Makalah Backflush Costing - Kelompok 12 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SEMINAR AKUNTANSI MANAJEMEN Backflush Costing : Cost Accounting and Cost Management in a JITEnvironment Dosen Pengampu: Dra. Sri Dewi Edmawati, M.Si., Ak., CA



OLEH : KELOMPOK 12 1. HELMI HAUZAN



1810532010



2. NIRDA ANDIKA



1810532014



3. ELSA AISYAH



1810532028



PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2021



Backflush Costing : Cost Accounting and Cost Management in a JITEnvironment Pengertian Just In Time (JIT) Just In Time (JIT) merupakan sistem produksi yang komprehensif dan sistem manajemen persediaan dimana bahan baku dibeli dan diproduksi sebanyak yang dibutuhkan serta digunakan pada saat yang tepat dalam setiap proses produksi (Blocher, dkk., 2002:113; dalam Kuzatmono, 2008). Dalam arti luas, JIT adalah filosofi yang berfokus pada tampilan aktivitas yang dibutuhkan oleh segmen internal dari sebuah organisasi.Aspek fundamental JIT adalah : 



Semua kegiatan yang tidak memberi nilai tambah pada produk atau jasa, maka termasuk pada kegiatan atau sumber daya yang akan menjadi sasaran pengurangan atau penghapusan







Adanya komitmen untuk meningkatkan kualitas tinggi, dan melakukan hal yang benar dan sesuai standar agar tidak ada barang yang cacat dan tidak ada waktu untuk pengerjaan ulang







Perbaikan terus menerus dalam upaya kegiatan efisiensi







Menyederhanakan dan meningkatkan visibilitas yang menekankan pada aktivitas penambah nilai, ini akan membantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai.



Tujuan Just in Time (JIT) Menurut Gaspersz (2001: 23; dalam Kuszatmono, 2008) tujuan Just in Time (JIT) adalah “untuk menghasilkan produk pada tingkat kualitas dan kuantitas yang prima, melalui cara yang paling efisien dan ekonomis, serta tepat waktu yaitu pada saat produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen”. Tujuan utama yang ingin dicapai dari sistem JIT adalah: 1. Zero Defect (Tidak ada barang yang rusak) 2. Zero Set-Up Time (Tidak ada waktu set-up) 3. Zero Lot Excesses (Tidak ada kelebihan lot) 4. Zero Handling (Tidak ada penanganan)



5. Zero Queues (Tidak ada antrian) 6. Zero Breakdowns (Tidak ada kerusakan mesin) 7. Zero Lead Time (Tidak ada lead time) Manfaat Just in Time (JIT) Manfaat Just in Time (Indiscribd, 2009): a. Berkurangnya persediaan bahan baku dalam jumlah besar b. Mengurangi waktu tunggu c. Menurunkan biaya produksi dan laju produksi d. Meningkatkan pengendalian mutu e. Respon cepat terhadap pelanggan yang membutuhkan sehingga menimbulkan kepuasan pada pelanggan Prinsip Dasar Just In Time (JIT) Untuk menghasilkan metode Just In Time (JIT) maka harus ada beberapa prinsip yang harus dijadikan dasar pertimbangan di dalam menentukan sistem strategi produksi, yaitu (Jaelani, 2009): 1. Berproduksi sesuai dengan pesanan jadwal produksi induk Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan utamanya untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsikan saja, untuk itu proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk menghindari terjadinya stok serta untuk menekan biaya penyimpanan. 2. Produksi dalam jumlah kecil Produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil untuk menghindari perencanaan dan jeda waktu yang kompleks seperti halnya dalam produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan penyesuaianpenyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan permintaan pasar.



3. Mengurangi pemborosan (eliminate waste) Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain- lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target produksi. Perbaikan aliran produk secara terus-menerus (continuous product flow improvement) Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang tidak produktif yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi. 4. Penyempurnaan kualitas produk (product quality perfection) Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just In Time (JIT) dalam sistem produksi. Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin. 5. Respek terhadap semua orang / karyawan (respect to people) Dengan metode Just In Time (JIT) dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja tertentu. 6. Mengurangi segala bentuk ketidak-pastian Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi permintaan yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana tidak segera digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadwalan produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan secara teliti.Segala bentuk yang memberi kesan ketidak-pastian harus bisa dieliminasi dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan. 7. Perhatian dalam jangka panjang Ketujuh prinsip pelaksanaan Just In Time (JIT) dalam sistem produksi di atas bukanlah suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek. Melainkan harus



dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang. Just In Time (JIT) Purchasing Just in Time (JIT) Purchasing adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan. Sistem Just In Time (JIT) dapat mengurangi waktu dan biaya yang behubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara sebagai berikut (Tjahjadi, 2001): 1. Mengurangi jumlah supplier, sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi melalui dengan supplier. 2. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi melalui kontrak kerja jangka panjang dengan supplier, menyangkut pembelian, kualitas bahan dan harga yang wajar. 3. Memiliki pembeli atau konsumen dengan program pembelian yang mapan. Rencana pembelin yang mapan oleh pembeli atau konsumen, dapat memberikan informasi bagi supplier mengenai persyaratan kualitas bahan dan saat penyerahan dengan tenggang waktu tertentu sesuai rencana produksi. 4. Mengeliminasi dan mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak menambah nilai bagi produk, seperti kegiatan dan biaya penyimpanan atau biaya pemindahan bahan dari gudang ke pabrik. 5. Mengurangi waktu dan biaya program pemeriksaan kualitas, pemilihan supplier yang dapat menjamin ketepatan waktu jumlah dan kualitas barang yang dibeli dapat mengurangi waktu dan biaya pemeriksaan. Implikasi untuk Akuntansi Biaya Pembelian dengan just in time dapat mempengaruhi akuntansi biaya dalam beberapa cara : a. Meningkatkan penelusuran biaya langsung Dalam lingkungan pembelian tradisional, organisasi biasanya mengklasifikasikan biaya dari operasi dan fasilitas sebagai biaya tidak langsung.akan tetapi pada just in time biaya operasi tersebut dapat dikelompokkan sebagai biaya langsung. Sehingga akan terjadi peningkatan penelusuran biaya langsung ke area ritel individu atau lini produksi. b. Mengubah pool biaya yang digunakan untuk mengakumulasikan biaya



Pada proses pembelian tradisional, pemisahan pool biaya digunakan untuk kegiatan seperti pembelian, material handling, pemeriksaan mutu, dan fasilitas gudang. biaya tersebut dialokasikan untuk departemen produksi dengan cara : 1. Masing – masing biaya dialokasikan terhadap masing – masing departemen produksi 2. Pembelian, gudang, dan biaya terkait yang dikumpulkan dalam satu atau lebih pool biaya agregat dialokasikan ke setiap departemen produksi. c. JIT mengubah basis yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak lansung ke departemen produksi Survei metode alokasi biaya melaporkan bahwa ruang yang ditempati di gudang adalah basis alokasi umum untuk biaya pembelian dan bahan baku pada lingkungan tradisional.Di lingkungan JIT murni tidak ada gudang sehingga basis alokasi tidak tersedia d. Mengurangi penekanan pada informasi varians harga pembelian individu Dalam lingkungan pembelian tradisional, banyak organisasi menekankan pada perbedaan harga pembelian.Variabel harga pembelian yang menguntungkan tekadang dapat dicapai dengan membeli dalam jumlah yang lebih besar untuk mengambil keuntungan dari potongan harga atau dengan membeli bahan berkualitas rendah.Di lingkungan JIT, penekananya adalah pada total biaya operasi, tidah hanya pada harga beli, faktor faktor tersebut adalah kualitas dan ketersediaan yang diberi penekanan lebih besar, bahkan jika disertai dengan harga beli yang lebih tinggi. Seperti biasa, system akuntansi biaya harus disesuaikan dengan aktivitas operasi yang mendasarinya.Dalam pembelian JIT, proses yang mendasarinya berfokus pada komitmen jangka panjang yang mengurangi total biaya operasi. e. JIT mengurangi frekuensi atau detail pelaporan pengiriman pembelian dalam akuntansi internal Dalam lingkungan pembelian JIT, jumlah pengiriman barang meningkat secara substansial. Organisasi telah berusaha untuk mengurangi biaya pemrosesan informasi dalam system akuntansi internal dalam satu atau beberapa cara berikut : •



Batching, atau meringkas, pengiriman pembelian individual untuk transaksi terpisah untuk



setiap pengiriman •



Dengan menggunakan system transfer elektronik dimana pesanan pembelian awalsecara otomatis mengatur transfer data elektronik pada tanggal pengiriman dan transfer data elektronik pada tanggal pembayaran







Reorganisasi bagian utang dagang.



Just In Time Production Just in Time (JIT) Production adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan. Sistem produksi just in time pada awalnya dikembangkan dan dipromosikan oleh Toyota Motor Corporation di Jepang. Taichi Ohno, pencipta sistem JIT ini, mendefinisikan JIT sebagai “suplai item yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang diperlukan”. Strategi ini kemudian banyak diadopsi oleh banyak perusahaan Jepang, terutama setelah terjadinya krisis minyak dunia pada tahun 1973. Pemborosan utama di manufacturing adalah adanya sumber daya produksi yang terlalu banyak, yaitu tenaga kerja yang terlalu banyak, fasilitas yang terlalu banyak, dan persediaan bahan baku yang terlalu banyak. Apabila unsure-unsur ini terdapat dalam jumlah yang lebih banyak dari pada yang diperlukan, baik orang, perlengkapan, bahan ataupun produk, mereka hanya akan menambah biaya dan tidak menambah nilai produk yang dihasilkan. Tenaga kerja yang banyak mengakibatkan biaya personalia berlebihan, fasilitas yang banyak mengakibatkan biaya penyusutan berlebihan. Prinsip-Prinsip dalam Sistem Produksi JIT 1. Produksi diorganisasikan dalam pola sel manufacturing dimana Sel manufaktur terdiri dari mesin-mesin yang dikelompokkan dalam kumpulan, biasanya dalam bentuk setengah lingkaran. Mesin-mesin diatur sehingga mereka dapat digunakan untuk melakukan berbagai operasi secara berurutan. Tiap sel dipersiapkan untuk menghasilkan produk atau kumpulan produk tertentu. Produk dipindah dari satu mesin ke yang lainnya dari awal hingga selesai. Para pekerja ditugaskan pada sel-sel dan dilatih untuk mengoperasikan semua mesin dalam sel.



2. Tenaga kerja terinterdisipliner (multitugas) melakukan berbagai tugas dari berbagai variasi operasi, untuk minor operasi serta operasi rutin. Pekerja mampu melakukan pekerjaan produksi langsung, para pekerja sel dapat melakukan tugas persiapan, memindahkan barang setengah jadi dari bagian ke bagian lain dalam sel, melakukan perawatan pencegahan dan perbaikan kecil, melakukan inspeksi kualitas, dan melakukan tugas pembersihan. 3. Produksi demand-pull basis, sehingga aktivitas pada setiap workstation ditentukan berdasarkan permintaan dari workstation selanjutnya. 4. Perhatian ditujukan pada pengurangan manufacturing lead time yaitu waktu tunggu sebuah pesanan siap dimulai pada lini produksi sampai saat menjadi produk jadi. Berkurangnya lead time akan membuat perusahaan mampu merespon perubahan permintaan lebih baik lagi, dan juga dapat mengurangi perubahan pesanan supplier. 5. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya. 6. Penekanan juga ada pada penyederhanaan aktivitas pada proses atau jalur produksi, sehingga area dimana aktivitas yang tidak bernilai tambah terjadi akan terlihat jelas dan bisa dieliminasi. 7. Supplier dipilih berdasarkan kemampuan untuk mengirimkan materials berkualitas dalam waktu yang telah diatur. Perusahaan yang menerapkan JIT Produksi secara umum juga menerapkan JIT Pembelian. Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut: •



Meningkatkan ketelusuran langsung pada beberapa biaya : Penelususran langsung pada item-item biaya dapat ditingkatkan dengan dua cara, yaitu : a. Perubahan pada dasar aktivitas operasi Pemanufakturan JIT dapat mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung. Contoh, pekerja produksi pada pabrik JIT melakukan pemeliharaan dan set up pada pabrik. Sebelumnya aktivitas seperti ini dilakukan oleh pekerja lain yang dikategorikan sebagai Tenaga Kerja Tidak langsung.



b.



Perubahan dalam ketelusuran langsung terhadap biaya JIT membuat ketelusuran langsung terhadap biaya dapat ditingkatkan. Dengan Cost effective untuk menulusuri biaya pada jalur produksi yang spesifik







Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak langsung



Perubahan ini terkait pada meningkatkan ketelusuran biaya dan bisa dicapai dengan beberapa cara : 



Mengubah aktivitas produksi dasar







Mengeliminasi aktivitas yang tidak bernilai tambah Target utama pada eliminasi di JIT adalah : 1. Tempat penyimpanan untuk persediaan barang dalam proses 2. Tempat penyimpanan untuk limbah, unit dikerjakan ulang dan lainnya 3. Fasilitas yang menangani bahan untuk transportasi dari jalur produksi ke tempat penyimpanan. Mesin atau workstation dihubungkan sehingga barang dapat dipindahkan oleh pekerja atau conveyor belts yang pendek. Penekanan juga dilakukan pada design yang mengurangi kebutuhan akan kontainer yang besar.







Pengurangan Penekanan pada Tenaga Kerja Individual dan Varian Biaya Overhead Pabrik yang mengimplementasikan JIT mengurangi penekanan pada penggunaan tenaga kerja dan varian OH. Berbeda dengan pendekatan tradisional, akuntan internal khusus berupaya membuat standar tenaga kerja dan overhead serta melaporkan varian dari standar tersebut. Pada pabrik JIT, penekananya pada analisis varian di level pabrik dengan fokus pada tren mengenai apa yang mungkin terjadi pada proses daripada fokus pada besar absolut varian individual.







Mengurangi tingkat rincian informasi tercatat pada work ticket Aspek Kunci pada JIT adalah penyederhanaan semua aktivitas yang akan berpengaruh pada informasi Work Ticket. Ada beberapa cara penyederhanaaan work ticket pada produksi JIT. Ada beberapa cara penyederhanaaan work ticket pada produksi JIT.



1. Proses produksi yang diganti sehingga lebih sedikit material per produk jadi Dalam proses



analisi aktivitas akan berpengaruh pada proses produksi seperti adanya desain ulang terhadap produk sehingga lebih sedikit bagian yangdigunakan. 2. Hanya bahan baku langsung yang dicatat pada work ticket, semua biaya lain dibebankan pada periode tersebut. 3. Tingkat informasi rinci yang tercatat mengenai biaya tenaga kerja berkurang yaitu dengan mempertahankan tenaga kerja langsung pada kategori biaya langsung tapi mengurangi klasifikasi individual tenaga kerja yng akan mempermudah pencatatan informasinya. 4. Sistem Job Costing diganti menjadi proses costing atau backflush prooduct costing. Perubahan Akuntansi Biaya pada produksi JIT a. Informasi Biaya lebih akurat Jalur produksi yang lebih efektif pada sel manufacturing meningkatkan ketelusuran langsung pada beberapa biaya. b. Adanya kontrol yang lebih baik dari timbulnya biaya Penekanan pada tenaga kerja individual dan varian OH dapat dikurangi, dimana pada JIT penekanannya terletak pada total kinerja pabrik sehingga dapat meminimalkan keputusan operasi disfungsional. c. Mengurangi Sistem Biaya 1. Pengurangan pada tingkat informasi rinci tercatat pada work tiket 2. Pengurangan pada tingkat informasi rinci tercatat mengenai biaya tenaga kerja. Manajemen Biaya Pada Lingkungan Just In Time 1. Perencanaan Biaya ( Cost Planning) Sebelum produksi dilakukan, pada perusahaan yang menerapkan JIT juga melakukan perencanaan biaya yang mana pada beberapa kasus ditemukan perencanaan biaya dilakukan sebelum jalur produksi dibuat. Perancang produk dan insinyur pabrik terlibat penting dalam tahap ini dalam merancang produk dan jalur produki dengan campuran biaya, kualitas, serta fleksibilitas yang mencerminkan strategi manajemen. Pada tahap ini, sangat ditekankan pada eliminasi aktivitas yangtidak bernilai tambah pada produk.



2. Pengurangan Biaya Pengurangan biaya dilakuan pada saat pra-produksi dan tahap produksi. Pengurangan ini dapat berupa :Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan, Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai, Waktu perpindahan, Tenaga kerja langsung dan tidak langsung, Ruangan pabrik, dll. 3. Kontrol Biaya Kontrol Biaya dilakukan pada saat produksi dimulai. Sumber informasi untuk aktivitaskontrol biaya yaitu : a. Pengamatan pribadi oleh pekerja jalur produksi b. Pengukuran kinerja keuangan (seperti Inventory turnover ratio, varian berdasarkan biaya standar untuk bahan baku, tenaga kerja dan OH). c. Pengukuran kinerja nonkeuangan (Leadtime, waktu set-up dll) SIMPLICATION (PENYEDERHANAAN) JIT Penyederhanaan merupakan eliminasi dari hal-hal yang tidak perlu. Penyederhanaan dapat berupa penyederhanaan produk, proses, maupun prosedur yang akan menghasilkan suatu pengurangan dalam jumlah tertentu. Usaha penyederhanaan ini merujuk pada upaya pencapaian hasil yang sama dengan cara yang lebih sederhana, lebih mendasar atau dengan menggunakan lebih sedikit input. Selain itu, Simplification juga berarti membuang fitur-fitur yang tidak akan memberikan nilai tambah bagi produk. Ada variasi yang cukup besar dalam perubahan yang dibuat untuk kelompok biaya yang digunakan, pemilihan basis alokasi, sistem biaya adopsi (pekerjaan, operasi, proses, atau blackflush), dan jenis pengukuran kinerja yang digunakan dalam JIT. Aktivitas yang menambah nilai dapat lebih ditingkatkan, dan aktivitas yang menambah nilai itu tidak bisa dihilangkan. Namun demikian, metode JIT telah membuktikan bahwa perubahan yang berarti dalam operasi yang mendasari kemungkinan untuk membenarkan perubahan yang sesuai dalam sistem akuntansi. Semua biaya manufacturing pada periode akuntansi mengalir dengan cepat menjadi cost of goods sold. Adanya perubahan yang cepat dari direct material menjadi finished goods yang segera dijual sangat menyederhanakan sistem biaya.



BACKFLUSH COSTING Backflush costing merupakan pendekatan yang dipersingkat atas akuntansi dari biaya manufaktur. Backflush costing dapat diterapkan ke sistem just in time dimana diperlukan kecepatan begitu tinggi sehingga akuntansi tradisional tidak lagi praktis. Sering sekali terjadi ketika akuntansi tradisional akan mencatat kejadian bahan baku, tetapi pada saat yang hampir bersamaan, produk yang sedang dicatat bahan bakunya tersebut sudah terjual di pasar sehingga menimbulkan masalah dalam pencatatannya. Oleh karena itu, muncullah pendekatan akuntansi terbaru berupa penyingkatan aliran biaya perusahaan manufaktur dan sangat tepat digunakan bersamaan dengan Just In Time (JIT). Sebuah sistem backflush costing berfokus kepada output dari sebuah organisasi dan kemudian bekerja ke bagian belakang ketika menerapkan biaya untuk unit yang terjual dan persediaan. Jangka waktu backflush bisa meningkat karena titik pemicu untuk entri perhitungan biaya produk dapat ditunda sampai akhir penjualan, sampai akhirnya biaya menguat melalui sistem akuntansi. Sebaliknya, sistem biaya produk yang umum melacak biaya melalui barang dalam proses (WIP) sebagai akun yang difokuskan, dimulai dengan pengenalan bahan baku ke dalam produksi. Tujuan dari backflush costing adalah mengurangi jumlah kejadian yang diukur dan dicatat dalam sistem akuntansi serta menunda pencatatan beberapa jurnal entry hingga akhir masa produksi atau akhir siklus penjualan, sehingga biaya untuk penerapannya lebih rendah dibandingka dua sistem costing lainnya (job order dan process costing). Perbedaan backflush costing dengan job order costing dan process costing adalah kurangnya penelusuran terinci atas biaya work in process (WIP), akun persediaan tidak lagi disesuaikan selama periode akuntansi, tetapi saldonya dikoreksi menggunakan ayat jurnal pada akhir periode. Metode Harga Pokok Backflush Metode harga pokok backflush diterapkan di perusahaan yang telah menerapkan konsep Just In Time (JIT) untuk persediaannya. Sasaran persediaan JIT adalah maminimalkan persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi, bahkan jika memungkinkan persediaannya nol (Zero Inventory). Hal ini dilakukan dengan cara system tarik (Pull Systems). Untuk me-nol-kan persediaan barang jadi dan persediaan bahan baku, perusahaan hanya menghasilkan produk sebanyak yang dipesan pelanggan dan membeli bahan baku sebanyak yang



dibutuhkan untuk produksi. Jika pelanggan memesan 1.000 unit, perusahaan hanya memproduksi 1.000 unit, tidak lebih dan tidak kurang. Jikauntuk menghasilkan satu unit produk diperlukan 3 kg bahan baku, perusahaan hanya membeli bahan baku sebanyak 3.000 kg, tidak lebih dan tidak kurang. Dengan kata lain, pembelian bahan baku hanya sebanyak kebutuhan produksi dan produk yang diproduksi hanya sebanyak yang dipesan pelanggan. Agar semuanya dapat berjalan lancer, kualitas proses produksi, kualitas bahan baku, dan kualitas pekerja harus bagus. Dengan system tarik, perusahaan akan memungkinkan memiliki persediaan nol untuk persediaan bahan baku dan persediaan barang jadi. Selanjutnya untuk menolkan persediaan barang dalam proses dilakukan dengan pengurangan waktu proses. Semakin pendek waktu proses, semakin kecil persediaan barang dalam proses yang dimiliki perusahaan. Sebuah sistem backflush costing berfokus kepada output dari sebuah organisasi dan kemudian bekerja ke bagian belakang ketika menerapkan biaya untuk unit yang terjual dan persediaan. Jangka waktu backflush bisa meningkat karena titik pemicu untuk entri perhitungan biaya produk dapat ditunda sampai akhir penjualan, sampai akhirnya biaya menguat melalui sistem akuntansi. Sebaliknya, sistem biaya produk yang umum melacak biaya melalui barang dalam proses (WIP) sebagai akun yang difokuskan, dimulai dengan pengenalan bahan baku ke dalam produksi. Tujuan dari backflush costing adalah mengurangi jumlah kejadian yang diukur dan dicatat dalam sistem akuntansi serta menunda pencatatan beberapa jurnal entry hingga akhir masa produksi atau akhir siklus penjualan, sehingga biaya untuk penerapannya lebih rendah dibandingka dua sistem costing lainnya (job order dan process costing). Perbedaan backflush costing dengan job order costing dan process costing adalah kurangnya penelusuran terinci atas biaya work in process (WIP), akun persediaan tidak lagi disesuaikan selama periode akuntansi, tetapi saldonya dikoreksi menggunakan ayat jurnal pada akhir periode. Perusahaan menggunakan backflush costing jika terdapat kondisi sebagai berikut : a. Perusahaan menerapkan sistem Just In time b. Manajemen ingin sistem akuntansi yang sederhana c. Setiap produk ditentukan biaya standarya



d. Metode ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira menghasilkan informasi keuangan yang sama dengan penelusuran secara berurutan. Backflush costing tidak hanya terbatas pd perusahaan yg menerapkan JIT. Perusahaan yg tidak menerapkan JIT pun dapat menggunakan backflush costing. Terutama untuk perusahaan dengan lead time produksi yg singkat atau perusahaan yg tingkat inventory nya cukup stabil. Namun backflush costing juga memiliki kelemahan yaitu kesulitan dalam penelusuran jejak audit, dan kurangnya penelusuran rinci atas biaya WIP. Namun demikian, ketiadaan inventory dlm jumlah besar akan mendorong manajemen utk fokus pada pengelolaan operasional sistem produksi yaitu melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja, pengendalian dengan sistem komputer, dan pengembangan ukuran kinerja non financial. Konsep Backflush Accounting adalah ketika pencatatan segala sesuatu yang berhubungan dengan persediaan dilakukan setelah pembuatan produk telah selesai. Tujuan dari backflushing ini adalah mengurangi jumlah kejadian yang diukur dan dicatat dalam akuntasi. Perhitungan biaya backflush menghilangkan langkah akuntansi atau menggabungkannya dengan langkah lain, dan beberapa akun buku besar juga dapat digabungkan. Dalam penerapan JIT, perhitungan biaya backflush kemungkinan besar digunakan, dan semua langkah akan memberikan hasil yang hampir sama, karena hanya sedikit unit yang ada dalam persediaan di setiap waktu. Karakteristik Backflushing Costing: 1. Bahan baku yang diterima dari pemasok, dicatat di debet akun RIP (Raw and in Process) 2. Penggunaan tenaga kerja langsung, dicatat di debet akun Harga Pokok Penjualan 3. Komponen biaya bahan baku atas produk selesai di backflush dari RIP 4. Komponen biaya bahan baku atas produk terjual di backflush dari Barang Jadi 5. Diperlukan penyesuaian biaya konversi Contoh: Backflushing Dibandingkan dengan Akuntansi Arus Biaya Tradisional Untuk mengilustrasikan perhitungan biaya backflush dan membandingkannya dengan pendekatan tradisional,asumsikan bahwa perusahaan memiliki transaksi berikut selama bulan Juni : 1. Bahan baku dibeli secara kredit sebesar $ 160.000



2. Semua bahan yang diterima digunakan dalam produksi 3. Biaya tenaga kerja langsung sebenarnya,$ 25.000 4. Biaya overhead sebenarnya, $ 225.000 5. Biaya konversi yang dibebankan $235.000 6. Semua pekerjaan diselesaikan bulan ini 7. Semua pekerjaan yang selesai dijual 8. Perbedaan antara biaya sebenarnya dan yang dibebankan dihitung Transaksi



Ayat Jurnal Tradisional



Ayat Jurnal Backflush



Pembelian



Bahan Baku 160.000



Bahan baku dan 160.000



Bahan baku



dalam proses Utang Usaha



Bahan baku



Barang dalam



Dikeluarkan



proses 160.000



Untuk produksi



Bahan baku



160.000



Utang Usaha



160.000



Tidak ada



160.000



Timbul biaya



Barang dalam



Dikombinasikan dengan



Tenaga kerja



Proses 25.000



overhead :lihat jurnal berikutnya



langsung



Pengendali Overhead



Timbul biaya



Barang Jadi



25.000 225.000



overhead



Penegndali biaya 250.000 konversi



Barang dalam proses



225.000



Gaji Utang usaha



25.000 225.000



Pembebanan



Barang dalam



overhead



Proses



Tidak ada 210.000



Pengendali Overhead Penyelesaian barang



Barang jadi



210.000 395.000



Barang jadi



Barang dalam



395.000



Bahan baku dan



Proses



395.000



Dalam proses



160.000



Pengendali biaya Konversi Barang dijual



Harga Pokok



395.000



Harga Pokok



Penjualan



Harga Pokok



395.000



Penjualan



Barang jadi Varian diakui



235.000



395.000 15.000



Harga Pokok



Penualan Pengendali overhead



Barang jadi



395.000 15.000



Penualan 15.000



Pengendali Konversi



15.000



Backflush costing menekankan pada penjualan bukan penyelesaian produk utk mendorong manajer fokus pada penjualan produk. Pencatatan akuntansi dgn metode backflush costing adalah : 1. Penggabungan Raw material dgn work in process menjadi Raw and in-process 2. Adanya akun Raw In-Process (RIP) karena perusahaan menerapkan zero inventory 3. Komponen biaya bahan baku atas pekerjaan yang telah selesai dibackflush dari RIP 4. Komponen biaya bahan baku atas pekerjaan yang telah terjual dibackflush dari Finished Goods



5. Saldo akhir ditetapkan dalam akun persediaan dengan melakukan penyesuaian terhadap bagian conversion cost. 6. Biaya tenaga kerja langsung dibebankan ke akun Cost Of Goods Sold (Harga Pokok Penjualan) 7. Biaya Overhead pabrik dibebankan ke FOH control, dari FOH control dibebankan ke COGS (Cost Of Goods Sold) 8. Penentuan harga pokok backflush dari mengeliminasi akun work in process dan membebankan biaya produksi secara langsung pada finished goods. Backflush costing ini berkaitan dgn sistem Just In Time Purchasing (JIT), perusahaan yg menerapkan JIT menggunakan metode backflush costing. JIT yaitu suatu sistem tepat waktu yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin. Dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dlm proses produksi sehingga perusahaan meyerahkan produk sesuai permintaan konsumen. Jadi, dengan metode backflush costing membantu perusahaan dalam proses produksi yang tepat waktu. Selain itu juga diterapkan oleh perusahaan manufaktur dgn tingkat produksinya yg sangat cepat. Contoh Kasus Akuntansi Perhitungan Harga Pokok Backflush PT Jakarta Solarlight menghasilkan lampu tenaga surya untuk penerangan jalan umum. Berikut informasi yang diperoleh dari PT Jakarta Solarlight untuk bulan April 2016 : 1. Perusahaan tidak memiliki persediaan bahan baku lansung per 1 Mei 2016 2. Perusahaan tidak memiliki persediaan barang dalam proses per 1 Mei 2016 dan 31 Mei 2016 3. Perusahaan hanya memiki satu kategori biaya produksi lansung, yaitu biaya bahan baku lansung, dan satu kategori baiay prosuksi tidak lansung, yaitu biaya konversi.Semua biaya tenaga kerja pabrik merupakan biaya tidak lansung produk dan dimasukkan kedalam kelompok biaya konversi 4. Perusahaan menggunakan metode perhitungan harga pokokproduk standar.Harga pokok standar Solarlight Rp23.000 per unit yang terdiri atas biaya bahan baku lansung standar Rp8.000 per unit (kualitas standar 2 kg dan harga standar Rp4.000 per kg), dan biaya konversi standar Rp15.000 per unit (1,5 jam kerja standar dengan tariff upah Rp10.000 per jam)



5. Perusahaan memproduksi bola lampu solarlight sebanyak 2.000 unit dan telah terjual 1.500 unit dengan harga Rp30.000 per unit 6. Pembelian bahan baku secara kredit sebanyak 4.500 kg dengan harga per kg sebesar Rp4.000 7. Biaya konversi yang terjadi selama bulan Mei 2016 sebesar Rp35.000.000.Selisih biaya konversi ditutup kea kun Harga Pokok Penjualan Pertanyaan: a. Buatlah jurnal dengan alternative 1 jika digunakan tiga titik pemicu pencatatan, yaitu pada saat pembelian bahan baku lansung dan terjadinya biaya konversi (Tahap A), pada saat dihasilkanya barang jadi (Tahap C), dan pada saat penjualan barang jadi (Tahap D). Kemudian buat pula arus biaya produksinya. b. Buatlah ayat jurnal dengan alternative 2 jika digunakan dua titik pemicu pencatatan, yaitu pada saat pembelian bahan baku lansung dan terjadinya biaya konversi (Tahap A) pada saat penjualan barang jadi (Tahap D). Kemudian buat pula arus biaya produksinya. c. Buatlah ayat jurnal dengan alternative 3 jika digunakan dua titik pemicu pencatatn, yaitu pada saat dihasilkanya barang jadi (Tahap C) dan pada saat penjualan barang jadi (Tahap D). Kemudian buat pula arus biaya produksinya. d. Buatlah ayat jurnal dengan alternative 4 jika digunakan satu titik pemicu pencatatan, yaitu pada saat penjualan barang jadi (Tahap D). Kemudian buat pula arus biaya produksinya. Jawab : a. Jika tiga titik pemicu pencatatan yang digunakan (alternative 1), perusahaan tidak perlu membuat jurnal untuk mencatat pemakaian bahan baku langsung dan pembebanan biaya konversi ke produk (Tahap B). Persediaan bahan baku langsung digabung dengan persediaan bahan baku dan barang dalam proses (material and in process inventory) Tahap A : Mencatat pembelian bahan baku lansung dan terjadinya biaya konversi



1. Mencatat Pembelian



Persediaan BB dan BDP



BBL



Rp18.000.000



Utang usaha



Rp18.000.000



(4.500 kg x Rp4.000) Dalam transaksi ini tidak ada selisih harga BB karena harga beli sesungguhnya sama dengan harga standar 2. Mencatat terjadinya



Biaya konversi



biaya konversi



Rp35.000.000



Berbagai akun dikredit



Rp35.000.000



Tahap C : Mencatat barang jadi 3. Mencatat



barang Persediaan barang jadi



Rp46.000.000



Persediaan BB dan BDP jadi



Rp16.000.000



Biaya konversi



Rp30.000.000



Persediaan BB dan BDP = 2000 unit x Rp8.000 Biaya konversi = 2.000 unit x Rp 15.000



Tahap D : Mencatat penjualan barang jadi, menutup biaya konversi dan menutup selisih biaya konversi 4. Mencatat penjualan barang



Kas



Rp45.000.000



PenjualanHPP Persediaan barang jadi



Rp45.000.000 Rp34.500.000



Penjualan = 1.500 unit x



Rp34.500.000



Rp30.000 Persediaan barang jadi = 1.500 unit x Rp23.000 5. Menutup



biaya Selisih biaya konversiBiaya



Rp5.000.000



konversi konversi



Rp5.000.000 B.K sesungguhnya B.K dibebankan



(Rp35.000.000) Rugi



REFERENSI



Don R. Hansen, and Maryanne M. Mowen & Liming Guan. 2009. Cost Management Accounting and Control Sixth Edition. South Western Cengage Learning Horngren, Charles T, Srikant M. Datar and Madav V. Rajan. 2015. Cost Accounting A Managerial Emphasis Fifteenth Edition. Pearson Education