Mak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SISTEM PENGHANTARAN OBAT “SISTEM PENGHANTARAN OBAT TERTARGET”



Dosen Pengampu : Yuni Anggraeni M.Farm., Apt



Disusun Oleh: KELOMPOK 2 Riqo Sovyan



(11141020000038)



Deani Nurul Mubarika



(11141020000045)



Syifa Rizkia



(11141020000047)



Sheila Sabrina



(11141020000058)



Ramadhani



(11141020000060)



Revy Aprillia



(11141020000068)



Dea Raudya Kamal



(11141020000078)



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Sistem Penghantaran Obat Selama tiga puluh tahun terakhir berbagai modifikasi bentuk sediaan obat



telah dikembangkan dari bentuk sediaan konvensional menjadi bentuk sediaan dengan system penghantaran obat baru (New Drug Delvery System = NDDS). Modifikasi system penghantaran obat ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan antara lain, adanya kemungkinan untuk mempatenkan kembali kembali obat-obat yang telah berhasil dipasarkan dengan menggunakan system penghantaran obat baru, system baru dapat dirancang untuk sampai ke tempat kerjanya (site action), dapat dilakukan untuk pengobatan penyakit kekurangan enzim dan terapi kanker dengan sasaran yang lebih baik, serta efektifitas dan keamanannya lebih baik dan lebih khusus dibandingkan dengan sediaan konvensional (Schnuch,dkk.,2000). Sistem penghantaran obat tertarget merupakan suatu metode yang memungkinkan obat untuk terakumulasi di organ atau jaringan atau bagian tubuh target secara selektif dan kuantitatif terlepas bagaimana cara pemberian obatnya. Keuntungan dari system penghantaran obat tertarget adalah meningkatkan efikasi pengobatan, konsentrasi obat di jaringan atau organ atau reseptor yang memerlukan dapat ditingkatkan secara signifikan tanpa resiko efek samping ditempat atau jaringan lain, mengontrol biodistribusi suatu obat, menurunkan dosis yang diberikan yang mampu memberikan efek terapeutik, dan dapat menyederhanakan protokol pemakaian obat. Suatu sistem penghantaran obat tertarget yang ideal harus memenuhi persyaratan berikut: 1. Bersifat non-toksik, stabil secara biologi, fisika, dan kimia pada kondisi in vivo dan in vitro 2. Laju perilisan obatnya dapat dikontrol dan diprediksikan



3. Zat pembawa harus bersifat biodegradable atau mudah tereliminasi dari dalam tubuh 4. Ketika obat transit dalam suatu jaringan atau organ, kadar obat yang tertinggal dapat diminimalisir 5. Preparasi sediaan harus mudah dan hemat biaya Sistem penghantaran obat tertarget dapat dibedakan menjadi 2, yaitu system tertarget aktif dan tertarget pasif. Sistem penghantaran tertarget pasif bertujuan meningkatkan konsentrasi obat pada tempat aksi melalui pengurangan interaksi yang tidak spesifik dengan mendesain sifat fisikakimia system penghantaran yang digunakan, meliputi ukuran, muatan permukaan, hidrofobisitas permukaan, sensitivitas pada pemicu, dan aktivitas permukaan sehingga dapat mengatasi barier anatomi, seluler, dan subseluler dalam penghantaran obat. Contoh sistem penghantaran jenis ini yaitu: liposom, mikro/nanopartikel, misel, dan konjugat polimer. Sementara system penghantaran tertarget aktif merupakan system penghantaran tertarget pasif yang dibuat lebih



spesifik



dengan



penambahan “homing device” yaitu suatu ligan yang dapat dikenali oleh suatu reseptor spesifik kemudian berinteraksi dengan reseptor tersebut yang bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi obat pada tempat yang diinginkan.



BAB II SISTEM PENGHANTARAN OBAT AKTIF DAN PASIF



2.1.



Sistem Penghantaran Tertarget Aktif Sistem penghantaran tertarget ini dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu



targetke organ, target ke sel, dan target subseluler. Sistem penghantaran yang ditargetkan di organ dimaksudkan agar obat terdeposit dalam organ tersebut dengan memanfaatkan karakter unik yang dimiliki suatu organ. Sebagai contoh liver yang memiliki sifat jaringan mudah ditembus oleh makromolekul atau mikropartikel, sehingga jaringan lain tidak terpengaruh oleh obat yang diberikan karena adanya ikatan ketat tight junction. Sistem



penghantaran



yang



targetnya



ke



sel



dilengkapi



dengan



materialpentarget yang dapat dikenali dan berikatan dengan antigen komplementer dan reseptor yang ada di permukaan sel. Sedangkan sistem penghantaran subseluler menghantarkan obat pada tempat spesifik di dalam sel. Sebagai contoh penghantaran gen ke nukleus suatu sel.



2.1.1. Desain Sistem Penghantara Tertarget Menggunakan Ligan Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan sistem penghantaran tertarget, antara lain pengembangan sistem yang biodegradable, biokompatibel dan nontoksik, pemilihan bahan pembawa (carrier) serta material pentarget yang tepat.



2.1.2. Ligan yang Digunakan untuk Pentargetan Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan sistem penghantaran tertarget, antara lain pengembangan sistem yang biodegradable, biokompatibel dan nontoksik, pemilihan bahan pembawa (carrier) serta material pentarget yang tepat. Homing device atau ligand dalam sistem penghantaran tertarget aktif menggunakan antibodi, peptid\e, gula, vitamin, dan lain sebagainya sebagai sistem penarget pada tempat spesifik.



Gambar Ikatan Ligand dengan protein



1. Cadherins-Selectins-Integrins. Cadherins-Selectins-Integrins merupakan grup glikoprotein yang bertanggung jawab pada adhesi sel, apabila fungsinya terganggu akan menyebabkan sel mudah terlepas sehingga menimbulkan metastasis pada sel kanker. Selectins dan integrin memediasi pelekatan antar sel apabila terdapat ligan spesifik seperti karbohidrat pada selectins dan inti sekuens peptida pada integrins. Pada kondisi kanker ekspresi integrin mengalami upregulasi dan fungsinya dapat diblok oleh antibodi monoklonal, antagonis peptide, dan molekulmolekul kecil.



2. Transferin. Transferin merupakan glikoprotein yang bertanggung jawab pada transport besi ke dalam sel melalui jalur spesifik endositosis.. Reseptor transferin terdapat baik pada sel normal maupun sel yang mengalami proliferasi, namun pada tumor reseptor transferin mengalami upregulasi sehingga hal ini yang dijadikan pertimbangan penghantaran obat kanker spesifik ke sel kanker dengan menggunakan transferin sebagai pentarget.



3. Vitamin. Vitamin memiliki peran yang penting untuk melaksanakan fungsi normal sel. Vitamintelah digunakan untuk pentargetan obat karena secara umum vitamin diinternalisasi ke dalam sel melalui reseptor yang akan memediasi endositosis. Beberapa vitamin telah dievaluasi dan berpotensi sebagai pentarget obat, yaitu asam folat, riboflavin, biotin, dan vitamin B627. Di antara vitamin potensial tersebut



asam



folat



lebih



banyak



digunakan



karena



dapat



menginternalisasi makromolekul yang telah dikonjugasi dengan asam folat dengan jalur yang sama dengan asam folat bebas. Pada berbagai tumor pada manusia terjadi overekspresi reseptor folat sehingga hal ini dimanfaatkan untuk pentargetan obat pada tumor. 4. Hormon. Kanker yang sensitif terhadap hormone merupakan target penghantaran obat, mengingat adanya reseptor hormone yang dapat dijadikan target penghantaran obat dengan ligan hormon. Reseptor LHRH (luteinizing hormone-release hormone) banyak ditemui di kelenjar pituitary sehingga toksisitas obat kanker hanya terlokalisasi pada sel-sel gonad29. Pendekatan tersebut sangat cocok untuk kanker ovarium, endometrial, dan kanker payudara.



5. Low Density Lipoprotein (LDL). Lipoprotein berfungsi untuk mentransport lipid ke dalam sel. Kebanyakan sel tumor overekspresi reseptor LDL yang dapat mengenali lipoprotein, sehingga hal ini yang dijadikan pendekatan untuk pentargetan obat pada tumor.



2.2.



Sistem Penghantaran Target Pasif Desain system penghantaran obat yang baik dan berhasil digunakan dalam



terapi harus memperhatikan barrier yang harus dilalui oleh obat sehingga sampai pada tempat aksi. Selain itu pemahaman tentang sifat unik tertentu dari target sel dan jaringan juga perlu dipertimbangkan agar dapat mendesain sistem penghantaran yang dapat mengakumulasi obat pada target aksi. Terdapat 3 pertimbangan utama untuk membentuk sistem penghantaran yang stabil, yaitu 1. Sistem tersebut harus memiliki stabilitas fisikakimia yang cukup sehingga obat tidak terdisosiasi atau terdekomposisi dari sistem penghantarnya sebelum mencapai tempat aksi 2. Setelah sampai pada target aksi, sistem penghantar harus melepaskan obat dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek terapi 3. Sistem penghantar yang digunakan (carrier) harus terdegradasi dan dapat dieliminasi dari tubuh untuk menghindari toksisitas jangka panjang atau imunogenisitas Sifat fisikakimia system penghantaran obat berperan penting pada aktivitas in vivo,



antara lain berat molekul, ukuran, hidrofobisitas permukaan, muatan



permukaan, dan sensitivitas pada trigger.



2.2.1. Berat dan Ukuran Molekul Ukuran dan berat molekul system penghantaran obat yang optimal dipengaruhi oleh fisiologi sirkulasi dan ekskresi. Molekul berukuran 30kDa atau kurang akan mengalami eliminasi yang cepat melalui tubulus ginjal, demikian pula molekul-molekul metabolit obat yang sudah ditransformasi



menjadi lebih hidrofil serta berukuran kecil akan sangat mudah dikeluarkan melalui ginjal. Untuk menghindari pembersihan cepat melalui ginjal, sistem penghantaran didesain dengan ukuran lebih dari 30 kDa. Selain itu sel endotelial pembuluh darah juga merupakan hambatan penetrasi obat karena antara satu sel dengan sel yang lain bersatu dengan ikatan yang kuat dan ketat (tight junction) yang sukar ditembus molekul dengan ukuran > 10 nm.



2.2.2. Hidrofobisitas Permukaan Sistem fagosit mononuklear bertugas membersihkan partikel asing dari tubuh seperti



virus, bakteri, dan protein terdenaturasi. System



penghantaran yang didesain untuk tertarget pada sel lain maka interaksi dengan system fagosit mononuklear harus diminimalisir dengan



melapisi



partikel dengan material bersifat hidrofilik seperti PEG (polietilenglikol). Liposom yang dilapisi dengan PEG tersirkulasi lebih lama di dalam tubuh dibanding liposom yang tidak dibungkus dengan material hidrofilik. 2.2.3. Muatan Permukaan Sediaan liposom yang bersifat netral akan tersirkulasi lebih lama dalam tubuh, sedangkan yang muatan permukaannya negatif akan cepat dibersihkan oleh sel Kupfer yang ada di liver. Liposom dengan muatan positif akan berinteraksi dengan muatan negative plasma protein dalam sirkulasi darah sehingga dikenali sebagai obyek asing oleh sistem imun. Namun demikian apabila muatan positif permukaan berlebih maka akan berinteraksi kuat dengan proteoglikan pada sel endothelial yang bermuatan negatif dan terdeposit di tempat tersebut sehingga pada sistem penghantaran yang membawa material genetik seperti DNA dapat memediasi ekspresi gen pada sel endotelial tersebut. 2.2.4. Sensitifitas Terhadap Pemicu Desain sistem penghantaran yang pelepasannya dapat dipicu oleh suatu trigger dibuat dengan penggabungan suatu material fisikakimia fungsional yang stabil selama distribusi namun sensitif dengan berbagai stimulus di tempat aksi. Stimulus yang menginduksi pelepasan obat dapat berupa faktor eksternal seperti



panas, radiasi, atau yang berasal dari proses biologi yaitu penurunan pH, transformasi enzimatik, atau perubahan pada potensial redoks. Dalam mendesain sistem ini juga perlu memenuhi beberapa kriteria seperti sistem tetap stabil selama distribusi dan stimulus pelepasannya spesifik di tempat aksi kemudian sistem cukup sensitif terhadap stimulus untuk menghasilkan pelepasan yang efektif, selain itu mekanisme pemicu pelepasan harus sesuai dengan sistem penghantaran yang dibuat seperti stabil dalam sirkulasi darah dan terdeposisi selektif di target aksi. 2.2.5. Aplikasi Sistem Penghantaran Tertarget pada Terapi 1) Sistem Penghantaran Obat Tertarget Pada Otak Otak merupakan organ yang sangat rapuh dan sensitive sehingga didesain dengan proteksi yang cukup efektif. Hal ini menyebabkan penghantaran obat menuju otak merupakan suatu tantangan yang sulit, terutama untuk pengobatan kelainan neurologikal. Tantangan utamapenghantaran obat ke otak adalah adanya Blood Brain Barrier yang membatasi akses obat, namun pemahaman yang meningkat mengenai biologi Blood Brain Barrier menyebabkan



semakin



terbukanya



kemungkinan



untuk



memperbaiki



penghantaran obat menuju Central Nervous Sistem. Strategi yang dilakukan antara lain dengan menggunakan agen farmakologi aktif yang dapat membuka BBB, menggunakan metode invasif dengan cara memasukkan obat secara langsung ke CNS, serta menggunakan sistem transport atau pembawa yang didesain dapat menargetkan obat ke CNS seperti liposom dan nanopartikel.



Gambar sawar darah otak



2) Sistem Penghantaran Obat tertarget Pada Sel Kanker Para peneliti mengembangkan sistem penghantaran multifungsional baru untuk meningkatkan efektifitas dan keamanan terapi kanker dengan menggunakan penghantaran spesifik ke sel atau organ tertentu. Pada sistem penghantaran pasif, pembawa seperti nanopartikel dapat terakumulasi pada sel tumor melalui efek EPR yang dipengaruhi oleh sifat fisikakimianya seperti ukuran partikel dan muatan permukaan, serta waktu paruh yang lebih lama akibat penambahan molekul hidrofil permukaan seperti PEG. Untuk tumor targeting adanya ligan pentarget dapat meningkatkan pengambilan oleh sel dan retensi obat melalui reseptor yang memediasi endositosis. Selain itu dengan metode pentargetan aktif menggunakan ligan iniakan mengurangi efek samping pengobatan tumor karena obat tidak akan terakumulasi pada selain sel tumor.



2.2.6. Contoh Obat dengan Sistem Targeting Salah satu contoh yang baik dalam pengembangan obat system targeting adalah gula terkonjugasi polipeptida sebagai molekul pentarget dipresentasikan oleh Greupink et al (2005), di mana pada penelitian ini telah berhasil dihasilkan sebuah sistem penghantaran asam mikofenolat (MPA), suatu imunosupressan, dengan menggunakan polimer pembawa manosa-6fosfat (M6P) yang telah dikonjugasikan dengan human serum albumin (HSA). Sistem ini secara in vitro terbukti mampu berinteraksi secara spesifik pada sel-sel stellate hepatik dan tidak pada sel-sel Kupffer dan endotel sinusoidal sehingga potensial untuk dapat menjadi obat fibrosis liver yang selektif. Manfaat dari kombinasi ini lebih dapat terlihat jika obat lebih dapat menimbulkan efek balik yang tidak diinginkan, misalnya gliotoksin yang mampu menginduksi terjadinya apoptosis sehingga ketidakselektifan aksinya akan menimbulkan efek yang buruk. Kombinasi gliotoksin dengan sistem M6P-HSA yang meningkatkan selektivitas kerjanya (Hagens et al., 2008) secara langsung akan meningkatkan keamanannya. Contoh lain dari pengembangan obat dengan system targeting adalah pengembangan Targeted Nano Therapeutics (TNT) oleh Tritom



BioSystem bersama Army Research Lab. Dimana System Targeted Nano Therapeutic ini memiliki prinsip kerja berupa adanya bioprobe yang akan mencar dan menangkap sel kanker pada pembuluh darah yang kemudian dengan adanya bantuan medan magnetic bioprobe tersebut akan berkumpul dan terjadi pemanasan yang dapat membunuh sel sel kanker tersebut dalam beberapa menit. Dimana pada umumnya, sel tumor dan kanker akan mati pada suhu 43°C sedangkan sel normal dapat bertahan bertahan sampai 49°C. Dengan material ferri- atau ferro- magnetite yang digunakan sebagai pemanasan pada tempat di mana medan magnetik diberikan sehingga menyebabkan sel kanker terbunuh.



BAB III REVIEW JURNAL



Judul: Preparasi Nanopartikel Kitosan-TPP/Ekstrak Etanol Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleriamacrocarpa (Scheff) Boerl) Dengan Metode Gelasi Ionik



2.1.



Pendahuluan Tanaman mahkota dewa (Phaleriamacrocarpa (Scheff) Boerl) merupakan salah satu tanaman yang digunakan untuk menyembuhkan kanker. Ekstrak etanol daging buah ahkota dewa mempunyai aktivitas sebagai sitotoksik dengan IC50 86,28 µg/ml dan kandungan flavonoidnya memiliki kemampuan dalam menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan kanker. Penghantaran obat tertarget dikembangkan untuk meningkatkan efektifitas senyawa antikanker. Salah satu metode TDDS penyakit kanker adalah dengan mengikatkan senyawa antikanker ke dalam makromolekul atau nanopartikel yang terbukti membantu obat terkonsentrasi lebih bayak dalam jaringan kanker (passive targeting). Nanopartikel dengan menggunakan polimer dapat dimanfaatkan untuk system penghantaran tertarget, pelepasan obat terkendali, atau melarutkan obat untuk penghantaran sistemik. Juga untuk melindungi agen terapetik akibat adanya degradasi enzim. Metode yang digunakan untuk pembuatan nanopartikel adalah dengan gabungan kompleks koaservasi atau gelasi ionic dengan teknologi bottom up. Polimer yang digunakan adalah kitosan dan Na TPP.



2.2.



Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl), Chitosan Low molecular weight (Sigma ® Aldrich China), Sodium tripolyphosphate ® (Sigma Aldrich China), Asam asetat (Merck), Natrium Asetat (Merck), air bebas CO , Etanol 70% (Merck).



Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex), timbangan elektrik (Ohaus carat series), soxhlet (Pyrex), rotary evaporator (Heidolph Germany), mikropipet (pipet PAL), pH meter, hotplate stirrer (Thermo scientific cimarec), waterbath (Memmert), ultrasonic bath (Elmasonic S 30H), spektrofotometri Visibel (Shimadzu UV-1800), ultra sentrifuge (Hettich zentrifugen mikro 220 R), particle size analyser(Nicomp PSS 380). 2.3.



Prosedur Kerja 2.3.1. Proses Ekstraksi Daging Buah Mahkota Dewa Daging buah mahkota dewa yang sudah kering kemudian dihaluskan untuk memperkecil ukuran partikel. Senyawa aktif daging buah mahkota dewa dipisahkan dengan metode ekstraksi soxhlet (Rohyami, 2008). Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan soxhlet dengan pelarut etanol 70 %, ekstrak etanol yang diperoleh, dipekatkan dengan bantuan rotary evaporator, kemudian diuapkan pada waterbath hingga terbentuk ekstrak kental (Mudahar et al., 2005). 2.3.2. Preparasi Perbandingan Kadar Ekstrak dengan Kadar Kitosan Ekstrak diencerkan dengan etanol hingga mendapatkan kadar ekstrak bervariasi. Setiap larutan ekstrak (5 ml) dicampur dengan larutan kitosan (5 ml) dalam dapar asetat pH 4 dengan kadar kitosan bervariasi.



Setiap formula diaduk selama 30 menit (dengan magnetik stirer 350 rpm) dan larutan TPP sebanyak 1 mL ditambahkan ke dalam campuran larutan ekstrak-kitosan tetes demi tetes, sambil diaduk (30 menit dengan



magnetik stirer 350 rpm). Masing-masing seri formula dengan beberapa variasi konsentrasi dilakukan replikasi 2 kali. Campuran dibiarkan semalam di dalam flakon yang tertutup. Formula terpilih ditentukan dengan mengamati partikel yang terbentuk pada dispersi nanopartikel. Formula yang terpilih adalah formula yang berupa dispersi opalesensi (Calvo et al., 1997). Formula yang tidak memberikan endapan atau stabil selama pengamatan dijadikan sampel untuk dilakukan scale up untuk mencari loading capacity dan loading efficiency 2.3.3. Uji Karakteristik Nanopartikel Karakterisasi nanopartikel meliputi penentuan ukuran partikel dan zeta potensial 2.3.4. Perhitungan



Loading



Capacity



dan



Loading



Eficiency



Menggunakan Spektrofotometri Visibel Setelah mengetahui jumlah flavonoid yang terbebas kemudian dilakukan perhitungan loading obat dari masingmasing formula dari hasil perhitungan kadar flavonoid total yang tidak terjerap sehingga dapat dihitung Loading Capacity dan Loading Eficiency dari formula nanopartikel yang terbentuk. 2.4.



Hasil dan Pembahasan 2.4.1. Preparasi Formulasi Nanopartikel Preparasi nanopartikel ekstrak etanol buah mahkota dewa dilakukan berdasarkan gabungan metode kompleks koaservasi dan gelasi ionik antara kitosan dan TPP serta dapar asetat pH 4. Preparasi dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan formula yang paling stabil. Formula dikatakan stabil jika terjadi opalesen dan dalam penyimpanan tidak terjadi pengendapan. Dari hasil preparasi formula nanopartikel yang stabil selama penyimpanan tiga hari tidak mengendap dan ukuran partikel yang terbentuk tidak mengalami agregasi selama penyimpanan adalah formula P dan R. Pada pembuatan nanopartikel berdasarkan metode gelasi ionik mekanisme terbentuknya formulasi nanopartikel kitosan ini berdasarkan pada interaksi elektrostatik antara gugus amina kitosan dengan gugus



muatan negatif dari suatu polianion (Tiyaboonchai et al., 2003). Gugus amina pada kitosan yang dilarutkan dalam dapar pH 4 akan terprotonasi membentuk amina + kationik (-NH ). TPP mempunyai muatan 3 negatif sehingga dapat berfungsi sebagai polianion. Reaksi dengan komponen bermuatan negatif baik ion ataupun molekul dapat menyebabkan pembentukan jaringan antara rantai polimer melalui jembatan ionik (Kumar, 2006). 2.4.2. Hasil Karakteristik Nanopartikel Ekstrak Etanol Daging Buah Mahkota Dewa Konsentrasi proses formula P (ekstrak 0,69 mg/ml), formula R (ekstrak 0,9 mg/ml) dengan masing-masing kitosan 0,09 % b/v, dan TPP 0,018 % b/v). Gambaran distribusi ukuran partikel pada formula terpilih, yakni formula P dan formula R dapat dilihat pada gambar di bawah.



Gambar 1. Ukuran partikel formula P (kiri) dan R (kanan) Sumber: Napsah dan Wahyuningsih, 2014



Hasil pengukuran formula P dan R, diperoleh rata-rata 190,9 dan 162,87 nm. Menurut Mohanraj dan Chen (2006) bahwa dikatakan nanopartikel jika rentang ukurannya antara 10 sampai dengan 1000 nm. Dari ukuran yang dihasilkan maka kedua formulasi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai nanopartikel. Penggunaan kitosan yang berlebih menyebabkan ukuran partikel semakin besar, seperti terjadi pada formula P, jumlah ekstrak yang digunakan lebih sedikit dibanding dengan kitosan sehingga zat aktif yang bereaksi dengan kitosan sedikit, sehingga sisa kitosan yang tidak bereaksi akan mengikat kembali zat aktif sehingga menyebabkan ukuran partikel semakin besar.



Hasil rata-rata pengukuran distribusi ukuran partikel tersaji pada tabel yang terdapat di bawah ini:



Polydispersity index (PI) digunakan untuk memperkirakan rentang distribusi ukuran partikel yang ada dalam suatu sampel serta mengetahui ada tidaknya agregasi. PI yang kecil berarti nanopartikel yang terbentuk memiliki rentang distribusi ukuran yang pendek atau dengan kata lain tingkat keseragaman cukup baik. Potensial zeta menggambarkan stabilitas nanopartikel karena perbedaan muatan antar partikel akan mempengaruhi gaya tolak menolak antar partikel. Untuk memperoleh koloid nanopartikel yang stabil, nanopartikel harus memiliki zeta potensial lebih dari ±30 mV (Akhtar et al., 2012). Hasil pengukuran zeta potensial pada formula P dan formula R dapat dilihat pada gambar berikut.



Gambar 2. Hasil pengukuran zeta potensial formula P (kiri) dan R (kanan) Sumber: Napsah dan Wahyuningsih, 2014



2.4.3. Perhitungan Loading Capacity dan Loading Efficiency Penetapan Loading Efficiency dan Loading Capacity setelah mendapatkan flavonoid total dari ekstrak formula yang terpilih dan flavonoid bebas. Flavonoid ditentukan dengan menggunakan standar kuersetin, kadar kuersetin yang diperoleh dianggap sebagai flavonoid total yang nantinya digunakan untuk menghitung loading efficiency dan loading capacity.



Rumus Loading capacity dan Loading Efficiency adalah sebagai berikut:



Keterangan: LC = Loading Capacity LE = Loading Efficiency Ce = Konsentrasi flavonoid dalam ekstrak Cf = Konsentrasi flavonoid dalam filtrate Ve = Volume ekstrak Vf = Volume filtrat Hasil perhitungan loading efficiency dan loading capacity dapat dilihat pada tabel di bawah ini.



Loading efficiency merupakan parameter yang menggambarkan keberhasilan polimer memerangkap obat terlarut dalam proses pembentukan nanopartikel atau efisiensi nanopartikel yang terbentuk. Berdasarkan tabel di atas, didapatkan loading efficiency untuk formula P rata-rata 35,37 % dan formula R rata-rata 45,26 % artinya keberhasilan polimer menjerap obat yang terlarut sebesar 35,37 dan 45,26 %. Dari hasil tersebut loading efficiency formula P lebih kecil dibandingkan dengan formula R. Hal ini kemungkinan disebabkan karena jumlah zat aktif yang diikat oleh polimer lebih sedikit dan kemungkinan dipengaruhi oleh sifat muatan dari zat aktifnya, jika muatan zat aktifnya terionisasi sedikit maka kekuatan untuk mengikat kitosan lebih kecil sehingga proses penjerapan zat aktif oleh kitosan tidak efektif. Hal tersebut menyebabkan kitosan hanya berikatan dengan TPP.



Loading capacity merupakan jumlah zat aktif yang terjerap dalam nanopartikel. Berdasarkan tabel di atas, didapatkan loading capacity masing-masing formula adalah 2,96 % dan 5,33 %. Semakin besar kadar ekstrak etanol buah mahkota dewa maka Loading capacity akan besar. Disamping itu, Loading capacity berbanding terbalik dengan jumlah endapan yang dihasilkan, semakin banyak endapan maka Loading capacity semakin kecil. 2.5.



Kesimpulan Nanopartikel ekstrak buah mahkota dewa dapat dibuat dengan metode gelasi ionik dengan karakteristik nanopartikel yang diperoleh sebagai berikut:  Nanopartikel ekstrak etanol buah mahkota dewa konsentrasi 1,5 mg/ml ukuran partikel rata-rata 190,9 nm dan konsentrasi 2,0 mg/ml rata-rata 162,87 nm.  Zeta potensial rata-rata 60,86 dan 48,5 mV.  Loading capacity rata-rata 2,96 dan 5,33%.  Loading efficiency atau efisiensi proses nanopartikel yaitu rata-rata 35,75 dan 45,26%.  Formula R mempunyai loading capacity dan loading efficiency lebih besar dibanding dengan formula P.



DAFTAR PUSTAKA Dubowchik, G., M., Walker, M., A., Receptor-mediated and Enzymedependent Targeting of Cytotoxic Anticancers Drugs, 1999, 83:67-123 Forscen, E., Willis, M., Ligand-targeted Liposomes, Adv.Drug.Del.Rev., 1998, 29:249-271 Holladay, S., R., Yang, Zhen-fan, Kennedy, M., D., Riboflavin-mediatedDelivery of a Macromolecule into Cultured Human Cells, Biochim.Biophys.Acta, 1999, 1426:195-204 Indrawati, Dr. Teti. 2009. SISTEM PENGHANTARAN OBAT BARU DENGAN PELEPASAN TERKONTROL LANGSUNG KE TARGET. Jakarta Jain, M., D., K., K., Targeted Drug Delivery for Cancer, Technology in Cancer Research and Treatment, 2005, Vol 4 no 4 Kadler, K., Extracellular Matrix:Fibrilforming Collagens, Protein Profile, 1994,1:519-638 Kumar, C. S., 2006, DNA-Chitosan Nanoparticles for Gene Therapy, in Current Knowledge and Future Trends, Willey. Leamon, C., P., Low, P., S., Delivery of Macromolecules into Living Cells:A Method that Exploits Folate Receptor Endocytosis, Proc.Natl.Acad.Sci., USA, 1991, 88:5572-5576 Li, H., Sun, H., Qian, Z., M., The Role of The Transferrin-transferrin-receptor System in Drug Delivery and Targeting, Trends Pharmacol.Sci., 2002, 23:206-209 Mishra et al., 2016. Targeted Drug Delivery: a Review. American Journal of Pharmtech Research. Mohanraj U. J and Y Chen, 2006, Nanoparticles - A Review, Tropical Journal of Pharmaceutical Research 5(1): 561-573 Nagy, A., Schally, A., V., Armatis, P., ytotoxic Analogs of Luteinizing Hormonereleasing



hormone



Containing



Doxorubicin



or



2-



pyrrolinodoxorubicin,



a



derivative



500-1000



more



potent.,



Proc.Natl.Acad.Sci., 1996, 94:652-656 Napsah, Rauhatun dan Wahyuningsih, 2014, PREPARASI NANOPARTIKEL KITOSAN-TPP/ EKSTRAK ETANOL DAGING BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleriamacrocarpa (Scheff) Boerl) DENGAN METODE GELASI IONIK, Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas, 11(1) 7-12 Tiyaboonchai, W., 2003, Chitosan Nanoparticles: A Promising System for Drug Delivery, Department of Pharmaceutical Technology, Faculty of Pharmaceutical Sciences, Naresuan University, Phitsanulok 65000, Thailand, Naresuan University Journal, 11(3) 51-66 Wagner, E., uriel, D., Cotton, M., Delivery of Drugs, Proteins and Genes into Cells Using Transferrin as a Ligand for Receptor-mediated Endocytosis, Adv.Drug.Del.Rev., 1994, 14:113-135 Xu, L., Pirollo, K., F., Chang, E., H., Tumortargeted p53-gene Therapy Enhances the Efficacy of Conventional Chemo/rsdiotherapy, J.Contr.Rel., 2001, 74:115-128