Makalah Agama Dan Budaya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AGAMA DAN BUDAYA MATA KULIAH KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN AGAMA



Oleh :  AYU NADIFA PUTRI (201614500170)  TRESNA YUDHISTIRA (201614500109)  VEJIN NANINGMARYATI (201614500641)



Dosen pembimbing : Rachmad Marado S.Dr.Lc.Ma



FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI 2018



1



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL



…………………………………………………………........



KATA PENGANTAR …………………...……………………………………..……...ii DAFTAR ISI ………………………………………………………………………..…iii BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….……………… A. LATAR BELAKANG ………………………………………………………..1 B. RUMUSAN MASALAH …………………………………………………….1 BAB II PEMBAHASAN …………………...………………………………………….



A. B. C. D. E. F. G. H. I.



Pengertian Agama ............………………………………………….....2 Pengertian Budaya .....................……………………………………... 3 Unsur – Unsur Agama dan Kebudayaan ......................................... 4 Bentuk – Bentuk Agama Dan Budaya ……………………………...... 5 Hubungan Agama Dengan Budaya ................................................ 7 Islam Mencakup Agama dan Budaya ................................................. 8 Nilai-Nilai Dasar Islam Tentang Kebudayaan ................................. 9 Perbedaan Agama dengan Budaya .................................................10 Budaya – Budaya yang Selaras dan Bertentangan dengan Agama ......11



BAB III PENUTUP …………………….…………………………………………….. KESIMPULAN………………………………………………………………........... DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….…………………..



2



BAB I PENDAHULUAN



AGAMA DAN BUDAYA



A. LATAR BELAKANG



Dilihat dari segi Agama dan Budaya yang masing - masing memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang - orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi Budaya pada suatu kehidupan. Terkadang masih ada segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai - nilai Agama dengan nilai-nilai Budaya, padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan, bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai - nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya,



B. RUMUSAN MASALAH



1. Apa yang dimaksud dengan Agama? 2. Apa yang dimaksud dengan Budaya? 3. Bagaimana Bentuk – Bentuk Agama Dan Kebudayaan? 4. Bagaimana Hubungan Agama Dengan Budaya?



3



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Agama Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata “din” dari bahasa Arab dan kata “religi” dari bahasa Eropa. Kata “Din” itu sendiri dalam bahasa Semit berarti undang – undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Adapula kata Religi yang berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat asalnya ialah “relegere” yang mengandung arti mengumpulkan, membaca dan dapat juga kata relegare juga bisa diartikan mengikat. Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungan antar sesamanya (horizontal). Oleh karena itu agama adalah suatu ketetapan yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak atau tanpa adanya campur tangan siapa saja. Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan. Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus mempesonakan. Dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus atau terdesak secara batiniah untuk merespons. Dalam kaitan ini, ada juga yang mengartikan religare dalam arti



4



melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.



B. Pengertian Budaya Ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta “Buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain megatakan juga bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang mempunyai arti “daya” dan “budi”. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Sedangkan budaya sendiri adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa; dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut. Secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil cipta serta akal budi manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Atau, kebudayaan adalah keseluruhan kemampuan (pikiran, kata, dan tindakan) manusia yang digunakan untuk memahami serta berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai situasi dan kondisinya. Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. C. Unsur – Unsur Agama dan Kebudayaan 1.



Unsur – unsur penting yang terdapat dalam Agama ialah :



- Unsur Kekuatan Gaib : Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh karena itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib itu sendiri. - Keyakinan Manusia : bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.



5



- Respons yang bersifat Emosionil dari manusia : Respons itu bisa mengambil bentuk perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama – agama primitif, atau perasaan cinta, seperti yang terdapat dalam agama – agama monoteisme. Selanjutnya respons mengambil bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama primitif, atau pemujaan yang terdapat dalam agama – agama monoteisme. Lebih lanjut lagi respons itu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang besangkutan. D. Bentuk – Bentuk Agama Dan Budaya 1. Bentuk Agama Agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lainlain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama. Agama ada yang bersifat primitif dan ada pula yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah Dinamisme, Animisme, Monoteisme dll, adapun pengertiannya adalah sebagai berikut: a. Pengertian



Agama



Dinamisme



ialan



Agama



yang



mengandung



kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari – hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut ‘mana’ dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau sakti’. b. Pengertian Agama Animisme ialah Agama yang mengajarkan bahwa tiaptiap benda, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Bagi masyarakat primitif roh masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh dari benda-benda tertentu adakalanya mempunyai pengaruh yang dasyat terhadap kehidupan manusia, Misalnya : Hutan yang lebat, pohon besar dan ber daun lebat, gua yang gelap dll.



6



c. Pengertian Agama Monoteisme ialah Adanya pengakuan yang hakiki bahwa Tuhan satu, Tuhan Maha Esa, Pencipta alam semesta dan seluruh isi kehidupan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.



2. Bentuk Kebudayaan



a. Kebudayaan Persia Dalam sejarah kebudayaan Persia, masyarakatnya banyak yang menyembah berbagai alam nyata, seperti langit, cahaya, udara, air dan api. Api dilambangkan sebagai Tuhan baik, sehingga mereka menyembah api yang selalu dinyalakan didalam rumah – rumah. b. Kebudayaan Romawi Timur Kerajaan Romawi didirikan pada tahun 753 M. Budaya Romawi pada umumnya beragama Nasrani. Dalam Kebudayaannya dikenal 3 muhzab yang termasyur yaitu : 1. Mazhab Yaaqibah, yang bertebaran di Mesir, Habsyah Mazhab ini berkeyakinan bahwa Isa Almasih adalah Allah. 2. Mazhab Nasathirah yang betebaran di Mesir, Irak, Persia 3. Mazhab Mulkaniyah, Kedua Mazhab ini berkeyakinan bahwa dalam diri Al-Masih terdapat 2 tabiat yaitu : a) Tabiat ketuhanan. b) Tabiat kemanusiaan c) Kebudayaan Islam Islam berkembang sejak diutusnya seorang Rasul yang bernama Nabi Muhammad SAW, dimana Ajaran – ajaran Islam sendiri masih sangat kental dan suci, namun sejalan dengan perkembangan dunia dan perubahan zaman, Ajaran – ajaran Islam pun kian marak dijadikan sebuah Budaya, yang akhirnya masyarakat sendiri sulit membandingkan antara Agama dengan Budaya. Contohnya : Masalah busana muslim “Jilbab”, di zaman dahulu busana muslim atau jilbab adalah pakaian yang menutup aurat, pakaian longgar dan panjang, seperti yang difirman Allah SWT dalam Al – Qur’an An – Nur : 31 (“ Katakanlah



7



kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakka perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra – putra mereka atau putra – putra suami mereka”) Sedangkan zaman sekarang jilbab menjadi sebuah model atau gaya yang mana tidak lagi melihat pada tuntunan Islam. Contoh lain : Pernikahan dahulu pernikahan cukup hanya dengan sebuah Aqad nikah (Ijab qobul) kemudian untuk memberitakan sebuah pernikahan hanyalah mengundang para tetangga atau saudara terdekat, itupun dalam suasana yang cukup sederhana, tetapi sekarang pernikahan bak sebuah pesta hajat yang besar, penggunaan adat istiadat pun dalam pernikahan kian marak terjadi dan akhirnya menjadi sebuah budaya yang sulit dihilangkan.



E. Hubungan Agama Dengan Budaya Para antropolog dan sejarawan umumnya menganggap bahwa agama itu merupakan bagian dari kebudayaan (religion is a part of every known culture). Karena memandang kebudayaan sebagai titik sentral kehidupan manusia, dan mereka tidak membedakan antara agama / kepercayaan yang lahir dari keyakinan masyarakat tertentu, dengan agama yang berasal dari wahyu tuhan kepada RosulNya. Sedangkan para agamawan, pada umumnya memandang agama sebagai sumber titik sentrak kehidupan manusia, terutama yang ada kaitannya dengan sistem keyakinan (credo) dan sistem peribadatan (ritus). Agama mempunyai doktrin-doktrin (pokok-pokok ajaran) yang mengikat pemeluknya, diantara doktrin tersebut ada yang bersifat dogmatis (inti keyakinan), yang tidak mungkin ditukar dengan tradisi dan sistem kebudayaan yang berlawanan. Meskipun demikian, dalam agama terdapat koridor yang memungkinkan adanya penyesuaian atau penyerapan antara agama dengan tradisi dan budaya yang berlaku di suatu masyarakat. Disana terjadi proses saling mengisi, saling mewarnai dan saling mempengaruhi.



8



Hubungan antara agama dan kebudayaan memang tidak selalu harmonis. Sedikitnya ada empat kategori hubungan antara agama dengan kebudayaan, dengan meminjam formulasi Prof. G. Van Der Leeuw sebagai berikut : 1. Agama dan keudayaan menyatu. 2. Agama dan kebudayaan renggang. 3. Agama dan kebudayaan terpisah. 4. Agama dan kebudayaan saling mengisi. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa hubungan antara agama dan kebudayaan tidak bersifat statis, tetapi berkembang secara dinamis dalam perjalanan sejarah. Walaupun pengamatan Prof. G. Van Der Leeuw tadi mencerminkan pengalaman dari masyarakat Barat modern, namun pengamatan itu dapat kita ambil manfaat juga dalam mempelajari perkembangan di Negara kita.



F. Islam Mencakup Agama dan Budaya [3] Kebudayaan atau peradaban terbentuk dari akal budi yang berada dalam jiwa manusia. Karena itu bentuk kebudayaan selalu ditentukan oleh nilai-nilai kehidupan yang diyakini dan dirasakan oleh pembentuk kebudayaan tersebut yaitu manusia. Kebudayaan atau peradaban yang berdasar pada nilai-nilai ajaran islam disebut kebudayaan islam. Dalam pandangan ajaran islam, aktivitas kebudayaan manusia harus memperoleh bimbingan agama yang diwahyukan oleh Allah SWT. Melalui para nabi dan rasulnya. Manusia pada dasarnya tidak mungkin dapat mengetahui seluruh kebenaran, bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menentukan semua kebaikan dan keburukan. Hal ini bisa dibuktikan dengan perbedaan tata nilai yang beraneka ragam dalam kehidupan bangsa-bangsa di dunia. Suatu hal yang dianggap baik dan terpuji oleh bangsa dalam Negara tertentu, sebaliknya hal itu dianggap sesuatu yang buruk dan tercela disuatu bangsa dan Negara lain. Akal dan fikiran manusia tidak mampu menentukan semua kebaikan atau keburukan, karena itu banyak hal yang dianggap baik oleh akal fikiran ternyata buruk menurut agama. Banyak hal yang dianggap buruk oleh akal fikiran manusia, justru dianggap sesuatu yang terpuji menurut agama.Dengan demikian,



9



agar kebudayaan terlepas dari jalan yang sesat dan sebaliknya mengikuti jalan yang benar dan terpuji, maka harus dilandasi oleh ajaran agama.



G. Nilai-Nilai Dasar Islam Tentang Kebudayaan Umat islam sejak sejarah perkembangannya yang paling awal sampai pada masa kini, telah banyak menyumbangkan karya-karya besar bagi kehidupan dunia yang merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban mereka. Dalam budaya intelektual umat islam banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dibidang ilmu pengetahuan agama, seperti lahirnya tokoh-tokoh aliran dalam ilmu kalam dan karya-karya mereka, tokoh-tokoh dibidang syariat dan fiqih dikenal dengan imamimam madzab, seperti hanafi, maliki, hambali dan syafi’i. Dalam bidang filsafat juga melahirkan para tokoh dari kalangan filsof muslim, seperti al-Kindi, alFarabi, al-Razi, , Ibnu Rusyd, dan sebagainya. Dalam bidang tasawuf melahirkan tokoh-tokoh besar, seperti Haris al-Muhasibi, Ibnu Arabi, Dzunun al-Misri, Rubai’ah al-Adawiyah, Al-Ghazali, dan beberapa tokoh lain. Selain melahirkan tokoh-tokoh besar dalam berbagai bidang tersebut diatas, dalam pengembangan sains dan teknologi juga melahirkan beberapa tokoh, antara lain: Muhammad al – Khawarizmi, ahli matematika, Abu yusuf ya’qub dibidang fisika, ibnu sina dibidang kedokteran dan berbagai tokoh lain yang jumlahnya sangat banyak. Kebudayaan islam yang melahirkan banyak ahli yang disebutkan diatas diilhami dari ayat-ayat al-Quran dan sunnah Rasulillah s.a.w karena itu keduanya merupakan sumber ilmu pengetahuan. Nilai kebudayaan islam yang harus terus dikembangkan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain: [1]Bersikap Ikhlas. [2]Berorientasi Ibadah. [3] Semata-mata untuk kemaslahatan umat Islam.



H. Perbedaan Agama dengan Budaya Perbedaan antara agama dan budaya tersebut menghasilkan hubungan antara iman-agama



dan



kebudayaan.



Sehingga



10



memunculkan hubungan



(bukan



hubungan yang saling mengisi dan membangun) antara agama dan budaya. Akibatnya, ada beberapa sikap hubungan antara Agama dan Kebudayaan, yaitu: 1.



Sikap Radikal: Agama menentang Kebudayaan. Ini merupakan sikap



radikal dan



ekslusif, menekankan pertantangan antara Agama



dan



Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon masyarakat berlawanan dengan keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu, manusia harus memilih Agama atau Kebudayaan, karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika menjadi umat beragama. 2.



Sikap Akomodasi: Agama Milik Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan



keselarasan antara Agama dan kebudayaan. 3.



Sikap Perpaduan: Agama di atas Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan



adanya suatu keterikatan antara Agama dan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi dan insani; manusia harus mempunyai dua tujuan sekaligus. 4.



Sikap Pambaharuan: Agama Memperbaharui Kebudayaan. Sikap ini



menunjukkan bahwa Agama harus memperbaharui masyarakat dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru; melainkan memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama mau mempraktekkan unsurunsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak bertantangan ajaranajaran Agama. Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus menerus. Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitasnya, maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan atau menggunakannya. I. Budaya – Budaya yang Selaras dan Bertentangan dengan Agama Agama ini bergantung pada budaya dan adat istiadat yang berkembang dalam suatu masyarakat. Misalnya saja, persoalan muamalat, tingkah laku, jual beli, profesi, kadar nafkah, kadar mahar, dan berbagai lini kehidupan diserahkan batasan-batasan dan normanya pada batasan dan norma budaya dan adat istiadat, 11



dengan syarat semua itu tidak bertentangan dengan ajaran dan prinsip keislaman atau fitrah kemanusiaan. Islam juga sangat mengapresiasi budaya, adat istiadat, dan norma yang berkembang, bahkan menjadikannya sebagai salah satu dari kaedah global syariatnya, yaitu kaedah Al-‘aadah Muhakkamah. Makna kaedah ini adalah bahwasanya budaya dan adat istiadat dijadikan sebagai penentu, sandaran dan pedoman sebagai suatu hukum perkara tertentu dalam Islam bila teks Al-Quran ataupun Sunah tidak mematenkan hukumnya secara jelas. Dari kaedah ini, para ulama Islam menetapkan berbagai hukum dan fatwa dalam berbagai persoalan yang tak terbatas jumlahnya. Salah satu contoh penggunaan budaya dan adat ini, perintah Allah Ta’ala kepada para suami: “Dan pergaulilah mereka dengan cara yang makruf.” (QS. AnNisa’: 19). Batasan dan nilai-nilai “makruf” yang diwajibkan pada suami untuk ia terapkan terhadap istrinya dalam kehidupan berumah tangga adalah ditentukan oleh budaya dan adat istiadat masyarakat mereka sendiri, selama tidak mengandung dosa, atau kezaliman terhadap salah satunya. Hal ini ditegaskan kembali oleh Imam Ibnul-Qayim rahimahullah, beliau berkata: “Seluruh bentuk hak yang mesti didapat oleh seorang istri atau bentuk kewajiban yang wajib ia tunaikan (dalam kehidupan berumah tangga), parameternya adalah segala hal yang menjadi norma-norma yang diketahui manusia dan berkembang di kalangan mereka, dan mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang makruf, bukan yang mungkar.” (I’lam Al-Muwaqqi’in: 1/334). Di antara contoh budaya yang menyelisihi Islam dan fitrah manusia adalah penyerahan sesajen, ritual-ritual pengultusan patung, pepohonan, jin, dan berbagai ritual berbau syirik lainnya. Meskipun ini semua adalah hasil karya manusia, namun ia sangat bertentangan dengan prinsip akidah Islam yang hanya menyadarkan segala urusan kepada Allah Ta’ala. Untuk memfiltrasi norma-norma budaya ini, atau dengan kata lain, demi tercapainya islamisasi kebudayaan secara positif sehingga budaya yang baik tidak sirna dengan tetap berpegang pada prinsip Islam, maka Islam memberikan dua syarat bagi praktik budaya dan adat istiadat, yaitu: 1. Budaya atau adat tersebut tidak bertentangan dengan prinsip Islam dan fitrah manusia. Misalnya, budaya riba, judi, kesyirikan, pacaran, dan



12



sebagainya yang kesemuanya bertentangan dengan prinsip dan norma Islam. 2. Keberadaan budaya atau adat tersebut dalam suatu masyarakat adalah pakem, telah mendarah daging, dan tidak berubah-ubah; agar bisa dijadikan sebagai amalan baku, dan tidak simpang siur. Islam juga tak hanya datang untuk memfiltrasi budaya yang berkembang di masyarakat tertentu, namun ia juga memiliki peran yang sangat urgen dalam memfiltrasi masuknya budaya bangsa lain ke dalam masyarakat Islami. Kesalahpahaman terhadap peran Islam dalam mengcounter infiltrasi budaya asing ini sering kali berakibat fatal bagi keutuhan tatanan sosial budaya yang agamis dalam masyarakat Islam, terutama di negeri kita, Indonesia. Ironisnya, banyak para cendekia, kaum intelek, bahkan kaum terpelajar yang terbawa arus proses infiltrasi budaya ini, sehingga tak bisa membedakan mana budaya asing yang sesuai atau tidak sesuai Islam, tentunya dengan berbagai dalih dan alasan yang kebanyakannya bersandar pada pemahaman prematur terhadap teks-teks Al-Quran dan Sunnah. Ini tak lain hanyalah satu bentuk kejahilan yang dikultuskan, karena menggunakan nalar dan asumsi prematur dalam memahami teks wahyu yang mesti dikultuskan. Contoh kecilnya, pelegalan budaya pacaran yang sering dipaksakan dengan cara disandarkan pada ayat “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (QS Al-Hujurat: 13). Terlepas dari banyaknya ayat dan hadis yang melarang budaya pacaran, ayat ini meski dalam satu kata darinya, sama sekali tak mengarah pada budaya pacaran. Sebab ia hanya menegaskan proses perkenalan manusia dari berbagai bangsa dan suku, adapun memaknainya sebagai budaya pacaran maka ia bentuk “pemerkosaan” teks suci.



13



BAB III PENUTUP



KESIMPULAN



Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Agama ada yang bersifat primitif dan ada pula yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah Dinamisme, Animisme, Monoteisme dll



14



DAFTAR PUSTAKA 



Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.







Mulyono, Sumardi, Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1982.







Sumardi, Mulyono. (1982). Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran. Jakarta :







Yatim, Badri. (2006). Sejarah Peradaban islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.







Hamka. (1975). Sejarah Umat Islam IV. Jakarta : Bulan Bintang.







Geertz, Clifford. (1992). Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta : Kanisius







Azra, Azyumardi. (1999). Konteks Berteologi di Indonesia. Pengalaman Islam. Jakarta : Paramadina







http://satkinged.blogspot.com/2013/07/makalah-agama-danbudaya.html







https://wahdah.or.id/antara-agama-dan-budaya-dalam-tinjauan-islam



15