 4 = Cukup Membaik 5 = Membaik



Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Manajemen Hipertermia (I.15506) Definisi: mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi Tindakan: Observasi 1. Identifikasi penyebab hipertermi (dehidrasi, lingkungan panas, penggunaan inkubator) 2. Monitor suhu tubuh 3. Monitor kadar elektrolit 4. Monitor haluaran urine 5. Monitor komplikasi akibat hpertermi Terepeutik 1. Sediakan lingkungan yang dingin 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian basahi dan kipasi permukaan tubuh 3. Berikan cairan oral 4. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosi (keringat berlebih) 5. Lakukan pendinginan eksternal (selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila) 6. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin 7. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan tirah baring Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena



2.



3. Stroke 4. Dehidrasi 5. Trauma 6. Prematuritas BAB : IV Tingkat Nyeri Kategori : (L.08066) Psikologis Sub Kategori : Definisi: Nyeri dan Pengalaman sensorik Kenyamanan atau emosional yang Kode : D.0077 berkaitan dengan kerusakan jaringan Nyeri Akut aktual atau fungsional Definisi: dengan onset mendadak Pengalaman sensorik atau lambat dan atau emosional yang berintensitas ringan berkaitan dengan hingga berat dan kerusakan jaringan konsisten. aktual atau fungsional, dengan Ekspektasi: Menurun onset mendadak atau Kriteria Hasil: lambat dan 1. Kemampuan berintegritas ringan menuntaskan hingga berat yang aktivitas berlangsung kurang Keterangan: dari 3 bulan. 1 = Menurun 2 = Cukup Menurun Penyebab 3 = Sedang 1. Agen pencedra 4 = Cukup fisiologis (mis, Meningkat inflamasi, 5 = Meningkat iskemia, 2. Keluhan nyeri neoplasma) 3. Meringis 2. Agen pencedra 4. Sikap protektif kimiawi (mis, 5. Gelisah terbakar, bahan 6. Kesulitan tidur kimia iritan) 7. Menarik diri 3. Agen pencedra 8. Berfokus pada diri fisik (mis, abses sendiri amputasi 9. Diaforesis terbakar, 10.Perasaan depresi terpotong, (tertekan) mengangkat 11.Perasaan takut beban berat, mengalami cedera prosedur operasi, berulang trauma latihan 12.Anoreksia fisik yang 13.Perineum terasa berlebihan) tertekan Gejala dan Tanda 14.Uterus teraba Mayor membulat a. Subjektif 15.Ketegangan otot 1. Mengeluh 16.Pupil dilatasi



Manajemen (I.08238)



Nyeri



Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan. Tindakan Observasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identivikasi respon nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik 1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi



nyeri b. Objektif 1. Tampak meringis 2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri) 3. Gelisah 4. Frekwensi nadi meningkat 5. Sulit Tidur Gejala dan Tanda Minor a. Subjektif (tidak tersedia) b. Objektif 1. Tekanan darah meningkat 2. Pola napas berubah 3. Nafsu makan berubah 4. Proses berfikir terganggu 5. Menarik diri 6. Berfokus pada diri sendiri 7. Diaforesis



3.



17.Muntah terbimbing, kompres 18.Mual hangat atau dingin, Keterangan: terapi bermain) 1 = Meningkat 2. Kontrol lingkungan 2 = Cukup yang memperberat rasa Meningkat nyeri (mis. Suhu 3 = Sedang ruangan, pencahayaan, 4 = Cukup Menurun dan kebisingan) 5 = Menurun 3. Fasilitasi istirahat tidur 19.Frekwensi nadi 4. Pertimbangkan jenis 20.Pola napas dan sumber nyeri dalam 21.Tekanan darah pemilihan strategi 22.Proses berpikir meredakan nyeri 23.Fokus 24.Fungsi berkemih Edukasi 25.Perilaku 1. Jelaskan penyebab, 26.Nafsu makan periode, dan pemicu 27.Pola tidur nyeri Keterangan: 2. Jelaskan strategi 1 = Memburuk meredahkan nyeri 2 = Cukup 3. Anjurkan memonitor Memburuk nyeri secara mandiri 3 = Sedang 4. Anjurkan menggunakan 4 = Cukup Membaik analgesik secara tepat 5 = Membaik 5. Anjurkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



Kondisi Klinis Terkait 1. Kondisi pembedahan 2. Cedera traumatis 3. Infeksi 4. Sindroma coroner akut 5. Glaukoma BAB : IV Status Kategori : Fisiologis (L.03030) Sub Kategori : Nutrisi dan cairan Definisi:



Nutrisi Manajemen (I.03119) Definisi:



nutrisi



Kode : D.0019 Defisit nutrisi



Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme Ekspektasi: Membaik



Definisi: Asupan nutrisi tidak Kriteria Hasil: cukup untuk 1. Porsi makanan yang memenuhi kebutuhan di habiskan metabolisme 2. Kekuatan otot pengunyah Penyebab 3. Kekuatan otot 1. Ketidakmampuan menelan menelan 4. Serum albumin makanan 5. Verbalisasi 2. Ketidakmampuan keinginan untuk mencerna meningkatkan nutrisi makanan 6. Pengetahuan tentang 3. Ketidakmampuan pilihan makanan mengabsorbsi yang sehat nutrient 7. Pengetahuan tentang 4. Peningkatan pilihan minuman kebutuhan yang sehat metabolisme 8. Pengetahuan tentang 5. Faktor ekonomi standar asupan (mis. Finansial nutrisi yang tepat tidak mencukupi) 9. Penyiapan dan 6. Faktor psikologis penyimpanan (mis. makanan yang aman Stress,keenggana 10. Penyiapan dan n untuk makan) penyimpanan minuman yang aman Gejala dan Tanda 11. Sikap terhadap Mayor makanan / a. Subjektif ( tidak minuman sesuai tersedia) dengan tujuan b. Objektif kesehatan 1. Berat badan Keterangan: menurun minimal 1 = Menurun 10% 2 = Cukup Menurun dibawah 3 = Sedang rentang ideal 4 = Cukup Meningkat Gejala dan Tanda 5 = Meningkat Minor 12. Perasaan cepat a. Subjektif kenyang 13. Nyeri abdomen 1. Cepat 14. Sariawan kenyang 15. Rambut rontok setelah 16. Diare makan Keterangan: 2. Kram/nyeri



Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang Tindakan Observasi 1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan 3. Identifikasi makanan yang disukai 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik 6. Monitor asupan makanan 7. Monitor berat badan 8. Monitor hasil lab pemeriksaan laboratorium Terapeutik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan,jika perlu 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.piramida makanan) 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu 7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu 2. Ajarkan diet yang diprogramkan



abdomen 3. Nafsu makan menurun b. Objektif 1. Bising usus hiperaktif 2. Otot pengunyah lemah 3. Otot menelan lemah 4. Membran mukosa pucat 5. Sariawan 6. Serum albumin turun 7. Rambut rontok berlebihan 8. Diare



1 = Menurun Kolaborasi 2 = Cukup Menurun 1. Kolaborasi pemberian 3 = Sedang medikasi sebelum 4 = Cukup makan (mis.pereda Meningkat nyeri,antiemetic), jika 5 = Meningkat perlu 17. Berat badan 2. Kolaborasi dengan ahli 18. Indeks massa tubuh gizi untuk menentukan (IMT) jumlah kalori dan jenis 19. Frekuensi makan nutrient yang 20. Bising usus dibutuhkan, jika perlu 21. Tebal lipatan kulit trisep Pemberian makanan 22. Membran mukosa (I.03125) Keterangan: Definisi : 1 = Menurun Memberikan asupan nutrisi 2 = Cukup Menurun melalui oral pada pasien 3 = Sedang yang tidak mampu makan 4 = Cukup secara mandiri Meningkat 5 = Meningkat Tindakan: Observasi Nafsu makan 1. Identifikasi makanan (L.03024) yang di programkan Kondisi Klinis Kriteria Hasil 2. Identifikasi kemampuan Terkait 1. Keinginan makan menelan 1. Stroke 2. Asupan makanan 3. Periksa mulut untuk 2. Parkinson 3. Asupan cairan residu pada akhir makan 3. Mobius 4. Energi untuk makan syndrome 5. Kemampuan untuk 4. Cerebral palsy merasakan makanan Terapeutik kebersihan 5. Cleft lip 6. Kemampuan untuk 1. lakukan tangan dan mulut 6. Cleft palate menikmati makanan sebelum makan 7. Amyotropic 7. Asupan nutrisi lingkungan lateral sclerosis 8. Stimulus untuk 2. sediakan yang menyenangkan 8. Kerusakan makan selama waktu makan neuromuskuler 9. Kelaparan (mis : simpan urinal, 9. Luka bakar Keterangan: pispot agar tidak terlihat 10.Kanker 1 = Memburuk 3. berikan posisi duduk 11.Infeksi 2 = Cukup atau semifowler saat 12.AIDS Memburuk makan 13.Penyakit Crohn’s 3 = Sedang 4. berikan makanan 14.Enterokolitis 4 = Cukup Membaik hangat, jika 15.Fibrosis kistik 5 = Membaik memungkinkan 5. sediakan sedotan sesuai kebutuhan 6. berikan makanan sesuai keinginan 7. tawarkan mencium aroma makanan untuk merangsang nafsu



makan 8. cuci muka dan tangan setelah makan Edukasi anjurkan orang tua atau keluarga membantu memberi makan kepada pasien kolaborasi 1. kolaborasi pemberian analgesik yang adekuat sebelum makan, jika perlu 2. kolaborasi pemberian antiemetil sebelum makan, jika perlu



4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah atau status kesehatan yang dihadapinya kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan



yang



diberikan



kepada



pasien



dengan



lingkungan,



pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, tindakan untuk keluarga pasien atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian



hari.



Untuk



kesuksesan



pelaksanaan



implementasi



keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2014). Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuahn pasien, faktor-faktor lain yang mempunyai kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi. 5. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat



pada tahap perencanaan (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2014). Melalui kegiatan evaluasi, kita dapat menilai capaian tujuan yang diharapkan dan tujuan yang telah dicapai oleh keluarga. Apabila tercapai sebagian atau timbul masalah keperawatan baru, kita perlu melakukan pengkajian lebih lanjut, memodifikasi rencana, atau mengganti dengan rencana yang lebih sesuai dengan kemampuan keluarga. Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: S



: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara



subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan. O



: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat



menggunakan pengamatan yang objektif. A



: Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif



dan objektif. P



: Perencanaan lanjutan setelah dilakukan tindakan keperawatan.



DAFTAR PUSTAKA Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Penatalaksanaan Demam Tipoid. Jakarta Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction. Nelwan, R.H.H.,2016. Levoflocaxin: Today’s Choice for the Treatment of Thypoid Fever? An Illustrative Case Report from Indonesia, Department of Internal Medicine, Consultant for Tropical and Infectious Diseases, Faculty of Medicine University of Indonesia/National Top Referral Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo, Ministry of Health, Jakarta. Rohmah, Nikmatur & Saiful Walid. 2014. Proses Keperawatan: Teori & Aplikasi. Jogjakarta. Ar-Ruzz Media. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria hasil Kepreawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.