Luvita Nur Hidayah - Analisis Naskah Drama Dengan Pendekatan Sosiologi Sastra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS NASKAH DRAMA “CIUNG WANARA” OLEH WINDY INDRIYANI DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Kajian Drama”



Dosen Pengampu Dr. Helvy Tiana Rosa, M.Hum



Disusun oleh : Luvita Nur Hidayah (1210619001)



Kelas : 2 SI S/1



PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020



DAFTAR ISI



BAB 1.........................................................................................................................................3 PENDAHULUAN......................................................................................................................3 A. Latar Belakang.......................................................................................................................3 B. Rumusan Masalah..................................................................................................................4 C. Tujuan Penelitian...................................................................................................................4 D. Manfaat Penelitian.................................................................................................................4 BAB 2.........................................................................................................................................4 PEMBAHASAN........................................................................................................................4 A.Pengertian Sosiologi Sastra................................................................................................4 B.Teori Analisis Sosiologi Sastra...........................................................................................4 C. Sasaran Analisis Sosiologi Sastra......................................................................................6 D. Analisis Naskah Drama "Ciung Wanara" Melalui Pendekatan Sosiologi Sastra..............7 A. Tema..........................................................................................................................7 B. Tokoh dan Penokohan...............................................................................................8 C. Latar Tempat..............................................................................................................9 D. Nilai Moral dan Sosial.............................................................................................10 BAB 3.......................................................................................................................................11 KESIMPULAN........................................................................................................................11 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karya sastra adalah hasil sastra baik berupa puisi, prosa maupun lakon. Karya sastra merupakan salah satu ungkapan rasa estetis dari seorang pengarang terhadap alam dan keadaan di sekitarnya. Karya sastra juga merupakan hasil pemikiran dan cerminan budaya kelompok masyarakat mana saja yang memiliki kebudayaan. Oleh sebab itu, di dalam karya sastra banyak menceritakan tentang interaksi manusia dengan manusia dan lingkungannya. Selain itu, karya sastra merupakan hasil cipta masyarakat. Karya sastra lahir ditengah masyarakat berdasarkan aspek penerimaan secara rasional dan emosional dari pembaca karya sastra tersebut. Karya sastra memberikan gambaran kehidupan sebagai mana yang diinginkan oleh pengarangnya sekaligus menunjukkan sosok manusia sebagai insan seni yang berunsur estetis dominan. Dengan adanya karya sastra, isi pemikiran penulis dapat tertuang dalam sebuah tulisan dan dibaca banyak orang. Di dalam suatu karya sastra, antara pengarang dan masyarakat sangatlah berhubungan satu sama lain. Pengarang atau penulis merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, maka dari itu dalam dalam proses penciptaan karya sastra seorang pengarang tidak terlepas dari lingkungannya. Masyarakat sebagai tempat hidup pengarang akan mempengaruhi pengarang dalam menghasilkan karya sastranya sehingga dapat dikaitkan bahwa masyarakat sangatlah berpengaruh besar. Selain itu, masyarakat juga ikut menentukan apa yang akan ditulis oleh pengarang. Oleh karena itu, karya sastra yang merupakan produk anggota masyarakat akan mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat atau sebaliknya yang dijadikan cerminan oleh masyarakat. Pengarang menjadikan masyarakat sebagai dasar utama dari masyarakat karena menggambarkan dan menyampaikan pesan moral di dalam suatu masyarakat. Naskah drama yang berjudul “Ciung Wanara” oleh Windy Indriyani ini merupakan salah satu naskah drama yang di dalam karyanya sangat berhubungan erat dengan masalah masyarakat sekitar. Naskah drama ini yang dipentaskan pada bulan Oktober tahun 2015, ditulis setelah pementasan drama. Penulis naskah drama menyampaikan dan menuliskan naskah dengan bahasa masyarakat pada saat ini. Meskipun, di dalam naskah ini menggunakan latar pada masa dahulu di kerajaan, naskah ini merupakan naskah yang sangat sederhana tetapi sangat menarik. Naskah ini mempunyai dan menyampaikan pesannya, terutama di kehidupan bermasyarakat. Pada naskah drama Ciung Wanara ini akan dijelaskan tentang bagaimana pendekatannya melalui sosiologi sastra. B. Rumusan Masalah 1. Apakah unsur-unsur yang ada dalam naskah drama Ciung Wanara? 2. Apa saja aspek sosial yang terkandung dalam naskah drama Ciung Wanara?



3. Bagaimana penerapan teori sosiologi sastra dalam naskah drama Ciung Wanara? C. Tujuan Penelitian 1. Dapat mengetahui unsur-unsur yang ada dalam naskah drama Ciung Wanara 2. Dapat mengetahui aspek yang terkandung dalam naskah drama Ciung Wanara 3. Dapat mengetahui penerapan teori sosiologi sastra dalam naskah drama Ciung Wanara D . Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Bagi penulis, makalah ini sangat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengetahui salah satu karya sastra yaitu naskah drama. Selain itu, dengan menulis makalah ini akan bermanfaat dalam mengetahui salah satu jenis pendekatan dalam menganalisis naskah drama. 2. Bagi Pembaca Bagi pembaca, makalah ini sangat bermanfaat karena menambah wawasan pembaca tentang salah satu karya sastra dalam menganalisis naskah drama. Selain itu, dengan membaca makalah ini pembaca akan dapat melakukan analisis yaitu salah satu pendekatan sosiologi sastra.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Sosiologi Sastra Sosiologi sastra berasal dari dua kata, yaitu kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio yang berasal dari bahasa Yunani, yang berarti bersama-sama, bersatu, kawan, dan temanm Sedangkan kata logi, berarti sabda, perkataan, dan perumpamaan. Selanjutnya, perkembangan mengalami perubahan makna, sosio atau socius berarti masyarakat, sedangkan kata logi atau logos berarti ilmu. Kata sastra sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang kata sas dan tra. Sas berarti mengarahkan, mengajar, memberi, petunjuk, dan instruksi. Sedangkan, tra berarti alat, sarana. Jadi dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra berarti ilmu mengenai asal usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris. Dalam wacana studi sastra, sosiologi sastra sering kali didefinisikan sebagai salah satu pendekatan dalam kajian sastra yang memahami dan menilai karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan sosial (Damono, 1979:1). Sesuai dengan namanya, sebenarnya sosiologi sastra memahami karya sastra melalui perpaduan ilmu sastra dengan ilmu sosiologi (interdisipliner). Sosiologi sastra yang memahami fenomena sastra dalam hubungannya dengan aspek sosial, merupakan pendekatan atau cara membaca dan sastra yang bersifat interdispliner. Swingewood dalam The Sociology of Literature (1972) terlebih dulu menjelaskan batasan sosiologi sebagai ilmu, batasan sastra, baru kemudian menguraikan perbedaan dan persamaan antara sosiologi dan sastra. Dapat disimpulkan bahwa, sosiologi sastra adalah ilmu yang dapat digunakan untuk menganalisis karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan. Paradigma sosiologi sastra berakar dari latar belakang historis dua gejala yaitu masyarakat dan sastra. B. Teori Analisis Sosiologi Sastra Teori-teori analisis yang berkembang mengenai sosiologi sastra pada umumnya mengikuti pemikiran dari tokohnya. Studi sosiologi tentang sastra Indonesia telah cukup banyak dilakukan. Tokoh-tokohnya antara lain adalah Subagio Sastrowardoyo, A.H. Johns, Umar Kayam, Goenawan Muhammad, Sapardi Djoko Damono, Jakob Sumardjo, C.W. Watson, Nidhi Aeusrivongse, Keith Foulcher, dan Ariel Heryanto. Sosiologi sastra diklasikfikasikan menjadi tiga bagian yaitu: a. Sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra b. Sosiologi karya sastra yang mengetengahkan permasalahan karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok permasalahanya adalah apa yang tersifat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya, dan



c. Sosiologi yang mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra” (Welek dan Weren, 1933: 111) Klasifikasi tersebut tidak jauh berbeda dengan bagan yang diperoleh Ian Watt. Telaah suatu karya sastra menurut Ian Watt akan mencakup tiga hal, yakni konteks sosial pengarang sastra sebagai cermin masyarakat dan fungsi sosial sastra. Hal ini dijelaskan Damono, Ian Watt menjelaskan hubungan timbal balik sastrawan, sastra dan masyarakat sebagai berikut: 1. Konteks sosial masyarakat yang berhubungan antara posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dengan masyarakat pembaca. Termasuk faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan selain mempengaruhi karya sastra. 2. Sastra sebagai cermin masyarakat, yang dapat dipahami untuk mengetahui sampai sejauh mana karya sastra dapat mecerminkan keadaan masyarakat ketika karya sastra itu ditulis, sejauh mana gambaran pribadi pengarang mempengaryhi gambaran masyarakat atau fakta sosial yang ingin disamapaikan, dan sejauh mana karya sastra yang digunakan pengarang dapat dianggap mewakili masyarakat. 3. Fungsi sosio sastra, untuk mengetahui sampai berapa jauh karya sastra berfungsi sebagai perombak, sejauh mana karya sastra berhasil sebagai penghibur dan sejauh mana nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial” (Damono, 2004:3) Junus (1985: 84-86) mengemukakan, bahwa yang menjadi pembicaraan dalam telaah sosiologi sastra adalah karya sastra dilihat sebagai dokumen sosial budaya. Ia juga menyangkut penelitian mengenai penghasilan dan pemasaran karya sastra. Termasuk pula penelitian tentang penerimaan masyarakat terhadap sebuah karya sastra seorang penulis tertentu dan apa sebabnya. Sosiologi sastra berkaitan juga dengan pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya sastra, misalnya pendekatan Taine yang berhubungan dengan bangsa, dan pendekatan Marxis yang berhubungan dengan pertentangan kelas. Tak boleh diabaikan juga dalam kaitan ini pendekatan strukturalisme genetic Goldman dan pendekatan Devignaud yang melihat mekanisme universal dari seni, termasuk sastra. Sastra bisa dilihat sebagai dokumen sosial budaya yang mencatat kenyataan sosio budaya suatu masyarakat pada suatu masa tertentu. Pendekatan ini bertolak dari tanggapan bahwa karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya bagaimanapun karya sastra itu mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya. Dibandingkan dengan teori-teori sosial yang lain, teori sosial Marxis menduduki posisi yang dominan dalam segala diskusi mengenai sosiologi sastra (John Hll 1979). Sekurangnya terdapat tiga faktor yang menyebabkan hal itu. Pertama, Marx sendiri pada mulanya adalah seorang sastrawan sehingga teorinya tidak hanya memberikan perhatian khusus pada kesusastraan, melainkan bahwa dipengaruhi oleh pandangan dunia romantik dalam kesusastraan (Wessel, Jr. 1979). Kedua teori sosial sastra Marx tidak hanya merupakan teori yang netral, melainkan mengandung pula ideologi yang pencapaiannya terus menerus diusahakan oleh para penganutnya. Ketiga, di dalam teori sosial Marx terbangun suau



totalitas kehidupan secara integral dan sistematik yang di dalamnya kesusastraan ditempatkan sebagai salah satu lembaga sosial yang tidak berbeda dari lembaga-lembaga sosial lainnya seperti ilmu pengetahuan, agama, politik dan sebagainya. Sebab semuanya tergolong dalam satu kategori sosial, yaitu sebagai aktivitas mental yang dipertentangkan dengan aktivis material manusia. C. Sasaran Analisis Sosiologi Sastra Sasaran sosiologi sastra dapat diperinci ke dalam beberapa bidang pokok, antara lain sebagai berikut (Jabrohim, 2001:169-171).  Konteks Sosial Sastrawan Konteks sosial sastrawan ada hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam bidang ini termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya. Oleh karena itu yang terutama diteliti adalah, bagaimana sastrawan mendapatkan mata pencaharian, apakah ia menerima bantuan dari pengayom, atau dari masyarakat secara langsung, atau bekerja rangkap. Kedua, profesionalisme dalam kepengarangan, sejauh mana sastrawan menganggap pekerjannya sebagai suatu profesi. Terakhir, masyarakat yang dituju oleh sastrawan. Dalam hal ini kaitan antara sastrawan dan masyarakat sangat penting, sebab seringkali didapati bahwa macam masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi karya sastra mereka.  Sastra Sebagai Cerminan Masyarakat Sejauh mana sastra dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakatnya. Kata “cermin” disini dapat menimbulkan gambaran yang kabur, dan oleh karenanya sering disalahtafsirkan dan disalahgunakan. Dalam hubungan ini terutama harus mendapat perhatian adalah sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, sifat “lain dari yang lain” seorang pengarang atau sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya, dan genre sastra sering merupakan sikap sosial seluruh kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh masyarakat, serta sastra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa dipercaya atau diterima sebagai cermin masyarakat. Demikian juga sebaliknya, karya sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat secara teliti barangkali masih dapat dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan masyarakat. Pandangan sosial sastrawan harus dipertimbangkan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin masyarakat.  Fungsi Sosial Sastra Pendekatan sosiologis berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “sampai seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial?” dan “sampai berapa jauh nilai sosial mempengaruhi nilai sastra?” Ada tiga hal yang harus diperhatikan. Pertama, sudut pandangan yang menganggap bahwa sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Dalam pendangan ini tercakup juga pandangan bahwa sastra harus berfungsi sebagai pembaharu atau perombak. Kedua, sudut pandangan lain yang menganggap



bahwa sastra bertugas sebagai penghibur belaka. Dalam hal ini gagasan “seni untuk seni” misalnya, tak ada bedanya dengan usaha untuk melambungkan dagangan agar menjadi best seller. Ketiga, sudut pandangan kompromistis seperti tergambar dalam slogan “sastra harus mengajarkan dengan cara menghibur”. D. Analisis Naskah Drama “Ciung Wanara” Melalui Pendekatan Sosiologi Sastra 1. Tema Di dalam naskah drama Ciung Wanara ini tema yang diangkat adalah tentang pengkhianatan. Terlihat dalam naskah drama bahwa Barma Wijaya berkhianat hal ini yang dikatakan janin dalam Dewi Naganingrum. Suatu hari, Prabu Barma Wijaya mengunjungi Dewi Naganingrum, secara ajaib janin dalam kandungan Naganingrum yang belum lahir tersebut berbicara, “Barma Wijaya, engkau telah banyak melupakan janjimu, semakin banyak hal-hal kejam, kekuasaan Anda akan semakin pendek.” Dari kutipan tersebut sudah menjelaskan tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh Prabu Brama Wijaya. 2. Tokoh dan Penokohan  Prabu Barma Wijaya Karakter tokoh Prabu Barma Wijaya yang terdapat dalam naskah drama Ciung Wanara tersebut sangatlah jahat dan licik. Terlihat dari Prabu Barma Wijaya yang ingin menyingkirkan bayi yang ada di dalam kandungan Dewi Naganingrum. Peristiwa aneh janin tersebut aneh janin tersebut membuat Prabu Barma Wijaya takut dan berusaha janin tersebut. Akhirnya, dia meminta bantuan Dewi Pangrenyep untuk melakukan rencana jahatnya. Prabu Barma Wijaya mengatakan bahwa Hariang Banga akan menjadi penerusnya. Dewi Pangrenyep setuju dan mulai menyusun rencana bersama Prabu Barma Wijaya. Dari kutipan tersebut sudah jelas bahwa Prabu Barma Wijaya mempunyai niat jahat kepada istrinya sendiri dengan meminta bantuan kepada Dewi Pangrenyep, yang mana istrinya juga. 



Dewi Pangrenyep Di dalam naskah tersebut, Dewi Pangrenyep sangat licik. Ia mempunyai niat jahat juga seperti yang telah direncanakan dengan Prabu Barma Wijaya. Sebelum melahirkan, Dewi Pangrenyep menghimbau Dewj Naganingrum untuk menutup matanya dengan malam. Dewi Naganingrum pun setuju. Dewi Naganingrum tidak menyadari apa yang terjadi, bayi yang baru lahir dimasukkan ke



dalam keranjang dan dihanyutkan ke Sungai Citanduy. Setelah itu, bayinya ditukar dengan anjing yang dibaringkan dipangkuan sang ibu yang tidak curiga akan perbuatan jahat tersebut. Dewi Naganingrum kemudian diasingkan ke hutan oleh Uwa Batara Lengser. Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Dewi Pangrenyep adalah seorang yang tidak mempunyai hati, sangatlah licik. 



Aki Balangantrang Karakter dari Aki Balangantrang adalah baik hati, yaitu seorang penolong. Terlihat dari saat ia menemukan bayi dipinggir sungai, langsung ia bawa ke rumah. Setibanya di sungai, Aki yang sedang asyik memancing dan melihat sebuah keranjang yang hanyut di sungai. Aki: “Apa itu? Kenapa benda ini bergerak-gerak?” (Aki mendekati dan membawa keranjang. Kemudian melihat keranjang tersebut.) Aki: “Hah! Bayi siapa ini? Di dalamnya ada telur. Lebih baik aku bawa pulang ke rumah” Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Aki Balangantrang tidak pikir panjang untuk membawa bayi itu ke rumah.







Nini Balangantrang Selain Aki Balangantrang, Nini Balangantrang juga memiliki sifat yang baik hati, mau membesarkan dan merawat bayi yang ditemukan oleh suaminya itu. (Aki menyodorkan keranjang dan Ninj membawanya. Nini membuka dan mengeluarkan bayinya) Nini: “Wah, apa ini Ki?” Aki: “Eh bukan keranjangnya, tapi bayinya!” Nini: “ Oh iya, bayi siapa ini Ki? Bayinya tampan sekali.” Aki: “ Entahlah Ni, Aki menemukannya hanyut di sungai tadi ketika memancing.” Nini: “ Bagaimana kalau kita besarkan bayi ini, Ki?” Aki: “Iya, Ni. Ternyata mimpimu menjadi kenyataan.” Dari kutipan di atas sudah sangat jelas bahwa Nini Balangantrang sangat senang akan merawat bayi itu.







Hariang Banga Di dalam naskah drama ini, Harian Banga memiliki karakter yang buruk, yaitu sifat pendendam. Ciung Wanara: “Apa yang kau inginkan?”



Hariang Banga: “Inilah pembalasan karena kau telah memenjarakan kedua orang tuaku.” Ciung Wanara: “Mereka pantas mendapatkan itu! Ini akibat perbuatan jahat mereka sendiri.” Hariang Banga: “Ah, aku tidak mau tahu! Mari kita selesaikan secara jantan!” Dari kutipan di atas terlihat bahwa Hariang Banga merupakan tokoh yang memiliki sifat pendendam dan menyelesaikan masalah tidak dengan kepala dingin. 



Ciung Wanara Seperti kutipan yang sudah dipaparkan bahwa, Ciung Wanara memiliki karakter yang baik yaitu bijaksana dan adil terhadap kebenaran. Ciung Wanara: “Apa yang kau inginkan?” Hariang Banga: “Inilah pembalasan karena kau telah memenjarakan kedua orang tuaku.” Ciung Wanara: “Mereka pantas mendapatkan itu! Ini akibat perbuatan jahat mereka sendiri.” Hariang Banga: “Ah, aku tidak mau tahu! Mari kita selesaikan secara jantan!” Terlihat dari kutipan di atas bahwa Ciung Wanara ingin menegakkan keadilan dan memberi balasan setimpal bagi orang yang telah berbuat jahat, ia sangat pemberani dan bijaksana.







Dewi Naganingrum



Dalam naskah drama ini, Dewi Naganingrum memiliki karakter yang pemaaf, mudah sekali memaafkan. Dewi Naganingrum: “Aku adalah ibumu Ciung.” Hariang Banga: “Maafkan perbuatan kami, Ayah, Ibu, kami berjanji tidak akan melakukan hal seperti ini lagi.” Dewi Naganingrum: Baiklah, aku pegang janji kalian.” Dari kutipan di atas bahwa terlihat Dewi Naganingrum sangatlah baik hati, ia dengan mudahnya memaafkan anaknya yang telah berkelahi. 3. Latar Dalam naskah drama Ciung Wanara ini terdapat latar tempat yaitu di kerajaan, di sungai, dan di hutan. Di mana latar tempat ini sudah dipaparkan sangat jelas di dalam naskah drama secara tersurat. Selain itu, untuk latar waktu pada naskah drama ini adalah malam hari dan pagi hari. Malam hari dijelaskan saat kedua ratu yang sama-sama tidur di malam



hari dan bermimpi bahwa bulan jatuh di atas mereka, yang dijelaskan bahwa mimpi itu peringatan bagi wanita yang akan hamil. Sedangkan, pagi hari terlihat dalam naskah drama ini menjelaskan bahwa pagi harinya Aki Balangantrang pergi untuk memancing ke sungai. Terakhir, latar suasana yang ada dalam naskah drama Ciung Wanara ini sangat mengharukan dan menegangkan. Mengharukan terlihat dari Aki dan Ninj Balangantrang yang senang ketika ia mendapatkan bayi, setelah mereka berdua tidak mempunyai anak dan akhirnya bisa merawat anak meskipun bukan anak mereka sendiri. Sedangkan, menegangkan terlihat saat Hariang Banga dan Ciung Wanara bergelut hebat. 4. Alur Alur yang digunakan dalam naskah drama Ciung Wanara ini adalah alur maju terlihat dari bayi yang bertumbuh besar dengan telur yang saat itu bersamanya di keranjang saat ia dibuang ke sungai. Beberapa tahun kemudian, bayi tersebut telah tumbuh menjadi anak yang tampan dan gagah. Telur yang dihanyutkan bersamanya ketika bayi juga telah tumbuh menjadi ayam jago yang gagah. Suatu hari, Aki Balangantrang mengajak anak tersebut pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Adegan 4 Ciung: “Aki itu namanya hewan apa?” Aki: “Oh itu namanya Ciung.” Ciung: “Kalau yang itu?” Aki: “Yang itu namanya Wanara.” Ciung: “Wah alangkah bagusnya nama kedua hewan itu, bagaimana kalau nama kedua hewan itu dijadikan namaku? Aki: “Baiklah, kalau begitu namamu Ciung Wanara. Yasudah ayo kita pulang!” Dari kutipan di atas sudah terpaparkan sangat jelas bahwa alur yang digunakan alur maju yaitu dari bayi bersama telur saat di keranjang waktu itu, sekarang telah tumbuh menjadi anak dan ayam jago yang besar. 5. Nilai Moral dan Sosial a. Nilai Moral Ciung: “Aki, Nini, kenapa aku berbeda dari anak-anak lainnya? Dan aku juga merasa disegani oleh teman-temanku?” Aki: “Sebenarnya… kamu itu bukan anak kandung kami, kami menemukanmu dalam sebuah keranjang yang hanyut terbawa arus sungai yang sangat panjang, yang diyakini keranjang itu berasal dari Galuh.” Ciung: “Baiklah Aki, Nini, jika begitu kenyataannya, izinkan aku mencari kedua orang tuaku.”



Nini: “Baiklah Nak, pergilah carilah orang tuamu dan bawa keranjang berserta ayam jago milikmu.” Dari kutipan di atas terdapat nilai-nilai moralnya bahwa meskipun sesuatu kujujuran itu menyakitkan tetaplah berkata apa adanya, karena berkat kejujuran akan datang sebuah kebahagiaan. Selain itu, kutipan tersebut juga mengajarkan untuk tidak melupakan kedua orang tua kandungnya meskipun dibesarkan oleh orang lain, kita harus tetap mencari keberadaan orang tua kandung kita. b. Nilai Sosial (Aki menyodorkan keranjang dan Ninj membawanya. Nini membuka dan mengeluarkan bayinya) Nini: “Wah, apa ini Ki?” Aki: “Eh bukan keranjangnya, tapi bayinya!” Nini: “ Oh iya, bayi siapa ini Ki? Bayinya tampan sekali.” Aki: “ Entahlah Ni, Aki menemukannya hanyut di sungai tadi ketika memancing.” Nini: “ Bagaimana kalau kita besarkan bayi ini, Ki?” Aki: “Iya, Ni. Ternyata mimpimu menjadi kenyataan.” Dari kutipan di atas nilai sosial dapat disimpulkan bahwa kita sebagai manusia harus menolong sesama tanpa harus pikir panjang, siapa mereka dan bagaimana statusnya. Sebab, manusia diciptakan untuk saling tolong menolong antar sesama dan juga makhluk hidup lainnya karena manusia diberikan akal pikiran yang sempurna dibandingkan yang lain. c. Kritik Sosial Adegan 7 Ciung: “Raja bagaimana menurutmu penjara besi ini? Raja: “Yah, menurutku ini cukup kuat.” Ciung: “Bagaimana jika kalian periksa bagian dalam?” Raja dan Ratu: “Baiklah.” Ratu: “Bagaimana jika di penjara kita juga membangun penjara besi seperti ini?” Raja: “Wah, bagus juga idemu.” Dari kutipan di atas terlihat bahwa masyarakat atau orang-orang yang pernah melakukan suatu tindakan kejahatan harus dihukum atau dipenjara sebagai balasan dari tindakan orang yang melakukan kejahatan tersebut. Sebab, sampai kapan pun seorang yang pernah melakukan tindakan kejahatan akan terbukti dan akan mendapatkan balasannya. Meskipun, kebanyakan orang-orang yang melakukan tindak kejahatan itu tidak ketahuan. Namun pada faktanya, suatu saat kapan pun itu hal yang pernah dilakukan akan juga ketahuan



BAB III KESIMPULAN Karya sastra merupakan suatu ide yang diciptakan oleh penulis atau pengarang dan dituangkan dalam bentuk tulisan maupun lisan. Salah satu bentuk dari karya sastra itu adalah naskah drama. Naskah Drama yang berjudul “Ciung Wanara” oleh Windy Indriyani ini adalah salah satu karya sastra drama yang dapat di analisis dengan pendekatan sosiologi sastra. Di mana dalam naskah drama ini terdapat aspek-aspek sosial yang membungkus permasalahan-permasalahan yang adai masyarakat. Ciung Wanara mengajarkan masyarakat untuk menjadi manusia untuk suka tolong menolong terhadap sesama dan tidak meminta imbalan atas perbuatan kita sendiri. Selain itu, naskah drama ini juga mengajarkan kita untuk melakukan kejujuran dan seorang yang telah melakukan kejahatan, cepat atau pun lambat kejahatan itu akan terungkap dan kita akan mendapat balasannya. Melalui pendekatan sosiologi sastra dapat memberikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yaitu nilai moral, nilai sosial, dan kritik sosial. Nilai moral merupakan ajaran tentang baik atau buruknya mengenai suatu perbuatan, sikap dan lainnya, Nilai sosial merupakan perilaku sosial dan cara hidup sosial seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan, kritik sosial merupakan pertimbangan baik atau buruknya suatu sosial di masyarakat. Semuanya ini ada dalam naskah drama Ciung Wanara yang dituangkan jelas dengan suasananya yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Selain itu, Ciung Wanara memberikan amanat untuk menjadi seorang yang bijaksana, jujur, membantu sesama dan mengingatkan kepada kita semua perbuatan jahat akan ada balasannya.



DAFTAR PUSTAKA Waluyo, Sukarjo. 2007. Noktah Hitam Agama Dalam Cerpen Madam Baptiste (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra). Semarang: Universitas Diponegoro. Suprihatin, Ika. Juni 2013. Jurnal Aspek Sosial Dalam Naskah Drama “Kidung Pinggir Lurung” Karya UDYN U.Pe.We: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA. Solo: Universitas Muhammadiyah Solo. Sulistiyana, Pratiwi. 2014. Representasi Kemiskinan Dalam Novel Jatisaba Karya Ramdya Akmal (Kajian Sosiologi Sastra. Bandung: Program Studi Bahasa dan Sastra, FPBS Link naskah drama: http://screamsepatu.blogspot.com/2015/11/ciung-wanara.html November 2020 pukul 20.13 WIB)



(di



akses



pada



tanggal



23