Makalah Kelompok 3 (Adhd) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN BERKEBUTUHAN KHUSUS DENGAN DIAGNOSA MEDIS ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) Dosen Pengajar : Rimba Aprianti, S.Kep., Ners



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15)



Aprilia Wahyunita Ayu Anjelia Eka Putri Dandung Setiadi Eltra Endang Margianti Erna Sari Ferdianto Friska Amelia Krisevi Handayani Niken Ayu Prastika N Nuning Pratiwie Oski Ria Anggraini Septya Florensa Wini Wahidawati Yunira Priskila



(2017.C.09a.0877) (2017.C.09a.0879) (2017.C.09a.0880) (2017.C.09a.0883) (2017.C.09a.0884) (2017.C.09a.0886) (2017.C.09a.0887) (2017.C.09a.0888) (2017.C.09a.0895) (2017.C.09a.0901) (2017.C.09a.0903) (2017.C.09a.0904) (2017.C.09a.0910) (2017.C.09a.0917) (2017.C.09a.0922)



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN TAHUN 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur



khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya



sehingg kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Di makalah ini memaparkan beberapa hal terkait “Laporan Pendahuluan Pada Anak Dengan Berkebutuhan Khusus Dengan Diagnosa Medis Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Adhd)” . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak telah memberikan motivasi baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini ke depannya.



Palangka Raya, 01 Oktober 2019



Penyusun



i



DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit ...............................................................................................3 2.1.1 Definisi ............................................................................................................3 2.1.2 Anatomi fisiologi ............................................................................................4 2.1.3 Etiologi ............................................................................................................5 2.1.4 Klasifikasi .......................................................................................................7 2.1.5 Patofisiologi ....................................................................................................8 2.1.6 Manifestasi Klinik .........................................................................................10 2.1.7 Komplikasi ....................................................................................................12 2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................12 2.1.9 Penatalaksanaan Medis .................................................................................13 BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan ......................................................................................................14 3.2 Saran .................................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan perkembangan neurobehavioral, terutama ditandai oleh adanya masalah perhatian dan hiperaktif. Ini mempengaruhi sekitar 3 sampai 5% anak-anak di seluruh dunia, dengan gejala dimulai sebelum usia 7 tahun dan sekitar 50% kasus berlanjut sampai dewasa (Frank-Briggs, 2011). Berdasarkan penelitian oleh Thomas, Sanders, Doust, Beller, & Glasziou, tahun 2015 prevalensi ADHD diperkirakan sebesar 7,2%. Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan dan gangguan ini dapat terjadi disekolah maupun di rumah (Isaac, 2005). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia sekolah sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat hiperaktif. Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan bantuan professional karena masalah perilaku, datang dengan keluhan yang berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006). Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah anak hiperaktif di beberapa negara 1:1 juta. Sedangkan di Amerika Serikat jumlah anak hiperaktif 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena bila dihitung dari 300 anak yang ada, 15 di antaranya menderita hiperaktif. "Untuk Indonesia sendiri belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif cenderung meningkat (Pikiran rakyat, 2009). Dengan terus meningkatnya jumlah anak dengan ADHD, kami tertarik untuk membahas tentang anak dengan ADHD. Disini kami akan membahas lebih dalam ADHD dan asuhan keperawatannya.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa Definisi ADHD Pada Anak? 2. Apa Anatomi Fisiologi ADHD Pada Anak? 1



2 3. Apa Etiologi ADHD Pada Anak? 4. Apa Klasifikasi ADHD Pada Anak? 5. Bagaimana Patofisiologi ADHD Pada Anak? 6. Bagaimana Manifestasi Klinis ADHD Pada Anak? 7. Bagaimana Komplikasi ADHD Pada Anak? 8. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Pada ADHD Pada Anak? 9. Bagaimana Penatalaksanaan ADHD Pada Anak? 1.3 Tujuan Masalah 1. Untuk Mengetahui Apa Definisi ADHD Pada Anak. 2. Untuk Mengetahui Apa Anatomi Fisiologi ADHD Pada Anak. 3. Untuk Mengetahui Apa Etiologi ADHD Pada Anak. 4. Untuk Mengetahui Apa Klasifikasi ADHD Pada Anak. 5. Untuk Mengetahui Bagaimana Patofisiologi ADHD Pada Anak. 6. Untuk Mengetahui Bagaimana Manifestasi Klinis ADHD Pada Anak. 7. Untuk Mengetahui Bagaimana Komplikasi ADHD Pada Anak. 8. Untuk Mengetahui Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Pada ADHD Pada Anak. 9. Untuk Mengetahui Bagaimana Penatalaksanaan ADHD Pada Anak.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Konsep Penyakit 2.1.1 Definisi



Menurut



American



Academy



Pediactrics,



Attention



Deficit



Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan yang diketahui sebagai gangguan hiperaktifitas defisit-perhatian adalah suatu kondisi kronologis kronis yang diakibatkan dari adanya gangguan fungsi pada sistem sistem saraf pusat dan tidak berkaitan dengan jenis kelamin, tingkat kecerdasan, atau lingkungan kultural. Gangguan hiperaktifitas defisit perhatian adalah istilah terakhir dari serangkaian istilah yang digunakan oleh ahli psikiatri dan neuorologi untuk menjelaskan anak dengan intelegensi normal atau hampir normal, tetapi memperlihatkan pola perilaku abnormal yang terutama ditandai dengan kurangnya perhatian, mudah teralih perhatiannya, inpulsif, dan hiperaktif serta sering disertai gangguan belajar serta agresifitas. ADHD adalah suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah menderita ADHD. Dapat disimpulkan bahwa ADHD adalah gangguan neurobiologis yang menyebabkan kelainan hiperaktifitas, kecenderungan untuk mengalami masalah pemusatan perhatian, kontrol diri, dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi yang mulai ditunjukkan oleh anak sebelum usia 4 tahun, 3



4 dan hal tersebut menyebabkan anak ADHD akan menunjukkan banyak masalah ketika SD karena dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar berbagai ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan.



2.1.2 Anatomi Fisiologi



Bagian dari otak, tertentu mempunyai fungsi dalam pengendalian emosi, mengatur konsentrasi dan pemusatan pergantian serta mengendalikan perilaku hiperaktif dan impulse antara lain 1. Lobus Frontal Bagian lobus frontal membantu kita untuk memfokuskan konsentrasi, membuat keputusan yang baik, mempersiapkan rencana, belajar dan mengingat apa yang telah dipelajari, dan menyesuaikan diri dengan situasi. 2. Mekanisme Inhibitor dari Cortex Mekanisme ini berfungsi untuk mencegah kita berperilaku hiperaktif dan bertindak semaunya serta mengendalikan emosi. 3. Sistem Limbik Merupakan dasar dari emosi. Sistem limbik yang normal akan menghasilkan emosi yang normal, tingkat energi yang normal, waktu tidur yang normal dan kemampuan untuk mengatasi stress yang normal. Gangguan pada sistem limbik akan berpengaruh terhadap keadaan-keadaan tersebut.



5 4. Sistem Aktivasi Reticular Sistem ini berfungsi untuk menerima dan menyaring data yang masuk dari semua pancaindera dan bagian otak lainnya. Gangguan yang ada pada bagianbagian otak tersebut akhirnya turut mengganggu fungsi, kualitas, dan kemampuan bagian otak itu sendiri. 2.1.3 Etiologi Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini, meliputi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi otak. 1. Faktor Penyebab a. Faktor Genetik Hier (1980) telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor genetik dan penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki dengan kelebihan Y kromosom (XYY) menunjukkan peningkatan kejadian hiperaktivitas yang menyertai kemampuan verbal dan performance rendah. Masalah kesulitan memusatkan perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat genetik. Pada anak perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan kesulitan memusatkan perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar ulang. b. Faktor Neurologik dan Proses dalam Otak Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi otak, oleh karena itu didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan oleh adanya patologi di area prefrontal dan atau sagital frontal pada otak dengan predominasi pada korteks otak. Adanya kerusakan otak merupakan resiko tinggi terjadinya gangguan psikiatrik termasuk ADHD. Kerusakan otak pada janin dan neonatal paling sering disebabkan oleh kondisi hipoksia. Keadaan hipoksia memiliki kecenderungan menyebabkan terjadinya patologi yang merata pada korteks otak yang menimbulkan gangguan fungsi integrasi koordinasi dan pengendalian kortikal. Korteks frontal dianggap memiliki peran penting dalam aktivasi dan integrasi lebih lanjut dari bagian otak lain. Oleh karena itu, patologi yang merata pada korteks otak dianggap sebagai penyebab terjadinya gejala lobus frontalis.



6 c. Faktor Neurotransmitter Berbagai penelitian menunjukkan hasil bahwa gejala aktivitas motorik yang berlebihan pada ADHD secara patofisiologi disebabkan oleh fungsi norepinefrin abnormal. Sedangkan gejala lain, yang tidak mampu memusatkan perhatian dan penurunan vigilance disebabkan oleh fungsi dopaminerjik abnormal. Gangguan pada sistem norepinefrin berpean pada terjadinya gejala ADHD, tetapi tidak menjadi penyebab tunggal. Terjadinya ADHD disebabkan oleh beberapa sistem yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang erat. Sistem tersebut memiliki peran yang berbeda terhadap metabolisme



dopamin atau norepinefrin. Meskipun



berbagai obat anti ADHD memiliki komposisi kimiawi berbeda, mekanisme kerja obat tersebut sama baik dengan dopaminerjik ataupun norepinefrinerjik. Norepinefrin dan dopamin adalah poten agonis pada reseptor D4 di celah pascasinaptik, gen reseptor dopamin D4 (DRD 4) sampai saat ini telah dianggap sebagai penyebab gangguan ini ( Landau et al., 1997 ; Biederman, 2000) d. Faktor Psikososial Willis dan Lovaas



berpendapat bahwa perilaku hiperaktivitas



disebabkan oleh buruknya rangsang pengendalian oleh perintah dari ibu, dan pengaturan perilaku yang buruk pada anak timbul dari manjemen pengasuhan orangtua yang buruk. Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan terhadap terjadinya gangguan ini seperti stimulasi berlebihan oleh orangtua pada waktu mengasuh anak dan masalah psikologis yang terjadi pada orngtua. e. Faktor Lingkungan Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai penyebab ADHD. Seperti keracunan timbal, aditif makanan, dan reaksi alergi. Akan tetapi berbagai penelitian terhadap faktor tersebut belum ada yang menunjukkan bukti adanya hubungan tersebut dengan ADHD.



yang bermakna antara faktor



7 2. Faktor Predisposisi a. Teori Psikodonamika Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan ADHD adalah tetap pada fase simbiotik dari perkembangan dan belum membedakan diri dengan ibunya. Perkembangan ego mundur, dan dimanifestasikan perilaku impulsif dan diperintahkan oleh id. b. Teori Biologia DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat (SSP), seperti adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan perilaku-perilaku neurologis yang menyimpang lainnya, disebut sebagai faktor predisposisi. Lingkungan-lingkungan yang tidak teratur atau semrawut serta penyiksaan dan pengabaian terhadap anak dapat merupakan faktor-faktor predisposisi pada beberapa kasus. c. Teori Dinamika Keluarga Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada hubungan pasangan disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada anak, dimana perilakunya lambat laun mulai mencerminkan pola-pola dari gangguan fungsi system. 2.1.4 Klasifikasi 1. Tipe ADHD Gabungan Untuk mengetahui ADHD tipe ini dapat didiagnosis atau dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk perhatian, ditambah paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk hiperaktivitas impulsifitas. Munculnya enam gejala tersebut berkali-kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai adanya beberapa bukti, antara lain sebagai berikut : a. Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun. b. Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua seting yang berbeda. c. Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam kemampuan akademik.



8 d. Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi psikologi atau psikiatri lainnya. 2. Tipe ADHD Kurang Memerhatikan dan Tipe ADHD Hiperaktif Impulsive Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis oleh adanya paling sedikit 6 diantara 9 gejala untuk perhatian dan mengakui bahwa individu-individu tertentu mengalami sikap kurang memerhatikan yang mendalam tanpa hiperaktivitas atau impulsifitas. Hal ini merupakan salah satu alas an mengapa dalam beberapa buku teks, kita menemukan ADHD ditulis dengan garis –AD/HD. Hal ini membedakan bahwa ADHD kurang memerhatikan dari jenis ketiga yang dikenal dengan tipe hiperaktif impulsive. 3. Tipe ADHD Hiperaktif Impulsive Tipe ketiga ini menuntut paling sedikit 6 diantara 9 gejala yang terdaftar pada bagian hiperaktif impulsifitas. Tipe ADHD kurang memerhatikan ini mengacu pada anak-anak yang mengalami kesulitan lebih besar dengan memori (ingatan) mereka dan kecepatan motor perceptual (persepsi gerak), cenderung untuk melamun dan kerap kali menyendiri secara social. 2.1.5 Patofisiologi Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan tentang sesuatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan biokimiawi. Anak pria yang hiperaktiv, yang berusia antara 6 – 9 tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan–pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah (a low level of arousal) di dalam susunan syaraf pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi, potensial– potensial yang diakibatkan secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka yang buruk serta impulsivitas.



10



2.1.6 Manifestasi Klinis Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder (DSM), terdapat 3 gejala utama ADHD, yaitu : 1. Inatensi



Yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan perhatian dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Masalah tersebut antara lain: a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara detail/rinci b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau aktivitas bermain d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak memahami perintah f. Sering tidak dapa mengorganisir / mengatur tugas-tugas / aktivitasnya g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang menuntut ketahanan mental h. Sering kehilangan barang i. Perhatiannya mudah beralih j. Pelupa



11 2. Hiperaktivitas



Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun verbal. Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan hiperaktivitas: a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang b. Berteriak-teriak di tempat duduknya c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas d. Berlari kesana kemari e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang f. Ada saja hal yang dilakukan g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras



3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif



Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat tingkah lakunya pada waktu memberikan respon terhadap tuntutan situasional dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Berikut merupakan perilaku impulsif yang mencirikan sebagai anak penderita ADHD: a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan b. Sulit menunggu giliran



12 c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain sedang berbicara atau bermain).



2.1.7 Komplikasi 1. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas 2. Pencapaian akademik kurang, gagal disekolah, sulit membaca dan mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi) 3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali perilaku agresif dan kata-kata yang diungkapkan) 4. IQ rendah / kesulitan belajar (anak tidak duduk tenang dan belajar) 5. Resiko kecelakaan (karena impulsivitas) 6. Percaya diri rendah dan penolakan teman-teman sebaya (perilakunya membuat anak-anak lainnya marah)



2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektorensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologik atau epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Menurut Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak dengan ADHD antara lain : 1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau hipotiroid yang memperberat masalah. 2. Tes Neurologist (misalnya EEG, CT Scan) menentukan adanya gangguan otak organik 3. Tes Psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu belajar dan mengkaji responsivitas social dan perkembangan bahasa



13 4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala alergi lain, infeksi SSP)



Selain itu juga ada pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa ADHD yaitu dengan Skrining DDTK pada anak pra sekolah dengan ADHD. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini anak adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada anak umur 36 bulan ke atas. Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PADU, pengelola TPA, dan guru TK.Keluhan tersebutdapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini : 1. Anak tidak bisa duduk tenang 2. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah 3. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale) yaitu formulir yang terdiri dari 10



pertanyaan yang ditanyakan kepada



orangtua / pengasuh anak / guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan dari pemeriksa. 2.1.9 Penatalaksanaan Medis Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan dengan berbagai pendekatan termasuk program pendidikan khusus, modifikasi perilaku, pengobatan melalui obat-obatan dan konseling. Disamping pendekatan yang kontroversial antara lain melakukan diet khusus dan penggunaan obat-obatan serta vitamin-vitamin tertentu (Delphie, 2006). Menurut Videbeck (2008) obat stimulan yang sering digunakan untuk mengobati ADHD antara lain :



14 a. Metilfenidat (Ritalin) Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau kelambatan pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat lengkap dalam 2 hari. b. Dekstroamfetamin (Dexedrine) Amfetamin (Adderall) Dosis 3-40 dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau adanya insomnia, berikan setelah makan untuk mengurangi efek supresi nafsu makan, efek obat lengkap dalam 2 hari c. Pemolin (Cylert) Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi keperawatan pantay peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu makan, dapat berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang lengkap. Kebanyakan obat yang digunakan dalam menangani ADHD aman jika mengikuti perintah dokter. Obat-obatan ini mempunyai toleransi tinggi dan sedikit efek samping. Bagi beberapa anak, pengobatan akan menaikkan nafsu makan. Jika obat diminum setelah si anak makan, akan banyak mengurangi efek sampingnya. Beberapa anak yang menggunakan obat untuk ADHD menunjukkan pertumbuhan badan yang diluar batas normal. Hubungi dokter anda jika pertumbuhan si anak terlambat.



BAB 3 PENUTUP



3.1 Kesimpulan Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan kiperaktivitas atau yang lebih dikenal dengan Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita temui dalam banyak bentuk dan perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD masih merupakan persoalan yang kontroversial dan banyak dipersoalkan di dunia pendidikan. Beberapa bentuk perilaku yang mungkin pernah kita lihat seperti: seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di dalam kelas, dia selalu bergerak; atau anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada proses belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas; atau seorang anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain. ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang menimbulkan masalah dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak sejalan dengan perkembangan usia anak. Jadi disini, ADHD lebih kepada kegagalan perkembangan dalam fungsi sirkuit otak yang bekerja dalam menghambat monitoring dan kontrol diri, bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini. Hilangnya regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang lain dalam memelihara perhatian, termasuk dalam kemampuan membedakan reward segera dengan keuntungan yang akan diperoleh di waktu yang akan datang (Barkley, 1998). Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu: kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas. Penyebab ADHD yang tepat belum diketahui dengan jelas, sering dianggap 'disfungsi otak minimal', karena percaya ada kerusakan ringan pada otak. Mereka menemukan bahwa struktur



yang menghubungkan



kedua



belahan



otak



dan



daerah



yang



mengendalikan ingatan (memori) serta emosi berukuran lebih kecil pada penderita ADHD. 15



16 3.2 Saran Diharapkan dengan adanya makalah ini para pembaca dapat mengetahui tentang penyakit ADHD pada anak dan diharapkan mahasiswa keperawatan dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA



Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan Inklusi. Cetakan I. Bandung : penerbit PT Refika Aditama Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana asuhan keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Isaac, A. (2005). Panduan Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC Taylor, Cynthia. 2013. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (terjemahan). Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC Wilksinson, Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC. Yiming, C. (2006). Living with ADHD. Singapore : Marshall Cavendish Editions