Makalah Autopsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1. LATAR BELAKANG Dalam



masyarakat



selalu



saja



terdapat



perselisihan,



penganiayaan,



pembunuhan, pencurian, perkosaan, peracunan, dan lain-lain perkara yang mengganggu ketentraman dan kepentingan pribadi. Untuk menyelesaikan perkara demikian diperlukan suatu sistem atau cara yang memberikan ganjaran dan hukuman yang setimpal kepada yang bersalah sehingga perbuatan yang serupa tidak terulang lagi dan sebaliknya yang tidak bersalah terbebas dari tuntutan dan hukuman.



1



Pada masa sekarang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi orang mendapatkan pembuktian secara ilmiah yang disebut saksi diam (silent witness). Di sini diperlukan peran ahli untuk memeriksa barang bukti (corpus delicti) secara ilmiah, sehingga barang bukti tersebut “dapat bercerita” tentang apa yang telah terjadi. Barang bukti dapat berupa orang hidup, mayat, darah, semen, rambut, sidik jari, peluru, larva lalat, nyamuk, surat tulisan tangan, suara, dan lain-lain. Kumpulan pengetahuan yang memeriksa barang bukti untuk kepentingan peradilan dikenal dengan nama forensic sciences. Dalam bidang kesehatan antara lain: kedokteran forensik (forensic medicine), odontologi forensik, psikiatri forensik, patologi forensik dan antropologi forensik.



1



Ilmu kedokteran selalu berkembang selaras dengan perkembangan masyarakat dan norma yang menatanya. Perkembangan ilmu kedokteran berkat ketekunan kerja para ahlinya dalam mengenali penyakit dan pengobatannya, berjalan bersama keingintahuan masyarakat tentang penyakit yang menimpanya. Pelaksanaan praktek ilmu kedokteran dan kepentingan masyarakat yang terkait dengannya, mendorong berkembangnya aturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban keduanya saat berinteraksi, yang salah satunya adalah aturan hukum mengenai autopsi (bedah mayat) klinis.



1



1



1.2. TUJUAN Menjelaskan pengertian autopsi, jenis-jenis autopsi, dasar hukum autopsi forensik, faktor penghambat autopsi, persiapan dan petunjuk autopsi, cara melakukan autopsi, serta membahas tentang pemeriksaan tambahan dan pemriksaan khusus yang dilakukan pada autopsi (bedah mayat).



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1. PENGERTIAN AUTOPSI Autopsi berasal dari kata auto : sendiri, dan opsi : lihat. Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan- penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.



2



Pemeriksaan luar dan dalam pada mayat untuk kepentingan pendidikan, hukum dan ilmu kesehatan.



2



2.2. JENIS AUTOPSI Berdasarkan tujuannya autopsi dapat dibagi atas 3 jenis : 1. Autopsi Anatomi Yaitu autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran di bawah bimbingan langsung ahli ilmu urai anatomi laboratorium anatomi fakultas kedokteran.



2



Tujuannya adalah untuk mempelajari susunan jaringan dan organ tubuh dalam keadaan normal.



2



Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi. Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggung jawabkan sebab warisan yang tak ada yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUHPerdata pasal 1129). Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah



3



ia meninggal pada fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan KUHPerdata pasal 935.



2



KUHPerdata pasal 935 ; Dengan surat di bawah tangan, yang ditulis seluruhnya, ditanggali dan di tandatangani oleh si pewaris, maka dengan tiada syarat tertib lain, diperbolehkan seorang mengambil ketetapan untuk dilaksananakan setelah meninggalnya, akan tetapi



hanya



dan



penyelenggaraan



semata-mata penguburan,



untuk untuk



pengangkatan



para



pelaksana,



mengibah-wasiatkan



pakaian,



van lijfstoebehoren, perhiasan badan tertentu dan mebel istimewa.



2,3



2. Autopsi Klinik Autopsi klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisa kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem (diagnosis setelah autopsi), pathogenesis penyakit, dan sebagainya.



4,5



Autopsi klinik dilakukan pada penderita yang meninggal setelah dirawat di rumah sakit bertujuan untuk :  Menentukan proses patologis yang terdapat dalam tubuh korban.  Menetukan penyebab kematian yang pasti.  Menentukan apakah diagnosa klinis yang dibuat selama perawatan sesuai dengan hasil pemeriksaan post mortem.  Menentukan efektifitas pengobatan yang telah diberikan.  Mempelajari perjalanan lazim suatu penyakit.  Bermanfaat sebagai pencegahan dalam menghadapi penyakit yang serupa dikemudian hari.  Untuk mengetahui kelainan pada organ dan jaringan tubuh akibat dari suatu penyakit.



2



Untuk mendapatkan sebab kematian pasti dan tujuan lainnya, autopsi klinis selalu disertai dengan pemeriksaan yang lengkap seperti pemeriksaan bakteriologi, histopatologi, serologi, mikrobiologi, toksikologi dan lain-lain.



2



4



Autopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang memintanya.



2



3. Autopsi Forensik/Medikolegal Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman dilakukan atas permintaan yang berwenang, sehubungan dengan adanya penyidikan dalam perkara pidana yang menyebabkan korban meninggal. Biasanya dilakukan pada kematian yang tidak wajar seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, kecelakaan lalu lintas, keracunan, kematian mendadak dan kematian yang tidak diketahui atau mencurigakan sebabnya.



2,3,4,5



Autopsi jenis ini paling banyak dilakukan di Indonesia karena diperlukan untuk membantu penegak hukum. Pemeriksaan jenazah ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dokter bila diminta oleh penyidik. Sebelum



melakukan



autopsi,



pemeriksa



2



harus



menyadari



tujuan



dilakukannya pelayanan untuk kepentingan hukum ini, yaitu : 



Menentukan sebab kematian yang pasti







Mengetahui mekanisme kematian







Mengetahui cara kematian







Menentukan lama kematian (postmortem interval)







Pada korban tak dikenal dilakukan pemeriksaan identifikasi.







Mengenal jenis senjata maupun racun yang digunakan







Apakah ada penyakit penyerta diderita oleh korban







Apakah ada tanda-tanda perlawanan dari korban yang berhubungan dengan kematiannya, seperti pada kasus perkosaan.







Mengetahui apakah posisi korban telah diubah setela ia mati.







Mengumpulkan serta mengenal benda-benda bukti yang berguna untuk penentuan identitas pelaku kejahatan.







Pada bayi baru lahir untuk menentukan viabilitas, apakah bayi lahir hidup atau lahir mati.







Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk Visum et Repertum.



2,3,5



5



Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada autopsi medikolegal : 



Tempat untuk melakukan autopsi adalah pada kamar jenazah.







Autopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk autopsi oleh pihak yang berwenang.







Autopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk autopsi.







Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu sebelum memulai autopsi. Tetapi harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.







Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan autopsi.







Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, foto, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh.







Ketika dilakukan autopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.







Pencatatan perincian pada saat tindakan autopsi dilakukan oleh asisten.







Pada laporan autpsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.







Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diautopsi.



2



2.3. DASAR HUKUM AUTOPSI FORENSIK a. Pasal 133 KUHAP 1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. 2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.



6



3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.



1,2,5,6,7



b. Pasal 134 KUHAP 1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. 2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. 3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.



1,2,5,6,7



c. Pasal 179 KUHAP 1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. 2)



Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.



1,2,5,6,7



d. Pasal 222 KUHP: Yang menyatakan barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.



1,2,5,6,7



7



e. Instruksi Kapolri No:Ins/E/20/IX/75 



Pasal 3 Dengan visum et repertum atas mayat, berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak dibenarkan mengajukan permintaan visum atas mayat berdasarkan pemeriksaan luar saja.







Pasal 6 Bila ada keluarga korban/mayat keberatan jika diadakan bedah mayat, maka adalah kewajiban polisi dan pemeriksa untuk secara persuasif memberikan penjelasan tentang perlunya dan pentingnya autopsi untuk kepentingan penyidikan. Kalau perlu bahkan ditegakkannya pasal 222 KUHP.



1,5



f. Fatwa Kedokteran (Majelis Ulama Indonesia) Di samping soal teknis metodologi, terbukti pula bahwa Ulama Indonesia dalam merumuskan dan menetapkan fatwa terikat oleh beberapa faktor. Pada umumnya setiap fatwa atas satu isu terikat oleh beberapa faktor atau ciri, salah satunya yaitu berkaitan dengan lebih mementingkan kebutuhan orang hidup daripada kehormatan orang mati. Fatwa tentang bolehnya donor organ, transplantasi organ manusia, bedah mayat untuk pendidikan dan pengadilan, dan autopsi terkait dengan faktor ini.



5



2.4. FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT AUTOPSI FORENSIK Berdasarkan kenyataannya pihak kepolisian terdapat beberapa hambatanhambatan didalam melaksanakan autopsi kehakiman antara lain : a. Masyarakat kurang mengerti akan autopsi itu sendiri b. Masyarakat kurang mengerti tentang administrasi autopsi



5



Apabila pihak polisi menghadapi tuntutan / hambatan dari pihak keluarga korban, maka petugas polri yang mengadakan pengusutan dalam perkara tersebut selalu berusaha dengan menjelaskan dan menyadarkan pihak keluarga korban akan perlu pentingnya autopsi yang hanya dapat dibuat berdasarkan hasil bedah mayat tersebut akan digunakan sebagai alat pembuktian dalam usaha mencari pembuktian 8



kebenaran materiil dalam peristiwa yang menyangkut si korban. Tetapi biasanya keluarga koban memberikan alasan agama melarang pembedahan terhadap mayat, tetapi kalau kematiannya tidak wajar bahwa sangat mencurigakan walaupun keluarganya menolak dilakukan autopsi polisi akan tetap memaksa kalau perlu ditunjukkan hukumnya yakni pasal 222 KUHP.



5



Jadi perbuatan yang dilarang adalah perbuatan yang mempunyai tujuan untuk merintangi penegak hukum dalam pemeriksaan atas suatu kejahatan dalam hal mana pemeriksaan mayat, pada umumnya dilakukannya pembedahan mayat itu terhadap tanta-tanda atau petunjukpetunjuk bahwa kematian seseorang adalah sebagai akibat dari perbuatan/tindakan kekerasan. ketentuan ini tidak hanya diperlukan terhadap mayat yang belum dikubur yang digali kembali untuk pemeriksaan. oleh karena itu demi kelancaran pengadaan bedah mayat atau biasa disebut visum et repertum jenazah untuk kepentingan peradilan.



5



Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.



5



Sedangkan peranan dan fungsi visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian Pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian Kesimpulan.



5



Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga dengan membaca Visum et Repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh/jiwa manusia.



5



9



Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduknya persoalan di sidang Pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan (ps 180 KUHAP).



5



2.5. PERSIAPAN SEBELUM AUTOPSI Untuk menghindari masalah yang dapat timbul sewaktu atau sesudah autopsi, ada beberapa persiapan yang perlu diperhatikan yaitu : 1.



Permintaan tertulis dari pihak penyidik  Bila telah ada, lihat kelengkapan isi dan penandatanganan yang berwenang untuk itu.  Bila belum ada, hubungi segera kepolisian sektor (Polsek) atau kepolisian resort (Polres) yang bersangkutan.  Permintaan lisan atau per telefon tidak dilayani sampai permintaan tertulis disampaikan.



2.



2



Kepastian korban yang akan diperiksa Periksa apakah yang akan diautopsi adalah mayat yang dimaksud dalam permintaan visum. Sesuaikan dengan informasi dalam label mayat (kalau ada) kepastian dari keluarga korban (kalau ada).



3.



2



Persetujuan keluarga Menurut KUHP 134 adalah tanggung jawab penyidik untuk menjelaskan perlu dilakukannya bedah mayat. Bila penyidik tidak ada, maka dokter dapat membantu melakukan penjelasan ini kepada keluarga korban. Dalam hal ini, untuk keamanan pemeriksaan, dokter terpaksa mengambil kebijakan untuk meminta keluarga korban menandatangani pernyataan tidak keberatan dilakukan autopsi. Di beberapa pusat pelayanan autopsi di daerah lain, hal yang seperti ini



10



tidak terjadi. Ini terutama karena tata laksana permintaan dan pembuatan visum jenazah dipatuhi sesuai standar prosedur. Bila hambatan ini berkaitan dengan norma agama maka untuk yang beragama Islam dapat dipedomani Fatwa Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara no. 4 tahun 1955 bahwa bedah mayat hukumnya mubah.



4.



2



Keterangan yang mendukung pemeriksaan Keterangan yang didapat dari penyidik atau keluarga korban sangat menolong dalam pemeriksaan dan akan dilakukan, terutama pada korban mati tiba-tiba, keracunan, luka listrik, dan lain-lain. Demikian pula pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP) bila dihadiri dokter akan membantu dalam pemeriksaan dan mengambil kesimpulan pemeriksaan.



2



Alat-Alat yang Diperlukan Secara standar diperlukan berbagai alat/instrumen untuk melakukan autopsi yang dikemas dalam autopsi-set. Secara umum alat-alat yang dipakai meliputi :  Pisau bedah mayat (post mortem knife)  Pisau potong tulang rawan (cartilage knife)  Pisau untuk memotong jaringan otak (brain knife)  Gunting usus ( intestinal scissor)  Gunting bedah (surgical scissor)  Pinset  Sonde tumpul  Pemotong tulang (bone forceps)  Gergaji (tulang/kepala)  Gergaji listrik  Martil dan pahat  Timbangan mayat dan timbangan organ  Jarum jahit dan benang  Gelas ukur  Meteran pengukur panjang



11



 Sarung tangan karet  Botol mulut lebar dengan penutupnya  Gelas objek dan piring petri  Baskom dan ember



2



Alat-alat di atas biasanya tersedia lengkap di pusat pelayanan autopsi, namun di manapun dokter bertugas tidak perlu bersandar pada alat-alat yang serba lengkap. Beberapa alat dasar seperti pisau yang cukup tajam (walaupun pisau dapur misalnya), gunting, pinset, sonde, gergaji besi, sarung tangan karet dan beberapa botol untuk pengirimn bahan serta cairan pengawet serta jarum jahit dan benang sudah memadai untuk pemeriksaan ini. Air yang cukup, kalau bisa mengalir, sangat membantu.



2



Petunjuk Dalam Autopsi Forensik Ada beberapa petunjuk yang harus dipahami dokter dalam melakukan autopsi forensik yaitu : 1. Pemeriksaan harus dilakukan pada siang hari Pemeriksaan di bawah sinar lampu bisa menyebabkan kesalahan dalam interpretasi warna yang kadang-kadang punya peranan penting. Misalnya warna lebam luka atau infark pada organ dan lain-lain. Oleh karena itu pemeriksaan pada malam hari harus dihindari. Namun untuk kasus dan keadaan tertentu, dengan penerangan yang cukup, pemeriksaan kalau perlu dapat dilakukan.



2



2. Lakukan sedini mungkin Penundaan autopsi menimbulkan timbulnya pembusukkan yang dapat mengaburkan bahkan menghilangkan tanda-tanda yang penting. Oleh karena itu tidak salah bila dokter turut menjelaskan perlunya dilakukan bedah mayat pada keluarga korban sementara menunggu kepastian dapat dilakukan autopsi maka sebaikny dilakukan pemeriksaan luar pada mayat, meskipun pada malam hari yang dapat dilanjutkan keesokan harinya. Dengan demikian bisa terdapat dua saat pemeriksaan dalam Visum et Repertum yaitu : pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam yang berlainan jam atau hari pemeriksaannya.



2



12



3. Pemeriksaan lengkap Autopsi bila ditinjau dari kepentingannya adalah membuat laporan sebagai pengganti mayat (corpus delicti) yang mengandung kesimpulan hasil pemeriksaan tentang apa yang terjadi pada mayat. Tujuan ini dapat dicapai bila dilakukan pemeriksaan yang lengkap, yaitu pemeriksaan luar dan dalam tubuuh mayat meliputi rongga kepala, dada, perut dan panggul. Pemeriksaan yang tidak lengkap akan membuat nilai visum menjadi kurang, hal ini harus dihindari dokter.



2



4. Dilakukan oleh dokter Pada bedah jenazah pengetahuan dan keterampilan ini telah diberikan kepada setiap dokter dalam pendidikan. Tidak ada alasan bagi para dokter bahwa ia kurang atau tidak sanggup. Yang diperlukan adalah kemauan untuk melakukannya.



2



5. Teliti Sesuai dengan definisi visum bahwa pemeriksaan harus dilakukan dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya maka diperlukan ketelitian dokter dalam pemeriksaan dan segala catatan selama pemeriksaan dan bila perlu dengan menggunakan sarana fotografi. Dokter harus menyadari tidak mungkin melakukan pemeriksaan ulang bila mayat telah dikubur, apalagi dikremasi. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan,lebih baik mengambil bahan pemeriksaan lebih dari yang diperlukan, daripada sebaliknya.



2



6. Hasil pemeriksaan segera disampaikan kepada penyidik Karena Visum et Repertum akan digunakan penyidik sebagai petunjuk dalam melakukan penyidikan, maka sebaiknya hasil pemeriksaan segera disampaikan oleh penyidik. Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan tambahan atas petunjuk jaksa maka ini akan berkaitan dengan masa penahanan tersangka yang waktunya terbatas (dua minggu).



2



13



2.6. PEMERIKSAAN LUAR DAN DALAM PADA MAYAT (AUTOPSI) 2.6.1. Pemeriksaan Luar



Yang dimaksud dengan pemeriksaan luar, tidak saja pemeriksaan luar tubuh korban tetapi juga pakaian korban, benda-benda yang dipakai korban bahkan barang atau benda di sekitar korban. Pemeriksaan pakaian dan benda di sekitar korban penting karena sering berhubungan dengan penentuan identifikasi, sebab dan cara kematian serta waktu kematian.



2



Bagian pertama dari teknik autopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar adalah : 1. Label mayat Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.



2



2. Tutup dan pembungkus mayat Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari penutup mayat. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada, catat mengenai jenis, bahan,cara pengikatan serta letak pengikatannya.



2



3. Pakaian Pakaian koraban harus dibuka seluruhnya,bila perlu melalui pengguntingan (pada mayat yang telah mengalami kaku mayat). Pengguntingan harus dilakukan tanpa merusak bagian yang penting untuk pemeriksaan lanjut di laboratorium forensik diantaranya isi kantong, perhiasan, pakaian maupun benda-benda penting di samping mayat diperiksa dan dicatat. Pakaian dan benda-benda ini dikembalikan kepada penyidik.



2



14



Pakaian korban diperiksa dan direkam satu persatu dan tentukan warna dan corak serta terbuat dari bahan apa, merek pabrik pembuatnya, penjahit jenis pakaian (misalnya piyama, pakaian olahraga), cap ukuran, dan lain-lain. Apakah pakaian kotor, berlumuran darah, pasir, lumpur, minyak, dan sebagainya. Catat robekan yang dijumpai, lokalisasi, lama atau baru, bentuk dan tepinya. Periksa kantong dan isinya, misalnya surat, benda-benda dan lain sebagainya untuk identifikasi.



2



4. Perhiasan Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.



5. Mencatat benda di samping mayat.



2



2



6. Mencatat perubahan tanatologi/tanda-tanda kematian :  Lebam mayat Catat letak, distribusi, dan warna lebam mayat, perhatikan apakah lebam mayat hilang pada penekanan. Pemeriksaan ini penting untuk menentukan posisi korban waktu meninggal dan lama kematian.



2



 Kaku mayat Catat distribusi kaku mayat, serta derajat kekakuannya pada rahang, leher, sendi lengan atas, siku, pinggang, pangkal paha, dan lutut, apakah mudah atau sukar dilawan. Apabila ditemukan adanya cadaveric spasme (kejang mayat) dicatat melibatkan otot-otot mana, dan bila didapati di tangan perhatikan apakah ada menggenggam sesuatu.



2



 Suhu tubuh mayat Dipakai termometer panjang (OCC-5CT C) yang diperiksa per rektal atau di bawah hepar melalui insisi perut. Termometer harus berada di anus korban sedalam 10 cm dan dibaca sesudah 3-5 menit. Bersamaan dicatat pula temperatur ruangan.



2



15



 Pembusukan Tanda pembusukan pertama, terlihat kulit perut sebelah kanan bawah berwarna kehijau-hijauan. Kadang-kadang dengan kulit ari yang mudah terkelupas. Terdapat gambaran pembuluh darah superfisial dan melebar dan berwarna biru hitam ataupun tubuh yang telah mengalami pembengkakkan akibat pembusukkan lanjut.



2



 Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.



7. Identifikasi umum Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut.



2



8. Identifikasi khusus Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.



2



9. Pemeriksaan lokal  Kepala Perhatikan bentuk dan adanya luka atau tanda patah tulang.



2



 Rambut Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut



kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh



dengan cara memotong dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.



2



 Mata Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik



16



atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.



2



 Telinga dan hidung Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada telinga, ada keluar cairan atau darah dari liang telinga dan hidung.



2



 Mulut Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.



2



 Leher Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.



2



 Dada Bentuk dada, luka atau tanda patah tulang. Pada wanita : bentuk mammae, papilae mammae dan warna areola mammae.



2



 Perut Bentuk, tanda kekerasan, tebal lemak, dan lain-lain.



2



 Ekstremitas atas dan bawah Tanda kekerasan, patah tulang, ujung jari membiru atau tidak.



2



 Alat pukelamin Pada wanita adalah tanda-tanda kekerasan atau luka, komisura posterior masih utuh/tidak, selaput darah utuh/robek, robekan baru/lama, kalau ada dugaan persetubuhan sebelumnya maka diambil sekret vagina untuk pemeriksaan sperma. Pada laki-laki dilihat apa sudah disunat atau tidak. Ukuran penis kecil atau besar dari biasa perlu dicatat.



2



 Punggung Kelainan dari tulang punggung, seperti lordosis, skoliosis, kifosis, dan lain-lain. Adakah tanda-tada kekerasan.



2



17



 Dubur Tanda-tanda kekerasan seperti pada sodomi dijumpai erosi dan anus berbentuk lonjong. Apakah ada keluar benda lain dari lubang dubur.



2



10. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.



2



11. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.



2



Dalam melaporkan gambaran tentang luka sebaiknya mengandung unsur : lokalisasi, jenis, bentuk, arah, ppinggir, dasar, sekiotar luka, ukuran luka dan adakah menembus rongga tubuh. Pada luka yang luas dan sukar dideskripsi karena cukup banyak yang harus dijelaskan, maka sketsa dan lampiran foto akan menolong bagi yang akan menggunakan VeR.



2



 Lokalisasi luka Sebutkan di mana luka yang ditemukan, catat letaknya yang tepat dengan menggunakan koordinat terhadap garis atau titik anatomis yang terdekat dan jarak dari garis pertengahan tubuh.  Jenis luka Luka lecet, luka memar atau luka terbuka, luka senjata tajam, dan lain-lain.  Bentuk luka Pada luka terbuka sebutkan pula panjang luka setelah luka dirapatkan.  Arah luka Melintang, membujur, miring.  Pinggir luka Rata, teratur atay tidak teratur.  Dasar luka Perhatikan dasar luka, jaringan bawah kulit atau otot atau rongga badan.  Sekitar luka Apakah memar, kotor oleh lumpur, minyak, dan lain-lain.



18



 Ukuran luka Diukur panjang luka setelah luka tersebut dirapatkan terlebih dahulu, ukur juga lebar dan dalamnya luka.  Lubang luka/luka menembus rongga tubuh Apakah ada cairan yang keluar dari luka. Dapat dimasukkan sonde tumpul untuk memastikan luka menembus rongga tubuh.



2



2.6.2. Pemeriksaan Dalam



Pemeriksaan dalam dilakukan dengan membuka semua rongga tubuh korban, yaitu rongga kepala, dada, perut, dan panggul.



2



1. Pembukaan jaringan kulit dan otot



Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang, bahu ditinggikan (diganjal) dengan sepotong balok kecil, sehingga kepala akan berada dalam keadaan flexi maximal dan bagian leher tampak dengan jelas.



2



Untuk pembukaan rongga tubuh dikenal 2 metode, yaitu : a) Insisi I Dimulai dari bawah dagu di garis pertengahan tubuh sampai ke sympisis pubis, dengan jalan membelokkan ke arah kiri setentang pusat. Dengan insisi ini daerah mudah diperiksa (seperti pada korban mati gantung dan mati dijerat/dicekik), tetapi dari segi kosmetik kurang menguntungkan karena terlihat bekas jahitan di leher bila sebelum dikubur korban diperlihatkan kepada keluarga/masyarakat.



2



b) Insisi Y Insisi ini dimulai dari pertengahan klavikula ke processus xipoideus, ke sympisis pubis dengan cafra membelokkan irisan kiri setentang pusat. Ada modifikasi insisi “Y” yaitu insisi dimulai dari processus maastoideus kiri dan kanan ke arah pertengahan manubrium sterni, selanjutnya sama ke bawah seperti insisi “I”.



19



Insisi ”Y”, dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga jenazah yang sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat.



2



2. Membuka rongga tubuh Kulit dipotong mulai dari bawah dagu ke arah bawah, dikuatkan ke kiri dan ke kanan untuk melihat adanya kelainan pada jaringan otot, terutama pada kekerasan di daerah leher seperti dicekik, dijerat dan mati gantung.



2



Di daerah dada, bila tidak ada kecurigaan adanya trauma, inisisi dapat diteruskan ke tulang dada. Pisau dalam posisi tegak, mengiris otot yang telah dikuatkan dengan ibu jari di bagian dalam dan empat jarinya di bagian luar, ditarik ke arah lateral sambil memotong otot dada, sehingga otot dibebaskan dari dinding dada. Otot yang melekat ke kosta dibersihkan untuk melihat kemungkinan patah tulang.



2



Di daerah perut, pisau masuk sampai ke peritonium. Selanjutnya jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri dimasukkan ke dalam rongga perut, pisau diletakkan di antara dua jari dan pisau digerakkan memotong ke bawah sampai ke sympisis pubis.



2



Sekarang dada telah dibebaskan dari otot dan daerah perut sudah terbuka. Memotong tulang iga sternocleidomastoideus, mulai dari iga 2 ke arah bawah sedikit lateral. Pisau dipegang dengan tangan kanan dan tangan kiri menekan pisau tangan kanan dan menariknya ke bawah. Kecuali pada orang tua, biasanya pemotongan ini mudah dilakukan. Bila tulang sangat keras dapat dipotong dengan gunting tulang. Sternum dibebaskan dari perlekatannya dengan diafragma dan dinding mediastinum anterior.



2



Kemudian iga I dipotong dari arah kraniolateral guna menghindari bagian keras tulang, kemudian pisau diarahkan kembali ke arah medial mencari persendian costa I dengan sternum. Lalu dipotong persendian sternoclavicula dari bawah ke atas mengikuti lengkung persendian.



20



Dengan cara ini dapat dihindari terpotongnya pembuluh darah subclavia dan memotong lebih mudah.



2



Untuk memudahkan, sternum diangkat ke arah kepala sehingga dengan demikian sambungan tersebut menjadi renggang dan bisa dilepas.



2



Rongga paru-paru kanan dan kiri diperiksa apakah ada perlengketan, cairan, darah, pus atau cairan lain. Bila da darah atau cairan, maka dikeluarkan dengan sendok besar dan diukur jumlahnya.



2



Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persisten. Kantung jantung (pericardium) digunting seperti huruf Y terbalik. Diperiksa isi kantong jantung dan diukur jumlahnya. Dalam keadaan normal akan didapati cairan jernih kekuningan sebanyak 50 ml. Lihat kemungkinan adanya pericarditis atau kelainan lain. Apex jantung diangkat, dibuat insisi di ventrikel dan atrium kanan untuk melihat adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi ventrikel dan atrium kiri. Sekarang jantung dapat diangkat dengan memotong pembulu darah besar di pangkal jantung.



2



Untuk membuka dan mengeluarkan organ di leher dan mulut dilakukan insisi di bagian dalam rahang bawah, membebaskan otot di bagian kiri dan kanan. Dengan cara ini lidah dan organ sekitarnya dapat ditarik keluar dari rongga mulut dengan tangan kiri memegang kerongkongan dan tangan kanan di pangkal lidah.



2



3. Pengeluaran organ dalam tubuh Pada autopsi ada beberapa cara mengeluarkan organ dalam yaitu : a) Teknik Virchow Teknik



ini



cukup



sederhana



dan



simple



dengan



cara



mengeluarkan organ satu per satu kemudian langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan yang terdapat pada masing-masing organ dapat terlihat, namun hubungan anatomi antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang.



2



21



Teknik ini kurang baik digunakan pada autopsi forensik, terutama kasus-kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam, yang memerlukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang terjadi.



2



b) Teknik Rokitansky Setelah rongga tubuh dibuka, organ-organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan beberapa irisan in situ, baru kemudian selurh organorgan



tersebut



dikeluarkan



dalam



(en bloc). Teknik ini jarang dipakai.



kumpulan-kumpulan



organ



2



c) Teknik Gohn Setelah rongga tubuh dibuka, organ tubuh dikeluarkan dalam 3 kumpulan organ masing-maasing : 



Organ leher dan dada







Organ pencernaan bersama hati dan limpa







Organ urogenital



2



Teknik ini relative lebih cepat dan lebih mudah. Hubungan antar organ penting masih dapat dipertahankan, sehingga bila ada kegagalan satu organ yang mempengaruhi organ lain dapat diketahui.



2



Kelemahan metode ini misal pada kasus cirrhosis hepatis dan hipertensi portal yang mengakibatkan adanya varices oesophageal. Hal ini terjadi karena hubungan antar keadaan tersebut dirusak oleh pemotongan oesophagus di atas diaphragma.



2



d) Teknik Letulle Setelah rongga tubuh dibuka, organ-organ leher, dada, diafragma dan perut dikeluarkan sekaligus (en masse). Kemudian diletakkan di atas meja dengan permukaan posterior menghadap ke atas.



2



Dengan pengangkatan organ-organ tubuh secara en masse ini hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh.



2



22



Kerugian teknik ini sukar dilakukan tanpa pembantu, serta sulit dalam penanganan karena “panjang”nya kumpulan organ-organ yang dikeluarkan bersama-sama.



2



4. Pembukaan rongga tengkorak Cara autopsi pembukaan rongga kepala: 1. Membuat irisan pemandu dengan mengatur rambut, dipisahkan bagian depan dan belakang pada puncak kepala kemudian ke kanan dan ke kiri. 2. Irisan di mulai dari processuss mastoid kanan ke vertex kemudian ke processes mastoid kiri. Irisan dibuat sampai mencapai periosteum. 3. Kulit kemudian dikupas dan dilipat ke depan sampai kurang lebih 1 cm diatas margosupraorbitalis, ke belakang sampai protuberentia occipitalis externa. Keadaan kulit bagian dalam dan tulang tengkorak diperiksa kelainannya. 4. Rongga kepala dibuka dengan cara digergaji. 5. Daerah frontal pada kurang lebih 2 cm diatas lipatan kulit melingkar kemudian disamping kanan dan kiri setinggi 2 cm di atas daun telinga setelah memotong muskulus temporalis. 6. Penggergajian diteruskan ke belakang dengan membentuk sudut 1200 sampai setinggi kurang lebih 2 cm di atas protuberentia occipitalis externa. 7. Dengn T-chisel dimasukkan dibekas penggergajian kemudian putar atau dicongkel, maka tulang tengkorak dapat dibuka. 8. Setelah atap tengkorak (calvaria) dilepas, di cium bau yang keluar dari rongga dada sebab beberapa racun dapat tercium baunya. 9. Diperiksa dan dicatat keadaan bagian dalam tulang atap tengkorak.



8



Cara autopsi pengangkatan otak dari rongga kepala: 1. Memeriksa dan mencatat keadaan durameter 2. Durameter kemudian digunting mengikuti garis penggergajian dan daerah subdural dapat diperiksa kelaiannya.



23



3. Dua jari tangan diselipkan di bawah tiap lobus frontal. Dengan tarikan yang pelan, lobus frontalis diangkat untuk memperlihatkan chiasma opticum dan nervus cranialis anterior. 4. Melepaskan alat-alat yang memfiksasi otak yaitu falx cerebri, falx cerebella, serta nervicraniales. 5. Falx cerebri dipotong untuk melepaskan otak. 6. Menggunakan scapel atau alat dengan ujung tumpul dilewatkan sepanjang dasar tempurung kepala untuk memisahkan nervi cranial, arteri carotis interna dan tangkai kelenjar pituitary sampai mencapai tentorium. 7. Kepala kemudian dimiringkan ke salah satu sisi, dua jari diselipkan diantara lobus temporalis dan tulang temporal, maka tentorium dapat terlihat kemudian dilakukan pemotongan sepajang sisi dari tentorium, mengikuti garis os petrosus temporalis sampai ke dinding lateral dari tempurung kepala. Keadaan yang sama dilakukan pada sisi yang lainnya. 8. Kepala dikembalikan ke posisi semula, dengan memasukkan sejauh mungkin ke foramen magnum potong nervi cranial yang masih tersisa, kemudian batang otak selanjutnya dipotong melintang. Dengan tangan kiri menyangga lobus occipitaslis dan dua jari tangan kanan ditempatkan di kanan dan kiri batang otak. Otak kemudiam ditarik dan diluksir hingga terangkat sampai rongga kepala. Otak kemudian diletakkan pada piring skala, ditimbang dan diukur sebelum dilakukan fiksasi atau pemotongnan. 9. Dasar tengkorak diperiksa dengan melepas durameter yang masih melekat menggunakan tang yang kuat untuk melihat adanya fraktur basis crania. Os petrosus temporalis dapat dipotong dengan penjepit tulang untuk memeriksa adanya infeksi telinga tengah dan dalam.



8



24



Tengkorak Neonatus Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting sutura yang masih terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak dengan mudah dapat diangkat.



8



5. Pemeriksaan organ Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat : 1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran. 2. Bentuk. 3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan. 4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut. 5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang antara jaringan pada organ itu. Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat. 6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisis, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.



2, 8



25



1. Leher Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang. 8



2. Dada  Seksi Jantung Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum. Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum. 8 Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum interventrikulorum. 8  Paru-paru Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan pembuluh darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka dengan gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru diiris longitudinal dari apeks ke basis. 8



26



Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian diukur. 8 Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya. 8 Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50 cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi kanan diperiksa adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat perikardium. 8



3. Perut  Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat diangkat. Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih dahulu. 8 Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila vater, kemudian dibuka ke



27



arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu. 8 Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas. Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal. Hati : perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong longitudinal. Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa dan isinya, cacing.  Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urin Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus, kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urin dan rektum dilepaskan dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urin dan dengan cara tumpul membuat jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama pada bagian sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari sakrum. Rektum dan kandung urin dipotong sejauh dekat diafragma pelvis. 8 Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urin, kapsul ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urin melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang. Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik seperti benang. 8



28



 Urogenital Perempuan : Kandung urin dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus dibuka dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan dan ke kiri. Ke kornu. Tuba diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1-1,5 cm. Ovarium diinsisi longitudinal. Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke dalam uterus, seluruhnya : kandung urin, uterus dan vagina, rektum difiksasi dalam formalin 10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada sumbu rektum setebal 1,25 cm, kemudian semuanya direndam dalam alkohol selama 24 jam. Saluran tusuk akan terlihat sebagai noda merah, hiperemis. Dari noda merah ini dibuat sediaan histopatologi. Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan rektum diikat ganda kemudian dipotong. 8  Limpa : Dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa. 8



2.7. PEMERIKSAAN TAMBAHAN 2.7.1. Pemeriksaan Patologi Anatomi Jaringan yang diperlukan diambil dari beberapa tempat yang dicurigai dengan ukuran 2 x 2 cm dan tebal 5-10 mm dan diawetkan dengan formalin 10 % larutan fiksasi lainnya dalam botol bermulut lebar. Ini bertujuan untuk fiksasi jaringan. Organ yang diambil adalah paru-paru, hati, limpa, pangkreas, otot jantung, arteri coronaria, otak, ginjal, dan organ lain yang menunjukkan kelainan. Dalam pengambilan jaringan selalu diusahakan jaringan normal juga ikut dalam sayatan. Ini perlu sehingga memudahkan ahli patologi anatomi mengenal jaringan dan membedakannya dengan bagian yang mengalami kelainan. Bahan dapat dikirim ke laboratorium patologi anatomi setempat yang akan memproses fiksasi selanjutnya.



2



29



Tujuan fiksasi :  Mencegah proses autolisis sebelum bahan sampai ke laboratorium PA  Mencegah proses pembusukkan oleh aktifitas bakteri  Memadatkan dan mengeraskan jaringan untuk dipotong  Memadatkan cairan koloid dan jaringan  Mencegah rusaknya struktur jaringan



2



cairan fiksasi dapat berupa satu macam bahan kimia yaitu : formaldehid (formalin), etil alkohol, asam acetat, aceton. Cairan fiksasi campuran beberapa bahan kimia seperti : Bouin, formalsaline, dan cairan zenker.



2



2.7.2. Pemeriksaan toksikologi Yang diambil adalah bahan yang dicurigai seperti muntahan, isi lambung beserta jaringan lambung dimasukkan ke dalam botol. Darah yang diambil dari jantung atau vena kira-kira 20-50 ml dan dimasukkan ke dalam botl begitu juga hati dan empedu. Pada dugaan keracunan logam berat seperti arsen, maka perlu dikirim rambut, kuku, dan tulang.



2



2.7.3. Pemeriksaan bakteriologi Bila ada dugaan kearah sepsis, maka darah diambil dari jantung dan limpa untuk pembiakan kuman. Darah diambil dengan spuit 10 ml melalui dinding kantong jantung yang telah dibakar dengan spatel panas terlebih dahulu, lalu pindahkan ke dalam tabung reagen yang steril.



2



Jaringan limpa diambil dengan dengan pinset dan gunting steril dengan cara pembakaran yang sama seperti di atas, lalu dimasukkan ke dalam tabung steril.



2



30



2.7.4. Pemeriksaan balistik Pemeriksaan pada mayat yang diduga mati akibat penembakkan. Peluru harus diambil dengan sangat hati-hati dengan jari, tidak boleh menggunakan benda keras seperti tang atau klem. Penggunaan benda keras dapat menyebabkan terjadinya goresan pada anak peluru yang akan menyebabkan keraguan pada ahli balistik yang akan memeriksa peluru di laboratorium kriminologi.



2



Anak peluru sesudah diambil, dikembalikan kepada petugas kepolisian untuk dikirim ke laboratorium kriminologi dengan cara :  Timbang berat anak peluru, bentuk ukuran jenis metal.  Anak peluru dibungkus dengan kapas dan kain kasa sebagai pelindung.  Dimasukkan dalam kotak (peluru kecil cukup dalam kotakkorek api).  Kotak dibungkus rapi dengan kertas.  Diikat dengan benang.  Disegel dengan lak (bila ada) dan di ujung benang ditaruh kertas yang berisi keterangan tentang benda yang dikirim, nama korban, tanggal pembungkusan dan penyegelan.  Buat berita acara pembungkusan dan penyegelan.



2



2.8. PEMERIKSAAN KHUSUS 2.8.1. Tes Emboli Udara Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak jarang terjadi. Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di paru-paru, misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang merobek paru-paru dan merobek pembuluh venanya. 2, 6,



8



Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui pembuluh- pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat pula pada daerah lain, misalnya pembuluh vena 31



pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan udara masuk melalui jarum infus tadi. Fiksasi ini penting, mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara luar, sehingga jika ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi dengan pergerakan pernapasan, yang ”menyedot”. 2,



6, 8



 buat sayatan ”I”, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke symphisis pubis,  potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga dan tulang dada ke atas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3,  potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3,  setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung jantung dengan insisi ”I”, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua ujung sayatan tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar),  masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat tadi, sampai jantung terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka hal ini merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung,  tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung kanan, yang berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90 derajat; gelembung-gelembung udara yang keluar menandakan tes emboli hasilnya positif,  bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis, ke arah bilik jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara,  bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan dengan prinsip yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada jantung,  semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner, untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah : pada tes emboli sistemik tidak dilakukan penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria 32



sinistra ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut, agar tampak gelembung kecil yang keluar,  dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk emboli sistemik hanya beberapa ml.



2, 6, 8



2.8.2. Tes Apung Paru-Paru Tes apung paru-paru dikerjakan untuk mengetahui apakah bayi yang diperiksa itu pernah hidup. Untuk melaksanakan test ini, persyaratannya sama dengan test emboli udara, yakni mayatnya harus segar.



2, 6, 8



Cara melakukan tes apung paru-paru:  Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu ke satuan, pangkal dari esophagus dan trakea boleh diikat.  Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air.  Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan.  Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan masing-masing lobus, kanan terdapat lima lobus dan kiri dua lobus.  Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana yang tenggelam dan mana yang terapung.  Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong dengan ukuran 5 mm x 5 mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.  Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil tersebut, bila terapung, letakkan potongan tersebut pada dua karton, dan lakukan penginjakan



dengan



menggunakan



berat



badan,



kemudian



dimasukkan kembali ke dalam air.  Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup.



33



 Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi tetap pernah dilahirkan hidup.



2, 6, 8



2.8.3. Tes Pneumothorax Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek, sedemikian rupa sehingga terjadi mekanisme ”ventil” di mana udara yang masuk ke paru-paru akan diteruskan ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar kembali, sehingga terjadi kumulasi udara, dengan akibat paru-paru akan kolaps dan korban akan mati.



2, 6, 8



Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar test ini, bila test ini tidak dilakukan, diagnosa sifatnya hanya dugaan. Cara melakukan test ini adalah sebagai berikut:  Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu sekitar iga ke-4 dan 5 ( udara akan berada pada tempat yang tertinggi ),  buat ”kantung” dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari daerah iga 4 dan 5 ( sekitar 10 x 5 cm )  pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan pisau, adanya gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax; dan bila diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut tampak kollaps,  cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar dengan jarum besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut; bila ada pneumothorax, tampak gelembung-gelembung udara pada spuit tadi.



2, 6, 8



2.8.4. Tes Alpha Naphthylamine Test ini dilakukan untuk mengetahui adanya butir-butir mesiu khususnya pada pakaian korban penembakan.  kertas



saring



Whatman



direndam



2, 6, 8



dalam



larutan



alpha-



naphthylamine, dan keringkan dalam oven, hindari jangan sampai terkena sinar matahari,



34



 pakaian yang akan diperiksa, yaitu yang diduga mengandung butirbutir mesiu, dipotong dan di atasnya diletakkan kertas saring yang telah diberi alpha-naphthylamine,  di atas kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine tadi ditaruh lagi kertas saring yang dibasahi oleh aquadest,  keringkan dengan cara menyeterika tumpukan tersebut, yaitu kain yang akan diperiksa, kertas yang mengandung alpha-naphthylamine dan kertas saring yang basah,  test yang positif akan terbentuk warna merah jambu (pink colour), pada kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine; bintikbintik merah jambu tadi sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu pada pakaian.



2, 6, 8



Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam rongga tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan kedalam rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka rongga dada. Jahitkan kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari dagu sampai ke daerah simfisis. Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi. Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak keluarga.



35



BAB III PENUTUP



3.1. KESIMPULAN Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan- penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Berdasarkan tujuannya autopsi dapat dibagi atas 3 jenis :  Autopsi Anatomi  Autopsi Klinik  Autopsi Forensik/Medikolegal Autopsi forensik mempunyai beberapa dasar hukum yang terdapat dalam KUHP, KUHAP, Intruksi Kapolri, dan lain sebagainya. Untuk melakukan autopsi (bedah mayat) ada beberapa faktor penghambat dari pihak keluarga. Autopsi terdiri dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Untuk menghindari masalah yang dapat timbul sewaktu atau sesudah autopsi, ada beberapa persiapan yang perlu diperhatikan, yaitu :  Permintaan tertulis dari pihak penyidik  Kepastian korban yang akan diperiksa  Persetujuan keluarga  Keterangan yang mendukung pemeriksaan



Dalam melakukan autopsi, dokter harus sadar bahwa pelayanan yang dilakukan dengan tidak mudah ini adalah untuk memberi bantuan kepada penegak hukum, sehingga diperoleh pegangan objektif dan ilmiah dalam melakukan penyidikan, penuntutan, pembelaan atau pemutusan perkara di sidang pengadilan. Melalui pemeriksaan secara ilmiah yang dilakukan dokter diharapkan proses hukum dapat berjalan dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.



36



DAFTAR PUSTAKA



1. Amir, Amri. 2005. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi kedua. Medan : Ramadhan. Hal 2,4,210,211 2. Singh, Surjit. 2011. Autopsi. Medan : Hal 22-84 3. Hamdani, Njowito. 1992. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Edisi ke Dua. Surabaya : PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 48-59 4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Autopsi. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius 5. http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/194/jiptiain--khoirulriz-9661-6-babiii.pdf, dikutip dari makalah yang berjudul “Autopsi Forensik Dalam Pembuktian Tindak Pidana Menurut KUHAP”, diakses tanggal 7 Juni 2013. 6. Idries, Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Jakarta : Binarupa Aksara. Hal 19,20,22,26,353-362 7. Bagian Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Cetakan kedua. Jakarta : FK UI. Hal 5,6 8. http://www.scribd.com/doc/136983833/PEMBAHASAN-AUTOPSI, dikutip dari makalah Jonggi Mathias Tamba dengan judul “Pembahasan Autopsi”, diakses tanggal 9 Juni 2013.



37