LP Vulnus Apertum Igd [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Tuss
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS VULNUS APERTUM REGION DIGITI 2 MANUS DEXTRA DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT DI RUMAH SAKIT ISLAM MASYITHOH BANGIL



Oleh : HASRI YUDYA KUSUMADAYANTI NIM. 192303102146



PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS KOTA PASURUAN 2021



LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS VULNUS APERTUM REGION DIGITI 2 MANUS DEXTRA DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT DI RUMAH SAKIT ISLAM MASYITHOH BANGIL



Telah disahkan pada: Hari



:



Tanggal



:



Mahasiswa



(Hasri Yudya Kusumadayanti) NIM. 192303102146



Pembimbing Institusi



Pembimbing Lahan



(



)



(Ns. Mokh. Sujarwadi, S.Kep., M.Kep)



NIP: 19761230 199803 1 005



Mengetahui Kepala Ruangan



(



)



LAPORAN PENDAHULUAN



I.



KONSEP MEDIS 1.



Definisi Vulnus appertum adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan biasanya



karena tarikan atau goresan benda tumpul.Vulnus appertum adalah luka robek merupakan luka terbuka yang terjadi kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul yaitu: 1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 2) Respon stres simpatis 3) Perdarahan dan pembekuan darah 4) Kontaminasi bakteri 5) Kematian sel 2.



Etiologi Penyebab utama vulnus laceratum atau luka robek biasanya adalah cedera akibat benda tajam, seperti pecahan kaca. Benturan benda tumpul pun juga bisa menyebabkan luka robek. Selain karena pecahan kaca dan benda tumpul, luka robek juga bisa disebabkan akibat kecelakaan kerja, seperti menggunakan perkakas, pisau, atau mengoperasikan mesin.



3. Manifestasi Klinis a) Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. b) Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi luka, jenis pembuluh darah yang rusak.



c) Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar d) Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik oleh karena rasa nyeri atau kerusakan tendon



e) Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya



saraf/perdarahan)



4.



Patofisiologi Menurut Soejarto Reksoprodjo, dkk, 1995 ; 415) proses yang terjadi secara alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase : 1)



Fase inflamsi atau “lagphase“ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamine yang menunggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.



2)



Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang



tidak



perlu



dihancurkan



dengan



demikian



luka



mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat



kolagen,



kapiler-kapiler



baru:



membentuk



jaringan



kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka. 3)



Fase “remodeling“ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan berakhir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal



5.



Pathway Etiologi vulnus



Mekanik : benda tajam, benda tumpul, tembakan/ledakan, gigitan binatang



Non mekanik: bahan kimia, suhu tinggi, radiasi



Kerusakan intergritas kulit



Kerusakan integritas jaringan Traumatic jaringan Kerusakan pembuluh Terputusnya kontinuitas



darah



jaringan Rusaknya barrier pertahanan primer



Pendarahan berlebih Kerusakan syaraf perifer Keluarnya cairan tubuh



Terpapar lingkungan



Stimulasi neurotransmitter (histamine, prostaglandin, bradikinin, prostagladin) Hipotensi, hipovolemi,



Resiko infeksi



hipoksia, hiposemi



Nyeri akut



Resiko syok :hipovolomik ansietas



Gangguan pola tidur



( Masjoer, 2010)



6.



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah lengkap untuk mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat fraktur atau dicurigai terdapat benda asing (Kartika, 2011) Hitung darah lengkap Peningkatan Hematokrit awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Hematokrit dan Sel Darah Merah dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan tehadap endothelium pembuluh darah.



7.



Komplikasi 1)



Kerusakan arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.



2)



Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah



3)



Infeksi



4)



Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi



8.



5)



Kontraktur



6)



Hipertropi jaringan parut



Penatalaksanaan Medis Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka,



penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan. a)



Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).



b) Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti: Alkohol yang sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit). Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (ISO Indonesia,2000). 1) Pembersihan Luka Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki



dan



mempercepat



proses



penyembuhan



luka;



menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris. Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu : a)



Irigasi, Mencuci bagian luka. Bahan yang digunakan : Perhidrol, Savlon, Boor water, Normal Saline, PZ



b) Debridement, Membuang jaringan yang mati serta merapikan tepi luka. Memotong dengan menggunakan scalpel dan gunting Rawat perdarahan meligasi menggunakan cat gut c)



Perawatan perdarahan , Suatu tindakan untuk menghentikan perdarahan. Yaitu dengan kompresi local atau ligase pembuluh



darah atau jaringan sekitar. 2) Penjahitan luka Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam. 3) Penutupan Luka Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. 4) Pembalutan Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom. 5) Pemberian Antibiotik Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.



II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1.



Pengkajian Doenges (2000, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien dengan



vulnus Appertum di perlukan data-data sebagai berikut: 1) Aktifitas atau istirahat Gejala : merasa lemah, lelah. Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas. 2) Sirkulasi Gejala : perubahan tekanan darah atau normal. Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi. 3) Integritas ego Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : ketakutan, cemas, gelisah. 4) Eliminasi Gejala : konstipasi, retensi urin. Tanda : belum buang air besar selama 2 hari. 5) Neurosensori Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri. Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera , kemerah-merahan. 6) Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan. Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur. 7) Kulit Gejala : nyeri, panas. Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.



2.



Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien menurut (Nurarif, 2015) dengan hipertensi : a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik b. Gangguan Integritas Kulit b.d faktor mekanis (mis. Gesekan) c. Resiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit



a.



Nyeri akut ( D.0077 ) Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Penyebab : Agen pencedera fisik Batasan Karakteristik : Kriteria Mayor :



1) Subjektif : mengeluh nyeri. 2) Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis :waspada, posisi menghindar nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Kriteria Minor : 1) Subjektif : tidak ada 2) Objektif : tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafus makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.



Kondisi Klinis Terkait : 1) Kondisi pembedahan 2) Cedera traumatis 3) Infeksi 4) Sindrom koroner akut 5) Glaukoma



b.



Gangguan Integritas Kulit ( D.0129) Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan /atau ligamen. Penyebab : Faktor Mekanik Batasan karakteristik : Kriteria Mayor :



1) Subjektif : (tidak tersedia) 2) Objektif : Kerusakan jaringan dan/atau lapisan.



Kriteria Minor : 1) Subjektif : ( tidak tersedia ) 2) Objektif : nyeri, perdarahan, kemerahan, hamatoma Kondisi klinis terkait 1) Imobilisasi 2) Gagal jantung kongestif 3) Gagal ginjal 4) Diabetes melitus



c.



Resiko Infeksi (D.00142) Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik



Penyebab : kerusakan integritas kulit Batasan Karakteristik : Faktor resiko 1) Penyakit kronis (mis. diabetes. melitus) 2) Efek prosedur invasi 3) Malnutrisi 4) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan 5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer 6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder



Kondisi Klinis Terkait 1) AIDS 2) Luka bakar 3) Penyakit paru obstruktif 4) Diabetes melitus 5) Tindakan invasi 6) Kondisi penggunaan terapi steroid 7) Penyalahgunaan obat 8) Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW) 9) Kanker 10) Gagal ginjal 11) Imunosupresi 12) Lymphedema 13) Leukositopedia 14) Gangguan fungsi hati 3.



Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Sedangkan tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.



Tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (PPNI, 2018) Menurut Nurarif & Kusuma (2015) dan Tim pokja SDKI PPNI (2017) a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis:iskemia) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan



tingkat



nyeri menurun Kriteria hasil : Tingkat nyeri ( L.08066) 1) Pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 7 menjadi 2 2) Pasien menunjukan ekspresi wajah tenang 3) Pasien dapat beristirahat dengan nyaman



Rencana tindakan : (Manajemen nyeri I.08238) 1) Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi, intensitas nyeri 2) Identifikasi skala nyeri 3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan 4) Nyeri 5) Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis: akupuntur,terapi musik hopnosis, biofeedback, teknik imajinasi terbimbing,kompres hangat/dingin) 6) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,kebisingan) 7) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 8) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri



b. Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanik Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat Kriteria Hasil : integritas kulit dan jaringan (L.14125) 1) Nyeri menurun



2) Pendarahan menurun 3) Kerusakan lapisan kulit menurun 4) Hematoma manurun



Rencana Tindakan : perawatan luka ( I. 14564) 1) Monitor tanda tanda infeksi 2) Monitor karakteristik luka 3) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan 4) Cukur rambut di sekitar daerah luka 5) Bersihkan dengan cairan NaCl 6) Bersihkan jaringan nekrotik 7) Pasang balutan sesuai jenis luka 8) Pertahankan jenis steril saat melakukan perawatan luka 9) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien 10) Berikan suplemen vitamin dan mineral 11) Jelaskan tanda dan gejala infeksi 12) Anjurkan konsumsi makanan tinggi kalori dan protein 13) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri 14) Kolaborasi pemberian antibiotik c. Resiko Infeksi b.d integritas kulit Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko infeksi menurun : Kriteria hasil : Kontrol infeksi (L.14128) 1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik 2) Batasi jumlah pengunjung 3) Beri perawatan kulit pada area edema 4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien 5) Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi 6) Jelaskan tanda dan gejala infeksi 7) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi 8) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi



9) Anjurkan meningkatkan asupan cairan 4.



Implementasi Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan yang spesifik untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2014). Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat. Keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keprawatan berupa pencatatan dan pelaporan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Gaffar, 2002).



5.



Evaluasi Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan (Nursalam, 2014). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua yaitu evalusai hasil atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evalusi proses atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon pasien paada tujuan khusus dan umum yang telah di tentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunkan SOP. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau ada masalah atau ada masalah yang kontradiktif dengan masalah yang ada.



P : Perencanaan atau tindakan lanjutan berdasarkan hasil analisa responden pasien



DAFTAR PUSTAKA



Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr. 2010. Nursing Diagnosis Manual : Planning, Individualizing, and Documenting Client Care. Philadelphia : F.A Davis Company Edsel I. Laceration, Eyelid (serial online). Last update Apr 26, 2012. Available from: URL: http://emedicine. medscape. com/article/1212531-overview. Jeffrey P, George C, Robert AG. 2009. Eyelid Trauma and Reconstruction Techniques. In. Yanoff M, Duker J. Ophtalmology. 3th Edition. China: Elsevie Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: EGC Kozier. 1995. Fundamental of Nursing. New York: Addison Wesley. Mansjoer, Arif.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia