Makalah Antibodi Monoklonal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BIOKIMIA I KIM 1226 ANTIBODI MONOKLONAL



OLEH: NI LUH IKA SANJIWANI



1513031002



NI LUH AYU PUTU HENDRAYANI



1513031005



MADE DARMAPRATHIWI ADININGSIH



1513031013



AHMAD FERDIAN



1513031018



LUH GEDE SURYANI



1513031019



VA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2017



PRAKATA



Om Swastyastu, Makalah yang berjudul Antibodi Monoklonal diadaptasi dari berbagai sumber baik berupa jurnal maupun buku penunjang. Melalui penulisan makalah ini, penulis berharap makalah ini mampu berkontribusi meningkatkan pemahaman pembaca terkait rekayasa genetika, khususnya antibodi monoklonal. Tidak lupa puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah-Nya, makalah ini dapat selesai sesuai rencana dan tepat pada waktunya. Kepada semua pihak yang senantiasa memberi dukungan baik secara moril maupun finansial, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki keterbatasan dari segi pemaparan isi, tata tulis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan dari para pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca. Om Santih Santih Santih Om. Singaraja, 1 Desember 2017



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL................................................................................................i



PRAKATA..............................................................................................................ii DAFTAR ISI..........................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1 1.1 Latar Belakang...............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2 1.3 Tujuan.............................................................................................................2 1.4 Manfaat...........................................................................................................3 BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................4 2.1 Pengertian dari Antibodi Monoklonal............................................................4 2.2 Sejarah Perkembangan dari Antibodi Monoklonal........................................5 2.3 Jenis-Jenis Antibodi Monoklonal Generasi Baru...........................................6 2.4 Cara Pembuatan Antibodi Monoklonal..........................................................8 2.5 Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal......................................................10 2.5.1 Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC)............................11 2.5.2 Complement Dependent Cytotoxicity (CDC).......................................12 2.5.3 Perubahan Transduksi Signal................................................................12 2.5.4 Imunomodulasi......................................................................................13 2.5.5 Penghantaran muatan sitotoksik............................................................13 2.5.6 Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT).......................14 2.6 Aplikasi dari Antibodi Monoklonal.............................................................14 2.7 Kelebihan dan Kelemahan Antibodi Monoklonal........................................18 BAB 3 PENUTUP.................................................................................................20 3.1 Simpulan.......................................................................................................20 3.2 Saran.............................................................................................................21 DAFTAR PUSTAKA



iii



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur Umum Antibodi.......................................................................4 Gambar 2. Struktur Antibodi Monoklonal Rekombinan.........................................8 Gambar 3. Skema Pembuatan Antibodi Monoklonal dari Kultur Tikus.................9 Gambar 4. Skema Mekanisme Kerja Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC)..................................................................................................................11 Gambar 5. Skema Mekanisme Kerja Complement Dependent Cytotoxicity (CDC) ................................................................................................................................12 Gambar 6. Skema Mekanisme Kerja Pada Transduksi Sinyal..............................13 Gambar 7. Skema Mekanisme Kerja pada Imunomodulasi...................................14 Gambar 8. Penggunaan Antibodi Monoklonal untuk Tes Kehamilan...................17 Gambar 9. Penggunaan Antibodi Monoklonal untuk Tes HIV.............................18



iv



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat memberi dampak kepada pola kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwasannya sebagian besar aspek kehidupan manusia telah memanfaatkan teknologi, khususnya bioteknologi. Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme atau bagian-bagiannya. Selain itu, bioteknologi juga memanfaatkan sel tumbuhan atau sel hewan yang dibiakkan sebagai bahan dasar. Peran penting bioteknologi dalam bidang kedokteran, salah satunya adalah dalam pembuatan antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang memiliki kekhususan tambahan. Antibodi ini dapat mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifik. Teknologi antibodi monoclonal melibatkan sel tumor yang dapat mereplikasi tanpa henti dan digabungkan dengan sel mamalia yang memproduksi antibodi. Hasil penggabungan sel ini adalah hibridoma yang akan terus memproduksi antibodi. Antibodi monoklonal mengenali setiap determinan yang antigen (bagian



dari



makromolekul



yang



dikenali



oleh



sistem



kekebalan



tubuh/epitope). Antibodi ini mampu menyerang molekul targetnya dan bisa memilah antara epitope yang sama. Selain sangat spesifik, antibodi monoklonal juga dapat melawan patogen. Pemanfaatan antibodi monoklonal saat ini telah digunakan untuk mengatasi berbagai masalah khusunya dalam bidang kesehatan. Masalah diagnostik tersebut, seperti mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto, mengukur protein dan level drug pada serum. Selain itu, antibodi ini juga mampu mengenali darah dan jaringan, mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan, dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon. Antibodi Monoklonal yang digunakan pada Human chorionic Gonadotropin (HCG) digunakan dalam tes



1



kehamilan. Penggunaan antibodi monoklonal lainnya adalah untuk diagnosis HIV dengan uji ELISA. Antibodi monoklonal diproduksi secara masal dalam laboratorium dengan menggabungkan sel myeloma (tipe kanker sumsum tulang) dari sel B mencit yang menghasilkan antibodi spesifik. Sel hasil penggabungan ini disebut hibridoma. Kombinasi sel B yang bisa mengenali antigen khusus dan sel myeloma yang hidup akan membuat sel hibridoma menjadi semacam pabrik produksi antibodi yang tidak ada habisnya. Semua antibodi yang dihasilkan identik, berasal dari satu (mono) sel hibridoma sehingga disebut antibodi monoklonal (kadang disingkat MoAbs atau MAbs). Ilmuwan bisa membuat antibodi monoklonal yang mampu bereaksi dengan antigen spesifik berbagai jenis sel kanker. Dengan ditemukannya lebih banyak lagi antigen kanker, berarti akan semakin banyak antibodi monoklonal yang bisa digunakan untuk terapi berbagai jenis kanker. Besarnya peranan rekayasa genetika, khususnya antibodi monoklonal yang menyangkut aspek kehidupan inilah yang melatabelakangi penulis untuk membahas antibodi monoklonal. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Apakah pengertian dari antibodi monoklonal? 2. Bagaimanakah sejarah perkembangan dari antibodi monoklonal? 3. Apa sajakah jenis-jenis antibodi monoklonal generasi baru? 4. Bagaimanakah cara pembuatan antibodi monoklonal? 5. Bagaimanakah mekanisme kerja antibodi monoklonal? 6. Bagaimanakah aplikasi dari antibodi monoklonal? 7. Apa kelebihan dan kekurangan antibodi monoklonal? 1.3 Tujuan 1. Untuk mendekripsikan dan menjelaskan pengertian dari antibodi monoklonal. 2. Untuk mendekripsikan dan menjelaskan sejarah perkembangan dari antibodi monoklonal. 3. Untuk mendekripsikan dan menjelaskan jenis-jenis antibodi monoklonal generasi baru.



2



4. Untuk mendekripsikan dan menjelaskan cara pembuatan antibodi monoklonal. 5. Untuk mendekripsikan dan menjelaskan mekanisme kerja antibodi monoklonal. 6. Untuk mendekripsikan dan menjelaskan aplikasi dari antibodi monoklonal. 7. Untuk mendekripsikan dan menjelaskan kelebihan dan kelemahan antibodi monoklonal. 1.4 Manfaat 1. Manfaat Teoretis Makalah ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada dunia pendidikan untuk pembelajaran biokimia. 2. Manfaat Praktis a.



Bagi Guru dan Siswa Makalah antibodi monoklonal dapat memberikan peluang bagi guru dan siswa untuk dijadikan sebagai salah satu sumber belajar guna meningkatkan hasil belajar siswa.



b.



Bagi Sekolah Makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan menjadi acuan dalam pembelajaran khususnya terkait rekayasa genetika.



3



BAB 2 PEMBAHASAN



2.1 Pengertian dari Antibodi Monoklonal Antibodi merupakan campuran protein di dalam darah dan disekresi oleh mukosa dan menghasilkan sistem imun yang bertujuan untuk melawan antigen yang masuk ke dalam sirkulasi darah. Antibodi memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran walaupun struktur dasarnya berbentuk Y dan disebut sebagai Ig. Ig terdiri dari dua rantai polipeptida berukuran besar yang disebut sebagai rantai berat dan dua rantai polipeptida yang berukuran kecil yang disebut sebagai rantai ringan. Dua rantai berat pada Ig dihubungkan oleh ikatan disulfida dan antara satu rantai berat dan rantai ringan juga saling dihubungkan dengan ikatan disulfida.



Gambar 1. Struktur Umum Antibodi Antibodi tersebut mempunyai 2 fragmen, fragmen antigen binding (Fab) dan fragmen cristallizable (Fc). Fragmen antigen binding digunakan untuk mengenal dan mengikat antigen spesifik dan sebagai tempat melekatnya antigen



antibodi



yang



tepat



sesuai



regio



yang



bervariasi



disebut



complementary determining region (CDR) dan fragmem cristallizable berfungsi sebagai efektor yang dapat berinteraksi dengan sel imun atau protein serum (Albert, dkk, 2002).



4



Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang hanya dapat mengikat satu epitop. Antibodi monoklonal ini dapat dihasilkan dengan menggunakan teknik hibridoma. Antibodi monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang memiliki kekhususan tambahan. Sel tunggal atau sel klona tersebut hanya mengenal satu jenis antigen. Sifat khusus yang unik dari antibodi ini adalah dapat mengenal suatu molekul, memberikan informasi tentang molekol spesifik dan sebagai terapi target tanpa merusak sel sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu kemudian dapat mendeteksi atau memurnikannya. Antibodi monoklonal tidak hanya mempertahankan tubuh untuk melawan berbagai organisme yang menyebabkan penyakit tetapi juga dapat menarik molekul target lainnya di dalam tubuh seperti reseptor protein yang ada pada permukaan sel normal atau molekul yang khas terdapat pada permukaan sel kanker. Manfaat antibodi monoklonal, yaitu untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin dalam urine wanita hamil, mengikat racun dan menonaktifkannya, serta mencegah penolakan tubuh terhadap hasil transplantasi jaringan lain. 2.2 Sejarah Perkembangan dari Antibodi Monoklonal Metchnikoff dan Erlich (1908) mengemukakan teori imunologi yang membawa perubahan yang besar pada pemanfaatan antibodi untuk mendeteksi adanya antigen (zat asing) di dalam tubuh. Pada zaman dahulu antibodi diperoleh dengan cara konvensional yakni mengimunisasi hewan percobaan, mengambil darahnya dan mengisolasi antibodi dalam serum sehingga menghasilkan antibodi poliklonal. Georges Kohler, Cesar Milstein, dan Niels Kaj Jerne (1975) menemukan cara baru dalam membuat antibodi dengan mengimunisasi hewan percobaan. Kemudian sel limfositnya difusikan dengan sel mieloma, sehingga sel hibrid dapat dibiakkan secara terus menerus. Sel mieloma merupakan sel limfosit B yang abnormal dan mampu bereplikasi secara terus-menerus dan mengasilkan sebuah antibodi yang spesifik berupa paraprotein. Sel mieloma juga mampu membuat antibodi yang homogen yang diproduksi oleh satu klon sel hibrid. Antibodi teresebut lebih spesifik dibandinhgkan dengan antibodi



5



poliklonal karena dapat mengikat 1 epitop antigen dan dapat dibuat dalam jumlah yang tidak terbatas. Epitop adalah daerah spesifilk yang ada pada antigen yang dapat dikenali oleh antibodi. Antibodi yang homogen dan spesifik inilah yang disebut sebagai antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal dibuat dengan cara melakukan penggabungan atau fusi dari dua jenis sel yaitu limfosit B yang memproduksi antibodi dengan sel kanker (sel mieloma) yang dapat hidup dan membelah terus menerus. Hasil fusi antara sel limfosit B dengan sel kanker secara in vitro ini disebut dengan hibridoma. Sel hibridoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh yang tidak terbaras dalam kultur sel, sehingga mampu memproduksi antibodi monoklonal dalam jumlah yang hampir tidak terbatas. 2.3 Jenis-Jenis Antibodi Monoklonal Generasi Baru Antibodi monoklonal dalam bidang kesehatan sudah sangat sering dilakukan, baik untuk diagnostik atau pengobatan, terutama untuk mengatasi penyakit kanker tertentu. Beberapa antibodi monoklonal yang digunakan berasal dari sel mencit atau tikus yang sering menimbulkan reaksi alergi pada pasien yang menerima terapi antibodi monoklonal tersebut. Hal ini karena protein pada mencit dianggap sebagai antigen asing oleh tubuh pasien sehingga menimbulkan reaksi respon imun yang berupa alergi, inflamasi, dan penghancuran atau destruksi antibodi monoklonal itu sendiri. Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa peneliti telah mengembangkan pembuatan antibodi monoklonal generasi baru yaitu antibodi monoklonal rekombinan manusia. Antibodi ini merupakan suatu monoklonal antibodi yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari protein yang berasal dari manusia, untuk mengurangi efek penolakan oleh sistem imum pasien (Radji, 2011). Beberapa jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah dikembangkan antara lain: 1. Antibodi Monoklonal Murine (Fully Mouse or Murine Monoclonal Antibodies) Antibodi ini murni didapatkan dari tikus. Antibodi ini dapat menyebabkan human anti mouse antibodies (HAMA). Biasanya antibodi ini memiliki akhiran dengan nama “momab” (Radji, 2011).



6



2. Antibodi Monoklonal Kimera (Chimaric Monoclonal Antibadies) Antibodi monoklonal ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk menciptakan galur mencit atau tikus transgenik yang dapat memproduksi sel hybrid mencit-manusia yang disebut kimera (chimaric). Bagian variabel molekul antibodi (Fab), termasuk bagian antigen binding site, berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya, yaitu bagian yang constant (Fc) berasal dari manusia. Antibodi monoklonal jenis ini memiliki nama dengan akhiran “ximab”. Salah satu contoh antibodi monoklonal yang struktur molekulnya terdiri dari 67% protein manusia adalah Rifuximab (Radji, 2011). 3. Antibodi Monoklonal Manusiawi (Humanized Monoclonal Antibodies) Antibodi ini dibuat secara rekayasa genetika dimana bagian protein yang berasal dari mencit hanya terbatas pada antigen binding site saja, sedangkan bagian yang lainnya yaitu bagian variable dan bagian konstan berasal dari manusia. Antibodi ini memiliki akhiran nama “zumab”. Contoh antibodi monoklonal jenis ini yang terdiri dari 90% protein manusia yaitu Transtuzumab dan Alemtuzumab (Radji, 2011; Tuscano, dkk, 2005) 4. Antibodi monoklonal manusia (fully human monoclonal antibodies) Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari terjadinya respon imun karena protein antibodi yang disuntikkan kedalam tubuh seluruhnya merupakan protein yang berasal dari manusia. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang pembentukan antibodi monoklonal yang seluruhnya mengandung protein manusia tersebut adalah dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan mencit transgenik yang membawa gen yang berasal dari manusia, sehingga mampu memproduksi antibodi yang diinginkan. Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu binatang transgenik yang dapat mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang dikeluarkan oleh



7



binatang tersebut. Antibodi yang 100% mengandung protein manusia memiliki akhiran nama “mumab”, contohnya Panitumumab (Radji, 2011).



Gambar 2. Struktur Antibodi Monoklonal Rekombinan (dari kiri ke kanan: Antibodi Monoklonal fully mouse, chimaric, humanized, dan fully human) 2.4 Cara Pembuatan Antibodi Monoklonal Kőhler



dan



Milstein



menjelaskan



cara



mengisolasi



dan



mengembangkan antibodi monoklonal murni spesifik dalam jumlah banyak yang didapat dari campuran antibodi hasil respons imun. Tikus yang telah diimunisasi dengan antigen khusus ke dalam sumsum tulang akan menghasilkan sel limfosit B yang memiliki masa waktu hidup terbatas dalam kultur, hal ini dapat diatasi dengan cara menggabungkan dengan sel limfosit B tumor (myeloma) yang abadi. Hasil campuran heterogen sel hybridoma dipilih hybridoma yang memiliki 2 kemampuan yaitu dapat menghasilkan antibodi khusus dan dapat tumbuh di dalam kultur. Hybridoma ini diperbanyak sesuai klon individualnya dan setiap klon hanya menghasilkan satu jenis antibodi monoklonal yang permanen dan stabil. Hybridoma yang berasal dari satu limfosit akan menghasilkan antibodi yang akan mengenali satu jenis antigen. Antibodi inilah yang dikenal sebagai antibodi monoklonal (gambar 3).



8



Gambar 3. Skema Pembuatan Antibodi Monoklonal dari Kultur Tikus Proses pembuatan antibodi monoklonal melalui 5 tahapan yaitu sebagai berikut. 1. Imunisasi Tikus dan Seleksi Tikus Donor untuk Pengembangan Sel Hybridoma Tikus diimunisasi dengan antigen tertentu untuk menghasilkan antibodi yang diinginkan. Tikus dimatikan jika titer antibodinya sudah cukup tercapai dalam serum kemudian limpanya digunakan sebagai sumber sel yang akan digabungkan dengan sel myeloma. 2. Penyaringan Produksi Antibodi Tikus Serum antibodi pada darah tikus itu dinilai setelah beberapa minggu imunisasi. Titer serum antibodi ditentukan dengan berbagai macam teknik seperti enzyme link immunosorbent assay (ELISA) dan flow cytometry. Fusi sel dapat dilakukan bila titer antibodi sudah tinggi jika titer masih rendah maka harus dilakukan booster sampai respons yang adekuat tercapai. Pembuatan sel hybridoma secara in vitro diambil dari limpa tikus yang dimatikan.



9



3. Persiapan Sel Myeloma Sel myeloma yang didapat dari tumor limfosit abadi tidak dapat tumbuh jika kekurangan hypoxantine guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT) dan sel limpa normal masa hidupnya terbatas. Antibodi dari sel limpa yang memiliki masa hidup terbatas menyediakan HGPRT lalu digabungkan dengan sel myeloma yang hidupnya abadi sehingga dihasilkan suatu hybridoma yang dapat tumbuh tidak terbatas. Sel myeloma merupakan sel abadi yang dikultur dengan 8-azaguanine sensitif terhadap medium seleksi hypoxanthine aminopterin thymidine (HAT). Satu minggu sebelum fusi sel, sel myeloma dikultur dalam 8-azaguanine. Sel harus mempunyai kemampuan hidup tinggi dan dapat tumbuh cepat. Fusi sel meng-gunakan medium HAT untuk dapat bertahan hidup dalam kultur. 4. Fusi Sel Myeloma dengan Sel Imun Limpa Satu sel limpa digabungkan dengan sel myeloma yang telah dipersiapkan. Fusi ini diselesaikan melalui sentrifugasi sel limpa dan sel myeloma dalam polyethylene glycol suatu zat yang dapat menggabung-kan membran sel. Sel yang berhasil mengalami fusi dapat tumbuh pada medium khusus. Sel itu kemudian didistribusikan ke dalam tempat yang berisi makanan, didapat dari cairan peritoneal tikus. Sumber makanan sel itu menyediakan growth factor untuk pertumbuhan sel hybridoma. 5. Pengembangan Lebih Lanjut Kloning sel hybridoma kelompok kecil sel hybridoma dapat dikembangkan pada kultur jaringan dengan cara seleksi ikatan antigen atau dikembangkan melalui metode asites tikus. Kloning secara limiting dilution akan memastikan suatu klon itu berhasil. Kultur hybridoma dapat dipertahankan secara in vitro dalam tabung kultur (10-60 ug/ml) dan in vivo pada tikus, hidup tumbuh di dalam suatu asites tikus. Konsentrasi antibodi dalam serum dan cairan tubuh lain 1-10 ug/ml.



2.5 Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk meningkatkan efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun adalah Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC), Complement



10



Dependent Cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan (radioisotop, obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrug di tumor, Antibody Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT). Antibodi monoklonal digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi untuk melawan tumor (Adams, dkk, 2005). 2.5.1 Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC) Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC) terjadi jika antibodi mengikat antigen sel tumor dan Fc antibodi melekat dengan reseptor Fc pada permukaan sel imun efektor. Interaksi Fc reseptor ini berdasarkan kemanjuran antitumor dan sangat penting pada pemilihan suatu antibodi monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas, tetapi diasumsikan sel fagosit mononuklear dan atau Natural Killer (NK). Struktur Fc domain dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi dan interaksi dengan Fc reseptor. Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC) dapat meningkatkan respons klinis secara langsung menginduksi destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi respons sel T tumor. Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel tumor melalui Fc reseptor permukaan sel NK. Hal ini memicu penglepasan perforin dan granzymes untuk menghancurkan sel tumor (gambar a). Sel-sel yang hancur ditangkap antigen presenting cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B sehingga memicu penglepasan antibodi kemudian antibodi ini akan berikatan dengan target antigen (gambar b-d). Sel cytotoxic T lymphocytes (CTLs) dapat mengenali dan membunuh sel target antigen (gambar d) (Adams, dkk, 2005).



11



Gambar 4. Skema Mekanisme Kerja Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC) 2.5.2 Complement Dependent Cytotoxicity (CDC) Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel akan mengawali kaskade komplement. Complement Dependent Cytotoxicity (CDC) merupakan suatu metode pembunuh sel tumor yang lain dari antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada CDC melalui jalur klasik aktivasi komplemen (gambar a). Formasi kompleks antigen antibodi merupakan komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga



memicu



komplemen



protein



lain



untuk



mengawali



penglepasan proteolitik sel efektor kemotaktik/agen aktivasi C3a dan C5a (gambar b). Kaskade komplemen ini diakhiri dengan formasi Membrane Attack Complex (MAC) (gambar c) sehingga terbentuk suatu lubang pada sel membran. Membrane Attack Complex (MAC) memfasilitasi keluar masuknya air dan Na+ yang akan menyebabkan sel target lisis (gambar d) (Adams, dkk, 2005).



Gambar 5. Skema Mekanisme Kerja Complement Dependent Cytotoxicity (CDC)



12



2.5.3 Perubahan Transduksi Signal Reseptor growth factor merupakan suatu antigen target tumor, ekspresinya berlebihan pada keganasan. Aktivasi transduksi signal pada kondisi normal akan menginduksi respons mitogenik dan meningkatkan kelangsungan hidup sel, hal ini diikuti dengan ekspresi perkembangan sel tumor yang berlebihan yang juga menyebabkan tumor tidak sentitif terhadap zat kemoterapi. Antibodi monoklonal sangat potensial menormalkan laju perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap zat sitotoksik dengan menghilangkan signal reseptor ini. Target antibodi EGFR merupakan inhibitor yang kuat untuk transduksi signal. Terapi antibodi monoklonal memberikan efek penurunan densitas ekspresi target antigen contohnya penurunan konsentrasi EGFR permukaan sel tumor atau membersihkan ligan seperti VEGF. Pengikatan ligand reseptor growth factor memicu dimerisasi dan aktivasi kaskade signal (gambar a) sehingga terjadi proliferasi sel dan hambatan terhadap zat sitotoksik (gambar b). Antibodi monoklonal menghambat signal dengan cara menghambat dimerisasi atau mengganggu ikatan ligand (gambar c) (Adams, dkk, 2005).



Gambar 6. Skema Mekanisme Kerja Pada Transduksi Sinyal 2.5.4 Imunomodulasi Beberapa percobaan menunjukkan antibodi yang langsung melawan Cytotoxic T Lymphocyte Antigen 4 (CTLA 4) terbukti dapat menginduksi regresi imun. Pola toksisitas yang diteliti pada uji klinis memperlihatkan hubungan perlekatan CTLA 4 dengan ligand dapat menginduksi respons autoimun. Hal ini terlihat pada aktivasi sel T dependent.



Gabungan



antibodi



anti-CTLA



4



dengan



antibodi



13



monoklonal menginduksi ADCC, kemoterapi sitotoksik atau radioterapi sehingga dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen spesifik tumor (Adams, dkk, 2005). 2.5.5 Penghantaran muatan sitotoksik Antibodi monoklonal pada terapi kanker akan melawan target sel tumor dengan cara mengikat sel spesifik tumor dan menginduksi respons imun. Antibodi monoklonal telah digunakan secara luas dalam percobaan sebagai zat sitotoksik sel-sel tumor. Modifikasi antibodi monoklonal



dilakukan



dengan



tujuan



sebagai



zat



penghantar



radioisotop, toksin katalik, obat-obatan, sitokin, enzim atau zat konjugasi aktif lainnya. Pola antibodi bispesifik pada kedua bagian Fab memungkinkan untuk mengikat target antigen dan sel efektor (Adams, dkk, 2005). 2.5.6 Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT) Antibodi



Directed



Enzyme



Prodrug



Therapy



(ADEPT)



menggunakan antibodi monoklonal sebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor kemudian enzim mengaktifkan prodrug pada tumor. Hal ini dapat meningkatkan dosis active drug di dalam tumor. Konjugasi antibodi monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor (gambar a) kemudian zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat konjugasi antibodi monoklonal dan enzim permukaan sel tumor (gambar b-c) akhirnya inaktivasi prodrug terpecah dan melepaskan active drug di dalam tumor (gambar d) (Adams, dkk, 2005).



14



Gambar 7. Skema Mekanisme Kerja pada Imunomodulasi 2.6 Aplikasi dari Antibodi Monoklonal Berbagai jenis antibodi monoklonal telah dikembangkan beberapa diantaranya telah disetujui penggunaannya oleh FDA untuk mengobati beberapa jenis kanker. Penggunaan antibodi monoklonal untuk terapi kanker dibagi dalam 2 tipe, yaitu sebagai berikut. 1) Naked Monoclonal Antibodies (Antibodi Monoklonal Murni) Antibodi



monoklonal



murni



adalah



antibodi



monoklonal



yang



penggunaannya tidak dikombinasikan dengan senyawa lain. Antibodi monoklonal murni mengikatkan diri pada antigen spesifik yang dimiliki oleh sel-sel kanker sehingga dapat dikenali dan dirusak oleh sistem imun tubuh. Selain itu, antibodi monoklonal dapat mengikatkan diri pada suatu reseptor, dimana molekul-molekul pertumbuhan untuk tidak dapat berinteraksi dengan sel kanker, maka antibodi monoklonal dapat mencegah pertumbuhan sel kanker. Beberapa antibodi monoklonal yang bekerja dengan cara tersebut diantaranya sebagai berikut. a.



Trastuzumab (Herceptin) Trastuzumab (Herceptin) digunakan untuk terapi kanker payudara stadium lanjut. Trastuzumab menyerang protein HER2 (merupakan protein yang terdapat dalam jumlah besar pada sel-sel kanker payudara).



b.



Rituximab Rituximab digunakan untuk terapi sel B pada limfoma non-Hodgkin, bereaksi dengan sasaran antigen CD20 yang ditemukanpada sel B.



15



c.



Alemtuzumab Alemtuzumab digunakan untuk terapi B cell lymphocytic leukimia (B-CLL) kronik yang sudah mendapat kemoterapi, Senyawa ini menyerang antigen CD52, yang terdapat pada sel B maupun sel T.



d.



Cetuximab Cetuximab digunakan untuk kanker kolorektal stadium lanjut (bersamaan dengan obat kemoterapi irinotechan) dan kanker leher dan kepala yang tidakbisa dilakukan tindakan pembedahan. Senyawa ini ditujukan untuk protein epidermal growth factor receptors (EGFR), EFGR terdapat dalam jumlah besar pada beberapa sel kanker.



e.



Bevacizumab Bevacizumab bekerja melawan protein Vascular Endhotelial Growth Factor (VEGF) yang normalnya membantu tumor untuk membangun jaringan pembuluh darah baru (angiogenesis). Senyawa ini digunakan bersama-sama dengan kemoterapi untuk terapi kanker kolorektal metastatik.



2) Conjugated



Monoclonal



Antibodies



(Antibodi



Monoklonal



yang



senyawa



yang



Dikombinasi dengan Beberapa Senyawa) Conjugated



Monoclonal



Antibodies



merupakan



dikombinasikan antara lain kemoterapi, toksin, dan senyawa radioaktif. Antibodi monoklonal jenis ini akan beredar ke seluruh bagian tubuh sampai berhasil menemukan sel kanker yang mempunyai antigen spesifik yang dikenali oleh antibodi monoklonal. Obat ini hanya berperan sebagai wahana yang akan mengantarkan substansi-substansi obat, racun dan materi radioaktif, menuju langsung ke sasaran yakni sel-sel kanker. Namun hebatnya, bisa meminimalkan dosis pada sel normal untuk menghindari kerusakan di seluruh bagian tubuh. Conjugated MAbs kadang dikenal juga sebagai "tagged," "labeled," atau "loaded" antibodies. a. Chemolabeled Chemolabeled adalah antibodi monoklonal yang dikombinasikan dengan obat kemoterapi. Satu-satunya chemolabeled yang telah disetujui FDA untuk terapi kanker adalah Brentuximab vedotin. Obat



16



ini terdiri dari antibodi yang mempunyai target antigen CD30 yang terikat kepada obat kemoterapi yang bernama monomethyl auristatin E. Digunakan untuk terapi Hodgkin lymphoma dan anaplasticlarge cell lymphoma. b. Radioimmunotherapy Radioimmunotherapy adalah antibodi monoklonal dikombinasikan dengan senyawa radioaktif. FDA menyetujui radioimmunotherapy pertama yang boleh digunakan adalah Ibritumomabtiuxetan digunakan untuk terapi kanker B cell non-Hodgkin lymphoma yang tidak berhasil dengan terapi standar. Radioimmunotherapy yang kedua adalah Tositumomab (Bexxar) digunakan untuk tipe limfomanon-Hodgkin tertentu yang juga tidak menunjukkan respon terhadap Rituximab (Rituxan) atau kemoterapi. c. Immunotoksin Immunotoksin adalah antibodi monoklonal dikonjugasikan dengan racun. Imunotoksin dibuat dengan menempelkan racun yang berasal dari tanaman maupun bakteri pada antibodi monoklonal. Berbagai racun dibuat untuk ditempelkan pada antibodi monoklonal seperti toksin difteri, eksotoksin pseudomonas (PE40), atau yang dibuat dari tanaman, yakni risin A dari Ricinus communis atau saporin dari Saponaria officinalis. Antibodi yang digunakan dalam beberapa diagnosa untuk mendeteksi jumlah kecil pada obat, racun atau hormon. Antibodi Monoklonal untuk Human Chorionic Gonadotropin (HCG) digunakan dalam tes kehamilan. Wanita hamil memiliki hormon Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) pada urin. Antibodi monoklonal untuk HCG telah dihasilkan. Antibodi melekat pada enzim yang kemudian dapat berinteraksi dengan molekul pewarna dan menghasilkan perubahan warna.



17



Gambar 8. Penggunaan Antibodi Monoklonal untuk Tes Kehamilan Diagnostik lain dalam penggunaan antibodi yaitu diagnosis HIV dengan uji ELISA. Tes infeksi HIV berdasarkan deteksi keberadaan antibodi HIV dalam serum darah pasien dilakukan dengan prosedur sebagai berikut. a. Antigen HIV dipasang pada plate. b. Serum pasien diletakkan di dalam plate. Setiap antibodi HIV dari serum pasien akan melekat pada antigen yang sudah di plate. c. Antibodi kedua yang spesifik untuk antibodi HIV dimasukkan kedalam plate. Antibodi ini akan melekat antibodi HIV yang ada pada plate. Kedua antibodi ini memiliki enzim yang dapat saling menempel. d. Diberikan Chromagen sebagai pewarna ke dalam konsentrasi kompleks dari antibodi HIV/antibodi terkonjugasi. e. Chromagen akan berubah menjadi warna yang lebih intens. Semakin intens warna, semakin besar tingkat antibodi HIV. Ini akan menjadi hasil yang positif untuk tes HIV.



18



Gambar 9. Penggunaan Antibodi Monoklonal untuk Tes HIV 2.7 Kelebihan dan Kelemahan Antibodi Monoklonal Kelebihan dari antibodi monoklonal adalah sebagai berikut. 1. Antibodi monoklonal biasanya memiliki sedikit latar belakang dari pewarnaan bagian dan sel karena lebih spesifik mendeteksi satu target epitop dan cenderung tidak bereaksi silang dengan protein lain. 2. Akibat spesifisitasnya, antibodi monoklonal sangat baik sebagai antibodi primer dalam tes,atau untuk mendeteksi antigen dalam jaringan. 3. Dibandingkan



dengan



antibodi



poliklonal,



homogenitas



antibodi



monoklonal sangat tinggi. Jika kondisi eksperimen dijaga konstan, hasil dari antibodi monoklonal akan sangat dapat direproduksi di antara percobaan. 4. Spesifisitas antibodi monoklonal mengakibatkan sangat efisien untuk mengikat antigen dalam campuran molekul terkait, seperti dalam kasus pemurnian afinitas. 5. Tidak perlu murni dan terkarakterisasi dan tidak perlu memproduksi antibodi dengan jumlah yang banyak. Kelemahan dari antibodi monoklonal adalah sebagai berikut. 1. Dapat menghasilkan sejumlah besar antibodi spesifik, tetapi mungkin terlalu spesifik. 2. Lebih rentan terhadap hilangnya epitop melalui perawatan kimia antigen daripada



antibodi



poliklonal.



Hal



ini



dapat



diimbangi



dengan



menggabungkan dua atau lebih antibodi monoklonal ke antigen yang sama.



19



3. Rata-rata afinitas antibodi monoklonal lebih rendah daripada antibodi poliklonal. 4. Memerlukan waktu dan usaha yang besar.



20



BAB 3 PENUTUP



3.1 Simpulan 1. Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang hanya dapat mengikat satu epitop yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang memiliki kekhususan tambahan dan hanya mengenal satu jenis antigen. 2. Sejarah perkembangan dari antibodi monoklonal diawali dari Metchnikoff dan Erlich (1908) mengemukakan teori imunologi yang membawa perubahan yang besar pada pemanfaatan antibodi untuk mendeteksi adanya antigen (zat asing) di dalam tubuh. Georges Kohler, Cesar Milstein, dan Niels Kaj Jerne (1975) menemukan cara baru dalam membuat



antibodi



dengan mengimunisasi



hewan percobaan dan



menghasilkan antibodi yang homogen dan spesifik inilah yang disebut sebagai antibodi monoklonal. 3. Jenis-jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah dikembangkan adalah antibodi monoklonal murine (fully mouse or murine monoclonal antibodies),



antibodi



monoklonal



kimera



(chimaric



monoclonal



antibadies), antibodi monoklonal manusiawi (humanized monoclonal antibodies), dan antibodi monoklonal manusia (fully human monoclonal antibodies). 4. Cara pembuatan antibodi monoklonal adalah imunisasi tikus dan seleksi tikus donor untuk pengembangan sel hybridoma, penyaringan produksi antibodi tikus, persiapan sel myeloma. fusi sel myeloma dengan sel imun limpa, dan pengembangan lebih lanjut. 5. Mekanisme kerja antibodi monoklonal adalah menggunakan mekanisme komponen sistem imun, yaitu Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC), Complement Dependent Cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan (radioisotop, obat atau toksin)



21



untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrug di tumor, Antibody Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT). 6. Aplikasi dari antibodi monoklonal, yaitu untuk terapi kanker yang meliputi naked



monoclonal



conjugated



antibodies



monoclonal



(antibodi



antibodies



monoklonal



(antibodi



murni)



monoklonal



dan yang



dikombinasi dengan beberapa senyawa), untuk Human Chorionic Gonadotropin (HCG) digunakan dalam tes kehamilan, dan diagnosis HIV dengan uji ELISA. 7. Kelebihan antibodi monoklonal adalah lebih spesifik mendeteksi satu target epitop dan cenderung tidak bereaksi silang dengan protein lain, sangat baik sebagai antibodi primer dalam tes, homogenitas antibodi monoklonal sangat tinggi, sangat efisien untuk mengikat antigen dalam campuran molekul terkait, tidak perlu murni dan terkarakterisasi serta tidak perlu memproduksi antibodi dengan jumlah yang banyak. Kekurangan antibodi monoklonal adalah terlalu spesifik, lebih rentan terhadap hilangnya epitop melalui perawatan kimia antigen daripada antibodi poliklonal, rata-rata afinitas antibodi monoklonal lebih rendah daripada antibodi poliklonal, dan memerlukan waktu dan usaha yang besar. 3.2 Saran Pemanfaatan bioteknologi harus dimanfaatkan secara bijak, khususnya dalam



pemanfaatan



antibodi



monoklonal.



Pengembangan



antibodi



monoklonal generasi baru dapat dijadikan salah satu alternatif pengobatan untuk berbagai macam penyakit.



22



DAFTAR PUSTAKA Abbas AK, Lichtman AH. 2005. Antibodies and Antigens 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. Adams, G.P., dan Weiner, L.M. 2005. Monoclonal antibody therapy of cancer. Nature Biotechnology, 23: 1147-57. Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Robert, K., Walter, P. 2002. Manipulating Proteins, DNA, and RNA. In: Anderson MS, Dilernia B, editors. Molecular biology of the cell 4th ed. New York: Garland Science. Campbell, Neil A, dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga. Dyah, Batari, dkk. 2016. Teknologi Hibridoma dan DNA Rekombinan untuk Produksi Antibodi Monoklonal. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Emantoko, Sulistyo. 2001. Antibodi Rekombinan: Perkembangan Terbaru dalam Teknologi Antibodi. Jurnal Unitas, 9(2): 29-43. Nelson PN, Reynolds GM, Waldron EE, Ward E, Giannopoulos K, Murray PG. 2000. Demystified Monoclonal Antibodies. Journal Clin Pathol, 53: 1117. Nugroho, Endik Deni dan Dwi Anggorowati Rahayu. 2017. Pengantar Bioteknologi (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Penerbit Deepublish. Radji, Maksum, M. Biomed. 2011. Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta: EGC. Tuscano J. M., Noonan K, Mulrooney T. 2005. Monoclonal antibodies: case studies in novel therapies. In: Frankel C, editor. A continuing education program for oncology nurses. Pittsburgh OES:5-8. Wibowo, Lydia, dkk. 2011. Antibodi Monoklonal. Depok: Universitas Indonesia.



23