Konsep Dan Askep Kecemasan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KECEMASAN



Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Profesi Ners stase Keperawatan Jiwa



DISUSUN OLEH KELOMPOK 1: Anisa Dewi Dreasanala



220112170516



Retno Hardiyanti



220112170504



Siti Sarah Fadhilah



220112170517



Elda Sasi Romadhon



220112170511



Listia Nurhayati



220112170506



Rica Faricha



220112170512



Gita Septyana



220112170501



Ilma Rihadatul Aisy



220112170502



Oselia Esa Muslimawati



220112170505



Tita Parida



220112170503



PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXV FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2018 BAB 1



PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Kecemasan adalah suatu hal yang wajar berada di dalam kehidupan karena kecemasan



sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya yang mengancam. Namun ketika kecemasan terjadi terus-menerus, tidak rasional dan intensitasnya meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan disebut sebagai gangguan kecemasan (ADAA, 2010). Bahkan pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan kecemasan juga merupakan suatu komorbiditas (Luana, et al., 2012). Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang umum dengan prevalensi seumur hidup yaitu 16%-29% (Katz, et al., 2013). Dilaporkan bahwa perkiraan gangguan kecemasan pada dewasa muda di Amerika adalah sekitar 18,1% atau sekitar 42 juta orang hidup dengan gangguan kecemasan, seperti gangguan panik, gangguan obsesiv-kompulsif, gangguan stres pasca trauma, gangguan kecemasan umum dan fobia (Duckworth, 2013). Sedangkan gangguan kecemasan terkait jenis kelamin dilaporkan bahwa prevalensi gangguan kecemasan seumur hidup pada wanita sebesar 60% lebih tinggi dibandingkan pria (NIMH dalam Donner & Lowry, 2013). Di Indonesia prevalensi terkait gangguan kecemasan menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta penduduk di Indonesia mengalami gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala kecemasan dan depresi (Depkes, 2014). Angka tersebut cukup tinggi dan berpotensi dapat meningkat setiap tahunnya. Maka dari itu sangat penting bagi petugas kesehatan untuk mengetahui apa itu kecemasan dan cara menanggulanginya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Definisi Kesemasan Kecemasan merupakan perwujudan tingkah laku psikologis dan berbagai pola perilaku dari berbagai emosi yang terjadi karena seseorang mengalami tekanan perasaan dan tekanan batin. Kecemasan timbul dari perasaan kekhawatiran subjektif dan ketegangan karena adanya sesuatu yang tidak jelas atau tidak diketahui. Kondisi tersebut membutuhkan penyelesaian yang tepat sehingga individu akan merasa aman. Namun, pada kenyataannya tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan baik oleh individu bahkan ada yang cenderung di hindari. Situasi ini menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dalam bentuk perasaan tidak tenang, rasa khawatir, gelisah, takut atau bersalah (Rachmad, 2009; Supriyantini, 2010; Ratih, 2012; Basuki, 2015).



2.2



Teori Terkait Kecemasan a) Teori Psikoanalitik Teori Psikoanalitik menjelaskan tentang konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian diantaranya Id dan Ego. Id mempunyai dorongan naluri dan impuls primitive seseorang, sedangkan Ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Fungsi kecemasan dalam ego adalah mengingatkan ego bahwa adanya bahaya yang akan datang (Stuart, 2013). Menurut Yang et al, (2014) penyebab kecemasan dalam ujian skill lab yaitu mahasiswa tidak yakin akan standar kelulusan dan mahasiswa khawatir tentang efektivitas dalam ujian skill lab. b) Teori Interpersonal Stuart (2013) menyatakan, kecemasan merupakan perwujudan penolakan dari individu yang menimbulkan perasaan takut. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kecemasan. Individu dengan harga diri yang rendah akan mudah mengalami kecemasan. Menurut Yang et al, (2014) penyebab kecemasan dalam ujian skill lab berdasarkan teori interpersonal yaitu mahasiswa khawatir tentang perilaku dosen yang mengawasi saat ujian skill lab dan mahasiswa juga khawatir akan adanya ketidakcukupan sumber untuk menghadapi ujian skill lab. c) Teori perilaku



Pada teori ini, kecemasan timbul karena adanya stimulus lingkungan spesifik, pola berpikir yang salah, atau tidak produktif dapat menyebabkan perilaku maladaptif. Menurut Stuart (2013), penilaian yang berlebihan terhadap adanya bahaya dalam situasi tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi ancaman merupakan penyebab kecemasan pada seseorang. d) Teori biologis Teori biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus yang dapat meningkatkan neuroregulator inhibisi (GABA) yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berkaitan dengan kecemasan. Gangguan fisik dan penurunan kemampuan individu untuk mengatasi stressor merupakan penyerta dari kecemasan.



e) Teori Kognitif Perasaan subyektif terhadap kecemasan secara langsung berkaitan dengan pikiran individu tersebut tentang dirinya sendiri, masa depannya dan dunia. Pola kognitif yang salah dapat menyebabkan kesalahan persepsi tentang makna berbagai hal yang terjadi (dan karenanya menimbulkan kecemasan) f) Teori Humanistik Kecemasan berkaitan dengan hilangnya arti dalam kehidupan seseorang (Issacs, 2005). 2.3



Faktor-faktor penyebab Kecemasan Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar



tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu: a. Lingkungan Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan Karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya. b. Emosi yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.



c. Fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun



penyebabnya.



Musfir



Az-Zahrani



(2005)



menyebutkan



faktor



yang



memepengaruhi adanya kecemasan yaitu a. Lingkungan keluarga Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau



penuh



dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap anakanaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat berada didalam rumah. b. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang tidak baik, dan individu. tersebut menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dimata masyarakat Elina Raharisti Rufaidah, (2009) juga menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan: a.



Faktor fisik



Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan. b.



Trauma atau konflik



Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan. c.



Lingkungan awal yang tidak baik.



Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan. 2.4



Gejala Kecemasan



Menurut Kandouw (2006) gejala kecemasan sebagai berikut: a.



Gejala Fisik 1)



Otot, kaku, tegang, terasa pegal



2) Panca indra, otot mata yang mengatur lensa bekerja berlebihan sehingga mata lelah, telinga berdenging 3) Sistem kardiovaskular, jantung berdebar-debar, tekanan darah meningkat. 4)



Sistem pencernaan, mules, mual, diare



5)



Sistem saluran kemih, sering berkemih



6) Sistem reproduksi, pada wanita berupa gangguan menstruasi, pada pria berupa disfungsi ereksi & gairah terganggu 7) b.



Kulit, terasa panas, dingin, gatal. Gejala Psikis



1)



Sangat mengantisipasi segala sesuatu



2)



Iritabel (mudah marah)



3)



Tertekan, gelisah, sulit relaks, mudah lelah, dan terkejut



4)



Takut



5)



Gangguan tidur



Menurut Jeffrey S. Nevid, dkk (2005: 164) ada beberapa ciri-ciri kecemasan, yaitu: a.



Ciri-ciri fisik dari kecemasan, diantaranya: 1) kegelisahan, kegugupan, 2) tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau



gemetar, 3) sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi, 4) kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, 5) banyak berkeringat, 6) telapak tangan yang berkeringat, 7) pening atau pingsan, 8) mulut atau kerongkongan terasa kering, 9) sulit berbicara, 10) sulit bernafas, 11) bernafas pendek, 12) jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang, 13) suara yang bergetar, 14) jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, 15) pusing, 16) merasa lemas atau mati rasa, 17) sulit menelan, 18) kerongkongan merasa tersekat, 19) leher atau punggung terasa kaku, 20) sensasi seperti tercekik atau tertahan, 21) tangan yang dingin dan lembab, 22) terdapat gangguan sakit perut atau mual, 23) panas dingin, 24) sering buang air kecil, 25) wajah terasa memerah, 26) diare, dan 27) merasa sensitif atau “mudah marah” b.



Ciri-ciri behavioral dari kecemasan, diantaranya: 1) perilaku menghindar, 2) perilaku melekat dan dependen, dan 3) perilaku



terguncang c.



Ciri-ciri kognitif dari kecemasan, diantaranya:



1 ) khawatir tentang sesuatu, 2) perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, 3) keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, 4) terpaku pada sensasi ketubuhan, 5) sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan, 6) merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, 7) ketakutan akan kehilangan kontrol, 8) ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, 9) berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, 10) berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa dikendalikan, 11) berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, 12) khawatir terhadap hal-hal yang sepele, 13) berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang, 14) berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, 15) pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, 16) tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, 17) berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis, 18) khawatir akan ditinggal sendirian, dan 19) sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran Menurut Shah (dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawita, S, 2014: 144) membagi gejala kecemasan menjadi tiga aspek, yaitu: 1)



Aspek fisik, seperti pusing, sakit kepala, tangan mengeluarkan keringat, menimbulkan rasa mual pada perut, mulut kering, grogi, dan lain-lain.



2)



Aspek emosional, seperti timbulnya rasa panik dan rasa takut.



3)



Aspek mental atau kognitif, timbulnya gangguan terhadap perhatian dan memori, rasa khawatir, ketidakteraturan dalam berpikir, dan bingung.



2.5



Jenis-jenis Kecemasan Mustamir Pedak (2009) membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu : a.



Kecemasan Rasional



Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian.Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah kita. b.



Kecemasan Irrasional



Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini dibawah keadaankeadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang mengancam c.



Kecemasan Fundamental



Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi kehidupan manusia.



2.6



Tingkat Kecemasan Kecemasan (Anxiety) memiliki tingkatan Gail W. Stuart (2006: 144) mengemukakan



tingkat ansietas, diantaranya. a) Ansietas ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. b) Ansietas sedang Memungkinkan



individu



untuk



berfokus



pada



hal



yang



penting



dan



mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya. c) Ansietas berat Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain. d) Tingkat panik Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.



2.7



Gangguan Kecemasan Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan atau



ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak dapat secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas.. Fitri Fauziah & Julianti Widuri (2007) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu : a. Fobia Spesifik Ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap obyek atau situasi yang spesifik. b. Fobia Sosial Suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi dimana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina atau dipermalukan, dan menunjukkan tandatanda kecemasan atau menampilkan perilaku lain yang memalukan. c. Gangguan Panik Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak terduga. Beberapa gejala yang dapat muncul pada gangguan panik antara lain ; sulit bernafas, jantung berdetak kencang, mual, rasa sakit di dada, berkeringat dingin, dan gemetar. Hal lain yang penting dalam diagnosa gangguan panik adalah bahwa individu merasa setiap serangan panik merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan. d. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)



Kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata. 2.8



Dampak Kecemasan Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang betul-



betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakitpenyakit fisik (Cutler, 2004). Kecemasan dibagi dalam beberapa simtom (Yustinus Semiun, 2006): a. Simtom Suasana Hati Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah. b. Simtom kognitif Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas. c. Simtom motor Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja yang dirasanya mengancam. Sedangkan menurut Savitri Ramaiah (2005) kecemasan biasanya dapat menyebabkan dua akibat, yaitu : a. Kepanikan yang amat sangat dan karena itu gagal berfungsi secara normal atau menyesuaikan diri pada situasi. b. Gagal mengetahui terlebih dahulu bahayanya dan mengambil tindakan pencegahan yang mencukupi.



2.9



Alat Ukur Kecemasan



Cheung dan Sim (2014) menyatakan bahwa tes kecemasan telah dikonseptualisasikan dalam berbagai cara sepanjang tahun. Beberapa peneliti merujuk pada gangguan kognitif yang terlibat dan orang lain untuk reaksi emosional. Ada kesepakatan bahwa kecemasan dapat diklasifikasikan menjadi dua komponen, keadaan dan ciri kecemasan. Hawari (2011) mempopulerkan alat ukur kecemasan yaitu Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka antara 0-4, yang artinya adalah nilai 0 tidak ada gejala (keluhan), nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala sedang, nilai 3 gejala berat, dan nilai 4 gejala berat sekali. Kemudian masing-masing nilai angka dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu total nilai kurang dari 14 tidak ada kecemasan, 14-20 kecemasan ringan, 21-27 kecemasan sedang, nilai 28-41 kecemasan berat dan nilai 42-56 kecemasan berat sekali. Counsulting Psychologis Press (1980) dalam Zlomke (2007), menyatakan alat ukur kecemasan yang lain yaitu The Test Anxiety Inventory (TAI). TAI terdiri dari 20 item pertanyaan yang ditujukan kepada responden untuk dijawab berdasarkan perasaan yang mereka alami sesuai dengan pilihan yang telah ada pada instrumen tersebut dalam waktu 8-10 menit. TAI digunakan untuk mengukur skala psychometric individu. Test ini spesifik di gunakan pada respon takut terhadap situasi yang mengikuti mahasiswa saat di evaluasi. Individu yang mendapatkan skor tertinggi merupakan individu yang terancam mengalami kecemasan. Yang, et al (2014), menyebutkan bahwa alat ukur tingkat kecemasan bagi mahasiswa yang hendak menghadapi skills test yaitu menggunakan Nursing Skills Test Anxiety Scale (NSTAS) yang terdiri dari enam item pertanyaan yang merupakan faktor pemicu kecemasan dan instrumen ini telah diuji valliditas dan reliabilitas. Instrument Zung Self Rating Scale (ZSAS) yang dikembangkan oleh William W. K Zung 1971, dimana terdapat 20 pertanyaan mengenai perasaan dan pengalaman yang dialami seseorang menjelang ujian dengan penilaian berdasarkan gejala kecemasan dalam diagnostic and static mental disorders ( DSMII ), dimana setiap pertanyaan di nilai 1-4 ( 1: tidak pernah; 2: kadang-kadang; 3: sebagian waktu; 4: hampir setiap waktu ). Terdapat 15 pertanyaan mengarah ke peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan ke arah penurunan kecemasan. Dengan rentang penilaian 20-80 untuk skor 20-44: kecemasan ringan, skor



45-59: kecemasan sedang; skor 60-74: kecemasan berat dan skor 75-80 panik (Mc dowell, 2006). 2.10



Strategi dan Mekanisme Koping Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang



diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya non spesifik yaitu stres. Apabila mekanisme koping ini berhasil seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut (Ahyar, 2010). Mekanisme koping dapat dikategorikan sebagai berfokus pada masalah atau tugas dan berfokus pada emosi atau ego. Mekanisme koping yang berorientasi pada tugas digunakan untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan dasar. Macam-macam reaksi mekanisme koping berorientasi pada tugas yaitu perilaku menyerah (usaha seseorang mencoba untuk menghilangkan atau mengatasi hambatan dalam rangka memenuhi kebutuhan), perilaku menarik diri (baik secara fisik atau psikologis) dan kompromi melibatkan perubahan cara berpikir seseorang yang biasa tentang hal-hal tertentu, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan pribadi. Sedangkan mekanisme koping yang berfokus emosi atau ego, dikenal sebagai mekanisme pertahanan, melindungi orang dari perasaan tidak mampu dan tidak berharga serta mencegah kesadaran ansietas. Koping ini dapat digunakan pada tingkat ansietas yang lebih tinggi sehingga dapat mendistorsi realitas, mengganggu hubungan interpersonal dan membatasi kemampuan dalam bekerja secara produktif (Suliswati, 2014). Menurut Stuart dan Sundeen (2013) mekanisme koping juga dibedakan menjadi dua yaitu mekanisme koping adaptif dan maladaptif. Mekanisme koping adaptif merupakan mekanisme yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, tehnik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif. Mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme yang menghambat fungsi integrasi, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar dan aktivitas destruktif. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk mengubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun, 2009). Cara yang terbaik untuk menghilangkan kecemasan ialah dengan jalan menghilangkan sebeb-sebabnya. Menurut Zakiah Daradjat (1988: 29) adapun cara-cara yang dapat dilakukan, antaralain. 1. Pembelaan



Usaha yang dilakukan untuk mencari alasan-alasan yang masuk akal bagi tindakan yang sesungguhnya tidak masuk akal, dinamakan pembelaan. Pembelaan ini tidak dimaksudkan agar tindakan yang tidak masuk akal itu dijadikan masuk akal, akan tetapi membelanya, sehingga terlihat masuk akal. Pembelaan ini tidak dimaksudkan untuk membujuk atau membohongi orang lain, akan tetapi membujuk dirinya sendiri, supaya tindakan yang tidak bisa diterima itu masih tetap dalam batas-batas yang diingini oleh dirinya. 2. Proyeksi Proyeksi adalah menimpakan sesuatu yang terasa dalam dirinya kepada orang lain, terutama tindakan, fikiran atau dorongan-dorongan yang tidak masuk akal sehingga dapat diterima dan kelihatannya masuk akal. 3. Identifikasi Identifikasi adalah kebalikan dari proyeksi, dimana orang turut merasakan sebagian dari tindakan atau sukses yang dicapai oleh orang lain. Apabila ia melihat orang berhasil dalam usahanya ia gembira seolah-olah ia yang sukses dan apabila ia melihat orang kecewa ia juga ikut merasa sedih. 4. Hilang hubungan (disasosiasi) Seharusnya perbuatan, fikiran dan perasaan orang berhubungan satu sama lain. Apabila orang merasa bahwa ada seseorang yang dengan sengaja menyinggung perasaannya, maka ia akan marah dan menghadapinya dengan balasan yang sama. Dalam hal ini perasaan, fikiran dan tindakannya adalah saling berhubungan dengan harmonis. Akan tetapi keharmonisan mungkin hilang akibat pengalamanpengalaman pahit yang dilalui waktu kecil. 5. Represi Represi adalah tekanan untuk melupakan hal-hal, dan keinginan-keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya. Semacam usaha untuk memelihara diri supaya jangan terasa dorongan-dorongan yang tidak sesuai dengan hatinya. Proses itu terjadi secara tidak disadari. 6. Subsitusi Substitusi adalah cara pembelaan diri yang paling baik diantara cara-cara yang tidak disadari dalam menghadapi kesukaran. Dalam substitusi orang melakukan sesuatu, karena tujuan-tujuan yang baik, yang berbeda sama sekali dari tujuan asli yang mudah dapat diterima, dan berusaha mencapai sukses dalam hal itu.



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ASUHAN KEPERAWATAN ANSIETAS 1. IDENTITAS KLIEN Nama/ Jenis Kelamin



:



Umur



:-



Tanggal masuk RS



:-



No.CM



:-



Tanggal Lahir



:-



Pendidikan



:-



Alamat :



:-



Pekerjaan



:-



Status Perkawinan



:-



Sumber Data : -



Bentuk Tubuh



:-



Agama



:-



No. Medrek



:-



Kultur/suku



:-



2. PENGKAJIAN Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995), data fokus yang perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut : A.



Masalah psikologis yang dikeluhkan: Klien biasanya akan mengeluhkan berbagai kondisi yang berhubungan dengan respon saraf parasimpatis dan simpatis . Respon parasimpatis yaitu: Nyeri abdomen, penurunan tekanan darah, penurunan nadi, diare, pingsan, keletihan, mual, mengalami gangguan tidur, kesemutan pada ektremitas,sering berkemih, berkemih tidak lampias, dan urgensi berkemih. Selain yang dikeluhkan oleh klien perawat dapat mengkaji kecemasan melalui respon simpatis yaitu, anoreksia, eksitasi kardiovakular, diare, mulut kering, wajah kemerahan, jantung berdebar-debar, peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, peningkatan refleks, peningkatan pernafasan, dilatasi pupil,



kesulitan bernafas,



vasokontriksi superfisial, kedutan otot dan kelemahan. Selain respon parasimpatis dan simpatis klien dengan kecemasan dapat menunjukkan perilaku yang khas yaitu:



Perilaku Kecemasan/ ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam upaya melawan kecemasan. Intensietas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan. Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku yang secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas. Adapun perilaku yang diperlihatkan saat dilakukan pengkajian yaitu, Penurunan produktivitas, mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup, gerakan yang tidak relavan (misalnya menggeret kaki, gerakan lengan), gelisah, memandang sekilas, insomnia, kontak mata buruk, resah, menyelidik dan tidak waspada. Karakteristik Perilaku



Kognitif



Afektif



Respon                           



Gelisah Ketgangan fisik Tremor Gugup Bicara cepat Tidak ada koordinasi Kecenderungan untuk celaka Menarik diri Menghindar Terhambat melakukan aktifitas Gangguan perhatian Konsentrasi hilang Pelupa Salah tafsir Adanya bloking pada pikiran Menurunnya lahan persepsi Kreatif dan produktif menurun Bingung Khawatir yang berlebihan Hilang menilai objektifitas Takut akan kehilangan kendali Takut yang berlebihan Mudah terganggu Tidak sabar Gelisah Tegang Nerveus



    



Ketakutan Alarm Tremor Gugup Gelisah



B. Faktor Presdisposisi ( Kepribadian, genetic,pola asuh, tumbuh kembang, trauma, pengalaman) Dalam pengkajian seorang perawat dapat mengetahui faktor predisposisi dari kecemasan . Menurut Sheila L.Videbeck tahun 2008 kecemasan seseorang dapat bersumber dari berbagai hal yaitu: a.



Stres Stres adalah keletihan dan kecemasan pada tubuh yang disebabkan oleh hidup. Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan mengahadapi situasi, masalah, dan tujuan hidup.



b.



Teori genetic Ansietas dapat memiliki komponen yang diwariskan karena kerabat tingkat pertama individu yang mengalami peningkatan ansietas memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami ansietas. Insiden gangguan panik mencapai 25% pada kerabat tingkat pertama, dengan wanita berisiko duan kali lebih besar daripada pria.



c.



Teori Psikoanalitik Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, ID dan superego. ID mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma norma budaya seseorang. Freud (1936) memandang ansietas alamiah seseorang sebagai stimulus untuk perilaku. Sebagai contoh jika seseorang memiliki pikiran dan perasaan yang tidak tepat sehingga meningkatkan ansietas, ia merepresi pikiran dan perasaan tersebut.



d.



Teori Interpersonal Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dari hubungan interpersonal dan ansietas berhubungan dengan perekembangan, trauma seperti perpisahan dan kehilangan.



e.



Teori perilaku



Ansietas adalah produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. f.



Kajian keluarga Menunjukan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi .



g.



Kajian biologis Menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas penghambat dalam aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin.



C. Faktor Presipitasi Saat melakukan pengkajian seorang perawat dapat menganalisi faktor presipitasi yaitu, Stressor berasal dari sumber internal dan eksternal. Sressor pencetus dikelompokan menjadi 2 kategori yaitu: a.



Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis



yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari – hari b.



Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga



diri dan fungsi sosial yang terintegritasi seseorang D. PERSEPSI DAN HARAPAN KLIEN DAN KELUARGA a. Persepsi klien atas masalahnya b. Persepsi keluarga atas masalahnya c. Harapan klien sehubungan dengan pemecahan masalah d. Harapan keluarga sehubungan dengan pemecahan masalah E. Koping dan sumber koping klien/Keluarga a. Sumber Koping klien



Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan menggerakan sumber koping tersebut di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomi, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil. Mekanisme Koping klien Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbgai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping: a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi stress b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladatif terhadap stress. Sebuah sumber menjelaskan bahwa ada dua mekanisme koping yang dikategorikan untuk mengatasi ansietas: a.



Reaksi yang berorinetasi pada tugas (Task Oriented Reaction) merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan untuk menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis yaitu:



1. Perilaku menyerang (agresif) Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan agar memenuhi kebutuhan 2. Perilaku menarik diri Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik secara fisik maupun secara psikologis 3. Perilaku komrpomi Digunakan untuk mengubah tujuan – tujuan yang akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai tujuan b.



Mekanisme pertahanan ego (Ego Oriented Reaction) membantu mengatasi ansietas ringan maupun sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara tidak sadar untuk mempertahankan ketidakseimbangan



1. Kompensasi Adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya 2. Penyangkalan (Denial) Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas, mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitif 3. Pemindahan (Displacemen) Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau kurang mengancam terhadap dirinya 4. Disosiasi Pemisahan dari setiap proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya 5. Identifikasi (Identification) Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang ia kagumi dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran prilaku dan selera orang tersebut. E. PEMERIKSAAN FISIK a. Sistem Tubuh Sistem Tubuh Kardiovaskular



Respon    



Pernafasan



Neuromuskular



Gastrointestinal



               



Palpitasi Jantung berdebar Tekanan darah meningkat dan denyut nadi menurun Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan Napas cepat Pernapasan dangkal Rasa tertekan pada dada Pembengkakan pada tenggorokan Rasa tercekik Terengah engah Peningkatan reflek Reaksi kejutan Insomnia Ketakutan Gelisah Wajah tegang Kelemahan secara umum Gerakan lambat Gerakan yang janggal Kehilangan nafsu makan



        



Perkemihan Kulit



  



Menolak makan Rasa tidak nyaman pada abdominal Rasa terbakar pada jantung Nausea Diare Tidak dapat menahan kencing Sering kencing Rasa terbakar pada mukosa Berkeringat banyak pada telapak tangan Gatal – gatal Perasaan panas atau dingin pada kulit Muka pucat dan berkeirngat diseluruh tubuh



F. Makan dan minum: Tidak berselera tethadap makanan, disfungsi pola makan mislanya respon terhadap isyarat internals erring lapar G. Neurosensori Tidak ada gangguan mental lain, mislanya gangguan depresif atau skizofrenia Ketegangan motorik: gemetar, gelisah, gugup, menggigil, otot tegang, mudha terkejut, pusing, pening, tangan dan kaki kesemutan Kemungkinan kekhawatiran:ansietas, khawatir, takut,selalu merenung, antisipasi ketidakberuntungan pada diri sendiri atau orang lain, ketidakmampuan berperilaku berbeda. Kewaspadaan



berlebihan/hiperatensif



mengakibatkan



distraktibilitas,



kesulitan



berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong, iritabilitas, tidak sabar. H. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan dilaksanakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain mislanya EKG pada nyeri dada berat. I. Diagnosa Keperawatan Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran), perasaan terancam atau ancaman nyata terhadap integritas fisik atau konsep diri, konflik yang tidak disadari tentang nilai –nilai keyakinan yang penting dan tujuan hidup:kebutuhan tidak terpenuhi, Terpajan toksin, Hubungan keluarga/hereditas, Transmisi dan penularan interpersonal, Krisis situasi dan maturasi, Stres, penyalahgunaan zat, Ancaman kematian, Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, status



ekonomi atau pola interaksi, Ancaman terhadap konsep diri, Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial. Kebutuhan yang tidak terpenuhi



J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No. 1.



Diagnosa Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran) perasaan terancam atau ancaman nyata terhadap integritas fisik atau konsep diri, konflik yang tidak disadari tentang nilai –nilai keyakinan yang penting dan tujuan hidup:kebutuhan tidak terpenuhi, Terpajan toksin, Hubungan keluarga/hereditas, Transmisi dan penularan interpersonal, Krisis situasi dan maturasi, Stres, penyalahgunaan zat, Ancaman kematian, Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, status ekonomi atau pola interaksi, Ancaman terhadap konsep diri, Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial. Kebutuhan yang tidak terpenuhi



NOC Anxiety self control Anxiety level Coping Kriteria hasil: -Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas -Mengidentfikasi, menggungkapkan dan menunjukan teknik untuk mengontrol cemas -Vital sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan



NIC Anxiety reduction 1.Gunakan pendektan yang menenangkan 2.Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien 3.Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 4.Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress 5.Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut 6.Dengarkan dengan penuh perhatian 7.Identifikasi tingkat kecemasan 8.Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan 9.Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan ketakutan, perasaan, ketakutan, persepsi instrusksikan pasien menggunakan teknik relaksasi 10.Berikan obat untuk mengurangi kecemasan



No. 1.



Diagnosa



Intervensi



Ansietas berhubungan dengan perubahan Mandiri: dalam (status ekonomi, lingkungan, 1. Bentuk dan pertahankan status kesehatan, pola interaksi, fungsi hubungan percaya melalui peran, status peran) perasaan terancam penggunaan kehangatan, atau ancaman nyata terhadap integritas empati, dan menghargai. Beri fisik atau konsep diri, konflik yang tidak waktu yang adekuat untuk disadari tentang nilai –nilai keyakinan berespons. Komunikasikan yang penting dan tujuan hidup:kebutuhan dukungan dan ekspresi diri tidak terpenuhi, Terpajan toksin, klien. Hubungan keluarga/hereditas, Transmisi 2. Identifikasi perilaku klien dan penularan interpersonal, Krisis yang dapat menimbulkan situasi dan maturasi, Stres, ansietas perawat. Gali penyalahgunaan zat, Ancaman kematian, perilaku setelah terbentuknya Ancaman atau perubahan pada status hubungan dengan klien. peran, fungsi peran, lingkungan, status 3. Buat klien mengidentifikasi kesehatan, status ekonomi atau pola dan menggambarkan sensasi interaksi, Ancaman terhadap konsep diri, perasaan emosi dan fisik. Konflik yang tidak disadari tentang nilai Bantu klien menghubungkan dan tujuan hidup yang esensial. perilaku dan perasaan. Kebutuhan yang tidak terpenuhi Validasi semua kesimpulan dan asumsi dengan klien. 4. Minta klien untuk mengingat saat ia membayangkan hal yang terburuk dan hal tersebut tidak terjadi. Fokuskan perhatian pada situasi tersebut. 5. Hadapkan klien perlahan pada situasi pencetus ansietas gunakan bermain peran yang



Rasional



1. Klien dapat menerima perawat sebagai suatu ancaman yang dapat menigkatkan ansietas klien. Perlilaku mendampingi dapat meningkkan kenyamanan klien selama terlibat dengan perawat.



2. Meningkatkan perkembangan dan perubahan serta membantu klien menyadari bagaimana perilakunya mempengaruhi orang lain. 3. Untuk mengadopsi respons koping baru, penurunan ansietas 5 R. Kebutuhan pertama klien untuk mengenali ansietas waspada terhadap perasaan, bagaimana mereka menghubungkan pada respons koping maladaptive tertentu, dan tanggung jawabnya dalam mempelajari perilaku control. 4. Berguna untuk membantu klien memahami dinamika pikiran negatif dan hubunganya dengan perasaan ansietas.



sesuai. 6. Anjurkan klien mengguakan teknik relaksasi mislanya meditasi, masase, teknik napas dalam, olahraga imajinasi terbimbing 7. Kolaborasi Beri obat sesuai indikasi mislanya bisopuron,benzodiazepine, alprazolam, klonazepam, klorazepat



5. Memberi waktu kepada klien untuk mengidentifikasi/menerapkan dan melatih respon koping adaptif yang baru dan menjai nyaman dalam menggunakan koping tersebut. 6. Relaksasi dapat menurunkan denyut jantung, menurunkan metabolism, dan menurunkan laju pernapasan. 7. Dapat menurunkan kecemasan



K. Strategi Pelaksanaan 1. Strategi Pelaksanaan 1 Diagnosa Keperawatan Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran) perasaan terancam atau ancaman nyata terhadap integritas fisik atau konsep diri, konflik yang tidak disadari tentang nilai –nilai keyakinan yang penting dan tujuan hidup:kebutuhan tidak terpenuhi, Terpajan toksin, Hubungan keluarga/hereditas, Transmisi dan penularan interpersonal, Krisis situasi dan maturasi, Stres, penyalahgunaan zat, Ancaman kematian, Ancaman atau perubahan pada status peran,



Tindakan Keperawatan Tindakan keperawatan pada keluarga pada pasien SP I P SP I K 1. Identifikasi stressor 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan cemas keluarga dalam merawat pasien 2. Identifikasi koping 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan maladaptif dan gejala ansietas sedang yang dialami akibatnya pasien beserta proses terjadinya 3. Bantu perluas lapang 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien persepsi cemas 4. Konfrontasi positif (jika perlu). 5. Latih teknik relaksasi : nafas



fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, status ekonomi atau pola interaksi, Ancaman terhadap konsep diri, Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial. Kebutuhan yang tidak terpenuhi



dalam 6. Membimbing memasukan dalam jadwal kegiatan.



SP II P 1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Latih koping : olahraga 3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan SP III P 1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Latih koping : olahraga 3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan



SP II K 1. Melatih keluarga mepraktekan cara merawat pasien cemas sedang 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien cemas sedang



SP III K 1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat 2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga



2.Strategi Pelaksanaan 2 SP 1 : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal ansietas dan membantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan cemas Fase Orientasi : “Assalamualaikum pak, perkenalkan nama saya Tita, panggil saya tita, saya perawat yang akan merawat bapak dan datang kerumah bapak seminggu dua kali, yaitu hari selasa dan sabtu jam 09.00 pagi. “Nama bapak siapa, suka dipanggil apa?” bagaimana perasaan bapak hari ini? Oh, jadi bapak merasa tidak nyaman?” Baiklah pak, kita akan berbincang bincang tentang perasaan yang bapak rasakan. “Berapa lama kita bincang-bincang?” Bagaimana kalau 20 menit?”Dimana tempatnya pak? Bagaimana kalau disini saja?” Fase Kerja : “Apa yang bapak rasakan?, “ Bagaimana perasaan itu bisa muncul?”. “Apa yang bapak lakukan jika perasaan itu cemas muncul?”. “Oh, jadi bapak mondar mandir dan banyak bicara jika perasaan cemas dan tidak nyaman itu muncul”. “Ada peristiwa apa sebelum cemas itu muncul?” “Atau adakah hal-hal yang bapak pikirkan sebelumnya?”. “Jadi bapak akan merasa cemas jika ada pekerjaan bapak yang belum bisa bapak selesaikan. Bisa kita diskusikan apa yang membuat pekerjaan bapak tidak selesai? Oh, jadi bapak merasa beban kerja yang diberikan diluar kesanggupan bapak untuk menyelesaikannya. “Apakah sebelumnya bapak pernah mendapatkan beban kerja yang tinggi pula? Apakah bapak bisa menyelesaikan pekerjaan tersebut? Wah, baik sekali, berarti dulu bapak mampu menyelesaikan pekerjaan yang banyak. Bagaimana cara bapak menyelesaikan pekerjaan itu waktu dulu?’. Fase Terminasi : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bincang-bincang?”, “Coba bapak sebutkan lagi apa yang membuat bapak cemas? “apa perubahan yang bapak rasakan dengan kondisi kecemasan, “. “Dua hari lagi saya



akan datang untuk mengajarkan latihan relaksasi, jam 09.00 tempatnya disini saja ya pak, sekarang saya pamit dulu Assalamualaikum wr wb.” SP 2 : Mengontrol Kecemasan Dengan Relaksasi Nafas Dalam Fase Orientasi : “Assalamualaikum pak Ujang, bagaimana perasaan bapak hari ini?. ”Apakah bapak sudah melatih cara mengalihkan situasi untuk mengilangkan kecemasan bapak?. “Sesuai janji kita dua 3 hari yang lalu, hari ini saya datang kembali untuk mendiskusikan tentang relaksasi dengan teknik tarik nafas dalam”. “Berapa lama kita akan berlatih pak?, “Bagaimana jika 20 menit?” Dimana kita diskusi?. “Bagaimana jika di halaman samping?” Fase Kerja : Pak, kemarin waktu kita diskusi bapak mengatakan bahwa saat cemas rasanya seluruh badan bapak tegang, baik fikiran maupun fisik, Nah, latihan relaksasi ini bermanfaat untuk membuat fisik bapak relak atau santai. Dalam latihan ini bapak harus memusatkan fikiran dan perhatian bapak pada pernapasan gerakan mengembang dan mengempisnya otot dada bapak saat benapas. Bisa kita mulai pak? “Sekarang bapak silahkan duduk tegap seperti saya. Pertama-tama : bapak tarik napas perlahanlahan, dalam hitungan satu, bapak pikirkan bahwa udara memasuki bagian bawah paru-paru bapak, pada hitungan dua bapak bayangkan udara mengisi bagian tengan paru-paru bapak, pada hitungan tiga bapak bayangkan seluruh paru-paru bapak sudah terisi dengan udara, setelah itu tahan napas dalam hitungan tiga setelah itu bapak hembuskan udara melalui mulut dengan meniup perlahan-lahan. Nah, sekarang bapak lihat saya mempraktekannya. “Sekarang coba bapak praktekan! “Wah, bagus sekali bapak sudah mampu melakukannya. “Bapak bisa latih relaksasi nafas dalam. Fase Terminasi : “Bagaimana perasaan bapak setelah latihan tarik napas dalam ini? “Coba bapak ulangi satu kali lagi”. “Bagus sekali. “Setiap kali bapak mulai merasa cemas, bapak bisa langsung praktekan cara ini. “Lusa saya



akan datang lagi untuk mengajarkan latihan yang lain yaitu dengan mengendurkan dan mengencangkan seluruh otot bapak. Seperti biasa ya pak jam 09.00 WIB. “Assalamualaikum pak Ujang”.



DAFTAR PUSTAKA Aan Issacs. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri Edisi 3. Jakarta: EGC Ahyar. 2010. Konsep Diri dan Mekanisme Koping. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Doenges,E Marilyn, Townsend, C Mary, Moorhouse, F Mary. 2007. Rencana Asuhan Psikiatri Edisi 3. Jakarta:EGC Cutler, Howard, C. 2004. Seni Hidup Bahagia ( Alih Bahasa: Alex Tri Kantjono Widodo). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cheung, H.S & Sim, T.N. 2014. Social Support from Parents and Friends for Chinese Adolescents in Singapore. Youth and Society. 1-7 Fitri Fauziah & Julianty Widuri. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press) Ghufron, M. Nur dan Rini Risnawita S. 2010. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media Hawari,Dadang. 2011. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI Kaplan, Hrold I, dkk. 1998. Ilmu kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta : Widya Medika. Lynda juall carpenito dan moyet. 2007. Buku saku diagnosis keperawatan, EGC : Jakata Mallapiang. 2003. Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta Musfir Az-zahrani. 2005. Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani. Mustamir, Pedak. 2009. Metode Supernol Menaklukan Stres. Jakarta.: Hikmah Publishing House Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Penerbit Aesculapius : Jakarta. Nevid, Jeffrey, S,dkk. 2005. Psikologi Abnormal edisi kelima jilid 1.Jakarta: Erlangga Ramaiah, Savitri. 2003. Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor Ratih, AN. 2012. Hubungan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jop/article/view/1441. Rasmun. 2009. Stres Koping dan Adaptasi: Teori dan Pohon Masalah Keperawatan .CV Sagung Seto: Jakarta



Rufaidhah, Elina Raharisti. 2009. Efektivitas Terapi Kognitif Perilaku terhadap Penurunan Tingkat Kecerdasan pada Penderita Asma, Tesis. Universitas Gadjah Mada. Stuart, G.W dan Sundden, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, EGC : Jakarta Stuart, G.W. 2013. Principle and Practice of Psichyatric Nursing 10th Edition. St.Louis: Mosby Supriyantini,S. 2010. Perbedaan Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian antara Siswa Program Reguler dengan Siswa Program Akselerasi (Skripsi). Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC Videbeck, S.J. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, EGC : Jakarta Videbeck, L Sheila.2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Nanda Nic Noc. Jakarta : EGC Yustinus Semium. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius Zlomke, J.M. 2007. Test Anxiety in Nursing Students. University of Wyoming.