25 0 543 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS TUBERKULOSIS PARU DAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DENGAN OKSIGENASI DI RUANG GARDENIA RSUD Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
OLEH : NAMA
: Sapta
NIM
: 2018.C.10a.0984
YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini disusun oleh : Nama
: Sapta
NIM
: 2018.C.10a.0984
Program Studi
: S-1 Keperawatan
Judul
: Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Dan Kebutuhan Dasar Manusia Dengan Oksigenasi Di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan 1 Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya. Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh : Pembimbing Akademik
Pembimbing Lahan
Nia Pristina, S.Kep., Ners
Erika Sihombing, S.Kep., Ners
Mengetahui: Ketua Program Studi S1 Keperawatan,
Meilitha Carolina, Ners., M.Kep
i
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, sehingga dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia (KDM) Pada Tn. M Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Diruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya berharap laporan pendahuluan penyakit ini dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit Tuberkulosis Paru. Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan pendahuluan penyakit ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan. Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-katanyang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan.
Palangka Raya, 7 Mei 2020
Sapta
ii
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i KATA PENGANTAR....................................................................................ii DAFTAR ISI...................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2 1.3.1 Tujuan Umum..........................................................................................2 1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................2 1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Tuberkulosis Paru......................................................4 2.1.1 Definisi....................................................................................................4 2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................4 2.1.3 Etilogi......................................................................................................5 2.1.4 Klasifikasi................................................................................................7 2.1.5 Patofisologi (WOC).................................................................................9 2.1.6 Manifestasi Klinis...................................................................................12 2.1.7 Komplikasi...............................................................................................11 2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................11 2.1.9 Penatalaksanaan Medis............................................................................13 2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) 2.2.1 Definisi....................................................................................................15 2.2.2 Klasifikasi................................................................................................15 2.2.3 Etiologi....................................................................................................17 2.2.4 Patofiologi................................................................................................18 2.2.5 Manifestasi Klinis....................................................................................21 2.2.6 Tanda Dan Gejala....................................................................................21 2.2.7 Pemeriksaan Fisik....................................................................................21 2.2.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................21 2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan 2.3.1 Pengkajian................................................................................................24 2.3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................30 2.3.3 Perencanaan Keperawatan.......................................................................30 2.3.4 Implementasi Keperawatan.....................................................................37 2.3.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................................37 BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................ BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan .............................................................................................56 4.2 Saran........................................................................................................56 DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih, 2004). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Komplikasi. Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus. Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 19831993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TBC dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit atau klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun. Penyakit TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar karena TB merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar di Indonesia. Pengobatan TBC harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus walaupun pasien telah merasa lebih baik atau sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resistendan TBC akan sulit untuk disembuhkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama maka butuh
1
keterlibatan anggota keluarga untuk mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat. Dukungan keluarga penderita sangat dibutuhkan untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan. Banyaknya kasus TB paru dan masih rendahnya angka penyembuhan, kasus kambuh dan kegagalan pengobatan dan resistensi kuman karena kurang disiplinnya pasien dalam minum obat maka penulis berkeinginan untuk melakukan asuhan keperawatan keluarga dengan TBC. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada klien Tn. M dengan tuberkulosis paru dan kebutuhan dasar manusia dengan oksigenasi di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu untuk memberikan dan asuhan keperawatan pada KDM pada Tn. M Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit pada Tn. M dengan diagnose tuberkulosis paru di ruang gardenia rsud dr. doris sylvanus palangka raya. 1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan kebutuhan dasar manusia (oksigenisasi) Tn. M dengan diagnosa medis tuberkulosis paru di ruang gardenia rsud dr. doris sylvanus palangka raya. 1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan menejemen asuhan keperawatan pada pasien Tn. M dengan diagosa tuberkulosis paru dan kebutuhan dasar dengan kebutuhan dasar oksigenisasi pada ruang gardenia rsud dr. doris sylvanus palangka raya. 1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.M dengan diagnosa tuberkulosis paru di ruang gardenia rsud dr. doris sylvanus palangka raya.
2
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi pada Tn.M dengan diagnosa tuberkulosis paru di ruang gardenia rsud dr. doris sylvanus palangka raya. 1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi pada Tn. M dengan diagnosa tuberkulosis paru di ruang gardenia rsud dr. doris sylvanus palangka raya. 1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi. 1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi. 1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Untuk Mahasiswa Untuk mengembangkan wawasan dari ilmu keperawatan khususnya penyakit tuberculosis paru dan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian. 1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga Menambah informasi mengenai penyakit tuberculosis paru dan pengobatannya sehingga dapat digunakan untuk membantu progam pemerintah dalam pemberantasan tuberculosis paru. 1.4.3 Untuk Institusi Sebagai bahan atau sumber data bagi peneliti berikutnya dan bahan pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis dan untuk publikasi ilmiah baik jurnal nasional maupun internasional. 1.4.4 Untuk IPTEK Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama dalam keperawatan komunitas yang menjadi masalah kesehatan pada masyarakat.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit 2.1.1 Definisi Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012). Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009). 2.1.2 Anatomi Fisiologi
Respirasi adalah suatu peristiwa tubuh kekurangan oksigen, kemudian oksigen yang berada diluar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ-organ
4
pernafasan, dan pada keadaan tertentu bila tubuh kelebihan karbon dioksida maka tubuh berusaha untuk mengeluarkannya dari dalam tubuh dengan cara menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Sistem respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam pernafasan otot. Trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan, dan melembapkan udara yang masuk, melindungi permukaan organ yang lembut. Hantaran tekanan menghasilkan, mengatur udara dan mengubah permukaan saluran napas bawah. Guna pernafasaan yaitu mengambil oksigen dari luar masuk ke dalam tubuh, beredar dalam darah, selanjutnya terjadi proses pembakaran dalam sel atau jaringan, mengeluarkan karbondioksida yang terjadi dari sisa-sisa hasil pembakaran dibawa oleh darah yang berasal dari sel (jaringan). Selanjutnya dikeluarkan melaluiorgan pernafasan Untuk melindungi sistem permukaan dari kekurangan cairan dan mengubah suhu tubuh, melindungi sistem pernafasan dari jaringan lain terhadap serangan patogenik, untuk pembentukan komunikasi seperti berbicara, bernyanyi, berteriak dan menghasilkan suara. 1. Hidung Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernafasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau). Yang mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem pernafasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut halus yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu konka nasalis inferior (bagian bawah), konka nasalis media ( bagian tengah), konka nasalis superior ( bagian atas). Diantara konka terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis ( lekukan bagian tengah ), meatus inferior ( lekukan bagian bawah ). Meatus ini dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak,
5
lubang disebut koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus ethmoidalis pada rongga tulang tapis. Pada hidung dibagian mukosa terdapat serabut-serabut saraf atau reseptorreseptor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius. Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah saluran ini desebut tuba auditiva eustaki, yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. 2. Faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan dengan rongga lain yaitu, ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantara lubang koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus. Dibawah selaput lendir terdapat jarngan ikan dan kumpulan getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat 2 tonsil. Di sebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan. 3. Laring Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangal tenggorokan yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsu pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. Laring dilapisi oleh selaput lendir,kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita suara berjumlah 2 bah, di atas pita suara palsudan tidak mengeluarkan suara disebut ventrikularis. Di bawah pita suara sejati yang membentuk suara disebut vokalis. 4. Trakea
6
Trakea terbentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina. 5. Bronkus Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan kebawah ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujing bronkioli terdapat gelembung paru yang disebut alveoli. 6. Pulmo Paru-paru terletak pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dadakavum mediatinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paruparu atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput bernama pleura. Pleura terbagi 2 yaitu viseral dan parietal. Pulmo (paru) adalah sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli. Banyaknya gelembung paru kurang lebih 700.000.000 buah (paru kiri dan kanan). Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu lobus superior, media, inferior. Paru-paru kiri terdiri 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf. 2.1.3 Etiologi Tuberkulosis
merupakan
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600 C dalam
7
15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.(FKUI,2005) Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat menjadikan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005). 2.1.4 Klasifikasi Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
Berdasarkan organ yang terinvasi TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2, yaitu : 1.
TB Paru BTA Positif Disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang kurangnya
2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1 spesimen dahak SPS positif disertai pemeriksaan radiologi paru menunjukan gambaran TB aktif. 2.
TB Paru BTA Negatif Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS
BTA negatif dan pemeriksaan radiologi dada menunjukan gambaran TB aktif. TB Paru dengan BTA (-) dan gambaran radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan, bila menunjukan keparahan yakni kerusakan luas dianggap berat.
TB ekstra paru Yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu :
8
1). TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal 2).TB ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin. 3). Berdasarkan tipe penderita Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita : 1. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan. 2. Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif. 3. Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah. 4. Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. 2.1.5 Fatofisiologi Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru- paru. Partikel
dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel
9
T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru- paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitas
akan
masuk
kedalan
percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
10
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
11
Droplet mengandungmicobecteriumtuberkulosae
Udaratercemarmicobecteriumtuberkulosae
Web of Caution (WOC) TB Paru Sumber :Menurut Raviglione. 2010. PatofisiologiPenyakitLimfadenitisTuberkulosis. Edisi 2.Jakarta : EGC Terhiruplewatsaluranpernapasa, masukkeparu-paru,masukke alveoli
Abnormalitasgenetik, faktor lingkungan, infeksi virus
Proses Peradangan, tuberkel
Kurang terpapar informasi
TB Paru Mycrobacterium tuberkulosis B1: Breathing
B2: Blood
B3: Brain
Inhalasi droplet
Penyubatan pembuluh darah limfa
Bakteri Miobacterium
Muncul reaksi Bakteri masuk ke radang
pernafasan atas dan mencapai alveolus
Terjadi pengeluaran
sekret Produksi secret meningkat Bersihan jalan napas tidak efektif
Pola nafas tidak efektif
Iskemik paru Aliran darah tidak adekuat
Penurunan suplai O2 keotak
Pergerakan otot menurun Gangguan perfusi jaringan tidak efektif
B6: Bone
B5: Bowel B4: Bladder
Perubahan cairan intrapleura
Resfon imflamasi Terhirup kesaluran pernafasa masuk ke paruparu,dan masuk ke alveoli
Mual, bb turun
Produksi mediator nyeri nyeri meningkat Nusiseptor terangsang
Defisit pengetahuan
Reaksi sistematis Resiko kekurangan cairan dan elektrolit
Reaksi infeksi dan merusak parenkim Anoreksia, mual, paru dan berat badan menurun Reaksi sistematis Risiko defisit nutrisi
Profiferasi sel epitel di sekeliling basil dan membentuk dinding antara basil dan organ terinfeksi Menyebar melalui kelenjar getah bening, ke kelenjar regional menimbulkan reaksi oksidasi
Proses peradangan Kerusakan jaringan Mengalami perkejuan Difusi 02 menurun
Nyeri akut
Intoleransi aktivitas
10
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) Tanda dan gejala tuberkulosis adalah: 1. Demam 2. Malaise 3. Anoreksia 4. Penurunan berat badan 5. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu – minggu sampai berbulan – bulan) 6. Peningkatan frekuensi pernapasan 7. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit 8. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi 9. Demam persisten 10.Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat badan 2.1.7 Komplikasi Menurut Sudoyo (2007) penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. 1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s arthropathy. 2. Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan nafas ; Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOFT), kerusakan parenkim berat ; SOPT / fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB. 2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Sputum Pemeriksaan sputum ini penting karena dengan ditemukannya kuman BTA pada sputumseseorang sudah dapat didiagnosa tuberkulosis paru. Pemeriksaan sputum juga dapatmengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah, tapi kadang-kadang sulit untuk mendapatkan sampelsputum. Apabila ditemui kesulitan dalam mendapatkan sampel maka dapat dilakukan hal sebagai berikut : 12
1). Pada pemeriksaan sputum pasien dianjurkan minum air sebanyak +2liter dan dianjurkanmelakukan reflex batuk. 2). Memberi tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garamhipertonik selama 20-30 menit. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)Sputum yang diperiksa terdiri dari 3 spesimen, yaitu : a. Dahak setempat pertama ketika pasien dating b. Dahak pagi hari berisi semua dahak yang terkumpul selama 1-2 jam pertama c. Dahak setempat kedua ketika pasien kembali membawa dahak pagi hari Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah : 1. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa Dengan sediaan pulasan yang dipakai ialah menurut Wright-Giemza pulasan gram dan pulasan terhadap kuman tahan asam, yang penting adalah Ziehl-Nesslen
dan
pulasangram.Untuk pemeriksaan gram lebih bermakna, sebaiknya sputum yang diperoleh dicuci beberapa kali dengan larutan gram steril supaya kuman-kuman yang melekat hanya padaunsur-unsur sputum dan yang tidak berasal dari bronkus menjadi hanyut.Jika hendakmemakai sputum yang dipekatkan terlebih dulu untuk mencari bakteri tahan asam, carilahsebagian dari sputum ituyang berkeju atau yang purulent untuk dijadikan sediaan yanglebih tipis. Pemeriksaan
sediaan
langsung
dengan
mikroskop
fluoresense
dengan
sinarultraviolet.Walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan karena pewarnaan yang dipakai (auraminro-damin) dicurigai bersifat karsinogenik. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009) Pemeriksaan biakan Setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium biakan koloni kuman Tuberkulosis mulai tampak. Bila setelah 1 minggu pertumbuhan koloni tidak juga tampak biakan dinyatakan negative Sediaan yang dipakai yaitu Lowenstein Jensen, kudoh atauogawa. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar, 2009) Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara bactee(bactee 400 radio metric system) dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari. Disamping itu dengan teknik Polimerase Chain Rection (PCR) dapat dideteksi kumanBTA lebih cepat. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
13
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga specimenhasilnya positif. Bila hanya satu specimen yang positif perlu diadakan pe meriksaan lebih lanjut fotorontgen dada atau pemerisaan sputum Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS) diulang : a. Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita di diagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA positif. b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru maka pemeriksaan dahakdiulangi dengan SPS lagi. Apabila fasilitas memnungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan. Bila 3spesimen dahak hasilnya negative, diberikan antibiotic spectrum luas (missal : contrimocsasolatau amoksisilin) Selama 1-2 minggu, bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetapmencurigakan tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS. a. Kalau hasil SPS positive, maka didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA positive b. Kalau hasil SPS tetap negative, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untukmendukung diagnosis tuberkulosis paru 1). Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, didiagnosis sebagai penderitatuberkulosis paru BTA negative rontgen positive 2). Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, pendrita tersebut bukantuberkulosis paru 2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif 1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC 2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko 3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b. Preventif 1. Vaksinasi BCG 2. Menggunakan isoniazid (INH) 3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
14
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian : 1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan. * Streptomisin injeksi 750 mg. * Pas 10 mg. * Ethambutol 1000 mg. * Isoniazid 400 mg. 2. Jangka panjang Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis : * INH. * Rifampicin. * Ethambutol. Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan. 3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat : * Rifampicin. * Isoniazid (INH). * Ethambutol. * Pyridoxin (B6).
15
2.1 Konsep kebutuhan Dasar manusia 2.2.1 Definisi Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan pembuangan CO² (hasil pembakaran sel). Terapi
oksigen
merupakan
salah
satu
terapi
pernafasan
dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium. 2.2.2 Klasifikasi Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian: a. Menghirup udara (inpirasi) Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga dada naik/lebih besar, tekanan rongga dada turun/lebih kecil. b. Menghembuskan udara (ekspirasi)
16
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume rongga dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar.
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan, yaitu ventilasi, difusi dan transportasi. a. Ventilasi Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa factor: 1) Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat, maka tekanan udaranya semakin rendah. 2) Adanya kondisi jalan nafas yang baik. 3) Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk mengembang di sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru. b. Difusi Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-paru dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1) Luasnya permukaan paru-paru. 2) Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan. 3) Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana O² dari alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O² dalam rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena vulmonalis. 4) Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat HB.
17
c. Transportasi gas Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan tubuh dan CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1) curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi. 2) kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb. 2.2.3 Etiologi Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi menurut NANDA (2013),yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif / persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli. 2.2.4 Faktor Predisposisi a. Faktor Fisiologi 1) Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia. 2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran napas bagian atas. 3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2 terganggu. 4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka, dan lain-lain. 5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik seperti TBC paru. b. Faktor Perkembangan 1) Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
18
2) Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut. 3) Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok. 4) Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru. 5) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun. c. Faktor Perilaku 1) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan arterioklerosis. 2) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen. 3) Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan koroner. 4) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol, menyebabkan depresi pusat pernapasan. 5) Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat d. Faktor Lingkungan 1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dan permukaan laut. 2.2.6 Patofsiologi Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
19
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2016).
2.2.7 PATHWAY KEPERAWATAN
20
2.2.8 Tanda Dan Gejala 21
a. Suara napas tidak normal. b. Perubahan jumlah pernapasan. c. Batuk disertai dahak. d. Penggunaan otot tambahan pernapasan. e. Dispnea. f. Penurunan haluaran urin. g. Penurunan ekspansi paru. h. Takhipnea 2.2.9 Manifestasi Klinis Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas faring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, nafas dengan mulut, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2013). Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2013). 2.2.10 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik
yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan oksigenasi yaitu: a. Pemeriksaan fungsi paru Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara efisien. b. Pemeriksaan gas darah arteri
22
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi. c. Oksimetri Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler d. Pemeriksaan sinar X dada Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses abnormal. e. Bronkoskopi Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas. f. Endoskopi Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi. g. Fluoroskopi Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan kontraksi paru. h. CT-SCAN Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal. 2.2.11 Maslah Kebutuhan Oksigenasi a. Hipoksia Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen. b. Perubahan Pola Nafas 1) Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit karena paru-paru terjadi emboli. 2) Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
23
3) Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi jumlah peningkatan O2 dalam paru-paru. 4) Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal. 5) Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam penggunaan O2. 6) Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan. 7) Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri. 8) Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran nafas c. Obstruksi Jalan Nafas Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang mengalami ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebihan akibat infeksi, imobilisasi, serta batuk tidak efektif karena penyakit persarafan. d. Pertukaran Gas Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2 maupun CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular. 2.2.12 Penatalaksanaan a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif 1) Pembersihan jalan nafas 2) Latihan batuk efektif 3) Suctioning 4) Jalan nafas buatan b. Pola Nafas Tidak Efektif 1) Atur posisi pasien ( semi fowler ) 2) Pemberian oksigen 3) Teknik bernafas dan relaksasi c. Gangguan Pertukaran Gas 1) Atur posisi pasien ( posisi fowler )
24
2) Pemberian oksigen 3) Suctioning 2.3
Menajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan proses keperawatan yang meliputi usaha untuk mengetahui permasalahan klien yaitu pengumpulan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, akurat, menyeluruh, singkat, dan berkesinambungan yang dilakukan perawat. Komponen dari pengkajian keperawatan
meliputi
anamnesa,
pemeriksaan
kesehatan,
pengkajian,
pemeriksaan diagnostik serta pengkajian penatalaksanaan medis. Dalam pengkajian keperawatan memerlukan keahlian dalam melakukan komunikasi, wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik (Muttaqin, 2010 dalam Wibowo 2016 ). 1. Biodata 1) Identitas Pasien Nama, alamat, umur, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan. 2) Identitas Penanggung Jawab Nama , alamat, umur, pekerjaan, hubungan dengan klien. 2. Riwayat Penyakit (Muttaqin, 2008) 1) Keluhan Utama Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : a. Keluhan respiratoris, meliputi : a) Batuk Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat nonprodukti/produktif atau sputum bercampur darah. b) Batuk darah Keluhan batuka darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan utama pasien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut klien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat harus menanyakan
25
seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah. c) Sesak napas Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkin paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-lain. d) Nyeri dada Nyeri dada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan. Gejala ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena TB. b. Keluhan sistematis, meliputi : a) Demam Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek. b) Keluhan sistemis lain Keluhan yang bisa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, dan sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia. 2) Riwayat Penyakit Sekarang Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan pertanyaan yang
bersifat
ringkas
sehingga
jawaban
yang
diberikan
klien
hanya
kata“Ya”atau”Tidak” atau hanya dengan anggukan dan gelengan kepala. Apabila keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan
batuk muncul (onset). Apakah ada keluhan lain seperti demam,
keringat malam, atau menggigil. Tanyakan apakah batuk disertai sputum kental atau tidak, Apakah klien mampu melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret. Apabila keluhan utama batuk darah , maka perlu ditanyakan kembali berapa banayak darah yang keluar. Saat melakukan
suatu anamnesis,perawat perlu
meyakinkan pada klien tentang perbedaan antara batuk darah dan muntah darah, karena pada keadaan klinis, hal ini sering menjadi rancu. Tabel 2.2 Perbedaan Batuk Darah Dan Muntah Darah (Muttaqin, 2008).
26
Tanda
Batuk darah
Muntah darah
Epistaksis Dihidung
Sumber
Saluran pernafasan
Saluran
perdarahan
bagian bawah
gastrointestinal
Cara keluar
Dibatukkan dan rasa
Dimuntahkan dengan Darah menetes
darah
panas di tenggorokan
rasa mual
Rasa gatal di tenggorokan Rasa mual dan Gejala awal
Warna darah
Ciri khas darah
dari hidung Demam
dan dada rangsangan
kemudian
batuk
dimuntahkan
Merah lebih terang dan
Merah lebih tua dan Darah berwarna
segar karena
gelap karena
bercampur dengan
bercampur dengan
oksigen di jalan napas
asam lambung
Darah segar,berbuih, dan
Sering bercampur
berwarna merah muda
makanan dan asam
merah segar
lambung
3) Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus. 4) Riwayat Kesehatan Keluarga Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah. 5) Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual Pengkajian psikologi pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal pasien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman tempat tinggal klien hal ini penting mengingat TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal di pemukiman padat dan
27
kumuh karena populasi bakteri TB paru lebih mudah hidup ditempat yang kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari kurang. 6) Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara
selintas
pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran pasien terdiri atas composmentis, apatis, somnolen, spoor, soporkoma, atau koma. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien TB paru biasanya didapatkan peningktan suhu tubuh secra signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan bfrekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi. b. B1 (Breathing) a) Inspeksi Bentuk dada, gerakan pernapasan, batuk, sputum. b) Palpasi Palpasi trakhea, gerakan dinding thoraks/ekskrusi pernapasan, getaran suara (fremitus vocal). c) Perkusi Pada klien TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. d) Auskultasi Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. c. B2 (Blood) a) Inspeksi Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik. b) Palpasi Denyut nadi perifer melemah. c) Perkusi
28
Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura massif mendorong ke sisi sehat. d. B3 (Brain) Kesadaran biasanya composmentis ditemukan adanya sianosi perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. e. B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Pasien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan funsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin. f. B5 (Bowel) Pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. g. B6 (Bone) Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak teratur. 2.3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa
Keperawatan
adalah
penilaian
klinis
tentang
respon manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas (Herdman, 2015). a.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00031) berhubungan dengan mukus
dalam jumlah berlebihan b.
Gangguan
pertukaran
gas
(00030)
berhubugan
dengan
perubahan
membrane alveolar kapiler c.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis d. Hipertermi berhubungan dengan penyakit 2.3.3 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan merupakan serangkaian tindakan untuk mencapai setiap tujuan khusus. Intervensi keperawatan meliputi : perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan (Triyana, 2013).
29
Tabel Perencanaa Keperawatan (Herdman, 2015) (Gloria, 2016) (Moorhead, 2016) NO 1.
Diagnosa
Diagnosa
Keperawatan
Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebihan
Intervensi
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispnea(mampu menge luarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah tidak ada pursed lips) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan napas
- Pastikan kebutuhan oral/tracheal suction - Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suctioning - Informasikan pada pasien dan keluarga tentang suctioning - Instruksikan kepada pasien untuk menarik nafas dalam sebelum suction nasotracheal dan gunakan oksigen sesuai kebutuhan - Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotracheal - Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan - Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal - Monitor status oksigen klien - Hentikan suction dan berikan oksigen apabila klien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll - Instruksikan klien bagaimana cara
dan kelurga
melakukan suction jalan nafas Manajemen Jalan - Buka jalan teknik chin lift
Nafas (3140) napas, gunakan
atau jaw thrust bila perlu 30
- Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasikan kebutuhan actual/potensial klien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas - Masukkan alat nasopharyngeal airway (NPA) atau oropharyngeal airway (OPA), sebagaimana mestinya - Lakukan fisioterapi dada jika perlu - Buang secret dengan batuk/suction - Motivasi klien untuk bernafas pelan, dalam, berputar, dan batuk - Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan - Lakukan suction melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana Kelola pemberian bronkodilator bila perlu - Berikan pelembeb udara kassa basah NaCl lembab - Atur intakecairan untuk mengoptimalkan keseimbangan - Monitor status pernafasan dan status 2.
Gangguan pertukaran gas berhubugan dengan perubahan membrane alveolar kapiler
Status Pernafasan : Pertukaran Gas (0402) Status pernafasan : Ventilasi (0403) Tanda-tanda Vital (0802) Kriteria hasil : Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari 31
O2 Manajemen
Jalan
(3140) - Buka jalan teknik chin lift
Nafas napas, gunakan
atau jaw thrust bila perlu - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasikan kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas - Masukkan
alat
tanda-tanda distress pernafasan Mendemostrasikan batuk efektif dan sura napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Tanda vital rentang normal
dalam
nasopharyngeal airway (NPA) atau oropharyngeal airway (OPA), sebagaimana mestinya - Lakukan fisioterapi dada jika perlu - Buang secret batuk/suction - Motivasi pasien pelan, dalam,
dengan untuk bernafas
berputar, dan batuk - Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan - Lakukan suction melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya - Kelola pemberian bronkodilator bila perlu - Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab - Atur intake unruk cairan mengoptimalkan keseimbangan -Monitor status pernafasan dan status O2
Monitor Pernafasan (3350) - Monitor kecepatan, kedalaman, irama dan kesulitan bernafas - Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas,dan retraksi pada otot supraclavikular dan interkosta - Monitor suara napas tambahan, seperti ngorok atau mengi - Monitor pola napas - Catat lokasi trakea - Monitor kelelahan otot diafragman (gerakan paradoksis)
32
- Auskultasi suara napas, catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan - Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi nafas ronkhi di paru - Auskultasi suara tindakan untuk 3.
Ketidakseimbangan Status Nutrisi : Asupan nutrisi kurang dari Makanan dan Cairan kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor Status Nutrisi : Asupan Nutrisi Kriteria biologis Hasil : Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengiidentifikasikan kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda-tanda malnutrisi Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
paru setelah
mengetahui hasilnya Manajemen Nutrisi - Identifikasi adanya alergi atau toleransi makanan yang dimiliki pasien - Tentukan apa yang mennjadi preferensi makanan bagi klien - Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi - Tentukan jumlah kalori danjenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi - Atur diet yang diperlukan - Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkomsumsi makan - Monitor kalori dan asupan makanan - Ajurkan pasien untuk memantau kalori dan intake makanan Monitor Nutrisi (1160) - Timbang BB klien - Monitor kecenderungan turun dan naiknya BB - Monitor tipe dan banyaknya latihan yang bisa dilakukan
33
- Monitor turgor kulit dan mobilitas - Monitor lingkungan selam makan [ - Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan - Monitor kulit kering dan perunbahan pigmentasi - Identifikasi adanya abnormalitas rambut (kering,tipis, kasar,rambut kusam, dan mudah patah) - Monitor mual dan muntah - Lakukan pemeriksaan laboratorium, Monitor hasilnya (kolestrol, kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht) - Monitor pertumbuhan dan perkembangan - Monitor kemerahan,
pucat, dan
kekeringan jaringan konjungtiva - Monitor kalori dan intake nutrisi - Identifikasi adanya ketidaknormalan dalam rongga mulut - Tentukan actor-faktor yang mempengaruhi 4.
Hipertermi berhubungan penyakit
Termoregulasi Kriteria dengan Hasil : Suhu tubuh rentang normal
dalam
asupan nutrisi Perawatan Demam - Pantau suhu dan tanda- tanda vital - Monitor warana kulit dan suhu
Nadi dan RR dalam rentang normal
- Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak dirasakan
Tridak ada perubahan
- Dorong konsumsi cairan
34
warna kulit dan tidak ada pusing
- Monitor intake dan output - Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering - Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam - Tutup pasien atau pakaian
dengan selimut
ringan, tergantung fase demam - Lakukan tapid sponge - Beri
obat
atau
cairan intravena
- Kompres pasien pada lipat paha dan aksila - Tingkatkan sirkulasi udara - Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil Pengaturan Suhu - Monitor suhu minimal setiap 2 jam - Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu - Monitor TD, nadi, dan RR - Monitor warna dan suhu kulit - Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala hipertermi dan hipotermi - Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat - Selimuti bayi lahir untuk
segera setelah
mencegah hilangnya kehangatan tubuh - Instruksikan klien bagaimana mencegah keluarnya panas dan serangan panas - Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
35
kemungkinan efek negative dari demam yang berlebihan - Beritahukan terjadinya
tentang indikasi
keletlahan akibat panas dan penanganan emergensi kebutuhan
yang tepat, sesuai
- Informasikan mengenai indikasi dari hipotermi dan penanganan yangn diperlukan - Ajarkan indikasi dan penanganan
dari hipotermi
yang diperlukan - Berikan antipiretik jika perlu Monitot Tanda-Tanda Vital - Monitor TD, nadi, suhu, dan RR - Catat adanya pada tekanan
fluktuasi yang luas
darah - Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri - Aukultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan - Monitor TD,denyut nadi,dan pernapasan sebelum, selama, dan setelah aktivitas - Monitor keberadaan dan kualitas nadi - Monitor irama pernapasan dan laju pernapasan - Monitor suara paru - Monitor pola pernapasan abnormal
36
- Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit - Monitor perifer
sianosis sentraldan
- Monitor terkait dengan adanya adanya 3 tanda Cushing reflex (misalnya,tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan tekanan darah sistolik - Identifikasi penyebab perubahan tanda-tanda vital
2.3.4 Implementasi Keperawatan Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan (Setiadi, 2010). 2.3.5 Evaluasi keperawatan Tahap terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dengan tenaga kesehatan lainnya (Setiadi, 2010). BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN Nama Mahasiswa Nim Ruang Praktek Tanggal Praktek Tanggal & Jam Pengkajian 3.1 PENGKAJIAN
: Sapta : 2018.C.10a.0984 : Gardenia : 04-Mei-2020 : 05-Mei-2020 & 09:00 WIB
3.1.1 Identitas Klien Nama
: Tn. M
Umur
: 44 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
37
Suku/Bangsa
: Dayak/Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
Pendidikan
: SD Sederajat
Status Perkawinan
: Menikah
Alamat
: Jl. Menteng
Tgl MRS
: 1 Mei 2019
Diagnosa Medis
: TB Paru
3.1.2 Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama : Pasien mengatakan sesak nafas 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami sesak nafas tiba-tiba dan batuk ringan dahak susah keluar pada saat pasien sedang bekerja dan juga saat beristirahat. setelah itu tanggal 6 mei 2019 pasien tiba-tiba lemah hampir tak sadarkan diri dan nafas semakin sesak, keluarga tidak tau harus melakukan tindakan apa-apa, lalu keluarga langsung mengantar pasien ke Puskesmas Pahandut lalu diberikan terapi oksigenasi nasal kanul 3L/mnt dan infus NaCL 0,9 % 20 tpm. Setelah itu pasien dirujuk ke rumah sakit, di IGD pasien diberikan tindakan yang sama seperti di puskesmas dan di beri terapi nebulizer combivent 25g setelah itu pasien di antar ke ruangan Gardenia untuk di rawat inapkan, dan sekarang pasien tampak merasakan sakit sedang, terpasang infus NaCL 0,9% 20tpm di sebelah tangan kiri pasien dan terapi Oksigen nasal kanul 3L/mnt. 3. Riwayat Penyakit Pasien mengatakan 5 tahun yang lalu pasien juga mengalami penyakit yang sama seperti sekarang 4. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga GENOGRAM KELUARGA :
38
Keterangan :
3.1.3
: Laki – Laki
: Tinggal satu rumah
: Perempuan
: Hubungan Keluarga
: klien
: Meninggal
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Pasien tampak merasakan sakit sedang, pasien terbaring di tempat tidur dengan posisi semi fowler, pasien terpasang oksigen nasal kanul 3L/mnt dan infus NaCL 0,9% di tangan kiri pasien. 2. Status Mental Tingkat Kesadaran Compos Mentis, Ekspresi wajah Lesu, Bentuk badan Simetris, Cara berbaring/bergerak Baik, Berbicara Lancar (Baik), Suasana hati Sedih, Penampilan Rapi. Pada pengkajian Orientasi, Pasien dapat membedakan siang dan malam. Pasien dapat mengenal perawat dan orang sekelilingnya. Pasien tau bahwa dia diarawat di rumah sakit saat ini. 3. Tanda-tanda Vital Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pada Tn. M dapat hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 98 x/mt, suhu 360C pada Axilla. 4. Pernapasan (Breathing)
39
Bentuk Dada Simetris, pasien tidak punya kebiasaan merokok, klien Batuk sejak 4 hari sebelum MRS, sputum berwarna kuning, sesak nafas saat istirahat, type pernafasan dada dan perut, irama pernafasan tidak teratur, suara nafas vesukuler, suara nafas tambahan ronchi Keluhan lainnya : Pasien mengatakan saat istirahat ataupun aktivitas biasa kadang-kadang bisa tiba-tiba sesak nafas ringan Masalah Keperawatan : -
Bersihan jalan nafas tidak efektif
-
Pola nafas tidak efektif
5. Cardiovasculer (Bleeding) Nyeri dada tidak ada, Capillary refill < 2 detik, Ictus Cordis tidak melihat, Vena jugularis tidak meningkat, Suara jantung normal. 6. Persyarafan (Brain) Berdasarkan pemeriksaan dan pengkajian nilai GCS klien, mata nilainya 4 karena klien dapat membuka secara spontan, verbal nillainya 5 karena klien berbicara dengan jelas, motoric nilainya 6 karena klien dapat mengekstensi tangan dan kaki dengan normal, Total Nilai GCS adalah 15 dengan kesadaran compos Menthis, Pupil Isokor. Pemeriksaan uji syaraf kranial : Nervus Kranial I (Olfaktorius) : Pasien dapat membedakan bau balsam dan minyak kayu putih. Nervus Kranial II (Optikus) : Pasien
dapat
melihat
objek
jauh
dan
dekat.
Nervus
Kranial
III
(Occulomotorius) : pasien mampu menggerakan mata ke semua arah. Nervus Kranial IV (Trochlearis) : Pasien dapat menggerakan mata ke atas dan ke bawah. Nervus Kranial V (Trimgeminius) : Pasien dapat membuka mulutnya. Nervus Kranial VI (Abdusen) : Pasien dapat menggerakan kedua matanya kekiri dan kekanan. Nervus Kranial VII (Fasialis) : Pasien dapat tersenyum. Nervus Kranial VIII (Vestibulocochearis : Pasien merespon saat di panggil. Nervus Kranial IX (Glosofaringel) : Pasien dapat menelan. Nervus Kranial X (Vagus) :Pasien dapat menggerakan organ tubuhnya. Nervus Kranial XI
40
(Asesorius) :Pasien dapat menggerakan bahu. Nervus Kranial XII (Hipoglosus) : Pasien dapat menjulurkan lidahnya. Pemeriksaan Uji Koordinasi Ekstrimitas Atas Jari ke jari Positif,
Jari
ke
hidung Positif, Ekstrimitas Bawah Tumit ke jempul kaki Positif,Uji Kestabilan Tubuh Positif. Refleks :Bisep refleks bisep dan trisep kanan negatif dengan skala 4, refleks brakioradialis kanan negatif dan kiri positif dengan skala 4, refleks patela kanan positif dengan skala 4 dan refleks akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 4, refleks babinski kanan dan kiri positif dengan skala 4. Uji sensasi pasien di sentuh bisa merespon. 7. Eliminasi Uri (Bladder) Produksi Urine 1500 ml, 6 x/hr, Warna Kuning, Bau Amoniak, Tidak ada masalah/lancer. 8. Eliminasi Alvi (Bowel) Mulut klien terlihat normal, Bibir Kering, Gigi Lengkap, Gusi Tidak ada peradangan, Lidah Lembut dengan Pucat, Mukosa Lembut, Tonsil Normal, Rectum Normal, Haemoroid Tidak ada, BAB 2 x/hr Warna Kuning, Tidak ada masalah, Bising usus Normal. 9. Tulang – Otot – Integumen (Bone) Kemampuan pergerakan sendi Bebas, Ukuran otot Simetris, Tulang belakang Normal. 10. Kulit-kulit Rambut Riwayat alergi Makanan Ikan Patin, Suhu kulit Hangat, Warna kulit Normal, Turgor Cukup, Tekstur Kasar, Tekstur rambut Kering, Bentuk kuku Simetris. 11. Sistem Penginderaan Pengelihatan klien baik, fungsi pengelihatan normal, bola mata bergerak normal, selera normal/putih, konjungtiva Merah mudah, kornea berwarna bening, tidak mengunakan alat bantu kaca mata. Fungsi pendengaran normal, bentuk hidung simetris tidak ada lesi. 12. Leher dan Kelenjar Limfe
41
Tidak terdapat masa pada leher klien, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba jaringan limfe, tidak ada teraba kelenjar tiroid, dan mobilisasi leher bebas. 13. Sistem Reproduksi Reproduksi wanita ( tidak dilakukan pengkajian ) 3.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN 1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dari sakitnya, agar bisa berkumpul dengan keluarganya lagi 2. Nutrisida Metabolisme Klien
memiliki tinggi badan 173 cm dengan berat badan 55 kg
sebelum sakit, sesudah sakit berat badan klien 40 kg, pasien memiliki diet biasa dan diet khusus DKTP, tidak ada mual, tidak ada kesukaran menelan, frekuensi makan 2x sehari sesudah dan sebelum sakit. Porsi makanan klien sesudah sakit 1 tidak habis,dan sebelum sakit 1 porsi habis. Nafsu makan klien baik,jenis makanan yang dimakan sebelum sakit biasanya Nasi, Lauk Pauk, Sayur, sesudah sakit nafsu makannya berkurang,Nasi, Lauk Pauk, Sayur, jenis minuman yang sering di minum adalah air putih baik sebelum sakit dan sesudah sakit, jumlah minuman sebelum sakit 1500 cc/hari sesudah sakit 150 cc/hari, kebiasaan makan biasanya sebelum dan sesudah sakit pagi hari dan malam. Masalah Keperawatan Defisit Nutrisi 3. Pola istirahat dan tidur Pola istirahat dan tidur klien sebelum sakit pasien tidur malam ± 4 jam, siang ± 1 jam.Sedangkan saat sakit pasien tidur malam 6-8 jam, malam ± 1 jam 4. Kognitif :
42
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan dapat mengerti apa yang di sampaikan 5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran ) : Pasien mengatakan sayang dengan anggota tubuhnya, pasien mengatakan ingin menjadi pribadi yang lebih baik lagi, saya senang karena keluarga sangat memperhatikan saya. 6. Aktivitas Sehari-hari Pasien mengatakan selain dari profesinya seorang petani, aktivitas sehari-hari pasien juga suka berkebun di depan rumahh 7. Koping –Toleransi terhadap Stress Pasien mengatakan setiap ada masalah pasien selalu menceritakannya kepada istrinya 8. Nilai-Pola Keyakinan Pasien mengatakan bahwa dia aktif kegiatan ibadah di mesjid 3.1.5 SOSIAL – SPIRITUAL 1. Kemampuan berkomunikasi Pasien mampu berkomunikasi dengan baik 2. Bahasa sehari-hari Pasien menggunakan bahasa dayak 3. Hubungan dengan keluarga : Baik 4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain : Baik 5.
Orang berarti/terdekat : Istri dan anak-anaknya
6.
Kebiasaan menggunakan waktu luang : Pasien mengatakan di waktu luang dihabiskan untuk berkumpul dengan keluarga
7.
Kegiatan beribadah : Pasien aktif melakukan kegiatan biadah seperti sholat
3.1.6 Data Penunjang (radiologis, laboratorium, penunjang lainnya)
43
1. Tabel pemeriksaan laboratorium dan radiologi Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan Thorax dada di diagnosa
Pemeriksaan darah
TB Paru
- Hemoglobin 15,7 - Trombosit 170.000 -
3.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nama Obat Infus NaCL 0,9% + Aminopilin 1 amp. 20 tpm Inj Metranidazol 125 mg Inj Ranitidin 50 mg O2 Nassal kanul 2Lpm Nebulizer Combivent 1 Ros 1nj Moxifloxalia 1x400 mg Oral OBH 3x Sehari
Palangka Raya, 4 Mei 2020 Mahasiswa
Sapta 3.2
TABEL ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF DAN DATA
KEMUNGKINAN PENYEBAB
MASALAH
OBYEKTIF
DS : Pasien mengatakan sesak nafas, dan batuk batuk dahak susah keluar DO:Pasien tampak merasakan sakit sedang, pasien terbaring di tempat tidur dengan posisi semi fowler, pasien terpasang oksigen nasal kanul 3L/mnt dan infus NaCL 0,9% di tangan kiri pasien. - Pasien Nampak sesak - Muka tampak lesu
TB Paru
Ada masalah di Parenkin Paru
Timbul peradangan di bronkus
44
Bersihan jalan Napas tidak efekif
TTV - TD : 120/80 mmHg - N : 98 x /mnt - S : 36 oC
Penumpukan secret
Sekret tidak keluar saat batuk
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas DS : Paien mengatakan sesak nafas, saat istirahat maupun aktivitas. DO : Pasien tampak sesak nafas, nafas tidak teratur,
Faktor predisposisi
Pola nafas tidak efektif
Edema, di bronkiolus sehingga secret susah keluar
ditandai dengan pasien terpasang oksigen nasal kanul 3L/mnt dan infus NaCL 0,9% di tangan kiri pasien. - Muka tampak lesu TTV - TD : 120/80 mmHg - N : 98 x /mnt - S : 36 oC
Obstruksi bronkalis awal dan ekspirasi
Udara tertangkap di aveoli
Sesak nafas, nafas pendek
Pola nafas tidak efektif DS : Pasien mengatakan tidak nafsu makan DO : bb sebelum sakit 55kg, bb sesudah sakit 40kg -
Mycobacterium TB
Bakteri sampai alveolus
Pasien tampak lesu Nafsu makan pasien
45
Defisit nutrisi
-
menurun Sebelum sakit 1 porsi habis Sesudah sayak 1 porsi tidah habis
Imun turun
TB Digital
Erosi pada dinding bronkiolus
Gangguann nutrisi
PRIORITAS MASALAH
46
1. Bersihan jalan Napas tidak efekif b/d penumpukan secret yang tidak keluar saat batuk 2. Pola nafas tidak efektif b/d obstruksi udara di aveoli di tandai denga nafas tidak teratur dan sesak 3. Defisit nutrisi b/d nafsu makan menurun
47
3.3 Rencana Keperawatan Nama Pasien : Tn. M Ruang Rawat : Gardenia Diagnosa Keperawatan 1. Ketidak efektifan
Tujuan (Kriteria hasil)
Intervensi
Setelah dilakukan tindakan
Latihan batuk efektif
bersihan jalan nafas b/d
keperawatan 1x 7 jam
1. Identifikasi kemampuan
penumpukan secret yang
diharapkan bersihan jalan nafas
tidak keluar saat batuk di
pasien membaik, dengan kriteria
tandai dengan dahak
hasil :
susah keluar
batuk 2. Atur posisi semi fowler/fowler
1. Teknik batuk efektif baik
3. Jelaskan tujuan dan prosedur
2. Menunjukan perkembangan jalan
batuk efektif 4. Kolaborasi pemberian obat,
nafas yang efektif
jika perlu
3. Status pernafasan/kepatenan jalan nafas tidak terganggu 4. Frekwensi nafas membaik
48
Rasional 1. Agar mengetahui kemampuan pasien saat batuk 2. Agar pasien dapat relax dan jalan nafas lancer 3. Untuk mengantisipasi pasien saat batuk, posisi dan tekniknya sudah tau 4. Berkolaborasi agar jalan nafas kembali normal
2. Pola nafas tidak efektif b/d
5. Keadaan pasien membaik Setelah dilakukan tindakan Manajemen pola nafas
obstruksi udara di aveoli di
keperawatan 1 x 7 jam
1. Pantau jalan nafas
tandai denga nafas tidak teratur,
diharapkan pola nafas pasien
2. Posisikan klien semi-
dan sesak
membaik, dengan kriteria hasil :
1. Agar mengetahui pola nafas pasien normal, atau tidak 2. Agar pasien lebih tenang dan
fowler/fowler
relax
1. Pola nafas teratur
3. Ajarkan teknik batuk efektif
2. Frekwensi pernafasan
4. Kolaborasi dalam pemberian
membaik
3
Untuk mengantisipasi pasien saat batuk, posisi dan
obat, jika perlu
tekniknya sudah tau
3. Menunjukan kepatenan jalan
4
nafas
Kolaborasi agar pola nafas pasien normal
4. Pasien mampu menguasai teknik batuk efektif 3. Defisit nutrisi b/d kurang
5. Keadaan pasien membaik Setelah dilakukan tindakan
Manajemen nutrisi
nafsu makan, ditandai dengan
keperawatan 1 x 7 jam
1. Monitor asupan makanan
dengan kebutuhan diet
penurunan berat badan dari berat
diharapkan nurtisi pasien
2. Lakukan oral hygine
pasien
bb 55 kg menjadi 40.
membaik, dengan kriteria hasil : 1. Nutrisi yang di butuhkan
sebelum makan
2. Agar meminimalisir
3. Ajarkan diet yang di
terjadinya infeksi
terpenuhi 2. Berat badan kembali normal
1. Memilih makan yang sesuai
programkan Kolaborasi
49
dengan
3. Menjelaskan diet yang di ahli
gizi
lakukan
3. Nafsu makannya bertambah
untuk
menentukan
4. Frekwensi makan membaik
kalori dan jenis nutrient yang pasien terpenuhi diberikan, jika perlu
3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN Nama Pasien : Tn. M Ruang Rawat : Gardenia
50
jumblah Berkolaborasi agar status gizi
Hari / Tanggal Jam Diagnosa 1 Senin, 4 Mei 2019 9.00 WIB
Implementasi 1. Meliat teknik dan dari pasien batuk 2. Menghitung frekwensi
Evaluasi (SOAP)
Tandatangan dan Nama Perawat
S : pasien mengatakan sesak nafas berkurang O:
pernapasan pasien
1. Pasien tampak lemah
3. Mengatur posisi semi
2. Frekwensi nafas pasien
fowler
membaik
4. Mengajarkan teknik
3. Pasien tampak tenang
batuk efektif pada pasien
setelah di atur posisi
5. Kolaborasi dalam
semi fowler
pemberian nebulizer
4. Pasien mampu mengikuti cara batuk efektif 5. Setelah diberi tindakan nebulizer, pasien sesak nafasnya Berkurang A : bersihan jalan nafas teretasi P : lanjutkan perawatan di rumah oleh keluarga dan konsumsi
51
Sapta
Diagnosa 2
1. Menghitung ttv pasien
OAT selama 6 bulan S : pasien mengatakan sesak
Senin, 4 Mei 2019
2. Memposisikan pasien
nafas berkurang
9.00 WIB
semi-fowlwe 3. Mengajarkan teknik batuk efektif
O : pasien terbaring di tempat tidur, rasa sakit tampak sudah berkurang
4. Kolaborasi pemberian
1. RR 24x/mnt
obat Nebulizer
2. TD 120/80mmHg
combivent
3. N 96/mnt 4. S 360C 5. Terpasang oksigen 3L/mnt 6. Terpasang Inf NaCl 0,9% 20 tpm di sebelah kiri A : Pola nafas tidak efektif teratasi P : lanjutkan perawatan di rumah oleh keluarga dan konsumsi
Diagnosa 3
1. Menghitung makan yang
OAT selama 6 bulan S : Pasien mengatakan nafsu
52
Senin, 4 Mei 2019
masuk/ yang dimakan
makannya sudah mulai membaik
9.00 WIB
pasien sesuai diet atau
O:
tidak
1. Makanan yang diberikan
2. Melakukan oral hygine
sudah sesuai dengan diet
mengurangi terjadinya
pasien
infeksi
2. Dengan adanya oral
3. Menjelaskan tentang diet
hygine sebelum makan,
TKTP yang dijalaninya
pasien terbiasa dengan
Berkolaborasi agar status gizi
perilaku hidup sehat
pasien terpenuhi
3. Pasien mengerti tentang diet yang di jalaninya 4. Status gizi pasien terpenuhi A : Defisit nutrisi teratasi P : lanjutan menjelaskan ke keluarga agar sama-sama menjaga dan mengingatkan pasien menerapkan perilaku hidup sehat
53
54
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain. Diagnosa yang pertama Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan secret yang tidak keluar saat batuk. Sehingga pasien dengan ini sangat membutuh suplai O2 lebih banyak dengan pemberian oksigenasi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 7 jam Diagnosa yang pertama Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan secret yang tidak keluar saat batuk di tandai dengan dahak susah keluar. Sehingga pasien Pola nafas teratur, Frekwensi pernafasan membaik, Menunjukan kepatenan jalan nafas, Pasien mampu menguasai teknik batuk efektif, Keadaan pasen membaik. 4.2 Saran Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama TB Paru. Oleh karena itu, mahasiwa keperawatan juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya.
55
DAFTAR FUSTAKA Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/ Anonim. 2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. diaksestanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.klikpdpi.com/ konsensus/tb/tb.pdf 2002 Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan), Bandung Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru. Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.scribd.com /doc/52033675/ Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta. Mansjoer, Arif. 1999. Jakarta:Media Aeculapius
Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.
56