Makalah Askep Kecemasan Dan Kehilangan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODEL EKSISTENSIAL ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KECEMASAN DAN KEHILANGAN



Disusun Oleh :



1. Adi Kiswoyo 2. Dedi Saputra 3. Endah Wiyati 4. Joko Nayogyo 5. Mila Aristiani 6. Riki Malik 7. Heni Rohmawati 8. Beti Nurjanah



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG 2018



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah



ini dapat memberikan



manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.



Pringsewu, September 2018



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ................................................................................. 1 B. Tujuan ............................................................................................................ 2 C. Manfaat ......................................................................................................... 2



BAB II TINJAUAN TEORITIS



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..................................................................................................... 7 B.



Saran ............................................................................................................ 7



DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Globalisasi telah membuat perubahan diberbagai bidang ilmu pengetahuan teknologi. Persaingan kelompok dan individu



dan



semakin ketat, dampak dari



perubahan tersebut merupakan salah satu stressor bagi individu, apabila seseorang tidak bisa bertahan dengan perubahan yang terjadi. Hal tersebut akan dirasakan sebagai stressor yang berkepanjangan, koping individu yang tidak efektif menjadikan seseorang mengalami gangguan secara psikologis. Menurut Organisasi kesehatan dunia (WHO), bahwa 10% dari populasi mengalami gangguan jiwa, hal ini didukung oleh laporan dari hasil studi bank dunia dan hasil survei Badan Pusat Statistik yang melaporkan bahwa penyakit yang merupakan akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1% yang merupakan angka tertinggi dibanding prosentase penyakit lain. Data riset kesehatan dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa gangguan mental emosional (depresi dan kecemasan) di alami oleh sekitar 11,6% populasi usia di atas 15 tahun sedangkan sekitar 0,48% populasi mengalami gangguan jiwa berat atau psikosis (Depkes, 2012). Gangguan ansietas lebih sering di alami oleh wanita individu berusia kurang dari 45 tahun, bercerai atau berpisah, dan individu yang berasal dari status sosial – ekonomi rendah (Videbeck. 2008)



B. Rumusan Masalah 1.



Apa definisi dari ansietas?



2.



Apa etiologi dari ansietas?



3.



Apa saja klasifikasi ansietas?



4.



Apa manifestasi klinis dari ansietas?



5.



Bagaimana patofisiologi ansietas?



1



6.



Bagaimana penatalaksanaan ansietas?



7.



Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien ansietas?



C. Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui definisi dari ansietas b. Untuk mengetahui etiologi ansietas c. Untuk mengetahui klasifikasi dari ansietas d. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari ansietas e. Untuk mengetahui patofisiologi ansietas f. Untuk mengetahui penatalaksanaan g. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan ansietas



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Ansietas adalah suatu perasaan takut dengan gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang di sebabkan oleh kecemasan tersebut (Tomb. Dafit A 2003) Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas di alami secara subjektif dan dikomunikasikan secaar interpersonal. (Stuart & Laraia 2005). Ansietas adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual terhadap bahaya. (Stuart & Laraia 2005). Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan yang tidak di dukung oles situasi ( Videbeck. 2008) Ansietas merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari Susunan Saraf Autonomic (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Sedangkan depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan lanjut perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.



3



B. Etiologi Meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada diri seseorang. Faktor genetik juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan ini. Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menghadapi situasi, masalah dan tujuan hidup (Videbeck, 2008). Setiap individu menghadapi stres dengan cara yang berbeda-beda, seseorang dapat tumbuh dalam suatu situasi yang dapat menimbulkan stres berat pada orang lain. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi ansietas adalah : Faktor Predisposisi 1) Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadiani yaitu id, ego dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya, sedangakan ego di gambarkan sebagai mediator antara tuntunan dari id dan super ego 2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal. 3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan. 4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa di temui dalam suatu keluarga. 5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak megandung reseptor khusus untuk benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asamasam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas.



Faktor Presipitasi 4



Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stresor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : 1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi : a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil). b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal. 2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.



C. Klasifikasi Ansietas 1. Tingkatan Ansietas : a. Ansietas Ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Menyebabkan individu menjadi lebih waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilakn pertumbuhan serta kreativitas. b. Ansietas Sedang Memungkinkan individu unutk berfokus pada hal yang penting



dan



mengesampingkan hal yang lain. Mempersempit lapang persepsi individu. Sehingga individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat lebih berfokus pasda area jika diarahkan untuk melakukannya. c. Ansietas Berat



5



Sangat mengurangi lapang persepsi individu, cenderung berfokus ada sesuatu yang rinci dan spesifik sehingga tidak memikirkan hal yang lain. Semua perilaku ditujukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada hal lain. d. Tingkat Panik dari Ansietas Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu meskipun dengan arahan, karena mengalami kehilangan kendali.



D. Manifestasi Klinis Manifestasi dengan gejala setiap kategori yaitu, ansietas ringan, ansietas sedang, ansietas berat, dan ansietas panik. 1. Ansietas Ringan a. Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. b. Lapang persepsi meluas/melebar dan individu berhati-hati serta waspada. c. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. - Respon Ansietas Ringan a. Fisiologis Kadang nafas pendek, nadi dan TD naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar. b. Kognitif Lapang persepsi meluas/melebar, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. c. Perilaku dan Emosi Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang meninggi. 2. Ansietas Sedang Pada tingkat ini lapang pandang terhadap linngkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dn mengesampingkan hal lain. 6



Respon Ansietas Sedang a. Fisiologis Sering nafas pendek, nadi dan TD naik, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, gelisah b. Kognitif 1) Lapang persepsi menyempit 2) Rangsang luar tidak mampu diterima 3) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya 4) Perilaku dan Emosi 5) Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan) 6) Bicara banyak & lebih cepat 7) Susah tidur 8) Perasaan tidak aman 3. Ansietas Berat Pada tingkat ini lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/ tuntunan. Respon Ansietas Berat: a. Fisiologis Nafas pendek, nadi dan TD naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan. b. Kognitif  Lapang persepsi sangat sempit  Tidak mampu menyelesaikan masalah c. Perilaku dan Emosi  Perasaan ancaman tinggi  Verbalisasi cepat  Blocking 4. Ansietas Panik 7



Terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/ tuntunan Respon Ansietas Panik: a. Fisiologis Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. b. Kognitif  Lapang pandang persepsi sangat sempit  Tidak dapat berpikir logis c. Perilaku dan Emosi  Agitasi mengamuk dan marah  Ketakutan dan berteriak-teriak, blocking  Kehilangan diri kendali/ kontrol diri  Persepsi kacau E. Patofisiologi Berdasarkan proses perkembangannya: 1. Bayi/anak-anak a. Berhubungan dengan perpisahan b. Berhubungan dengan lingkungan atau orang yang tidak dikenal c. Berhubungan dengan perubahan dalam hubungan teman sebaya 2. Remaja Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekunder akibat: a. Perkembangan seksual b. Perubahan hubungan dengan teman sebaya 3. Dewasa Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekunder akibat: a. Kehamilan b. Menjadi orang tua c. Perubahan karir 8



d. Efek penuaan 4. Lanjut usia Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekunder akibat: a. Penurunan sensori b. Penurunan motorik c. Masalah keuangan d. Perubahan pada masa pension



F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius (Hawari, 2008) selengkapnya seperti pada uraian berikut : 1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara : a. Makan makan yang bergizi dan seimbang. b.Tidur yang cukup. c. Cukup olahraga. d.Tidak merokok. e. Tidak meminum minuman keras. 2. Terapi psikofarmaka Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam. 3. Terapi somatik Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan



9



somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan. 4. Psikoterapi Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain : a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri. b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan. c. Psikoterapi



re-konstruktif,



untuk



dimaksudkan



memperbaiki



kembali



(rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor. d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat. e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan. f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung. 5. Terapi psikoreligius Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.



ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Dalam bagian ini perawat harus dapat memahami dan menangani pasien yang mengalami diagnosis keperawatan ansietas, baik menggunakan cara individual



10



maupun kelompok. Bagian ini juga memberikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga pasien dengan kecemasan. Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan di komunikasikan secaar interpersonal. Adapun tanda dan gejala dari ansietas: a. Perilaku gelisah b. Ketegangan fisik c. Tremor d. Kurang koordinasi e. Cenderung mengalami cedera f. Menarik diri dari hubungan interpersonal g. Kreativitas menurun 1) Data dasar Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang, status sosial ekonomi, adat/kebudayaan, dan keyakinan spiritual, sehingga mudah dalam komunikasi dan menentukan tindakan keperawatan yang sesuai. a. Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat,nomor register, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi). Terjadi pada semua umur baik laki-laki maupun perempuan. b. Identitas Penanggung jawab (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien). 2) Faktor Predisposisi Beberapa faktor predisposisi secara umum yang mempengaruhi terjadinya ansietas: a. Panik b. Ketegangan menghadapi sesuatu c. Kurang percaya diri 11



d. Ketakutan kehilangan e. Preoperasi f. Obsesius Menurut beberapa teori terjadinya faktor predisposisi, yaitu: a. Teori Psikoanalisa Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara antara 2 elemen kepribadian – id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. b. Teori Interpersonal Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat. c. Teori Perilaku Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya. d. Kondisi keluarga Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi. Faktor ekonomi, latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas. e. Keadaan Biologis



12



Keadaan biologis menunjukkan bahwa otak megandung reseptor khususuntuk benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam-asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas 3) Faktor Presipitasi Faktor presipitasi dibedakan menjadi: a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup seharihari. b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang. 4) Mekanisme Koping Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping sbb: a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang di sadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stres, misalnya perilaku menyerang untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan, Menarik diri untuk memindahkan dari sumber stress, Kompromi untuk mengganti tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal. b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi berlangsung tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas dan bersifat maladaptif. 5) Perilaku Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologi dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam upaya melawan kecemasan. Intensietas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan. Respon fisiologis terhadap ansietas meliputi: a. Sistem kardiovaskuler: jantung berdebar, palpitasi, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun. 13



b. Sistem respirasi: napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas dangkal, sensasi tercekik. c. Neuromuskuler: reflex meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, kelemahan umum. d. GI: kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri, ulu hati, diare. e. Perkemihan: sering berkemih g. Kulit: berkeringat setempat, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat. Respon perilaku meliputi: motorik, afektif, dan kognitif. 6) Data yang perlu di kaji a. Data subyektif: Klien mengatakan: perasaan saya gelisah, berdebar-debar, sering berkemih, mengalami ketegangan fisik, panik, tidak dapat konsentrasi, tidak percaya diri. b. Data obyektif: Klien tampak gelisah, pucat, mulut kering, suara tremor, sering mondar-mandir sambil berbicara sendiri atau berbicara kepada orang lain tetapi tidak di respon, menarik diri dari lingkungan interpersonal. 7) Status kesehatan mental a.



Kebenaran data:



Apakah semua informasi yang diberikan oleh klien sesuai dengan apa yang disampaikan oleh keluarganya saat melakukan kunjungan rumah. b. Status sensorik: Kaji apakah ada gangguan pada penglihatan, pendengaran, penciuman,



dan



pengecapan dan perabaan. c.



Status persepsi



Klien mendengarkan suara-suara yang membisik di telinganya. Klien sering melamun, menyendiri, senyum sendiri karena mendengar sesuatu,atau kadang-kadang mata menatap tajam seperti mengawasi sesuatu. d. Status motorik 14



Motorik kasar: cara klien berjalan, berpakaian, dan berbicara apakah masih terkontrol atau tidak. Motorik halus : misalnya Klien mampu menulis, menggenggam sesuatu, memasukan kancing ke dalamlubang kancing tanpa tremor. e.



Afek



Emosi yang ditunjukan sesuai dengan apa yang di ungkapkan. Misalnya jika klien menceritakan hal-hal yang lucu, klien turut tertawa. f.



Orientasi



Klien mengenal orang yang ada di sekitarnya, Klien mengetahui tentang waktu. g. Ingatan Apakah Klien masih mengingat apa yang di alaminya selama ini, Apakah klien kehilangan sebagaian memori yang di ingatnya.



B. Pengkajian psikologis a. Status emosi Suasana hati yang menonjol adalah tampak purtus asa. Ekspresi muka tampak datar. Saat berinteraksi, klien mampu menjawab pertanyaan perawat dengan jawaban sejelas-jelasnya. Apakah Perasaan klien saat ini cukup baik. b. Konsep diri Tanyakan apa yang di inginkan oleh kilen, pandangan hidup yang bertentangan, menarik diri dari realitas dll. c. Gaya komunikasi Apakah klien berbicara secara santai, sulit di ajak berkomunikasi dll.Perhatikan juga ekspresi nonverbal saat berinteraksi tampak serius dan antusias, ada kontak mata. d. Pola interaksi Bagaimana cara klien berinteraksi dengan perawat, dengan anggota keluarga yang lain di rumah. e. Pola pertahanan



15



Bila mengatasi situasi yang sangat menekan atau sedih, klien lebih suka berdiam diri di kamar, melamun. Klien mengatakan tidak.



C. Pengkajian sosial a. Pendidikan dan pekerjaan b. Hubungan sosial c. Faktor sosial budaya d. Gaya hidup D. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko menciderai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan ansietas 2. Ansietas berhubungan dengan koping individu tak efektif. E. Perencanaan Diagnosa



Perencanaan



Resiko



TUM:



1.



mencederai diri Klien sendiri



Intervensi Melihat/observasi



menahan tidaknya



ada1. Intervensi diperlukan jika klien



perilaku melakukan



dan diri untuk tidak kekerasan.



orang lain b.d membahayakan ansietas



Rasional



diri



dan



2.



Diskusikan



ansietas, lain.



orang perasaan,dan peningkatan



TUK 1:



dapat



Bagaimana2.



menyebabkan kontrol



diri



hilangnya dan



menimbulkan



sering tindakan



agresif3. Bantu merawat diri dengan permusuhan.



tetapi



tidak cara mengikuti kecemasan.



melakukannya



3.



memperagakan -



Bantu



keterampilan



mengidentifikasi



sesuai



Ansietas hebat sering kali



ketegangan mengakibatkan



Klien mengatakan permusuhan.



koping



kekerasan



terhadap diri sendiri dan orang



lain.



perasaan



tindak



yang yang



klien



Membicarakan tentang rasa



untuk marah



akan



isyarat kecenderungan



mengindikasikan menindaklanjuti.



untuk peningkatan frustasi yang



16



menurunkan klien



untuk



mengatasi distres dapat menimbulkan prilaku1. yang hebat.



merusak



Identifikasi



terhadap



peningkatan ketegangan dapat mencegah



-



dini



Dorong



klien



klien



kehilangan



untuk kontrol dan melukai diri sendiri



membentuk kesadaran diri dan orang lain akan prilaku non verbal dan pernyataan verbal yang menunjukkan memuncaknya ansietas 3.



2. Kesadaran diri adalah langkah



Ajari klien tentang cara- awal untuk memfasilitasi kontrol cara penyaluran ansietas diri. secara fisik.



4. Bantu klien mempelajari keterampilan asertif dan3. Penyaluran energi fisik yang ekspresi yang sesuai untuk nyaman emosinya yang kuat.



klien



akan



memampukan



mengurangi



ansietas



dengan cara yang konstruktif 4.



Keterampilan



asertif



dan



ekspresi emosi yang sesuai akan 5.



Bersama dengan klien membantu klien menyelesaikan melakukan



upaya masalah, jika masalah tersebut



pengembangan terhadap



frustasi



kekecewaan. 6.



Dorong



toleransi muncul



dan



menyebarkan



dan kemungkinan agresi. 5. Intervensi ini memberi waktu



klien



17



untuk kepada klien untuk mengatasi



meminta



bantuan



dari situasi stres dan dapat mencegah



sumber-sumber ansietas.



episode kekerasan.



6.



Bantuan



berkelanjutan



memampukan klien untuk tetap berada dalam kontrol dalam situasi



stres



dan



memikul



tanggung jawab atas perilakunya.



Ansietas



TUM:



berhubungan



Klien



1.



Dorong mengungkapkan



pasien 1.



Perasaan sakit yang tidak



secara diakui



adalah



stressor,



demgan koping menunjukkan



verbal perasaan yang kuat, mengungkapkan perasaan yang



individu



tidak nyaman, khususnya tidak



efektif.



tak kemampuan mengatasi



frustasi.



mengurangi



2.



Bantu



perilaku penyebab mengidentifikasi



TUK 1:



terjadi sebelum serangan. bercerita



tentang



stressor 3.



kehidupan,



umumnya serangan,



klien



dapat



kendali



terhadap



stressor



yang



berhubungan dengan panik harus di identifikasi.



Diskusikan dan analisa 3.



Analisis stimulus eksternal



yang situasi panik dengan klien, yang menyertai panik membantu



serangan berfokus di



Sebelum



stressor memperoleh



internal



Pasien



yang



klien 2.



panik



panik



membantu



panik ansietas, rasa bersalah, & meredakan stres



dengan



b.d



nyaman



pada



stimulus klien mengantisipasi dan pada



masa eksternal yang merangsang akhirnya mengontrol serangan.



lalu.



serangan.



4.



Klien



perlu



mengetahui



metode koping klien yang dapat 4.



Diskusikan mekanisme digunakan koping,



seperti



18



gerakan ansietas



untuk yang



mengatasi



tidak



dapat



fisik



dan



latihan



nafas ditoleransi



akibat



serangan



dalam yang lambat, dan panik. bagaimana mekanisme 1.



Ajari klien strategi intuk 1.



Memiliki pengetahuan tentang



mengatasi stressor internal cara alternatif untuk menangani seperti



ketakutan



atau stres akan meningkatkan kendali



perasaan tidak menentu. 2.



perilaku.



Ajari klien tentang cara 2. dari



keadaan memampukan



internal



ke



keadaan melepas ansietas melalui fokus



klien 3.



meunjukkan perulaku



Diskusikan antara



untuk



keluar. 3.



2:



klien



ini



perpindah



eksternal.



TUK



Keterampilan



Memfasilitasi daya tilik klien



hubungan kedalam



ansietas



hubungan



antara



dengan ansietas dan gejala fisik akibat



yang respon fisiologis yang secra serangan panik.



membantu



khas



ditunjukkan



mengontrol



serangan panik.



keadaan panik



dalam



4. 4.



Bantu



klien



Klien perlu mengetahui akibat



untuk gejala fisiologis ansieta diikuti



memodifikasi situasi yang oleh dapat dirubah.



pikiran



spontan



yang



mengganggu penilaian tentang apa yang sedang terjadi. 5.



5.



Mengembangkan



dan



Dorong klien membentuk menggunakan sistem pendukung sistem mencari



pendukung bantuan



dan meningkatkan tanggung jawab ketika pribadi dan pengakuan pribadi



tanda dan gejala ansietas tentang kebutuhan memperoleh muncul.



bantuan terhadap stres.



19



LAPORAN PENDAHULUAN 1. KEHILANGAN A. Pengertian Kehilangan adalah suatu kondisi terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (lambert, 1985) Kehilangan adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.



B. Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Kehilangan Dalam menghadapi kehilangan, individu dipengaruhi oleh: 1. Perkembangan Anak-anak a. Belum mengerti seperti oranng dewasa, belum bisa merasakan. b. Belum menghambat perkembangan. c. Bisa mengalami regresi. Orang dewasa a. Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup, tujuan hidup. b. Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari. 2. Keluarga Keluargan mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukkan sikap kuat, tidak menunjukkan sikap sedih secara terbuka. 3. Faktor sosial ekonomi Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, berarti kehilangan secara ekonomi. Dan hal ini bisa mengganggu kelangsungan hidup. 4. Pengaruh kultural Kultur mempengaruhi manifestasi klinis dan emosi.



20



Kultur “barat” menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukkan pada orang lain. Kultur lain menganggap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras. 5. Agama Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian. 6. Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menanggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan. C. Tipe Kehilangan Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe, yaitu: 1. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasikan oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti. 2. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya mendadi menurun. D. Jenis-Jenis Kehilangan Terdapat 5 kategori kehilangan, yaitu: 1. Kehilangan seseorang yang dicintai. Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang. 2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri



21



Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapn tentang mental seseoranng. Anggapa ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. 3. Kehilangan objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang, atau pekerjaan. 4. Kehilangn lingkungan yang sangat dikenal. Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. 5. Kehilangan kehidupan / meninggal Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya. Sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentanng kematian.



2. BERDUKA A. Pengertian Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. B. Tipe Berduka NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. 1. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang meruppakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilanngan. Tipe in masih dalam batas normal.



22



2. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadangkadanng menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. C. Tahap-Tahap Berduka 1. Tahap berduka menurut Teori Engels a. Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dak kelelahan. b. Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. c. Fase III (restitusi) Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang bertujuan untuk mengalihkann kehilangan seseorang. d. Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap sesuatu yang meninggalkannya. Bisa merasa bersalah dan kurang perhatiannya di masalalu terhadap almarhum. e. Fase V Kehilangan yang tidak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang. 2. Tahap berduka menurut PARKES (1986) dan PARKES ET AL (1991) a. Mati rasa dan meningkari.



23



Orang yang baru saja mengalami kehilangan akan merasa tidak nyata, penghentian waktu, segera setelah kematian orang yang penting dalam kehidupan mereka. Perasaan ini digambarkan sebagai “mati rasa”. Ada kecenderungan untuk mengingkari kejadian dan keyakinan bahwa semuanya hanyalah mimpi buruk. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai berminggu-minggu. b. Kerinduan atau Pining Fase ini ditandai dengan adanya kebutuhan untuk menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal. Hal ini dinyatakan dalam mimpi orang yang kehilangan, dan orang yang sering kalil menyatakan meluhat orang yang sudah meninggal dalam keramaian. c. Putus asa dan depresi Jika orang yang kehilangan akhirnya menyadari kenyataan tentang kematian, ada perasaan putus asa yang hebat dan kadang terjadi depresi. Periode ini adalah saat individu mengalami disorganisasi dalam batas tertentu dan merasa bahwa mereka tidak mampu melakukan tugas yang dimasa lalu dilakukan dengan sedikit kesulitan. d. Penyembuhan dan reorganiosasi. Pada titik tertentu kebanyakan individu yang kehilangan menyadari bahwa hidup mereka harus berkanjut dan mereka harus mencari makna baru dari keberadaan mereka. 3. Tahap berduka menurut Kubler Ross (1969) a. Fase pengingkaran (denial) Perasaan tidak percaya, syok, biasanya ditandai dengan menangis, gelisah, lemah, letih, dan pucat. b. Fase marah (anger) Perasaan marah dapat diproyeksikan pada orang atau benda yang ditandai dengan muka merah, suara keras, tangan mengepal, nadi cepat, gelisah, dan perilaku agresif. c. Fase tawar menawar Individu



mampu



mengungkapkan



rasa



marah



mengekspresikan rasa bersalah, takut dan rasa berdosa. Peran perawat: 24



akan



kehilangan,



ia



akan



-



Diam



-



Mendengarkan



-



Memberikan sentuhan terapeutik d. Fase depresi



Individu menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara, putus asa. Perilaku yang muncul seperti menolak makan, susah tidur, dan dorongan libido menurun. Peran perawat: -



Pasien jangan ditinggalkan sendiri



-



Pintu kamar dibiarkan terbuka e. Fase penerimaan



Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran yang berpusat pada objek kehilangan mulai berkurang. Peran perawat: -



Menemani pasien



-



Bila mungkin, bicara dengan pasien



-



Tanyakan apa yang dibutuhkan



-



Apakah butuh pertolongan perawat



-



Pintu kamar jangan ditutup



4. Tahap berduka menurut teori Rando a. Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya. b. Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika pasien secara berulangulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. c. Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedudukan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana pasien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka. 25



D. Kebutuhan keluarga yang berduka 1. Harapan a. Perawatan yang terbaik sudah diberikan. b. Keyakinan bahwa mati adalah akhir penderitaan dan kesakitan. 2. Berpartisipasi a. Memberi perawatan b. Sharing dengan staf. 3. Support a. Dengan support pasien dapat melewati kemarahan, kesedihan, dan denial. b. Support bisa digunakan sebagai koping dengan perubahan yang terjadi. 4. Kebutuhan spiritual a. Berdoa sesuai kepercayaan b. Mendapatkan kekuatan dari Tuhan



ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Individual -



Umur dan jenis kelamin



-



Kelompok religius : kehadiran di tempat ibadah, pentingnya agama dalam kehidupan pasien, kepercayaan akan kehidupan setelah kematian



-



Tingkat pengetahuan atau pendidikan. Cara individu untuk mengakses informasi.



-



Bahasa dominan pasien, apakah fasih?



-



Pola komunikasi dengan orang terdekat, dengan pemberi perawatan. Bagaimana gaya bicaranya?



-



Persepsi akan tubuh dan fungsi-fungsinya. Pada waktu sehat? Pada waktu sakit? Pada waktu sakit sekaranng?



-



Bagaimana pasien merasakan dan menentukan sakit.



26



-



Bagaimana



pasien



mengalami



penyakit



dan



bagaimana



sebenarnya



penyakitnya. -



Bagaimana respons emosional terhadap pengobatan saat ini dan hospitalisasi.



-



Pernah mengalami sakit, hospitalisasi, dan sistem perawatan kesehatan.



-



Menggambarkan reaksi emosional dalam istilah perasaan (sensori): misalnya pernyataan “saya merasa takut”.



-



Tingkah laku pada waktu cemas, takut, tidak sabar ataupun marah.



2. Pengkajian psikologis a. Status emosional -



Apakah emosi sesuai perilaku?



-



Apakah pasien dapat mengendalikan perilaku?



-



Bagaimana perasaan pasien yang tampil sepertibiasanya?



-



Apakah perasaan hati sekarang merupakan ciri khas pasien?



-



Apa yanng pasien lakukan jika marah atau sedih?



b. Konsep diri -



Bagaimana pasien menilai dirinya sebagai manusia?



-



Bagaimana orang lain menilai diri pasien?



-



Apakah pasien suka akan dirinya?



c. Cara komunikasi -



Apakah pasien sudah merespons?



-



Apakah spontanitas atau hanya jika ditanya?



-



Bagaimana perilaku nonverbal pasien dalam berkomunikasi?



d. Pola interaksi -



Kepada siapa pasien mau berinteraksi?



-



Siapa yang penting atau berpengaruh bagi pasien?



-



Bagaimana sifat asli pasien : mendominasi atau positif?



3. Pengkajian sosial a. Pendidikan dan pekerjaan -



Pendidikan terakhir 27



-



Ketrampilan yang mampu dilakukan.



-



Pekerjaan pasien



-



Status keuangan



b. Hubungan sosial -



Teman dekat pasien



-



Bagaimana pasien menggunakan waktu luang?



-



Apakah pasien berkecimpung dalam kelompok masyarakat?



c. Faktor kultur sosial -



Apakah agama dan ebudayaan pasien?



-



Bagaimana tingkat pemahaman pasien tentang agama?



-



Apakah bahasa pasien memadai untuk berkomunikasi dengan orang lain?



d. Pola hidup -



Dimana tempat tinggal pasien?



-



Bagaimana tempat tinggal pasien?



-



Dengan siapa pasien tinggal?



-



Apa yang pasien lakukan untuk menyenangkan diri?



e. Keluarga -



Apakah pasien sudah menikah?



-



Apakah pasien sudah mempunyai anak?



-



Bagaimana status kesehatan pasien dan keluarga?



-



Masalah apa yang teritama dalam keluarga?



-



Bagaimana tingkat kecemasan pasien?



B. Diagnosa keperawatan dan intervensi 1. Berduka Kemungkinan berhubungan dengan: -



Aktual atau perasaan kehilangan; penyakit kronis dan/atau fatal



-



Penghalangan respons berduka terhadap kehilangan; kurangnya resolusi dari respons berduka sebelumnya/hilangnya rasa duka diantisipasi.



Kemungkinan data yang ditemukan: 28



-



Menunjukan ekspresi terhadap hal-hal yang berbahaya/ takterpecahkan.



-



Penolakan terhadap kehilangan.



-



Perubahan perilaku makan, pola tidur/mimpi, tingkat aktivitas, libido.



-



Menangis; efek labil; rasa sedih, bersalah, marah.



-



Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan; perubahan konsentrasi dan/atau pencarian tugas.



Kriteria hasil: -



Menunjukkan rasa pergerakan ke arah resolusi dari rasa duka dan harapan untuk masa depan.



-



Fungsi pada tingkat adekuat, ikut serta dalam pekerjaan.



2. Gangguan konsep diri: citra tubuh negatif Definisi: kondisi dimana seseorang mengalami kerusakan/tidak mau menerima keadaan tubuhnya. Kemungkinan berhubungan dengan: Perubahan menetap pada tubuh pasien. -



Amputasi



-



Mastektomi



-



Kolostomi



-



Luka bakar



-



Efek pengobatan



Kemungkinan data yang ditemukan: -



Secara verbal mengatakan membenci/tidak menyukai bagian tubuhnya



-



Menghindari bagian tubuh tertentu



-



Perubahan struktur/fungsi tubuh



-



Perasaan negatif terhadap bagian tubuhnya



Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada: -



Amputasi



-



Mastektomi



-



Stroke 29



-



Trauma medulla spinalis



-



Efek kemoterapi/radioterapi



-



Kolostomi



Kriteria hasil: -



Pasien dapat menerima keadaan tubuhnya secara proporsional



-



Pasien dapat beradaptasi dengan keadaan tubuhnya



Intervensi



Rasional



1. Binalah hubungan saling percaya



1.



Dasar



mengembangkan



tindakan



2. Kajilah penyebab gangguan citra tubuh keperawatan 3. Kajilah kemampuan yang dimiliki 2. Merencanakan intervensi lebih lanjut pasien



3. alternatif memanfaatkan kemampuan



4. Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dengan menutupi kekurangan dilakukan



4. Memfasilitasi dengan memanfaatkan



5. Dorong ekspresi ketakutan; perasaan kelebihan negatif, dan kehilangan bagian tubuh.



5. Ekspresi emosi membantu pasien mulai



6. Kaji derajat dukungan yang ada untuk menerima kenyataan dan realitas hibup pasien.



tanpa tungkai.



7. Perhatikan perilaku menarik diri, 6. Ekspresi emosi membantu pasien mulai membicarakan diri tentang hal negatif, menerima kenyataan dan realitas hidup penggunaan peny angkalan atau terus tanpa bagian tubuh tertentu. menerus melihat perubahan nyata/yang 7. diterima.



Mengidentifikasi



tahap



berduka/kebutuhan untuk intervensi



8. Kolaborasi, diskusikan tersedianya 8. Dibutuhkan pada masalah ini untuk berbagai



sumber,



contoh



konseling membantu adaptasi lanjut yang optimal



psikiatrik/seksual, terapi kejujuran.



dan rehabilitasi.



Implementasi 1) Membina hubungan saling percaya 2) Mengkaji penyebab gangguan citra tubuh



30



3) Mengkajil kemampuan yang dimiliki pasien 4) Mengeksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan 5) Mendorong ekspresi ketakutan; perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh. 6) Mengkaji derajat dukungan yang ada untuk pasien. 7) Memperhatikan perilaku menarik diri, membicarakan diri tentang hal negatif, penggunaan penyangkalan atau terus menerus melihat perubahan nyata/yang diterima. 8) Kolaborasi, mendiskusikan tersedianya berbagai sumber, contoh konseling psikiatrik/seksual, terapi kejujuran. Evaluasi -



Pasien dapat menerima keadaan tubuhnya secara proporsional



-



Pasien dapat beradaptasi dengan keadaan tubuhnya



3. Cemas Definisi: perasaan tidak menyenangkan disebabkan oleh sumber yang tidak jelas/tidak spesifik. Kemungkinan dihubungkan dengan: -



Ancaman perubahan status kesehatan dan status ekonomi.



-



Situasi krisis



-



Ancaman kematian



-



Kurang pengetahuan



Kemungkinan data yang ditemukan: -



Perilaku takut



-



Meningkatnya tekanan darah dan sulit tidur



-



Wajah tegang



-



Perasaan kacau



-



Menangis



-



Marah



-



Menarik diri



Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada: 31



-



Keadaan rumah sakit



-



Penyakit terminal



-



Pembedahan



-



Pobia



-



Psikozoprenia



-



Psikotik



Kriteria hasil: -



Pasien dapat menurunkan kecemasan



-



Pasien dapat mendemonstrasikan cara penurunan kecemasan.



Intervensi 1.



Lakukan



Rasional pengkajian



kembali



mengenai 1. Identifikasi faktor penyebab cemas.



riwayat pasien masuk rumah sakit.



2. Ketika cemasmeningkat, pasien kurang



2. Monitor hubungan perilaku cemas, aktivitas, kooperatif dan mungkin ada perubahan dan kejadian setiap 2 jam.



rencana keperawatan.



3. Yakinkan bahwa cemas adalah reaksi normal. 3.



Membatu



mengidentifikasi



hubungan



Bantu identifikasi tanda-tanda kecemasan seperti antara partisipasi dengan kecemasan. nafas lebih cepat, nadi cepat, dan berkeringat 4. Lingkungan yang nyaman membantu dingin.



memfokuskan pikiran dan aktivitas.



4. Berikan ketenangan dengan memberikan 5. Pasien yang kooperatif. lingkungan yang nyaman.



6. Menurunkan kecemasan yang sedang



5. Jelaskan semua prosedur dan tujuan dengan dialami pasien. singkat dan jelas.



7. Menimbulkn kepercayaan dan pasien



6. Turunkan input sensori yang mengganggu merasa nyaman. seperti lampu yang silau, gaduh dan udara panas. 8. Membantu menentukan efek cemas. 7. Lakukan hubungan yang lebih akrab dengan 9.



Cemas



menimbulkan



kegagalan



pasien sebelum tidur.



pemenuhan kebutuhan fisik.



8. Monitor tanda vital setiap 4 jam.



10. Mencegah penyimpangan perilaku.



9. Perhatikan kebutuhan fisik selama mengalami 11. Untuk mengatasi masalah kecemasan.



32



kecemasan. 10. Lakukan pengkajian mengenai kemungkinan adanya penyimpangan perilaku; perkelahian, merokok, alkohol, dan lain-lain. 11. Kolaborasi dengan psikater: hal-hal yang mengganggua seperti lampu yang silau, suasana yang gaduh, dan cuaca yang panas. Implementasi 1) Mekukan pengkajian kembali mengenai riwayat pasien masuk rumah sakit. 2) Memonitor hubungan perilaku cemas, aktivitas, dan kejadian setiap 2 jam. 3) Meyakinkan bahwa cemas adalah reaksi normal. Bantu identifikasi tanda-tanda kecemasan seperti nafas lebih cepat, nadi cepat, dan berkeringat dingin. 4) Memberikan ketenangan dengan memberikan lingkungan yang nyaman. 5) Menjelaskan semua prosedur dan tujuan dengan singkat dan jelas. 6) Menurunkan input sensori yang mengganggu seperti lampu yang silau, gaduh dan udara panas. 7) Melakukan hubungan yang lebih akrab dengan pasien sebelum tidur. 8) Memonitor tanda vital setiap 4 jam. 9) Memperhatikan kebutuhan fisik selama mengalami kecemasan. 10) Melakukan pengkajian mengenai kemungkinan adanya penyimpangan perilaku; perkelahian, merokok, alkohol, dan lain-lain. 11) Kolaborasi dengan psikater: hal-hal yang mengganggu seperti lampu yang silau, suasana yang gaduh, dan cuaca yang panas. Evaluasi -



Pasien dapat menurunkan kecemasan



-



Pasien dapat mendemonstrasikan cara penurunan kecemasan.



33



BAB III PENUTUP



Ansietas adalah suatu perasaan takut dengan gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang di sebabkan oleh kecemasan tersebut (Tomb. Dafit A 2003) Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas di alami secara subjektif dan dikomunikasikan secaar interpersonal. (Stuart & Laraia 2005). Ansietas adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual terhadap bahaya. (Stuart & Laraia 2005). Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan yang tidak di dukung oles situasi ( Videbeck. 2008) Ansietas merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari Susunan Saraf Autonomic (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Sedangkan depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan lanjut perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.



34



DARTAR PUSTAKA



Tarwoto dan wartona. 2006, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan, Jakarta: Salemba Medika. Maramis, W.F. 2005. Catatan ilmu kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya. Marilynn E Doenges, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 8. ECG : Jakarta Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama



35