Makalah Bahasa Indonesia - Fonologi Dan Pembelajarannya Di Sekolah Dasar - Kelompok 8 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Fonologi Dan Pembelajarannya Di Sekolah Dasar Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia SD 2 Dosen Pengampu : Muhardilla Fauziah, M. Pd



Disusun oleh : Kelas A7-20 Anik Munawaroh



(20144600252)



Fany Agustina



(20144600255)



Wiku Trah Sabdo Aji



(20144600266)



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA 2021



Daftar Isi



Daftar Isi .......................................................................................................................................... ii A.



Pengertian Fonologi ............................................................................................................. 1



B.



Pengertian Fonetik ............................................................................................................... 1



C.



Pengertian Fonemik ............................................................................................................. 1



D.



Perbedaan fonemik dan fonetik........................................................................................... 2



E.



Bunyi Bahasa dan Sumbernya ................................................................................................ 2



F.



Kajian Fonetik ......................................................................................................................... 2 a.



Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara. .................... 2



b.



Berdasarkan jalan keluarnya arus udara. ............................................................................. 3



c.



Berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi di artikulasikan. ...................... 3



d.



Berdasarkan lamanya bunyi pada waktu diucapkan atau diartikulasikan. ............................. 3



e.



Berdasarkan derajat kenyaringannya................................................................................... 3



f.



Berdasarkan perwujudannya dalam suku kata ..................................................................... 3



g.



Berdasarkan arus udara ...................................................................................................... 4 Pembentukan Vokal, Konsonan, Diftong, dan Kluster ............................................................ 4



B. a.



Pembentukan Vokal ........................................................................................................... 4



b.



Pembentukan Konsonan ..................................................................................................... 5



c.



Pembentukan Diftong ......................................................................................................... 6 Kajian Fonemik ................................................................................................................... 7



G. a.



Realisasi Fonem ..................................................................................................................... 7



b.



Variasi Fonem ....................................................................................................................... 7



c.



Gejala Fonologi Bahasa Indonesia.......................................................................................... 7



d.



Jenis-jenis perubahan fonem bunyi ......................................................................................... 8 Metode Pembelajaran Fonologi di Sekolah Dasar (SD) .................................................... 10



H. 1.



Metode Foxfire .................................................................................................................... 10



2.



Metode Listen and Repeat .................................................................................................... 11 Analisis Implementasi Pembelajaran Fonologi di Sekolah Dasar ........................................ 11



I.



Kelas Rendah ....................................................................................................................... 11



1. a)



Pemahaman Pelafalan Bunyi Bahasa ................................................................................ 11



b)



Pemahaman Penggunaan Intonasi ..................................................................................... 11 Kelas Tinggi ........................................................................................................................ 12



2. a)



Pemahaman Pelafalan Bunyi Bahasa ................................................................................ 12 ii



b)



Pemahaman Penggunaan Intonasi ..................................................................................... 12



Kesimpulan .................................................................................................................................... 13 Saran .............................................................................................................................................. 13 Daftar Pustaka............................................................................................................................... 14



iii



A. Pengertian Fonologi Secara etimilogis fonologi berasal dari kata Yunani yaitu phone yang berarti “bunyi” dan logos yang berarti “ilmu”. Maka pengertian secara harfiah fonologi adalah “ilmu bunyi”. Fonologi merupakan bagian dari ilmu Bahasa yang mengkaji bunyi. Objek kajian fonologi yang prtama adalah bunyi Bahasa (fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang dsebut sebagai tata fonem (fonemik). Dengan demikian maka dapat disimpulkan fonologi ialah cabang ilmu Bahasa (linguistic) yang mengkaji bunyi-bunyi Bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Garapan ilmu fonologi terbagi menjadi dua yaitu, fonetik dan fonemik. Fonetik ialah ilmu fonologi yang memandang Bahasa hanya sebagai bunyi utuh sedangkan fonemik memandang Bahasa sebagai suatu unsur yang membedakan maknanya. B. Pengertian Fonetik Fonetik merupakan cabang linguistik yang membahas tentang bunyi bahasa yang terfokus pada pelafalan. Menurut Abdul Chaer (dalam Saida Gani & Berti Arsyad, 2018:5), fonetik merupakan cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan bahwa bunyi tersebut memiliki fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Ahmad Muaffaq juga berpendapat bahwa fonetik merupakan ilmu yang mengkaji bunyi bahasa, yang mencakup produksi, tranmisi, dan presepsi terhadapnya, tanpa memperhatikan fungsinya sebagai pembeda makna. Sementara, menurut Verhaar (dalam Saida Gani & Berti Arsyad, 2018:3-4), fonetik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar fisik bunyi-bunyi bahasa. Yang mana, fonetik meneliti bunyi bahasa menurut cara pelafalannya dan menurut sifat-sifat akuistiknya. Sehingga, secara umum dapat dikatakan bahwa fonetik merupakan bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa baik itu prosesi terbentuknya dan bagaimana bunyi diterima oleh telinga pendengar, tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. C. Pengertian Fonemik Menurut Abdul Chaer (dalam Saida Gani & Berti Arsyad, 2018:3), fonemik merupakan cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Menurut Waridah (2016:67) yang dikutip dari Tsaqifa Taqiyya Ulfah & Aninditya Sri Nugraheni (2020:203), fonemik adalah cabang kajian fonologi yang membahas bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi selaku pembeda makna. Sependapat dengan hal itu menurut Ahmad Muaffaq (dalam Saida Gani & Berti Arsyad, 2018:5), fonemik merupakan cabang studi fonologi yang menyelidiki dan mempelajari bunyi ujaran atau bahasa maupun sistem fonem suatu bahasa dalam fungsinya sebagai pembeda arti. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fonemik merupakan satuan bahasa terkecil



1



yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan makna. D. Perbedaan fonemik dan fonetik Fonetik dan fonemik ialah dua hal yang cukup mirip tapi berbeda. Dua hal tersebut sama-sama berhubungan dengan bunyi ujar manusia tetapi memiliki focus yang berbeda. Menurut Chaer (2009) fonetik ialah cabang fonologi yang mengekaji mengeani bunyi-bunyi Bahasa tanpa memperhatikan statusnya, apakah bunyi tersebut dapat membedakan makna (kata) atau tidak. Sedangkan fonemik ialah cabang kajian fobologi yang mengkaji bunyi Bahasa dengan memperhatikan fungsinya sebagai pembeda makna (kata). Contohnya bunyi [i] pada kata [intan], [batik], [angin] adalah tidak sama, bunyi [u] pada kata [susu] dan [dapur] juga tidak sama. Contoh tersebut merupakan yang menjadi kajian fonetik. Sebaliknya bunti [b] dan [p] pada kata [babi] dan [papi] menyebabkan kedua kata tersebut memiliki makna yang tidak sama. Itulah yang menjadi objek kajian fonemik. Dilihat dari objek kajiannya cukup berbeda. Objek kajian fonetik adalah bunyi Bahasa atau fon sedangkan objek kajian fonemik adalah fonem. Fon adalah bunyi ujar yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, sedangkan fonem adalah bunyi ujar yang sudah memebdakan makna. Contoh dari fon ialah bunyi [a],[i], [u],[e], [ǝ], [o]. Contoh dari fonem ialah seperti bunyi /l/ pada kata “lara” dan bunyi /b/ pada kata “bara” telah membedakan makna. E. Bunyi Bahasa dan Sumbernya Bunyi bahasa merupakan unsur bahasa yang paling kecil. Istilah bunyi bahasa atau fon merupakan terjemahan dari bahasa Inggris phone yang artinya bunyi. Yang mana, bunyi bahasa bersumber dari : a. Udara b. Artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak yaitu, alat-alat ucap manusia yang mampu menghasilkan bunyi bahasa. Artikulator terdiri dari bibir bawah, gigi, lidah, dan sebagainya serta alat ini aktif saat berbicara. c. Titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator yang bersifat pasif ketika berbicara. Artikulasi ini meliputi bibir atas, gigi atas, langitlangit keras, dan langit-langit lunak. F. Kajian Fonetik A. Klasifikasi Bunyi a. Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara. 1. Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi. 2. Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi. 2



3. Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. b. Berdasarkan jalan keluarnya arus udara. 1. Bunyi nasal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui rongga mulut dan membuka jalan agar arus udara dapat keluar melalui rongga hidung. 2. Bunyi oral, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan jalan mengangkat ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung, sehingga arus udara keluar melalui mulut. c. Berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi di artikulasikan. 1. Bunyi keras (fortis), yaitu bunyi bahasa yang pada waktu di artikulasikan disertai ketegangan kuat arus. Bunyi keras mencakupi beberapa jenis bunyi seperti :  Bunyi letup tak bersuara (p, t, c, k).  Bunyi geseran tak bersuara (s).  Bunyi vokal. 2. Bunyi lunak (lenis), yaitu bunyi yang pada waktu di artikulasikan tidak disertai ketegangan kuat arus. Bunyi lunak mencakupi beberapa jenis seperti :  Bunyi letup bersuara (b, d, j, g).  Bunyi geseran bersuara (z).  Bunyi nasal (m, n, ng, ny).  Bunyi likuida (r, l).  Bunyi semivokal (w, y)  Bunyi vokal (a, I, u, e, o) d. Berdasarkan lamanya bunyi pada waktu diucapkan atau diartikulasikan. 1. Bunyi panjang 2. Bunyi pendek e. Berdasarkan derajat kenyaringannya Bunyi dibedakan menjadi bunyi nyaring dan bunyi tak nyaring. Derajat kenyaringan ditentukan oleh luas atau besarnya ruang resonansi pada waktu bunyi diucapkan. Semakin luas ruang resonansi saluran bicara waktu membentuk bunyi, maka semakin tinggi derajat kenyaringannya. Begitu pula sebaliknya. f. Berdasarkan perwujudannya dalam suku kata 1. Bunyi tunggal, yaitu bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku kata (semua bunyi vokal atau monoftong dan konsonan). 2. Bunyi rangkap, yaitu dua bunyi atau lebih yang terdapat dalam satu suku kata. Bunyi rangkap terdiri dari :  Diftong (vocal rangkap) : [ai], [au] dan [oi]. 3







Klaster (gugus konsonan) : [pr], [kr], [tr] dan [bl].



g. Berdasarkan arus udara 1. Bunyi egresif, yaitu bunyi yang di bentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru. Bunyi egresif di bedakan menjadi :  Bunyi egresif pulmonik : di bentuk dengan mengecilkan ruang paruparu,otot perut dan rongga dada.  Bunyi egresif glotalik : terbentuk dengan cara merapatkan pita suara sehingga glottis dalam keadaan tertutup. 2. Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang di bentuk dengan cara menghisap udara ke dalam paru-paru. Bunyi ingresif di bedakan menjadi :  Ingresif glotalik : pembentukannya sama dengan egresif glotalik tetapi berbeda pada arus udara.  Ingresif velarik : di bentuk dengan menaikkan pangkal lidah di tempatkan pada langit-langit lunak. Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif. B. Pembentukan Vokal, Konsonan, Diftong, dan Kluster a. Pembentukan Vokal Vokal dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, bentuk bibir, serta strikturnya. Berikut ini adalah jenis-jenis vokal berdasarkan cara pembentukannya : 1. Berdasarkan bentuk bibir :  Vokal bulat, yaitu, vocal yang diucapkan dengan bentuk bibir bulat. Misalnya, u, o, dan a.  Vokal tak bulat, yaitu, vocal yang diucapkan dengan bentuk bibir tidak bulat atau terbentang lebar. Misalnya, i dan e.  Vokal netral 2. Berdasarkan tinggi rendahnya lidah :  Vokal tinggi atau atas yang dibentuk apabila rahang bawah merapat ke rahang atas : I dan u.  Vokal madya (sedang) atau tengah yang dibentuk apabila rahang bawah  menjauh sedikit dari rahang atas : e dan o.  Vokal rendah atau bawah yang dibentuk apabila rahang bawah diundurkan lagi sejauh-jauhnya : a. 3. Berdasarkan bagian lidah yang bergerak :  Vokal depan yaitu, vokal yang dihasilkan oleh gerakan turun naikknya lidah bagian depan, seperti : i dan e.  Vokal tengah yaitu, vokal yang dihasilkan oleh gerakan lidah bagian tengah, misalnya dan a.  Vokal belakang yaitu, vokal yang dihasilkan oleh gerakan turun naiknya lidah bagian belakang atau pangkal lidah, seperti : u dan o. 4



4. Berdasarkan strikturnya : vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal semi-terbuka, dan vokal terbuka. b. Pembentukan Konsonan Pembentukan konsonan didasarkan pada empat faktor, yakni daerah srtikulasi, cara artikulasi, keadaan pita suara, dan jalan keluarnya udara. Berikut ini klasifikasi konsonan tersebut : 1. Berdasarkan daerah artikulasi :  Konsonan bilabial, konsonan yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua belah bibir yang bersama-sama bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah p, b, m, dan w.  Konsonan labio dental, konsonan yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulator. Bunyi yang dihasilkan ialah f dan v.  Konsonan apiko dental, konsonan yang dihasilkan dengan ujung lidah yang bertindak sebagai artikulator dan daerah antar gigi sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah t, d, dan n.  Konsonan apiko alveolar, konsonan yang dihasilkan oleh ujung lidah sebagai artikulator dan lengkung kaki gigi sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah s, z, r, l.  Konsonan palatal atau lamino-palatal, yaitu konsonan yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah sebagai artikulator dan langit-langit keras sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan c, j, Ŝ, ň, dan y.  Konsonan velar atau dorso-velar, konsonan yang dihasilkan oleh belakang lidah sebagai artikulator dan langit-langit lembut sebagai artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah k, g, x, dan ή.  Konsonan glotal atau hamzah, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan posisi pita suara sama sekali merapat sehingga menutup glottis.  Konsonan laringal, konsonan yang dihasilkan dengan pita suara terbuka lebar sehingga udara uang keluar digesekkan melalui glottis. Bunyi yang dihasilkan ialah h 2. Berdasarkan cara artikulasi :  Konsonan hambat, konsonan yang dihasilkan dengan cara menghalangi sama sekali udara pada daerah artikulasi. Konsonan yang dihasilkan ialah p, t, c, k, b, d, j, g.  Konsonan geser atau frikatif, konsonan yang dihasilkan dengan cara menggesekkan udara yang keluar dari paru-paru. Konsonan yang dihasilkan ialah f, v, x, h, s, Ŝ, z, dan x.  Konsonan getar atau trill, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan dan menjauhkan lidah ke alveolum dengan 5



cepat dan berulang-ulang sehingga udara bergetar. Konsonan yang dihasilkan ialah r.  Konsonan likuida, atau lateral, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan menaikkan lidah ke langit-langit sehingga udara terpaksa diaduk dan dikeluarkan melalui kedua sisi lidah. Konsonan yang dihasilkan ialah l.  Konsonan semi-vokal, konsonan yang pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. Misalnya, semivokal (w) dan (y). Bunyi bilabial (w) dibentuk dengan tempat artikulasi yang berupa bibir atas dan bibir bawah.  Konsonan nasal, 3. Berdasarkan keadaan pita suara :  Konsonan bersuara, konsonan yang terjadi jika udara yang keluar dari rongga ujaran turut menggetarkan pita suara. Konsonan yang dihasilkan ialah m, b, v, n, d, r, ñ, j, η, g, dan R.  Konsonan tak bersuara, konsonan yang terjadi jika udara yang keluar dari rongga ujaran tidak menggetarkan suara. Konsonan yang dihasilkan ialah p, t, c, k, f, Š, x, dan h 4. Berdasarkan jalan keluarnya udara :  Konsonan oral, konsonan yang terjadi jika udara keluar melalui rongga mulut. Konsonan yang dihasilkan ialah p, t, c, k, b, d, j, g, f, Š, x, h, r, l, w, dan y.  Konsonan nasal. konsonan yang terjadi jika udara keluar melalui rongga hidung. Konsonan yang dihasilkan ialah m, n, ñ, dan η. c. Pembentukan Diftong Diftong adalah dua buah vokal yang berdiri bersama dan pada saat diucapkan berubah kualitasnya. Perbedaan vokal dengan diftong adalah terletak pada cara hembusan nafasnya. Diftong dalam bahasa indonesia adalah sebagai berikut:  Diftong /au/, pengucapannya [aw]. Contohnya : [harimaw] /harimau/, [kerbaw] /kerbau/  Diftong /ai/, pengucapannya [ay]. Contohnya : [santay] /santai/, [sungay] /sungai/  Diftong /oi/, pengucapannya [oy]. Contohnya : [amboy] /amboi/, [asoy] /asoi/ d. Pembentukan Kluster Gugus atau kluster adalah deretan konsonan yang terdapat bersama pada satu suku kata.  Gugus konsonan pertama : /p/,/b/,/t/,/k/,/g/,/s/ dan /d/.  Gugus konsonan kedua : /l/,/r/ dan /w/.  Gugus konsonan ketiga : /s/,/m/,/n/ dan /k/.  Gugus konsonan keduanya adalah konsonan lateral /l/, misalnya : 6



   



/pl/ [pleno] /pleno/ /bl/ [blaƞko] /blangko/ Dan begitu seterusnya hingga konsonan kedua /r/ dan /w/. Jika tiga konsonan berderet, maka konsonan pertama selalu /s/, yang kedua /t/,/p/ dan /k/ dan yang ketiga adalah /r/ atau /l/. Contohnya : a) /spr/ [sprey] /sprei b) /skr/ [skripsi] /skripsi/ c) /skl/ [sklerosis] /sklerosis/



G. Kajian Fonemik Fonem merupakan satuan bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya berfungsi untuk membedakan makna. Fonem juga dapat dibatasi sebagai unit bunyi yang bersifat distingtif atau unit bunyi yang signifikan. Oleh karena itu, perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut. Dengan demikian, fonemisasi memiliki tujuan untuk menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa. Untuk mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa yang bersifat fungsional atau fonem, biasanya dilakukan melalui kontras pasangan minimal yaitu, bentuk bahasa yang terkecil dan bermakna dalam sebuah bahasa (biasanya berupa kata tunggal) yang secara ideal sama, kecuali satu bunyi berbeda. Selain itu, terdapat 4 premis untuk mengenali sebuah fonem, yaitu :    



Bunyi bahasa dipengaruhi lingkungannya Bunyi bahasa itu simetris Bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, harus digolongkan ke dalam kelas fonem yang simetri berbeda Bunyi bahasa yang bersifat komplementer harus dimasukkan ke dalam kelas fonem yang sama.



a. Realisasi Fonem Realisasi fonem adalah pengungkapan dari ciri atau satuan fonologis, yaitu fonem menjadi bunyi bahasa yang erat kaitannya dengan variasi fonem. Secara segmental fonem bahasa Indonesia dibedakan atas vokal dan konsonan. b. Variasi Fonem Variasi fonem adalah wujud pelbagai manifestasi bersyarat maupun tak bersyarat dari fonem. Wujud variasi suatu fonem yang ditentukan oleh lingkungannya dalam distribusi yang komplementer disebut varian alofonis atau alofon. c. Gejala Fonologi Bahasa Indonesia a) Penambahan Fonem Penambahan fonem pada suatu kata pada umumnya berupa penambahan bunyi vokal. Penambahan ini dilakukan untuk kelancaran ucapan. 7



b) Penghilangan Fonem Merupakan hilangnya bunyi atau fonem pada awal, tengah dan akhir sebuah kata tanpa mengubah makna. Penghilangan ini biasanya berupa pemendekan kata. c) Perubahan Fonem Merupakan berubahnya bunyi atau fonem pada sebuah kataagar kata menjadi terdengar dengan jelas atau untuk tujuan tertentu. d) Kontraksi Merupakan gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau penggantian fonem. e) Analogi Merupakan pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu contoh yang sudah ada. f) Fonem Suprasegmental Fonem vokal dan konsonan merupakan fonem segmental karena dapat diruas-ruas. Fonem tersebut biasanya terwujud bersama-sama dengan ciri suprasegmental seperti tekanan, jangka, nada, intonasi, dan ritme. d. Jenis-jenis perubahan fonem bunyi a) Asimilasi Merupakan perubahan bunyi dari dua hal bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau hampir sama hal ini karena bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi atau dipengaruhi. Misalnya, pada bunyi nasal pada kata tentang dan tendang. Bunyi nasal pada tentang diucapkan apiko-dental karena bunyi yang mengikutinya, yaitu [t], juga apiko-dental. Bunyi nasal pada tendang diucapkan apiko-alveolar karena bunyi yang mengikutinya, yaitu [d], juga apiko-alveolar. Perubahan bunyi nasal tersebut masih dalam lingkup alofon dari fonem yang sama. b) Disimilasi Merupakan perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Contoh : kata belajar [bǝlajar] berasal dari penggabungan prefix ber [bǝr] dan bentuk dasar ajar [ajar]. Harusnya, jika tidak ada perubahan menjadi berajar [bǝrajar]. Tetapi, karena ada dua bunyi [r], maka [r] yang pertama diperbedakan atau didisimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi [bǝlajar]. Karena perubahan tersebut sudah menembus batas fonem, yaitu [r] merupakan alofon dari fonem /r/ dan [l] merupakan alofon dari fonem /l/, maka disebut disimilasi fonemis. c) Modifikasi vokal 8



Merupakan perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. d) Netralisasi Merupakan perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan. Perhatikan ilustrasi berikut! Dengan cara pasangan minimal [baraƞ] ‘barang’−[parang] ‘paraƞ’ bisa disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia ada fonem /b/ dan /p/. Tetapi dalam kondisi tertentu, fungsi pembeda antara /b/ dan /p/ bisa batal setidak-tidaknya bermasalah karena dijumpai yang sama. Misalnya, fonem /b/ pada silaba akhir pada kata adab dan sebab diucapkan [p’]: [adap] dan [sǝbab’], yang persis sama dengan pengucapan fonem /p/ pada atap dan usap: [atap’] dan [usap’]. Mengapa terjadi demikian? Karena konsonan hambatan letup bersuara [b] tidak mungkin terjadi pada posisi koda. Ketika dinetralisasikan menjadi hambatan tidak bersuara, yaitu [p’], sama dengan realisasi yang biasa terdapat dalam fonem /p/. e) Zeroisasi Merupakan penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian kata ndak untuk tidak, tiada untuk tidak ada, gimana untuk bagaimana, tapi untuk tetapi. Padahal, penghilangan beberapa fonem tersebut dianggap tidak baku tetapi karena demi kemudahan dan kehematan, gejala itu terus berlangsung. Zeroisasi dengan model penyingkatan ini biasa disebut kontraksi. Apabila diklasifikasikan, zeroisasi ini paling tidak ada tiga jenis, yaitu : aferesis, apokop, dan sinkop. f) Metatesis Merupakan perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. g) Diftongisasi Merupakan perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Perubahan dari vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap dalam satu silaba. h) Monoftongisasi Perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi vokal (monoftong). Peristiwa penunggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong. Contoh : ramai menjadi (rame), kalao menjadi (kalo), danau menjadi (danau), satai menjadi (sate). 9



i) Anaptiksis atau suara bakti Merupakan perubahan bentuk kata dengan menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua konsonan. Contoh : Putri menjadi puteri.  Jenis anaptikis ada 3, yaitu : 1. Protesis merupakan proses bunyi ada awal kata. Misalnya : mas menjadi emas, tik menjadi ketik, mpu menjadi empu. 2. Epentesis merupakan proses penambahan bunyi pada tengah kata. Misalnya : kapak menjadi kampak, sajak menjadi sanjak. 3. Paragog adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata. Misalnya : huubala menjadi hulubalang. H. Metode Pembelajaran Fonologi di Sekolah Dasar (SD) Masa sekolah dasar merupakan masa bermain anak, dimana anak-anak cenderung lebih menyukai kegiatan bermain. Oleh karena itu, agar anak dapat merasa senang ketika mengikuti pembelajaran maka pengajaran yang diberikan sebaiknya didasarkan pada prinsip bermain sehingga selain anak dapat belajar juga dapat bereksplorasi dan memperoleh banyak pengalaman. Dengan demikian, sebagai seorang guru haruslah memiliki berbagai metode, strategi, maupun teknik pembelajaran agar anak tidak merasa jenuh. Hal ini tentunya karena, masa konsentrasi anak sangat pendek ketika sedang mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, proses pembelajaran dengan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) haruslah memiliki cara yang inovatif dan kreatif. Berikut, merupakan contoh metode yang dapat diimplementasikan pada pengajaran konsep fonologi : 1. Metode Foxfire Metode foxfire merupakan metode pemberian tugas (penugasan) kepada peserta didik. Metode ini dapat diimplementasikan pada pembelajaran fonologi, sebab peserta didik akan lebih memahami konsep fonologi setelah mengerjakan tugas. Tugas yang dapat diberikan kepada peserta didik tersebut misalnya, dengan mendata bunyi “a” baik di depan, di tengah, maupun di akhir kata. Oleh karena itu, untuk memberikan pemahaman konsep pembelajaran fonologi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara pengajaran. Diantaranya, guru dapat membentuk kelompok atau tim belajar yang setiap kelompoknya beranggotakan 4-5 orang anak. Yang mana, setiap kelompoknya terdiri dari campuran anak berdasarkan jenis kelamin, tingkat prestasi, maupun suku. Kemudian, guru menyajikan pelajaran agar setiap tim dapat berdiskusi dan memastikan agar seluruh anggota tim dapat menguasai pelajaran tersebut. Setelah itu, guru pun turut memantau dan berkeliling disetiap tim untuk melihat adanya kemungkinan peserta didik membutuhkan bantuan guru. Sehingga, ketika belajar berkelompok, harapannya agar setiap peserta didik saling membantu untuk menuntaskan materi yang dipelajari. Dengan demikian, semua peserta didik akan dapat memahami konsep fonologi yang diajarkan. Cara pengajaran lainnya adalah dengan melakukan diskusi dengan teman agar dapat melatih kemampuan berbahasanya. Hal itu karena, bahasa 10



digunakan untuk berinteraksi sehingga penggunaan bahasa tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain. Oleh karenanya, perlu adanya lingkungan yang nyaman dan kondusif, sehingga anak merasa nyaman untuk berdiskusi. Hal ini tentunya sangat berdampak terhadap perkembangan bahasa anak, sebab anak tidak hanya sebagai pengguna bahasa yang pasif, tetapi juga dapat menjadi pengguna bahasa yang aktif. Di samping itu, tempat terbuka juga dapat dijadikan sebagai tempat yang menarik untuk pengajaran fonologi. Sebab, pada kesempatan ini guru dapat memantapkan pemahaman fonologi anak dengan mengambil contoh benda-benda konkret yang dapat menarik hati dan minat anak untuk mempelajarinya. Hal ini tentunya sesuai dengan perkembangan kognitif anak, bahwa pada masa ini anak akan memiliki pemahaman yang baik pada apa yang dapat ditangkap penglihatannya secara nyata. 2. Metode Listen and Repeat Listen and repeat merupakan suatu metode dimana guru memberikan contoh pelafalan, kemudian peserta didik menirukannya. Dengan metode ini, maka akan memudahkan guru agar dapat langsung membenarkan pelafalan peserta didik yang salah, sehingga semua huruf dan kata bisa diucapkan atau dilafalkan peserta didik dengan baik dan benar. Setelah itu, guru juga dapat menunjuk siswa satu per satu untuk melafalkan suatu kata, sebagai salah satu bentuk evaluasi keberhasilan pengajaran konsep fonologi secara individual. Dengan demikian, tidak akan ditemukan lagi kesalahan-kesalahan dalam pelafalan kata yang dapat menimbulkan ambigutas. I. Analisis Implementasi Pembelajaran Fonologi di Sekolah Dasar 1. Kelas Rendah a) Pemahaman Pelafalan Bunyi Bahasa Peserta didik kelas 1 belum terlalu memahami dalam mengucapkan atau melafalkan bunyi bahasa pada beberapa kosakata yang baru dikenal. Hal tersebut mengakibatkan pelafalkan bunyi bahasa oleh peserta didik terlihat tidak atau kurang tepat dan terbata-bata. Yang mana, dapat dikatakan bahwa, tingkat pemahaman peserta didik kelas 1 dalam melafalkan bunyi vokoid, kontoid, dan semi vokoid masih rendah. Di kelas 2, peserta didik telah mengalami peningkatan dari kelas sebelumnya dalam memahami pelafalan bunyi bahasa, namun belum sempurna. Kemudian, peserta didik di kelas 3 telah meningkat pemahamannya dan berkembang sedikit demi sedikit dalam melafalkan suatu bunyi bahasa. Peserta didik sudah mampu melafalkan dengan tepat bunyi vokoid, kontoid, maupun semi vokoid secara keseluruhan. b) Pemahaman Penggunaan Intonasi Pemahaman peserta didik kelas 1 dalam menggunakan intonasi ketika membaca masih rendah, sebab peserta didik belum mengenal dan memahami penggunaan intonasi sehingga tidak dapat membedakan tinggi rendahnya nada saat membaca. Selain itu, hal ini juga disebabkan karena 11



rendahnya kemampuan ejaan serta belum memahami tanda baca yang ada, sehingga nada yang dihasilkan peserta didik terdengar datar. Sementara itu, pemahaman peserta didik kelas 2 dalam menggunakan intonasi saat membaca juga masih rendah. Hal ini karena, meskipun peserta didik sudah mengenal intonasi, namun belum dapat menerapkannya saat membaca. Namun, ketika di kelas 3, kemampuan intonasi peserta didik sudah mulai terlihat. Yang mana, peserta didik sudah mampu membaca dengan memperhatikan intonasi bacaan. 2. Kelas Tinggi a) Pemahaman Pelafalan Bunyi Bahasa Kemampuan peserta didik kelas 4-6 memiliki tingkat pemahaman yang semakin bertambah sehingga dalam melafalkan atau mengucapkan suatu bunyi bahasa dapat meningkat secara drastis. Pelafalan bunyi vokoid, kontoid dan semi kontoid lebih bagus daripada kelas sebelumnya. Yang mana, di kelas tinggi, peserta didik sudah dapat memahami bagaimana cara melafalkan bunyi bahasa dengan tepat sehingga tidak merasa kesulitan saat melafalkannya. Disisi lain, peserta didik sudah mulai menguasai banyak kosakata, sehingga dapat membedakan bunyi yang terlihat sama namun pelafalan yang berbebeda, seperti pada bunyi vokoid. b) Pemahaman Penggunaan Intonasi Pemahaman peserta didik kelas 4-6 dalam menggunakan intonasi sudah mengalami peningkatan dari kelas sebelumnya. Yang mana, peserta didik sudah mulai terbiasa membaca menggunakan intonasi. Sehingga, intonasi yang dihasilkan peserta didik sudah tepat, namun terdapat rasa tidak percaya diri pada peserta didik sehingga intonasi yang dihasilkan belum sempurna. Sedangkan, intonasi yang dihasilkan oleh peserta didik kelas 5-6 SD sudah lebih bagus dari kelas sebelumnya. Sebab, tingkat percaya diri peserta didik mulai meningkat sehingga pesan yang ada dalam buku pun dapat tersampaikan dengan baik, namun belum sempurna layaknya orang dewasa.



12



Kesimpulan Berdasarkan pembahasan materi di atas, dapat disimpulkan bahwa : Fonologi merupakan bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Fonetik, yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak yang menjadikan fon sebagai objek penelitiannya. Dan, fonemik, yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tesebut sebagai pembeda yang menjadikan fonem sabagai objek penelitiannya. Sementara, sumber bunyi berasal dari udara, artikulator, dan artikulasi. Bunyi bahasa dapat diklasifikasikan menjadi bunyi bahasa vokal dan konsonan. Pengajaran fonologi pada anak sekolah dasar dapat dilakukan dengan metode foxfire dan diskusi kelompok. Saran Bagi pengajar disarankan untuk mempelajari strategi peningkatan kesadaran fonologi dan terus menggali potensi mengajarnya, hingga dapat mengajarkan materi fonologi dan bunyi bahasa secara menarik dan kreatif, sehingga siswa merasa senang, tidak jenuh, serta mudah memahaminya. Disisi lain, penyusun kurikulum SD terutama untuk kelas rendah agar memasukkan materi yang dapat menciptakan kesadaran fonologi. Serta, orang tua juga harus berupaya dalam menstimulin anak dalam perkembangan bahasanya dengan penekanan pada aspek kesadaran fonologinya, mengingat kemampuan membaca awal perlu dilatihkan sebelum memasuki usia sekolah.



13



Daftar Pustaka Gani, Saida. & Arsyad, Berti. (2018). KAJIAN TEORITIS STRUKTUR INTERNAL BAHASA (Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Semantik). A Jamiy : Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, 7 (1). Hal 1-20. Lafamane, F. (2020). FONOLOGI (Sejarah Fonologi, Fonetik, Fonemik). Noor Izzati, Arini. (2014). Evaluasi Formatif Bahan Ajar Jarak Jauh pada Bahan Ajar PBIN4101/Linguistik Umum. Hal 13-14. Santosa Puji, dkk. (2009). Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Taqiyya Ulfah, Tsaqifa. & Sri Nugraheni, Aninditya. (2020). Phonetic Understanding Elementary School Students of Voice Reading Techniques. Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Hal 203-208. Tiani, R. (2015). ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. HUMANIKA, 21(1), hal 2-3.



14