Makalah ADHD Autism [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Keperawatan Anak



Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus (Adhd & Autisme)



Dosen :



Disusun Oleh : AGUSTINUS THEO JALANI



SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK PRODI S1 NON REGULER KEPERAWATAN 2019 i



ii



Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa makalah ini telah selesai dikerjakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen kami. Dalam proses pembuatan makalah ini kami sebagai penyusun mengalami berbagai hambatan dan gangguan, akan tetapi dengan kesabaran serta dukungan dari media yang memadai, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tak ketinggalan pula kami sebagai penyusun makalah mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Semua pihak dan rekan-rekan yang membantu dalam pengumpulan bahan, penyusunan dan pembuatan makalah ini. Tentunya sebagai manusia yang tak sempurna, kami selaku penyusun tak lepas dari kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai bahan evaluasi atas makalah yang kami buat. Harapannya agar kami menjadi lebih baik lagi di kemudian hari. Pontianak, 11 november 2019



Penulis



ii



iii



Daftar Isi BAB I..............................................................................................................................4 PENDAHULUAN..........................................................................................................4 A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................4 B. Rumusan Masalah................................................................................................5 C. Tujuan Masalah....................................................................................................5 D. Manfaat Penulisan................................................................................................5 BAB II.............................................................................................................................6 PEMBAHASAN.............................................................................................................6 A. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)..............................................6 1.



Definis...............................................................................................................6



2.



Faktor Penyebab...............................................................................................7



3.



Simtom dan Diagnosis......................................................................................8



4.



Penanganan.....................................................................................................11



B. Autisme..............................................................................................................13 A. Definisi...........................................................................................................13 5.



Faktor Penyebab.............................................................................................14



6.



Simtom dan Diagnosis....................................................................................16



7.



Penanganan.....................................................................................................19



BAB III.........................................................................................................................22 Asuhan keperawatan.....................................................................................................22 A. BDHD.................................................................................................................22 1.



Pengkajian.......................................................................................................22



2.



Diagnosa Keperawatan...................................................................................31 iii



iv



3.



Intervensi Keperawatan..................................................................................32



4.



Evaluasi...........................................................................................................43



B. AUTISME..........................................................................................................45 1.



Pengkajian.......................................................................................................45



2.



Pemeriksaan fisik............................................................................................45



3.



Diagnosa Keperawatan...................................................................................46



4.



Intervensi........................................................................................................46



BAB IV.........................................................................................................................49 PENUTUP.....................................................................................................................49 A. Kesimpulan.........................................................................................................49 B. Saran...................................................................................................................50



iv



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial dan atau emosional dibanding dengan anak- anak lain seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Keterbatasan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus, menjadi tugas dan kewajiban orang tuanya. Lingkungan yang tepat untuk anak-anak serta pola asuh yang sesuai dengan kondisi mereka. Banyak orang tua yang hanya berpikir agar anak-anaknya cukup mandiri dalam memenuhi kehidupan sehariharinya. Sehingga para orang tua kurang memperhatikan terhadap kebutuhan pendidikan, serta potensi yang mungkin bisa dikembangkan dalam keterbatasan fisik yang ada. Istilah anak berkebutuhn khusus ini diterapkan karena dianggap baik dibandingkan dengan sebutan anak cacat atau sebutan lainnya yang memberikan dampak pengaruh buruk terhadap kejiwaan mereka. Anak berkebutuhan khusus juga diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi, dan emosi sehingga membutuhkan pembelajaran secara khusus (E. Kosasih, 2010: 1). Anak berkebutuhan khusus seperti tidak memiliki kebebasan untuk melakukan kegiatan yang mereka inginkan, seperti minat dan kreativitas yang tidak diperlihatkan kepada umum seperti anak normal lainnya. Keterbatasan yang mereka miliki akan ditambah dengan kondisi lingkungan yang tidak mendukung terhadap perkembangan anak berkebutuhan khusus di lingkungan sosial.



1



2



Anak berkebutuhan khusus memiliki gejala yang berbeda-beda, seperti pada penderita ADHD dan Autisme. ADHD dan autisme adalah kelainan perkembangan saraf yang berbeda namun bisa memiliki gejala yang sama walaupun komponen utamanya berbeda. Sementara ADHD atau ADD bukanlah suatu kelainan spektrum, tetapi seperti autisme, juga dapat memperlihatkan



rentang



gejala



tertentu



dan



setiap



gejala



bisa



menyebabkan kesulitan tertentu pada seorang anak dan yang lainnya. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka penulis menyimpulkan beberapa permasalahan pokok diantaranya : 1. apa yang dimaksud dengan anak Adhd dan autisme ? 2. apa yang menyebabkan Adhd dan autisme ? 3. bagaimana patofisiologi Adhd dan autisme ? 4. bagaimana pemeriksaan diagnostic Adhd dan autisme ? 5. apa saja penatalaksanaan Adhd dan autisme ? 6. bagaimana asuhan keperawatan pada klien anak berkebutuhan khusus ?



C. Tujuan Masalah Untuk memperoleh informasi tentang konsep informasi mengenai anak dengan kebutuhan khusus. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus adhd dan autism. Dan diharapkan menjadi acuan dalam membuat asuhan keperawatan anak berkebutuhan khusus



BAB II PEMBAHASAN



A. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) 1. Definis



ADHD ( attention deficit hyperactivity disorder) adalah suatu gangguan neurobiology dan bukan penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik ( Millichap, 2013). ADHD adalah gangguan neurobiologis yang ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak kecil. Anak yang menderita ADHD akan mulai menunjukkan masalah ketika dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar berbagai keterampilan akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan (Ginanjar 2009). ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motoric anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak cenderung berlebihan. Didasarkan atas gejala klinik (symptom based) pembagian/klasifikasi menurut DSM IV-TR ialah: a. ADHD tipe inattentive : Gangguan sistem inhibisi tak dapat menseleksi rangsang yang masuk (yang diperlukan dan relevan) gagal menyeleksi perhatian. b. ADHD tipe impulsif Perilaku yang tidak teratur dan gangguan fungsi eksekutif, gangguan perhatian & kognitif, komplikasi masalah psikis dan sosial, Isolasi anak. c. ADHD tipe hiperaktif Muncul gangguan bentuk motorik & tidak pernah tenang akibat gangguan inhibisi. d. ADHD tipe kombinasi



3



4



Ada gangguan kognitif, gangguan perencanaan / eksekutif dan dapat mengalami gangguan tidur. 2. Faktor Penyebab



Belum dapat dipastikan penyebab sebenarnya dari ADHD. Flanagen (2005) menyebutkan bahwa terdapat beberapa hipotesis penelitian dengan dukungan kuat berkaitan dengan faktor penyebab, yaitu: a. Keturunan/faktor genetik Anak penyandang ADHD kebanyakan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan individu yang tampak memiliki gejala serupa.hubungan kekerabatan yang dimaksud meliputi orang tua, paman, atau bibi. Anak yang mengidap ADHD empat kali lebih mungkin memiliki orang tua yang mengidap ADHD daripada anak normal. Martin, 1998 menyebutkan bahwa sejumlah penelitian menegaskan unsur genetis yang kuat sebagai penyebab pada adanya gangguan perhatian. Jika seorang anak kembar identik mengidap ADHD, maka kembar ynag satu akan berisiko memiliki gejala kurang perhatian yang lebih tinggi. b. Defisit neurotransmitter Dua neurotransmiter pada otak tampaknya berperan dalam regulasi



jumlah



pembangkitan



dan



perhatian.



Kedua



neurotransmiter tersebut adalah noradrelanine dan dopamine. Walaupun mustahil melakukan penelitian secara langsung terhadap pengaruh kedua neurotransmiter ini terhadap perilaku anak, ada beberapa bukti tidak langsung yang mendukung pendapat bahwa neurotransmiter



berperan.



Konsumsi



pengobatan



stimulan



memengaruhi regulasi kedua neurotransmiter ini. noradrenaline membangkitkan sel berikutnya, sedangkan dopamine mengurangi respons yang tak diinginkan. c. Kelambatan perkembangan sistem pembangkitan di otak



5



Ada beberapa indikasi bahwa anak yang mengidap ADHD menderita kelambatan pembangkitan yang membuat mereka tidak sensitif terhadap rangsangan yang datang. Jadi, hiperaktivitas yang mereka alami mungkin mencerminkan pencairan rangsangan dan bukan karena rangsangan yang berlebihan d. Perkembangan orak yang abnormal Otak yang abnormal merujuk pada tidak berfungsinya lobus frontal. Lobus frontal adalah area pada orak yang mengumpulkan input auditori dan visual yang berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa lobus ini dibombardir dengan banyak informasi yang tidak tersaring dan tidak sesuai. Otak penderita ADHD tidak mempunyai kegiatan kimiawi yang cukup untuk mengatur dan mengendalikan apa yang si penderita lakukan atau pikirkan. Pengobatan akan menaikkan aktivitas otak dan memberikan tambahan ëenergi pada otak untuk mengendalikan pikiran dan tingkah laku. Pada otak penderita ADHD kegiatan / aktivitas otaknya lebih sedikit (warna merah/oranye/putih) dibandingkan dengan otak anak yang tidak menderita ADHD.  3. Simtom dan Diagnosis



Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama, yaitu : 1. Kurangnya kemampuan memusatkan perhatian Gejala ini dapat muncul dalam perilaku  : 



Ketidak



mampuan



memperhatikan



detil



atau



melakukan



kecerobohan dalam mengerjakan tugas, bekerja, atau aktivitas lain. 



Kesulitan memelihara perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain







Kadang terlihat tidak perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain



6







Tidak mengikuti perintah dan kegagalan menyelesaikan tugas







Kesulitan mengorganisasikan tugas dan aktivitas







Kadang menolak, tidak suka, atau enggan terlibat dalam tugas yang memerlukan proses mental yang lama







Sering kehilangan barang miliknya







Mudah terganggu stimulus dari luar







Sering lupa dengan aktivitas sehari-hari



2. Hiperaktivitas-Impulsivitas. Perilaku yang disebabkan oleh hiperkativitas-impulsivitas antara lain:  Gelisah atau sering menggeliat di tempat duduk  Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana seharusnya duduk tenang  Berlari berlebihan atau menanjat-manjat yang tidak tepat sutuasi  Kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas yag menyangkan  Seolah selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin  Berbicara terlalu banyak  Sering



menjawab



pertanyaan



sebelum



selesai



diberikan



(impulsivitas)  Terkadang gejala tersebut juga diikuti oleh agresifitas dalam bentuk sering mendesak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain; sering memulai perkelahian; menggunakan senjata tajam yang dapat melukai orang lain; berlaku kasar secara fisik terhadap orang lain; menyiksa binatang; menyanggah jika dikonfrontasi dengan korban dari perilakunya; memaksa orang lain melakukan aktivitas seksual Berdasarkan PPDGJ III, gangguan ini dapat ditegakkan dengan memenuhi kriteria umum mengenai gangguan hiperkinetik (F90). F90. Gangguan Hiperkinetik



7



Pedoman diagnostik: a. Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini menjadi syarat  mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik) b. Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anakanak ini sering kali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya  terhadap tugas yang satu karena perhatiannya tertarik pada hal lain. Berkurangnya ketekunan dan perhatian ini seharunya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama. c. Hiperaktivitas



dinyatakan



dalam



kegelisahan



yang 



berlebihan,



khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini tergantung pada situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau melompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak itu tetap duduk, terlalu banyak bicara dan ribut, atau kegugupan/kegelisahan dan berputar-putar atau berbelit-belit. Tolok ukur untuk penilaiannya ialah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anak-anak yang sama umur dan nilai IQ-nya. Ciri khas perilaku ini paling nyata di dalam suatu situasi yang berstruktur dan diatur yang menuntun suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi. d. Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu diagnosis, namun demikian ia ia dapat mendukung. Kecerobohan dalam hubungan-hubungan sosial, kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsif melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya), kesemuanya merupakan ciri khas dari anak-anak dengan gangguan ini.



8



e. Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah di catat secara terpisah bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis aktual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya. f.Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi ataupun kriteria iklusi untuk diagnosis utamanya,tetapi ada tidaknya gejala-gejala itu dijadikan dasar untuk subdivisi utama dari gangguan tersebut. 4. Penanganan



Terdapat



beberapa



penanganan



yang



dapat



dilakukan



untuk



mengembalikan fungsi kerja anak yang mengidap ADHD dengan beberapa terapi, yaitu : a. Terapi Bermain Terapi bermain sering digunakan untuk menangani anak-anak dengan ADHD. Melalui proses bermain anak-anak akan belajar banyak hal, diantaranya : 



Belajar mengenal aturan







Belajar mengendalikan emosi







Belajar menunggu giliran







Belajar membuat perencanaan







Belajar beberapa cara untuk mencapai tujuan melalui proses bermain



b. Terapi Medis Beberapa bukti ilmiah menunjukkan bahwa ADHD berhubungan dengan fungsi otak, terutama pada bagian yang bertanggung jawab mengatur pemusatan perhatian, konsentrasi, pengaturan emosi, dan pengendalian perilaku. Terapi medis biasanya berupa pemberian beberapa macam obat dengan sasaran area tersebut, yaitu membantu memusatkan perhatian dan mengendalikan perilaku, termasuk perilaku agresif.



9



c. Terapi Back in Control Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik untuk



menangani



anak



dengan 



ADHD



adalah



dengan



mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode penanganan. Program terapi “Back in Control” dikembangkan oleh Gregory Bodenhamer. Program ini berbasis pada sistem yang berdasar pada aturan, jadi tidak tergantung pada keinginan anak untuk patuh. Program ini lebih cenderung ke sistem training bagi orang tua yang diharapkan dapat menciptakan sistem aturan yang berlaku di rumah sehingga dapat mengubah perilaku anak. Peningkatan efektivitas program, sebaiknya dilakukan dengan kerja sama antara orang tua dengan pihak sekolah untuk melakukan proses yang sama bagi anaknya ketika dia di sekolah. Orang tua harus selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dan konsisten atas program yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini dilaksanakan bersama-sama dengan pihak sekolah  maka orang tua sangat memerlukan keterlibatan guru dan petugas di sekolah untuk melakukan proses monitoring dan evaluasi. Dalam program ini, yang harus dilakuan orang tua adalah : 



Buat aturan sejelas mungkin sehingga pengasuh pun dapat mendukung pelaksanaan tanpa banyak penyimpangan.







Jalankan aturan tersebut dengan ketat







Jangan memberi imbalan atau hukuman atas tanggapan terhadap aturan itu. Jalankan saja sesuai yang sudah ditetapkan







Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan. Gunakan kata-kata kunci yang tidak akan diperdebatkan.



10



E. Autisme 1. Definisi



Autism berasal dari kata Auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autism baru diperkenalkan sejak tahun 1943 (Handojo, 2006). Autis atau autism adalah salah satu dari lima tipe gangguan perkembangan pervasif (PDD), yang ditandai tampilnya abnormalitas pada domain interaksi sosial. Autism merupakan tipe yang paling populer dari PDD. Autism mengacu pada problem dengan interaksi sosial, komunikasi, dan bermain imajinatif yang mulai muncul sejak anak berusia di bawah 3 tahun. Anak penyandang autism mempunyai keterbatasan pada level aktivitas dan interest. Hampir 75% dari anak autis pun mengalami beberapa derajat retardasi mental (Priyatna, 2010). Autism merupakan sebuah sindrom patologis yang jarang namun serius, menimpa individu di masa kanak-kanak, dicirikan kondisi penarikan diri total, kurangnya kemampuan meresponse secara sesuai atau kurangnya minat kepada orang lain, gangguan komunikasi dan linguistik serius, dan kegagalan untuk mengembangkan attachment normal (Reber & Reber, 2010) Perilaku autism digolongkan dalam dua jenis, yaitu perilaku yang eksesif (berlebihan) dan perilaku yang defisit (berkekurangan). Yang termasuk perilaku eksesif adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menendang, menggigit, mencakar, memukul, dsb. Sering juga terjadi anak menyakiti diri sendiri (self abuse). Perilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai (naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tapi untuk meraih kue), defisit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar, dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab, dan melamun (Handojo, 2006).



11



2. Faktor Penyebab



Sampai saat ini, para ilmuwan belum yakin pada apa yang menjadi penyebab autism, tetapi kemungkinan besar berhubungan erat dengan faktor genetika dan pengaruh lingkungan. Penelitian pada individu dengan autism menemukan adanya penyimpangan di beberapa area pada otak. Penelitian lain menunjukkan bahwa individu dengan autism mempunyai level abnormal dari serotonin atau neurotransmitter lain di otak (Priyatna, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa kelainan autism dapat saja timbul akibat terjadi disrupsi perkembangan otak normal pada masa awal pekembangan janin yang disebabkan karena adanya cacat pada gen yang mengatur pertumbuhan otak dan gen yang mengatur bagaimana neuron saling berkomunikasi satu sama lain (Priyatna, 2010). Beberapa ahli menyebutkan autism disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autism disebabkan oleh psikiatri / jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa disebabkan oleh kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat yang beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah pada tingkah laku dan fisik termasuk autism (Handojo, 2006). Banyak pakar telah sepakat bahwa pada otak anak autism dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Ada tiga lokasi di otak yang ternyata mengalami kelainan neuro-anatomis. Sebab timbulnya kelainan tersebut belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar, mulai dengan penyebab genetika, infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa gangguan



tersebut



terjadi



pada



fase



pembentukan



organ-organ



(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0-4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu (Handojo, 2006). Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar ditemukan beberapa fakta yaitu adanya kelainan anatomis pada lobus parietalis, cerebellum dan sistem



12



limbiknya. 43% penyandang autism mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi. Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin. Akibtanya terjadi gangguan atau kekacauan lalu-lalang impuls di otak. Ditemukan pula kelainan pada sistem limbik yaitu pada hippocampus dan amygdala. Akibatnya terjadi gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat pasif. Amygdala juga bertanggung pendengaran,



jawab



terhadap



penglihatan,



berbagai



penciuman,



rangsang perabaan,



sensoris dan



rasa



seperti takut.



Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan dalam menyimpan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang, aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus (Handojo, 2006). Sementara itu, beberapa faktor risiko yang mungkin untuk autism meliputi: a. Telat menjadi orang tua (advanced age of parents) Menurut hasil penelitian, kombinasi dari hereditas dan mutasi genetik spontan adalah akar dari sebagian besar kasus autism. Mutasi genetik tersebut terjadi diduga akibat tren masyarakat saat ini, yaitu melambatkan diri untuk menikah, hamil, dan punya anak karena alasan tertentu. Minoritas kaum autism disebabkan oleh mutasi yang diwarisi dari salah satu orang tua (kebanyakan dari ibu). Keturunannya mempunyai kesempatan 50% untuk mewarisi mutasi tersebut. Orang tua memiliki mutasi seperti itu tetapi tidak menampilkan simtom yang parah bagi dirinya sendiri. b. Mutasi genetik spontan dengan penyebab yang tidak diketahui Setidaknya 15% dari anak dengan autism memiliki mutasi-mutasi genetik yang bukan merupakan warisan dari orang tua mereka. Mutasi baru yang



13



spontan ini seringkali ditemukan pada anak yang megidap autism klasik. Anak-anak yang sedang tumbuh hanya berpeluang sekitar 1% untuk mempunyai mutasi spotan. Anak-anak autism mempunyai mutasi, tetapi tidak semua dari mereka berbagi mutasi yang sama. Dalam hal ini ada banyak mutasi berbeda yang terjadi di kalangan anak dengan autism. c. Genetika dan autism versus hereditas dan autism Hanya sebagian kecil anak mengidap autism karena keturunan, sementara yang lainnya berhubungan erat dengan faktor genetika. d. Bobot bayi lahir rendah (BBLR) dan lahir prematur Temuan hasil penelitian untuk risiko BBLR dan lahir prematur dengan autism adalah: 1) BBLR dengan bobot kurang dari 5,5 pound mempunyai resiko 2,3 kali lebih besar untuk mengidap autism dibandingkan dengan bayi lahir normal. 2) Bayi perempuan dengan BBLR mempunyai resiko tiga kali atau bahkan lebih tinggi untuk mengembangkan autism, dibandingkan bayi laki-laki BBLR. 3) Risiko dari BBLR dan lahir prematur tidak Cuma autism, tetapi dapat pula autism yang disertai dengan gangguan perkembangan lainnya. Bayi dengan bobot lahir kurang dari 2.500 g dan kelahiran prematur pada kehamilan kurang dari 33 minggu berhubungan dengan resiko peningkatan sekitar dua kali lipat untuk mengidap autism. 5.



Simtom dan Diagnosis



Simtom-simtom utama dalam autism adalha ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, berbagai masalah komunikasi, mencakup kegagalan untuk mempelajari bahasa atau ketidakwajaran bicara seperti ekolalia dan pembalikan kata ganti, serta mempertahankan kesamaan, yaitu suatu keinginan obsesif untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari dan



14



lingkungan sekelilingnya selalu sama persis (Davidson, Neale & Kring, 2010). Untuk dapat mengenal autism dengan baik diperlukan diagnosis yang luas, karena individu dengan autisme ada yang mempunyai IQ yang tinggi dan ada pula yang mengidap retardasi mental, ada yang senang ngobrol (chatty) dan ada juga yang pendiam sediam-diamnya, ada yang berperilaku metodis dan ada pula yang acak-acakan (disorganized). Karakter pokok dari autism antara lain: adanya gangguan pada domain interaksi sosial, bermasalah dengan komunikasi verbal dan nonverbal, dan tampilnya suatu aktivitas dengan interest yang tidak biasa, repetitif, atau sangat unik dan boleh jadi tidak kita pahami sama sekali (Priyatna, 2010). Munculnya perilaku-perilaku tersebut pada setiap individu dengan autism bervariasi, mulai dari level rendah sampai ke level cacat (disable). Saat masih berusia infant, anak dengan autism sudah mulai menampilkan perilaku tidak responsif terhadap orang lain, atau dia hanya berfokus dengan intent pada satu item tertentu dengan mengesampingkan kehadiran orang lain untuk jangka waktu yang lama. Menginjak usia anak-anak, individu dengan autism boleh jadi mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal seperti anak lain seusianya. Namun secara perlahan terjadi penarikan-penarikan dan kemudian dia pun menjadi tidak peduli terhadap keterlibatan sosial (Priyatna, 2010). Anak-anak dengan autism dapat: a. Gagal merespons saat dipanggil namanya sendiri dan seringkali menghindari kontak mata dengan orang lain. b. Mengalami kesulitan untuk menafsirkan apa yang sedang dipikirkan atau dirasakan oran lain. Mereka tidak mampu memahami isyaratisyarat sosial yang berlaku, cenderung bersikap cuek saat ada yang mengajak bercakap kepadanya, tidak memperhatikan raut muka lawan bicara untuk menyesuaikan perilaku yang harus ditampilkan, serta kurangnya rasa empati.



15



Anak dengan autism suka melakukan gerak repetitif seperti melompat-lompat, berputar-putar, ataupun menampilkan perilaku menganiaya dirinya sendiri seperti menggigit lengan sendiri atau membenturkan kepalanya. Mereka terlambat menguasai kealian dalam berbicara dari anak-anak lain seusianya. Anak dengan autism tidak tahu cara bermain secara interakif dengan anak lain. Banyak anak dengan autism yang mengalami penurunan sensitivitas terhadap nyeri, tetap bereaksi over-sensitive terhadap suara, sentuhan, atau rangsangan sensori lain. Anak-anak dengan autism pun beresiko lenih tinggi untuk mengalami beberapa kondisi penyerta (co-existing conditions) lainnya, termasuk sindrom kerapuhan X (yang menyebabkan retardasi mental), tuberous sclerosis, kejang epilepsi, sindrom Tourette, ketidakmampuan belajar, dan gangguan defisit atensi (Priyatna, 2010). Derajat keparahan dan simtom dari autism sangat bervariasi, terutama pada pengidap autism ringan. Perilaku inti autism antara lain: a.



Ketidakmampuan



untuk



membangun



hubungan



pertemanan



dengan kawan-kawan sebayanya. b.



Sulit memulai suatu percakapan, dan setelah terjadi percakapan pun kembali dia kesulitan untuk tetap nyambung



c.



Tidak adanya atau kurangnya kemampuan untuk bermain imajinatif dan sosial saat dia bermain dengan anak-anak lain seusianya



d.



Penggunaan bahasa yang stereotip, repetitif, dan tidak biasa.



e.



Pola interest (minat) yang sangat ketat dan tidak boleh diganggu siapa pun, dengan intensitas dan fokus yang abnormal



f.



Preokupasi (keasyikan) pada objek tertentu atau subjek tertentu



g.



Kepatuhan yang tidak fleksibel terhadap suatu rutinitas atau ritual tertentu.



Gejala autism dapat timbul sejak lahir dan anak tidak pernah mengalami perkembangan perilaku yang normal. Namun ada juga anak yang sejak lahir tampak normal dan baru pada usia sekitar dua tahun



16



terjadi hambatan perkembangan pada perilakunya dan bahkan kemudian terjadi kemunduran (regresi). Kesulitan dalam diagnosis dapat terjadi jika selain autism, anak juga menderita gangguan lain seperti hiperaktivitas, epilepsi, retardasi mental, sindroma Down, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena seringkali perhatian tertuju pada gangguan penyerta, sehingga gangguan autismnya sendiri luput terdiagnosis (Handojo, 2006). a. Keterlambatan atau keberfungsian abnormal dalam minimal satu dari bidang berikut yang berawal sebelum usia tiga tahun, yaitu interaksi sosial, bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau permainan imajinatif (cara bermain yang kurang variatif). b. Bukan disebabkan oleh sindrom Rett atau gangguan disintegratif di masa kanak-kanak. 6.



Penanganan



Penanganan yang paling menjanjikan untuk autism adalah penanganan yang berciri psikologis, melibatkan prosedur modeling dan pengondisian operant. Meskipun prognosis anak-anak autism secara umum tetap buruk, penelitian mutakhir menunjukkan bahwa penanganan behavioral intensif yang melibatkan orang tua sebagai terapis anak dapat memungkinkan beberapa anak tersebut berpartisipasi dengan baik dalam hubungan sosial yang normal. Berbagai penanganan dengan obat-obatan telah diberikan, namun terbukti kurang efektif dibanding intervensi behavioral (Davidson, Neale & Kring, 2010). Autis masih menjadi misteri yang belum terpecahkan sepenuhnya oleh kedokteran. Para pakar belum sepakat soal penyebab penyakit ini. Namun, sebagian pakar setuju bahwa sindrom autis terjadi karena kelainan pada otak. Hingga kini, bisa tidaknya autis di sembuhkan (total) juga masih menjadi pertentangan dalam dunia kedokteran dan psikologi. Namun orang tua hendaknya harus mencoba berbagai terapi. Penanganan yang diberikan juga harus di sesuaikan dengan gejala yang di perlihatkan oleh



anak



17



tersebut.



Anak



autis



yang



memiliki



inteligensi



rata-rata,



mampu



berkomunikasi dan tidak memiliki perilaku yang melukai diri sendiri maupun orang lain. Hal tersebut berbeda fokus penanganannya dengan anak autis yang memiliki mental retardasi, tidak berbicara, serta memiliki perilaku yang melukai diri sendiri atau orang lain. Saat ini ada berbagai terapi autis, baik yang diakui oleh dunia medis maupun yang masih berdasarkan disiplin ilmu tradisional. Diharapkan dengan mencoba terapi ini anak yang mengalami autis bisa berkembang lebih baik. (Kosasih, 2012). Macam-macam terapi autis di antaranya sebagai berikut: 1.



Metode ABA (Applied Behavioral Analysis) Kelebihan metode ini dari metode lain adalah sifatnya yang sangat terstruktur, kurikulumnya jelas dan keberhasilannya bisa dinilai secara objectif. Dan penatalaksanaannya dilakukan selama 4-8 jam sehari. Dalam metode ini, anak dilatih berbagai macam keterampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat, misalnya berkomunikasi, berinteraksi, berbicara dan berbahasa. Di Indonesia metode ini lebih dikenal



dengan



metode



Lovaas



(mama



orang



yang



mengembangkannya) di Yayasan Autis Indonesia (YAI). 2.



Masuk kelompok khusus Di kelompok ini mereka mendapatkan kurikulum yang khusus dirancang secara individual. Mereka yang belum siap masuk ke dalam kelompok bermain, bisa diikutsertakan kedalam kelompok khusus. Disini anak akan mendapatkan penanganan terpadu yang melibatkan berbagai tenaga ahli seperti psikeater, psikologi, terapis wicara, terapis



okupasi,



dan



ortopedagok.



Sayangnya



tidak



semua



penyandang autis bisa mengikuti pendidikan formal meskipun tingkat kecerdasannya masih bisa masuk ke sekolah luar biasa atau SLB dikarenakan jika perilaku si anak tidak bisa diperbaiki seperti agresif, hiperaktif, dan tidak bisa berkonsentrasi. 3.



Penggunaan alat bantu



18



Banyak anak autism belajar lebih baik dengan menggunakan penglihatannya.



Dengan



berkonsentrasi.



Alat



memperlihatkan



bantu



visual



gambar



dapat



kita



anak buat



dapat dengan



menggunakan benda konkret, foto berwarna atau gambar. Alat bantu visual dapat membantu anak mengerti tentang sesuatu yang akan terjadi yaitu dengan menggunakan urutan gambar, misalnya gambar aktivitas makan. 4.



Terapi-terapi lainnya, dibagi menjadi : a.



Terapi akupuntur: metode tusuk jarum ini diharapkan bisa menstimulasi sistem saraf pada otak hingga dapat bekerja kembali.



b.



Terapi



musik:



musik



diharapkan



memberikan



getaran



gelombang yang akan berpengaruh terhadap permukaan membran otak. c.



Terapi perilaku: tujuannya agar anak dapat memfokuskan perhatian,



bersosialisai



dengan



lingkungannya



unutk



meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara instensif, teratur, dan konsisten pada usia dini. Terapi perilaku terdiri dari terapi wicara, terapi okupasi dan menghilangkan perilaku asosial. d. Terapi anggota keluarga: orang tua yang memiliki anak autis harus mendampingi dan memberi perhatian penuh pada anak hingga terbentuk ikatan emosional yang kuat (Kosasih, 2012).



BAB III Asuhan keperawatan



A. BDHD 1. Pengkajian



Menurut Hidayat (2005) pengkajian perkembangan anak berdasarkan umur atau usia anak antara lain Neonatus (0-28 hari) a.



Apakah ketika dilahirkan neonatus menangis ?



b.



Bagaimana kemampuan memutar-mutar kepala ?



c.



Bagaimana kemampuan menghisap ?



d.



Kapan mulai mengangkat kepala ?



e.



Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita memberikan respons terhadap jari atau tangan) ?



f.



Bagaimana kemampuan berbahasa anak (menangis, bereaksi terhadap su`ra atau bel) ?



g.



Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi (misalnya tersenyum dan mulai menatap muka untuk mengenali seseorang ?



Masa bayi /Infant (28 – 1 tahun) Bayi usia 1-4 bulan. a. Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang, dapat duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk dipangkuan ketika disokong



19



20



pada posisi berdiri, komtrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring terlentang, berguling dari terlentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi danm berusaha untuk merangkan) ? b. Bagaimanan kemampuan motorik halus anak (misalnya memegang suatu objek, mengikuti objek dari satu sisi ke sisi lain, mencoba memegang benda dan memaksukkan dalam mulut, memegang benda tetapi terlepas, memperhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, menagan benda di tangan walaupun hanya sebentar)? c. Bagimana kemampuan berbahasan anak (kemampuan bersuara dan tersenyum, dapat berbunyi huruf hidup, berceloteh, mulai mampu mengucapkan kata ooh/ahh, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan atau berekasi dengan mengoceh) ? d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : mengamati tangannya, tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak tersenyum,



mengenal



ibunya



dengan



penglihatan,



penciuman,



pendengaran dan kontak, tersenyum pada wajah manusia, walaupun tidur dalams ehari lebih sedikit dari waktu terhaga, membentuk siklus tidur bangun, menangis menjadi sesuatu yang berbeda, membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak dikenal, senang menatap wajahwajah yang dikenalnya, diam saja apabila ada orang asing) ?



Bayi Umur 4-8 bulan a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya dapat telungkup pada alas dan sudah mulau mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya dan pada bulan keempat sudah mulai mampu memalingkan ke kanan dan ke kiri , sudah mulai mampu duduk dengan kepala tegak, sudah mampu membalik badan, bangkit dengan kepala tegak, menumpu beban pada kaki dan dada terangkat dan menumpu pada lengan, berayun ke depan dan



21



kebelakang, berguling dari terlentang ke tengkurap dan dapat dudu dengan bantuan selama waktu singkat) ? b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : sudah mulai mengamati benda, mulai menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi benda yangs edang dipegang, mengambil objek dengan tangan tertangkup, mampu menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan, memindahkan obajek dari satu tangan ke tangan yang lain) ? c. Bagaimana kemampuan berbahasan anak (misalnya : menirukan bunyi atau kata-kata, menolek ke arah suara dan menoleh ke arah sumber bunyi, tertawa, menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak, menggunakan kata yang terdiri dari dua suku kata dan dapat membuat dua bunyi vokal yang bersamaan seperti ba-ba)? d. Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (misalnya merasa terpaksa jika ada orang asing, mulai bermain dengan mainan, takut akan kehadiran orang asing, mudah frustasi dan memukul-mukul dengan lengan dan kaki jika sedang kesal)?



Bayi Umur 8-12 bulan a. Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit terus berdiri, berdiri 2 detik dan berdiri sendiri) ? b. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya mencari dan meraih benda kecil, bila diberi kubus mampu memindahkannya, mampu mengambilnya dan mampu memegang dengan jari dan ibu jari, membenturkannya ketempatnya)?



dan



mampy



menaruh



benda



atau



kubus



22



c. Bagaimana



perkembangan



berbahasa



anak



(misalnya



:



mulai



mengatakan papa mama yang belum spesifik, mengoceh hingga mengatakan dengan spesifik, dapat mengucapkan 1-2 kata)? d. Bagaimana perkembangan kemampuan adaptasi sosial anak (misalnya kemampuan bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah mulai minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang lain, main-main bola atau lainnya dengan orang) ?



Masa Toddler a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: mampu melanhkah dan berjalan tegak, mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang, mampu berlari-lari kecil, menendang bolan dan mulai melompat)? b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : mencoba menyusun atau membuat menara pada kubus)? c. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (misalnya : memiliki sepuluh perbendaharaan kata, mampu menirukan dan mengenal serta responsif terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukkan lambaian anggota badan) ? d. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi sosial (misalnya: membantu kegiatan di rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju) ?



Masa Prasekolah (Preschool) a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkan dan berjalan dengan bantuan) ?



23



b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian, memilih garis yang lebih panjang dan menggambar orang, melepas objek dengan jari lurus, mampu menjepit benda, melambaikan tangan, menggunakan tangannya untuk bermain, menempatkan objek ke dalam wadah, makan



sendiri,



minum



dari cangkir



dengan



bantuan



menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan jari, membuat coretan diatas kertas)? c. Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mampu menyebutkan empat gambar, menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung atau mengartikan dua kata, mengerti empat kata depan, mengertio beberapa kata sifat dan sebagainya, menggunakan bunyi yntum mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas, menirukan bebagai bunyi kata, memahami arti larangan, berespons terhadap panggilan dan orang-orang anggota keluarga dekat)? d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : bermain dengan permainan sederhana, menagis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh, menunjukkan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, mengenali anggota keluarga) ?



Masa school age a.



Bagaimana kemampuan kemandirian anak dilingkungan luar rumah ?



b.



Bagaimana kemampuan anak mengatasi masalah yang dialami disekolah ?



c.



Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (menyesuaikan dengan lingkungan sekolah)?



d.



Bagaimana kepercayaan diri anak saat berada di sekolah ?



e.



Bagaimana rasa tanggung jawab anak dalam mengerjakan tugas di sekolah?



24



f.



Bagaimana kemampuan anak dalam berinteraksi sosial dengan teman sekolah ?



g.



Bagaimana ketrampilan membaca dan menulis anak ?



h.



Bagaimana kemampua anak dalam belajar di sekolah ?



Masa adolensence a. Bagaimana kemampuan remaja dalam mengatasi masalah yang dialami secara mandiri ? b. Bagaimanan kemampuan remaja dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan bentuk dan fungsi tubuh yang dialami ? c. Bagaimana kematangan identitas seksual ? d. Bagaimana remaja dapat menjalankan tugas perkembangannya sebagai remaja ? e. Bagaiman kemampuan remaja dalam membantu pekerjaan orang tua di rumah (misalnya membersihkan rumah,memasak) ?



Menurut Videbeck (2008) pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt Hiperactivity Disorder (ADHD) antara lain : Pengkajian riwayat penyakit 1. Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia todler atau masuk sekolah atau day care. 2. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau bahkan perilaku yang membahayakan di rumah. 3. Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi perilaku anak.



25



4. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan anak atau mengubah perilaku anak dans emua itu sebagian besar tidak berhasil.



Penampilan umum dan perilaku motorik 1.



Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat serta bergoyang-goyang saat mencoba melakukannya.



2.



Anak mungkin lari mengelilingi ruangan dari satu benda ke benda lain dengan sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.



3.



Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.



4.



Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tahap perkembangannya



    Mood dan Afek 1.



Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau temper tantrum.



2.



Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.



3.



Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.



4.



Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan dan kemarahan



Proses dan isi pikir



26



1. Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk mengkaji anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tahap perkembangan Sensorium dan proses intelektual. 2. Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi seperti halusinasi. 3. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi tergangguan secara nyata. 4. Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau 3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan. 5. Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat berhenti memikirkan sesuati. 6. Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang mampu menyelesaikan tugas



Penilaian dan daya tilik diri 1. Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang buruk dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak 2. Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan impulsif, seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi. 3. Meskipun sulit untuk mengkaji penilaian dan daya tilik pada anak kecil. 4. Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika dibandingkan dengan anak seusianya. 5. Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.



27



6. Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang menyukaiku di sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan perilaku mereka sendiri                        Konsep diri 1. Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapis ecara umum harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah. 2. Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat mempunyai banyak teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk. 3. Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai orang yang buruk dan bodoh                        Peran dan hubungan 1.



Anak biasanya tidak berhasil dis ekolah, baik secara akademik maupun sosial.



2.



Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang menyebabkan perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.



3.



Orang tua sering menyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan diterapi.



4.



Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan yang terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik, bahkan memukul orang tua atau merusak barang-barang miliki keluarga.



5.



Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik.



28



6.



Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami ADHD yang meningkatkan penolakan anak.



                 Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri 1. Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan. Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah yang terjadi. Jika anak melakukan perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera fisik.



7.



Diagnosa Keperawatan



Menurut Videbeck (2008), Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak yang mengalami ADHD antara lain : 1. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsif. 2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengankelainan fungsi dari system keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan pengabaian anak. 3. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah 4. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan



29



5. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif



8.



Intervensi Keperawatan



Menurut Videbeck (2008), Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007) intervensi keperawatan yang dapat dirumuskan untuk mengatasi diagnosa keperawatan diatas antara lain : 1. Isolasi sosial menarik diri berhubungan harga diri rendah sekunder terhadap prestasi yang buruk Tujuan : Anak dapat mengembangkan hubungan dengan orang lain ataua nak lain dengan kriteria hasil : 1.



Berhasil menyelesaikan kewajiban atau tugas dengan bantuan



2.



Menunjukkan keterampilan sosial yang dapat diterima ketika berinteraksi dengan staf atau anggota keluarga



3.



Berhasil berpartisipasi dalam lingkungan pendidikan



4.



Menunjukkan kemampuan menyelesaikan satu tugas secara mandiri



5.



Menunjukkan kemampuan menyelesaikan tugas dengan diingatkan



6.



Mengungkapkan pernyataan positif tentang dirinya



7.



Menunjukkan keberhasilan interaksi dengan anggota keluarga



Intervensi: 



Identifikasi faktor yang memperburuk dan mengurangi perilaku klien.



30



Rasional : Stimulus eksternal yang memperburuk masalah klien dapat diidentifikasi dan diminimalkan. Demikian juga stimulus yang mempengaruhi klien secara positif dapat digunakan dengan efektif 



Berikan lingkungan yang sedapat mungkin bebas dari distraksi. Lakukan intervensi satu pasien-satu perawat dan secara bertahap tingkatkan jumlah stimulus lingkungan Rasional : Kemampuan klien untuk menghadapi stimulus eksternal terganggu







Tarik perhatian klien sebelum memberikan instruksi (yaitu panggil nama klien dan lakukan kontak mata) Rasional : Klien harus mendengarkan instruksi sebagai langkah awal untuk patuh]







Berikan instruksi secara secara berlahan dengan menggunakan bahasa yangs ederhana dan petunjukk yang kongkret Rasional : Kemampuan klien dalam memahami instruksi terganggu (terutama jika instruksi tersebut kompleks dan abstraks)







Minta klien untuk mengulangi instruksi sebelum memulai tugas Rasional : Pengulangan menunjukkan bahwa klien menerima informasi yang akurat







Bagi tugas yang kompleks menjadi rugas-tugas kecil Rasional : Kemungkinan untuk berhasil akan meningkat dengan kurangnya komponen tugas yang rumit







Barikan umpan balik positif untuk pencapaian setiap tahap Rasional : Kesempatan klien untuk mendapatkan keberhasilan dapat meningkat dengan memperlakukan setiap tahap sebagai kesempatan untuk berhasil



31







Izinkan berisitirahat klien dapat berjalan-jalan Rasional : Energi kegelisahan klien dapat disalurkan melalui cara yang tepat/dapat diterima sehingga ia dapat menyelesaikan tugas yang akan datang dengan lebih efektif







Jelaskan harapan untuk penyelesaian tugas dengan jelas Rasional : Klien harus mengerti harapan yang diminta sebelum ia dapat mengusahakan penyelesaian tugas







Bantu klienmenyelesaikan tugas pada awalnya Rasional



:



Jika



klien



tidak



mampu



menyelesaikan



menyelesaikan tugas secara mandiri, memberi bantuan akan memungkinkan klien untuk berhasil dan menunjukkan cara menyelesaikan tugas 2. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif Tujuan : Anak



memperlihatkan



perasaan-perasaan



nilai



diri



yang



meningkat saat pulang, ditandai dengan Espresi-ekspresi verbal dari aspek-aspek positif tentang diri, pencapaian masalalu dan prospek-prospek masa depan Mampu mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri Anap berpartisipasi dalam aktivitasaktivitas baru tanpa memperlihatkan rasa takut yang ektrim terhadap kegagalan. Intervensi : 



Pastikan bahwa sasaran-sasaran yang akan dicapat adalah realistis Rasional : Hal ini penting bagi pasien untuk mencapai sesuatu, maka rencana untuk aktivitas-aktivitas di mana kemungkinan



32



untuk sukse adalah mungkin dan kesuksesan ini dapat meningkatkan harga diri anak 



Sampaikan perhartian tanpa syarat bagi pasien Rasional : Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadap anak sebagai makhluk hidup yang berguna dapat meningkatkan harga diri







Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada satu ke satu basis dan pada aktivitas-aktivitas kelompok Rasional : Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa dia berharga bagi waktu anda







Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari diri anak Rasional



:



Aspek



positif



yang



dimiliki



anak



dapat



mengembangkan rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang dilihatnya sebagai hal yang negatif. 



Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu mekanisme sikap defensif Rasional : Memberikan bantuan yang positif bagi identifikasi amsalah dan pengembangan dari perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif. Penguatan positif membantu meningkatkan harga diri dan meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh pasien







Memberikan dorongan dan dukungan kepada pasien dalam menghadapi rasa takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan melaksanakan tugas-tugas baru dan berikan pengakuan tentang kerja keras yang berhasil dengan penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan



33



Rasional : Pengakuan dan pengyatan positif meningkatkan harga diri 



Beri umpan balik positif kepada klien jika melakukan perilaku yang mendekati pencapaian tugas Rasional : Pendekatan ini yang disebut shaping adalah prosedur perilaku ketika pendekatan yang beturut-turut akan perilaku yang



diinginkan,



dikuatkan



secara



positid.



Hal



ini



memungkinkan untuk memberikan penghargaan kepada klien saat ia menunjukkan harapan yang sebenarnya secara bertahap.



3. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsif Tujuan : Anak tidak akan melukai diri sendiri atau orang lain dengen kriteria hasil: 1.



Kecemasan dipertahankan pada tingkat di mana pasien merasa tidak perlu melakukan agresi



2.



Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan-perasaan yang sebenarnya



3.



Anak



mengetahui,



mengungkapkan



dan



menerima



kemungkinan konsekuensi dari perilaku maladaptif diri sendiri Intervensi : 



Amati perilaku anak secara sering. Lakukan hal ini melalui aktivitas sehari-hari dan interaksi untuk menghindari timbulnya rasa waspada dan kecurigaan Rasional : Anak-anak pada risiko tinggi untuk melakukan pelanggaran memerlukan pengamatan yang seksama untuk



34



mencegah tindakan yang membahayakan bagi diri sendiri atau orang lain 



Amati terhadap perilaku-perilaku yang mengarah pada tindakan bunuh diri



Rasional : Peryataan-pernyataan verbal seperti "Saya akan bunuh diri, " atau "Tak lama ibu saya tidak perlu lagi menyusahkan diri karena saxa" atau perilaku-perilaku non verbal seperti memnbagi-bagikan



barang-barang



yang



disenangi,



alam



perasaan berubah. Kebanyakan anak yang mencoba untuk bunuh diri telah menyampaikan maksudnya, baik secara verbal atau nonverbal. 



Tentukan maksud dan alat-alat yang memungkinkan untuk bunuh diri. Tanyakan " Apakah anda mempunyai rencana untuk bunuh diri?" dan "Bagaimana rencana anda untuk melakukannya



Rasional : Pertanyaan-pertanyaan yang langsung, menyeluruh dan mendekati adalah cocok untuk hal seperti ini. Anak yang mempunyai rencana yang dapat digunakan adalah berisiko lebih tinggi dari pada yang tidak 



Dapatkan kontrak verbal ataupun tertulis dari anak yang menyatakan persetujuannya untuk tidak mencelakaka diri sendiri dan menyetujui untuk mencari staf pada keadaan dimana pemikiran kearah tersebut timbul



Rasional : Diskusi tentang perasaan-perasaan untuk bunuh diri dengan seseorang yang dipercaya memberikan suatu derajat perasaan



lega



pada



anak.



Suatu



perjanjian



membuat



permasalahan menjadi terbuka dan menempatkan beberapa tanggung jawab bagi keselamatan dengan anak. Suatu sikap



35



menerima anak sebagai seseorang yang patut diperhatikan telah disampaikan. 



Bantu anak mengenali kapan kemarahan terjadi dan untuk menerima perasaan-perasaan tersebut sebagai miliknya sendiri. Apakah anak telah menyimpan suatu : buku catatan kemarahan" dimana catatan yang dialami dalam 24 jam disimpan.



Rasional : Informasi mengenai sumber tambahan dari merahan, respon perilaku dan persepsia nak terhadap situasi juga harus dicatat. Diskusikan asupan data dengan anak, anjurkan juga respons-respons perilaku alternatif yang diidentifikasi sebagai maladaptif. 



Bertindak sebagai model peran untuk ekspresi yang sesuai dari percobaan memastikan



Rasional : Hal ini vital bahwa anak mengekspresikan perasaanperasaan marah, karena bunuh diri dan perilaku merusak diri sendiri lainnya seringkali terlihat sebagai suatu akibat dari kemarahan diarahkan pada diri sendiri 



Singkirkan



semua



benda-benda



yang



berbahaya



dari



prioritas



dari



lingkungan anak Rasional



:



Keselamatan



fisik



anak



adalah



keperawatan. 



Cobat untuk mengarahkan perilaku kekerasan fisik untuk ansietas anak (misalnya : kantung pasien untuk latihan tinju, joging, bola voli)



Rasional : Ansietas dan tegangan dapat diredakan dengan aman dan dengan adanya manfaat bagi anak dengan cara ini. 



Usahakan untuk bisa tetap bersama panak jika tingkat kegelisahan dan tegangan mulai meningkat



36



Rasional : Hadirnya seseorang yang dapat dipercaya memberikan rasa aman 



Staf harus mempertahankan dan menyampaikan dengan sikap yang tenang terhadap anak



Rasional : Ansietas adalah sesuatu yang mudah menjalar dan dapat ditransmisikan dari staf ke anak dan sebaliknya. Sikap yang tenang menyampaikan suatu rasa kontrol dan perasaan aman bagi anak. 



Sediakan staf yang cukup yang dapat memperlihatkan kekuatan pada anak jika diperlukan



Rasional : Hal ini menyampaikan pada anak bukti pengendalian terhadap situasi dan memberikan beberapa keamanan fisik bagi staf. 



Berikan obat-obatan penenang sesuai dengan pesanaan dokter atau dapatkan pesanaan jika diperlukan. Pantau kefektifan obatobatan dan efek efek samping yang merugikan



Rasional



:



Obat-obatan



antiansietas



(misalnya



diazepam,



klordiazepoksida, alprazolam) memberikan perasaan terbebas dari efek-efek imobilisasi dari ansietas dan memudahkan kerjasama anak dengan terapi. 



Pembatasan-pembatasan mekanis atau ruangan isolasi akan diperlukan jika intervensi penurunan pembatasan tidak berhasil



Rasional : Ini adalaj hak anak untuk mengharapkan penggunaan teknik-teknik yang menjamin keamanan anak dan orang lain dengan cara-cara yang paling kurang pembatasannya.



37



4. Koping individu tidak efektif berhubungan dengankelainan fungsi dari system keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan pengabaian anak Tujuan : Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang sesuai dengan umur dan dapat diterima sosial dengan kriteria hasil : 1. Anak mampu menundakan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa terpaksa untuk menipulasi orang lain 2. Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial 3. Anak



mampu



mengungkapkan



kemampuan-kemampuan



koping alternatif yang dapat diterima secara sosial sesuai dengan



gaya



hidup



dari



yang



ia



rencanakan



untuk



menggunakannya sebagai respons terhadap rasa frustasi Intervensi: 



Pastikan bahwa sasaran-sasarannya adalah realistis



Rasional : penting bagi anak untuk nmencapai sesuatu, maka rencana untuk aktivitas-aktivitas di mana kemungkinan untuk sukses adalah mungkin. Sukses meningkatkan harga diri 



Sampaikan perhatian tanpa syarat pada anak Rasional : Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadapnya sebagai makhluk hidup yang berguna dapat meningkatkan harga diri







Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada saty ke satu basis dan pada aktivitas-aktivitas kelompok Rasional : Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa dia berharga bagi waktu anda



38







Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari dan dalam mengembangkan rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang lihatnya sebagai negatif Rasional : identifikasi aspek-aspek positif anak dapat membantu mengembangkan aspek positif sehingga mempunyai koping individu yang efektif







Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu mekanisme sikap defensif. Memberikan bantuan yang positif bagi identifikasi masalah dan pengembangan dari perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif Rasional : Penguatan positif membantu meningkatkan harga diri dan meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh anak







Memberi dorongan dan dukungan kepada anak dalam menghadapi rasa takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan melaksanakan tugas-tugas baru. Beri pangakuan tentang kerja keras yang berhasil dan penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan Rasional : Pengakuan dan penguatan positif meningkatkan harga diri



5. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan Tujuan : Anak mampu mempertahankan ansietas di bawah tingkat sedang, sebagaimana yang ditandai oleh tidak adanya perilaku-perilaku yang tidak perilaku yang tidak mampu dalam memberi respons terhadap stres .



39



Intervensi : 



Bentuk hubungan kepercayaan dengan anak. Bersikap jujur, konsisten di dalam berespons dan bersedia. Tunjukkan rasa hormat yang positif dan tulus Rasional



:



Kejujuran,



ketersediaan



dan



penerimaan



meningkatkan kepercayaan pada hubungan anak dengan staf atau perawat 



Sediakan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada penurunan tegangan dan pengurangan ansietas (misalnya berjalan atau joging, bola voli, latihan dengan musik, pekerjaan rumah tangga, permainan-permainan kelompok Rasional : tegangan dan ansietas dilepaskan dengan aman dan dengan manfaat bagi anak melalui aktivitas-aktivitas fisik







Anjurkan anak untuk mengidentifikasi perasaan-perasaan yang sebenarnya dan untuk mengenali sensiri perasaan-perasaan tersebut padanya Rasional : Anak-anak vemas sering menolak hubungan antara masalah-masalah emosi dengan ansietas mereka. Gunakan mekanisme-mekanisme pertahanan projeksi dan pemibdahan yang dilebih-lebihkan







Perawat harus mempertahankan suasana tentang Rasional : Ansietas dengan mudah dapat menular pada orang lain







Tawarkan bantuan pada wajtu-waktu terjadi peningkatan ansietas. Pastikan kembali akan keselamatan fisik dan fisiologis Rasional : Keamanan anak adalah prioritas keperawatan







Penggunaan sentuhan menyenangkan bagi beberaoa anak. Bagaimanapun penggunaannya



juga



anak



harus



berhati-hati



terhadap



40



Rasional



:



sebagaimana



ansietas



dapat



membantu



mengembangkan kecurigaan pada beberapa individu yang dapat salah menafsirkan sentuhan sebagai suatu agresi 



Dengan berkurangnta ansietas, temani anak untuk mengetahui peristiwa-peristiwa tertentu yang mendahului serangannya. Berhasil



pada



respons-respons



alternatif



pada



kejadian



selanjutnyta Rasional : Rencana tindakan memberikan anak perasaan aman untuk penanganan yang lebih berhasil terhadap kondisi yang sulit jika terjadi lagi 



Berikan obat-obatan dengan obat penenang sesuai dengan yang diperintahkan. petunjukkepada



Kaji anak



untuk



keefektifitasannya,



mengenai



kemungkinan



dan



beri



efek-efek



samping yang memberi penharuh berlawanan Rasional : Obat-obatan terhadap ansietas (misalnya diazepam, klordiasepoksida, alprazolam) memberikan perasaan lega terhadap efek-efek yang tidak berjalan dari ansietas dan mempermudah kerjasama anak dengan terapi



9. Evaluasi Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan ADHD antara lain : a. Asietas dipertahankan pada tingkat di mana anak merasa tidak perlu melakukan agresi b. Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan- perasaan yang sebenarnya c. Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan konsekuensi dari perilaku maladaptif diri sendiri d. Anak mengungkapkan dan menerima tanggung jawab terhadap perilakunya sendiri



41



e. Anak



mengungkapkan



korelasi



antara



perasaan-perasaan



ketidakseimbangan dan keperluan untuk mempertahankan ego f. Anak tidak menertawakan atau mengkritik orang lain g. Anak berinteraksi dengan orang lain dalam situasi-situasi kelompok tanpa bersikap defensif h. Anak mencari anggota staf untuk sosial, serta untuk interaksi terapeutik i. Anak telah membentuk dan secara memuaskan mempertahankan, satu hubungan antar probadi dengan pasien lainnya j. Anak dengan suka rela dan sesuai berpartisipasi di dalam aktivitas kelompok k. Anak mengungkapkan alasan-alasan bagi ketidakmampuan untuk membentuk hubungan antar pribadi yang dekat dengan orang lain pada masa lalu l. Anak mampu menunda pemuasan terhadap keinginannya tanpa terpaksa untuk memanipulasi orang lain m. Anak mampu mengeskpresikan kemarahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial n. Anak mampu mengungkapkan kemampuan –kemampuan koping alternatif , dapat diterima secara sosial, sesuai dengan gaya hidup dari yang ia rencanakan untuk menggunakannya sebagai respon terhadap rasa frustasi o. Anak mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri p. Anak



berpartisipasi



dalam



aktivitas-aktivitas



baru



tanpa



memperlihatkan rasa takut yang ektrem terhadap kegiatan q. Anak mampu untuk mengungkapkan perilaku-perilaku yang menjadi tanda ketika ansietas mulai timbul dan tindakan yang sesuai untuk menghentikan perkembangan dari kondisi tersebut r. Anak mampu mempertahankan ansietas pada tingkat yang dapat dikendalikan



42



s. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur t. Tidak ada gangguan-gangguan yang diamati oleh perawat u. Anak mampu untuk memulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai 7 jam tanpa terbangun



B. AUTISME 1. Pengkajian



a. Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga. b. Riwayat keluarga yang terkena autisme. c. Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan. 1) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal. 2) Cedera otak d. Status perkembangan anak. 1) Anak kurang merespon orang lain. 2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh. 3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar. 4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal. 5) Keterbatasan Kongnitif. 10. Pemeriksaan fisik



a. Tidak ada kontak mata pada anak. b. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh). c. Terdapat Ekolalia. d. Tidak ada ekspresi non verbal. e. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain. f. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut. g. Peka terhadap bau.



43



11. Diagnosa Keperawatan



a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain. b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan perasaan. c. Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan. d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.



12. Intervensi



a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain. Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya Intervensi: : 1) Batasi jumlah pengasuh pada anak. 2) Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak. 3) Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan. 4) Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain. 5) Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain. 6) Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan sosialisasi. b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan perasaan. Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain.



44



Intervensi : 1) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak. 2) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media. 3) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara konsisten. 4) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak menguasai. 5) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi. 6) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan. 7) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal. 8) Berikan reward pada keberhasilan anak. 9) Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana. 10) Hindari kebisingan saat berkomunikasi.



c. Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan. Tujuan : Klien tidak menyakiti diriya. Intervensi : 1) Bina hubungan saling percaya. 2) Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari peningkatan kecemasan. 3) Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan. 4) Alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk menurunkan tingkat kecemasan. 5) Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi. 6) Siapkan alat pelindung/proteksi. 7) Pertahankan lingkungan yang aman.



45



d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak. Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut. Intervensi : 1) Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit. 2) Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang berkwalitas baik serta melakukan secara konsisten. 3) Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi anaknya yang spesial. 4) Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan anak autis, seperti kegiatan Autis Awareness Festifal. 5) Berikan informasi mengenai penanganan anak autis. 6) Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan terapi secara konsisten dan kontinue.



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan kiperaktivitas atau yang lebih dikenal dengan Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita temui dalam banyak bentuk dan perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD masih merupakan persoalan yang kontroversial dan banyak dipersoalkan di dunia pendidikan. Beberapa bentuk perilaku yang mungkin pernah kita lihat seperti: seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di dalam kelas, dia selalu bergerak; atau anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada proses belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas; atau seorang anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain. Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu: kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktivitasimpulsivitas. Penyebab ADHD yang tepat belum diketahui dengan jelas, sering dianggap 'disfungsi otak minimal', karena percaya ada kerusakan ringan pada otak. Mereka menemukan bahwa struktur yang menghubungkan kedua belahan otak dan daerah yang mengendalikan ingatan (memori) serta emosi berukuran lebih kecil pada penderita ADHD. Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum



46



47



diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik. Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.



F. Saran Bagi perawat, Diharapkan lebih memberikan motivasi kepada keluarga agar keluarga mengetahui dan mencari informasi tentang perawatan anak pada cerebral palsy. Hal tersebut sangat diharapkan untuk terciptanya pelayanan yang maksimal. 2. Bagi keluarga, Diharapkan keluarga untuk mencari informasi tentang perawatan anak dengan cerebral palsy serta dapat memaksimalkan keadaan pasien yang ada dengan cara mengajak anak ke ahli terapi wicara, ke klinik fisioterapi untuk mencegah terjadinya kontraktur (kekakuan otot), dan memberikan pendidikan anak yang layak (SLB)



48



Dapus: Davidson, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2010). Psikologi abnormal (ed. 9.). Terjemahan oleh Noermalasari Fajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Handojo, Y. (2006). Autisma. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer Kosasih, E. (2012). Cara bijak memahami anak berkebutuhan khusus. Bandung: Yrama Widya Priyatna, A. (2010). Amazing autism!. Jakarta: Kompas Gramedia.