Makalah Biomedik Tugas Bahan Sediaan Obat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BIOMEDIK II “BAHAN SEDIAAN OBAT”



Disusun Oleh : Fitri Dwi Syahti (2011211031)



Dosen Pengampu : Azzyati Ridha Alfian, SKM, MKM



PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ANDALAS 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan bagi kami dalam menyelesaikan makalah yang berjudul Bahan Sediaan Obat. Saya mengucapkan terima kasih kepada Azzyati Ridha Alfian, SKM, MKM selaku dosen pengampu mata kuliah Biomedik II yang telah memberikan tugas kepada saya sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait Sistem Informasi Kesehatan. Dalam penulisan makalah ini saya menemui beberapa kendala akan tetapi, kendala tersebut dapat diatasi dengan baik. Saya menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, kami menerima segala bentuk kritik dan saran demi penyempurnaan makalah ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati kami berharap makalah ini ada manfaatnya. Aamiiiin. Padang, 04 Mei 2021



Fitri Dwi Syahti



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR............................................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1 1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................2 1.3. Tujuan Penulisan....................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3 2.1. Pengertian Bahan Sediaan Obat...........................................................................3 2.2. Klasifikasi Bahan Sediaan Obat...........................................................................3 A. Obat Sediaan Padat..................................................................................................3 B. Obat Sediaan Setengah Padat.................................................................................11 C. Obat Cair Pemakaian Dalam..................................................................................14 D. Obat Cair Pemakaian Luar.....................................................................................17 2.3. Manajemen Obat..................................................................................................19 A. Pengertian Manajemen Obat..................................................................................19 B. Standar Manajemen Obat.......................................................................................20 2.4. Jenis Obat Tradisional.........................................................................................26 2.5. Imunisasi...............................................................................................................31 A. Pengertian Imunisasi..............................................................................................31 B. Tujuan Imunisasi....................................................................................................31 C. Manfaat Imunisasi..................................................................................................31 D. Kekebalan (Immunity) Pada Tubuh.......................................................................32 E. Jenis-Jenis Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)....................34 F. Prosedur Skrining Penjaringan Sasaran Imunisasi................................................34 G. Macam-Macam Imunisasi Yang Ada Di Indonesia...............................................35 BAB III PENUTUP.............................................................................................................36 3.1. Kesimpulan...........................................................................................................36



iii



3.2. Saran......................................................................................................................36 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................38 SOAL …………………………………………………………………………………………………………………………….38



iv



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dunia kesehatan berbagai obat baru telah ditemukan dan informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut juga semakin banyak (Depkes RI, 2008). Kemajuan yang pesat di bidang kedokteran dan farmasi telah menyebabkan produksi berbagai jenis obat meningkat sangat tajam. Setiap perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi pengaruh kolektif salah satunya dari faktor predisposisi antara lain pengetahuan, sikap, dan persepsi (ISFI, 2008). Obat pada dasarnya merupakan bahan yang hanya dengan takaran tertentu dan dengan penggunaan yang tepat dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosa, mencegah penyakit, menyembuhkan atau memelihara kesehatan (Depkes RI, 2008). Obat adalah racun yang jika tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat membahayakan penggunanya, tetapi jika obat digunakan dengan tepat dan benar maka diharapkan efek positifnya akan maksimal dan efek negatifnya menjadi seminimal mungkin (ISFI, 2008). Oleh karena itu sebelum menggunakan obat, harus diketahui sifat dan cara pemakaian obat agar penggunaannya tepat dan aman (Depkes RI, 2008). Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar. Ada berbagai bentuk sediaan obat di bidang farmasi, yang dapat diklasifikasikan menurut wujud zat dan rute pemberian sediaan. Berdasarkan wujud zat, bentuk sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan bentuk cair (larutan sejati, suspensi, dan emulsi), bentuk sediaan semipadat (krim, lotion, salep, gel, supositoria), dan bentuk sediaan solida/padat (tablet, kapsul, pil, granul, dan serbuk). Perkembangan dalam bidang industri farmasi telah membawa



banyak kemajuan khususnya dalam formulasi suatu sediaan, salah satunya adalah bentuk sediaan solida. Sediaan solida memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sediaan bentuk cair, antara lain: takaran dosis yang lebih tepat, dapat menghilangkan atau mengurangi rasa tidak enak dari bahan obat, dan sediaan obat lebih stabil dalam bentuk padat sehingga waktu kadaluwarsa dapat lebih lama (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan bahan sediaan obat 2. Apa saja klasifikasi bahan sediaan obat 3. Bagaimana manajemen dari obat 4. Apa saja jenis obat tradisional 5. Apa yang dimaksud dengan Imunisasi 1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu : 1. Mengetahui pengertian bahan sediaan obat 2. Mengetahui apa saja klasifikasi bahan sediaan obat 3. Mengetahui bagaimana manajemen dari obat 4. Mengetahui apa saja jenis obat tradisional 5. Mengetahui pengertian Imunisasi



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Bahan Sediaan Obat Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar. Ada berbagai bentuk sediaan obat di bidang farmasi, yang dapat diklasifikasikan menurut wujud zat dan rute pemberian sediaan. Berdasarkan wujud zat, bentuk sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan bentuk cair (larutan sejati, suspensi, dan emulsi), bentuk sediaan semipadat (krim, lotion, salep, gel, supositoria), dan bentuk sediaan solida/padat (tablet, kapsul, pil, granul, dan serbuk). Sediaan obat tersusun dari komponen- komponen yaitu zat aktif (obat) dan bahan tambahan. Pada pemakaian oral, proses penghantaran obat sampai memberikan efek farmakologis melalui 3 fase yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik dan fase farmakodinamik (Ariens, 1973). Fase farmasetis merupakan fase hancurnya suatu sediaan (misalnya tablet) di saluran pencernaan diikuti oleh fase pelepasan zat aktifnya dan kemudian terjadi fase pelarutan zat aktif. Ketersediaan farmasetis ini ditentukan antara lain oleh formulasi sediaan obatnya. 2.2. Klasifikasi Bahan Sediaan Obat A. Obat Sediaan Padat a. Serbuk/puyer a) Pengertian serbuk



Sesuai definisi farmakope Indonesia edisi III, serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. 1. Keuntungan sediaan serbuk  Mempunyai permukaan yang luas, serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut dari pada bentuk sediaan yang dipadatkan  Sebagai alternatif bagi anak-anak dan orang dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet.  Obat yang terlalu besar volumenya untuk dibuat tablet atau kapsul dalam ukuran lazim, dapat dibuat dalam bentuk serbuk.  Lebih stabil dibandingkan bentuk sediaan cair  Keleluasaan dokter dalam memilih dosis yang sesuai dengan keadaan pasien 2. Kerugian sediaan serbuk  Rasa yang tidak enak tidak tertutupi (pahit, kelat, asam, lengket dilidah), dan hal ini dapat diperbaiki dengan penambahan corigens saporis  Untuk bahan obat higroskopis, mudah terurai jika ada lembab 3. Penulisan obat dalam resep serbuk/pulveres Serbuk/Pulvis adalah serbuk yang tidak dibagi, sedangan serbuk bagi/Pulveres adalah serbuk yang dibagi-bagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum. Untuk serbuk bagi yang mengandung bahan yang mudah meleleh atau atsiri harus dibungkus dengan kertas perkamen atau kertas yang mengandung lilin kemudian dilapis lagi dengan kertas logam. Bobot serbuk setiap bungkus umumnya sekitar 500 mg, jika bobot suatu serbuk bagi tidak cukup besar atau kurang dari 500 mg maka boleh ditambahkan suatu zat tambahan yang bersifat netral atau tidak berkhasiat, misalnya



saccharum lactis dengan nama lain laktosum. Dapat juga menggunakan saccharum album atau gula pasir yang rasanaya lebih manis, akan tetapi karena sangat higroskopis dapat menyebabkan serbuk menjadi basah atau lembab, maka tidak dianjurkana menggunakan gula sebagai bahan tambahan dalam serbuk bagi. 4. Persyaratan Serbuk 1. Keseragaman bobot Timbang isi dari 20 bungkus satu per satu, campur isi ke 20 bungkus tadi dan timbang sekaligus, hitung bobot isi rata-rata. Penyimpangan antara penimbangan satu per satu terhadap bobot isi ratarata tidak lebih dari 15% tiap 2 bungkus dan tidak lebih dari 10% tiap 18 bungkus. 2. Kering, homogen dan halus 3. Penyimpanan : Pulvis yaitu dalam wadah tertutup rapat terbuat dari kaca susu atau bahan lain yang cocok dan pulveres yaitu dalam wadah tertutup baik Kecuali dinyatakan lain yang dimaksud serbuk adalah untuk pemakaian dalam. b) Cara membuat serbuk Serbuk diracik dengan cara mencampur bahan obat satu per satu, sedikit demi sedikit dan dimulai dari bahan obat yang jumlahnya sidikit, untuk serbuk tidak dibagi kemudian diayak, biasanya menggunakan pengayak nomor 60 dan dicampur lagi. Jika serbuk mengandung lemak, harus diayak dengan pengayak nomor 44. 1. Jika jumlah obat kurang dari 50 mg maka jumlah tersebut tidak dapat ditimbang, harus dilakukan pengenceran menggunakan zat tambahan yang cocok Jika mencampur obat berkhasiat keras sebaiknya dalam lumpang yang halus dan sudah diberikan sebagian zat tambahan sebagai alas bahan obat yang akan digerus. Jika bahan obat keras dilakukan pengenceran sebaiknya



diberikan sedikit zat warna, biasanya carmin yang berwarna merah tua, hasil pengenceran kemudian ditambahkan kedalam campuran bahan obat yang lain, campuran akan terlihat homogen jika zat warna sudah merata dalam serbuk. 2. Obat serbuk kasar, terutama simplisia nabati, digerus lebih dahulu sampai derajat halus sesuai yang tertera pada pengayak dan derajat halus serbuk , setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 50o. Jika serbuk obat mengandung bagian yang mudah menguap, dikeringkan dengan pertolongan kapur tohor atau bahan pengering lain yang cocok. 3. Obat berupa cairan misalnya tingtur dan ekstrak cair, diuapkan pelarutnya hingga hampir kering atau sampai kental dan diserbukkan dengan pertolongan zat tambahan yang cocok. 4. Obat bermassa lembek misalnya ekstrak kental, dilarutkan dalam pelarut yang sesuai secukupnya dan diserbukkan dengan pertolongan zat tambahan yang cocok. 5. Obat berbentuk kristal atau bongkah besar, digerus terlebih dahulu sampai halus, kemudian baru ditambahkan bahan obat yang. 6. Obat yang berlainan warna diaduk bersamaan agar supaya nampak bahwa serbuk sudah merata c) Derajat halus serbuk Nomor pengayak menunjukkan jumlah-jumlah lubang tiap 2,54 cm dihitung searah dengan panjang kawat. Macam-macam serbuk menurut derajat halusnya 1. Serbuk sangat kasar adalah serbuk (5/8) 2. Serbuk kasar adalah serbuk (10/40) 3. Serbuk agak kasar adalah serbuk (22/60) 4. Serbuk agak halus adalah serbuk (44/85) 5. Serbuk halus adalah serbuk (85)



6. Serbuk sangat halus adalah serbuk (120) dan (200/300) d) Serbuk tak terbagi 1. Terbatas pada obat yang tidak poten, mis. Laksan; antasida; makanan diet dan beberapa analgesik tertentu. 2. Pulvis Effervescent : merupakan serbuk biasa yang sebelum ditelan dilarutkan terlebih dahulu dalam air dingin atau air hangat, serbuk mengeluarkan gas CO2, kemudian beberapa saat membentuk larutan yang jernih. 3. Serbuk tersebut dibuat dari campuran senyawa asam (asam sitrat; asam tartrat) dan senyawa. Basa (Na.Karbonat atau Na.bikarbonat) 4. Serbuk gigi (Pulvis Dentrificius) : biasanya menggunakan carmin sebagai pewarna yang dilarutkan terlebih dahulu dalam chloroform atau etanol 90%. 5. Serbuk tabur (Pulvis adspersorius) : harus bebas dari butiran kasar dan dimaksudkan untuk obat luar. Tidak boleh digunakan untuk luka terbakar. Talkum, Kaolin dan bahan mineral lainnya yang digunakan untuk serbuk tabur harus memenuhi syarat bebas dari bakteri Clostridium tetani dan Clostridium Welchii dan Bacillus anthracis. 6. Cara sterilisasinya : dg cara pemanasan kering pada suhu 150o selama 1 jam. 7. Contoh : Pulvis Salicylatis Compositus (Formularium Indonesia). 8. Serbuk insufflasi (Insufflation powder) : serbuk obat yang ditiupkan ke dalam daerah tertentu, seperti telinga, hidung, tenggorokan dan vagina (Compound Clioquinol powder,USP) 9. Serbuk kering sirop antibiotika : jika akan digunakan dilarutkan dalam air dengan volume yang ditentukan (direkonstitusi), waktu penggunaan tidak lebih dari 7 hari (Penbritin sirup) 10. Serbuk kering untuk injeksi : khusus untuk bahan obat yang tidak stabil dalam larutan injeksi, waktu akan digunakan dilarutkan dengan air untuk



injeksi steril yang tersedia dalam wadah tersendiri, setelah larut segera disuntiikan (Ampicillin sodium Injection). e) Menurut cara membuatnya serbuk dibagi menjadi 1. Serbuk dengan bahan bahan padat : bahan padat halus sekali, bahan padat berupa hablur/Kristal 2. Serbuk dengan bahan setengah padat 3. Serbuk dengan bahan cair 4. Serbuk dengan tablet/kapsul b. Kapsul a) Pengertian kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari satu macam obat atau lebih atau bahan inert lainnya yang dimasukan ke dalam cangkang kapsul gelatin keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. Kebanyakan kapsul yang diedarkan dipasaran biasanya obat untuk ditelan, walaupun ada kapsul yang utuk disisipkan ke dalam rektum b) Keuntungan dan kerugian sediaan kapsul 1. Keuntungan Sediaan Kapsul yaitu sebagai berikut :  Bentuk menarik dan praktis  Tidak berasa sehingga bisa menutup rasa dan bau dari obat yang kurang enak  Mudah ditelan dan cepat hancur di dalam perut sehingga bahan segera diabsorbsi usus  Dokter dapat memberikan resep kombinasi dari bermacam-macam bahan obat dan dengan dosis yang berbeda-beda menurut kebutuhan seorang pasien



 Kapsul dapat diisi dengan cepat, tidak memerlukan bahan penolong seperti pada pembuatan pil atau tablet yang mungkin mempengaruhi absorbsi bahan obatnya 2. Kerugian Sediaan Kapsul yaitu sebagai berikut :  Tidak bisa untuk zat-zat mudah menguap sebab pori-pori cangkang tidak menahan penguapan  Tidak untuk zat-zat yang higroskopis (mudah mencair)  Tidak untuk zat-zat yang bereaksi dengan cangkang kapsul  Tidak untuk balita  Tidak bisa dibagi (misal 1⁄4 kapsul) c) Syarat-syarat kapsul A. Keseragaman Bobot B. Waktu Hancur C. Keseragaman Sediaan D. Uji Disolusi c. Tablet Menurut



Farmakope



Indonesia



tablet



adalah



sediaan



padat



yang



mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan masa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (tahan karat). Bentuk tablet rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, dapat ditambahkan bahan tambahan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan dapat berupa bahan pengisi, penghancur , pengikat, pelicin, pelincir dan pembasah. Tujuan utama penggunaan obat sediaan tablet adalah penghantaran obat ke lokasi



kerja dengan dosis yang cukup, kecepatan kerja yang sesuai dan lama kerja yang sudah ditentukan serta beberapa kriteria lainnya. Tablet dapat digunakan untuk mendapatkan efek lokal dan sistemik dalam pengobatan meliputi : 1. Pengobatan untuk efek local Misalnya: Tablet untuk vagina, berbentuk seperti amandel, oval, digunakan sebagai anti infeksi, anti fungi dan penggunaan hormon secara lokal. Loazenges, Trochici, digunakan untuk efek lokal di mulut dan tenggorokan, umumnya sebagai anti infeksi 2. Pengobatan untuk efek sistemik Pengobatan untuk efek sistemik antara lain, Tablet biasa yang digunakan secara oral, Tablet Bukal, digunakan dengan cara disisipkan di antara pipi dan gusi dalam rongga mulut, umumnya mengandung bahan aktif hormon steroid, absorpsi melalui mukosa mulut dan masuk ke dalam peredaran darah, Tablet Sublingual, digunakan dengan cara meletakkan tablet di bawah lidah, umumnya berisi hormon steroid, obat jantung (Nitro gliserin), obat hipertensi, absorpsi melalui mukosa mulut dan masuk ke dalam peredaran darah, Tablet Implantasi, disebut juga Pellet, bentuk bulat atau oval pipih, merupakan tablet steril, dimasukkan dengan cara merobek jaringan kulit dalam badan. Sementara tablet hipodermik dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut steril, kemudian disuntikkan secara subcutan. d. Supositoria/Ovula Supositoria adalah sediaan farmasi yang dirancang untuk dimasukkan ke dalam rektum dimana masa supositoria akan melebur, melarut, terdispersi, dan menunjukkan efek lokal atau sistemik. Ovula adalah sediaan farmasi yang dirancang untuk dimasukkan ke dalam vagina, biasanya untuk efek lokal. Pembuatan supositoria dan ovula dikejakan dg cara penuangan massa ke dalam



cetakan yang sesuai. Supositoria berbentuk kerucut bundar (ronded cone), peluru atau terpedo supaya dapat ditekan oleh kontraksi rektum. Ovula dibuat dg cara yang sama spt supositoria, bentuk kerucut bundar dg ujung bundar. Cetakan logam, dibuka dan dikemas plastik, diserahkan kpd pasien dlm keadaan tertutup, saat digunakan baru dikeluarkan. 081266599045 Sifat supositoria dan ovula yang ideal yaitu : 1. Melebur pada suhu tubuh atau melarut dalam cairan tubuh 2. Tidak toksik dan tidak merangsang 3. Dapat tercampur (kompatibel) dg bahan obat 4. Dapat melepas obat dengan segera 5. Mudah dituang ke dalam cetakan dan dapat dg mudah dilepas dari cetakan 6. Stabil terhadap pemanasan di atas suhu lebur 7. Mudah ditangani 8. Stabil selama penyimpanan B. Obat Sediaan Setengah Padat a. Salep Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Farmakope Indonesia III); salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lender. Persyaratan salep yaitu sebagai berikut : 1. Pemberian : Tidak boleh berbau tengik 2. Kadar : Kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau narkotik, kadar bahan obat adalah 10%. 3. Dasar salep (Ds) Kualitas dasar salep yang baik, yaitu :



 Stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembapan, dan harus bebas dari inkompatibilitas selam pemakaian  Lunak, harus halus, dan homogen  Mudah dipakai  Dasar salep yang cocok  Dapat terdistribusi secara merata. 4. Homogenitas Jika salep dioleskan pada kekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen. 5. Penandaan : pada etiket harus tertera ” obat luar ” Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan dasar salep :  Laju pelepasan bahan obat dari dasar salep  Peningkatan absorpsi bahan obat secara perkutan dengan adanya dasar salep  Kemampuan melindungi lembap dari kulit  Stabilitas obat dalam dasar salep  Interaksi yang terjadi antara bahan obat dengan dasar salep (pengentalan) b. Pasta Pasta adalah sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topical. Kelompok pertama dibuat dari gel fase tunggal mengandung air, misalnya Pasta Natrium Karboksimetilselulose, kelompok lain adalah pasta berlemak, misalnya Pasta Zink Oksida, merupakan salep yang padat, kaku, yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan susaha menyerap dibandingkan dengan salep karena tingginya kadar obat yang mempunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk menyerap sekresi seperti serum, dan mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep, oleh karena



itu pasta digunakan untuk lesi akut yang cenderung membentuk kerak, menggelembung dan mengeluarkan cairan. Cara pemakaian dengan mengoleskan lebih dahulu dengan kain kassa. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, wadah tertutup rapat atau dalam tube. Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk memperoleh efek lokal, misal Pasta gigi Triamsinolon Asetonida. Macam macam pasta : 1. Pasta berlemak Pasta berlemak adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% bahan padat (serbuk). Sebagai bahan dasar salep digunakan Vaselin, Parafin cair. Bahan tidak berlemak seperti gliserin, Mucilago atau sabun dan digunakan sebagai antiseptik atau pelindung kulit. Pasta berlemak merupakan salep yang tebal, kaku, keras dan tidak meleleh pada suhu badan. Komposisi salep ini memungkinkan penyerapan pelepasaan cairan berair yang tidak normal dari kulit. Karena jumlah lemaknya lebih sedikit dibandingkan serbuk padatnya, maka supaya dapat lebih homogen lemak-lemak dapat dikerjakan dengan melelehkannya terlebih dahulu baru kemudian dicampurkan. 2. Pasta kering Pasta kering merupakan suatu pasta yang tidak berlemak, mengandung kurang lebih 60%^ bahan padat (serbuk). Sering terjadi masalah dalam pembuatan pasta kering apabila dicampur dengan bahan Ichthamolum atau Tumenol Ammonium. Bahan obat tersebut akan membuat campuran pasta menjadi encer. 3. Pasta pendingin Pasta pendingin merupakan campuran serbuk dengan minyak lemak dan cairan mengandung air, dan dikenal dengan Salep Tiga Dara. c. Krim Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini



secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak (A/M) atau minyak dalam air (M/A). Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikro kristal asamasam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk pemberian obat melalui rektal dan vaginal. Ada dua tipe krim yaitu, krim tipe minyak air (m/a) dan krim tipe air minyak (a/m). pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, koleterol, dan cera. Sedangkan untuk krim tipe M/A digunakan sabun monovalen seperti : trietanolamin, natrium laurisulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, CMC, dan emulgidum. d. Gel Gel merupakan sediaan setengah padat yang tersusun atas dispersi partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, digolongkan sebagai sistem dua fase (gel aluminium hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari terdispersi relatif besar disebut magma (misalnya magma bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semi padat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Jadi sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal ini tertera pada etiket. C. Obat Cair Pemakaian Dalam a. Potio Obat minum bahasa latin disebut Potiones, merupakan bentuk sediaan larutan yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam (per oral), potio juga dapat berbentuk suspensi atau emulsi. Misalnya Potio alba contra Tussim (Obat batuk



putih/OBP) dan Potio nigra contra Tussim (Obat batuk hitam/OBH). Contoh resep OBP (Fornas ed.2 Hal. 250 ), R/ Ammoniac anisi spiritus 1 g, Oleum Menthae Piperitae



gtt



1



Sirupus simplex 10 g, Aqua destillata ad 100 ml. b. Potio nigra contra tussim Potio Nigra contra Tussim atau yang biasa disebut dengan OBH (Obat Batuk Hitam) merupakan sediaan yang berbentuk larutan yang berwarna hitam, dapat berfungsi sebagai pereda batuk, baik berdahak ataupun tidak berdahak. c. Sirop Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain yang berkadar tinggi (sirup simpleks adalah sirup yang hampir jenuh dengan sukrosa). Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64 - 66%, kecuali dinyatakan lain. Selain sukrosa dan gula lain, pada larutan oral ini dapat ditambahkan senyawa poliol seperti sorbitol dan gliserin untuk menghambat penghabluran dan mengubah kelarutan, rasa dan sifat lain zat pembawa. Umumnya juga ditambahkan zat antimikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan ragi. Larutan oral yang tidak mengandung gula, tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau aspartame dan bahan pengental seperti gom selulosa sering digunakan untuk penderita



diabetes.



Macam-macam sirup, yaitu :  Sirup simpleks, mengandung gula 65 % dengan penambahan nipagin 0,25%  Sirup obat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan dan digunakan untuk pengobatan  Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau zat penyedap lain. Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi rasa dan bau obat yang tidak enak. d. Eliksir



Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang berfungsi sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi kelarutan obat. Kadar etanol untuk eliksir biasanya sekitar 5 – 10 %. Untuk mengurangi kebutuhan etanol dapat digantikan kosolven lain seperti glisein,sorbitol, dan propilen glikol. Bahan tambahan yang digunakan antara lain pemanis, pengawet, pewarna dan pewangi, sehingga memiliki baud an rasa yang sedap. Sebagai pengganti gula dapat digunakan sirup gula. e. Potio Effervesen Potio effervescent adalah saturasi dengan gas CO2 yang lewat jenuh. Cara pembuatannya yaitu sebagai berikut: 1. Komponen basa dilarutkan dalam 2/3 bagian air yang tersedia, misalnya NaHCO3 digerus-tuangkan kemudian dimasukkan ke dalam botol 2. Komponen asam dilarutkan dalam 1/3 bagian air yang tersedia. 3. Seluruh bagian asam dimasukkan ke dalam botol yang sudah berisi bagian basanya dengan hati-hati, segera tutup dengan sampagne knop. f. Netralisasi Netralisasi adalaha obat minum yang dibuat dengan mencampurkan bagian asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral. Contoh : solution Citratis Magnesici, Amygdalat Ammonicus. Cara pembuatan : seluruh bagian asam direaksikan dengan bagian basanya, jika perlu reaksi dipercepat dengan pemanasan. g. Saturasi Saturasi adalah obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam dengan basa tetapi gas yang terbentuk ditahan dalam wadah sehingga larutan menjadi jenuh dengan gas. h. Guttae



Guttae atai pbat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspense yang jika tidak dinyatakan lain, dimaksudkan untuk obat dalam. Digunakan dengan cara meneteskan larutan tersebut dengan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan yang setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang tertera dalam Farmakope Indonesia( 47,5-52,5 mg air suling pada suhu 20°C ). Umumnya obat diteteskan ke dalam makanan atau minuman atau dapat langsung diteteskan ke dalam mulut. Dalam perdagangan dikenal sebagai sediaan pediatric drop yaitu obat tetes yang digunakan untuk anak-anak atau bayi. i. Suspensi Suspensi oral adalah sediaan cair rnengandung-partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi-yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan. j. Emulsi Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu oil in water (O/W) atau minyak dalam air (M/A), dan water in oil (W/O) atau air dalam minyak (A/M). Emulsi dapat di stabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang di sebut EMULGATOR atau SURFAKTAN yang dapat mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar-permukaan tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi proses emulsifikasi selama pencampuran. D. Obat Cair Pemakaian Luar



a. Tetes Hidung Sediaan hidung adalah cairan, semisolid atau sediaan padat yang digunakan pada rongga hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik atau lokal. Berisi satu atau lebih bahan aktif. Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak memberi pengaruh yang negatif pada fungsi mukosa hidung dan cilianya. Sediaan hidung mengandung air pada umumnya isotonik dan mungkin berisi excipients, sebagai contoh, untuk melakukan penyesuaian sifat merekat untuk sediaan, untuk melakukan penyesuaian atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan kelarutan bahan aktif, atau kestabilan sediaan itu. b. Tetes telinga Tetes telinga adalah sediaan obat yang dimasukkan ke dalam saluran telinga, yang dimaksudkan untuk efek lokal, dimana bahan – bahan obat tersebut dapat berupa anestetik lokal, peroksida, bahan – bahan antibakteri dan fungisida, yang berbentuk larutan, digunakan untuk membersihkan, menghangatkan, atau mengeringkan telinga bagian luar. c. Gargarisma Gargarisma atau obat kumur mulut adalah sediaan berupa larutan, umumnya dalam keadaan pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan. Dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan atau jalan nafas. Tujuan utama penggunaan obat kumur adalah agar obat yang terkandung di dalamnya dapat langsung terkena selaput nlendir sepanjang tenggorokan. Obat tidak dimaksudkan untuk menjadi pelindung selaput lendir. Maka dari itu bahan obat yang bersifat lendir dan minyak yang memerlukan zat pensuspensi tidak sesuai dimasukkan dalam obat kumur. d. Obat Pompa (clysma) Obat pompa disebut juga Lavement / Clysma / Enema adalah cairan yang pemakaiannya per rectum dan colon yang gunanya untuk membersihkan atau



menghasilkan efek terapi setempat atau sistemik. Obat pompa yang digunakan untuk membersihkan atau penolong pada sembelit atau pembersih faeces sebelum operasi, tidak boleh mengandung zat lendir. Selain untuk membersihkan obat pompa juga berfungsi sebagai karminativa (terpentin), emollient ( minyal lemak atau minyak mineral), diagnostic (Ba-sulfat), sedative (kloralhidrat, luminal Na, paraldehid), anthelmintic (tanin dan quqssiae) dan lain-lain. Dalam hal ini untuk mengurangi kerja obat yang bersifat merangsang terhadap usus, dipakai basis berlendir misalnya mucilago amyli. e. Obat cuci mata Collyrium adalah sediaan yang berupa larutan steril, jernih, bebas zat asing, isotonis, digunakan untuk membersihkan mata. Dapat ditambahkan zat dapar dan zat pengawet. Kejernihan dan kesterilitasnya harus memenuhi syarat yang tertera pada Injection pada farmakope Indonesia. Yang disimpan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap. f. Tetes mata Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi digunakan pada mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata atau bola mata. g. Injeksi Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. h. Infus intravenous Infus intravenus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena, dengan volume relatif banyak. Kecuali dinyatakan lain, infus



intravenus tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravenus harus jernih dan praktis bebas partikel.



2.3. Manajemen Obat A. Pengertian Manajemen Obat Manajemen



adalah



suatu



proses



yang



terdiri



dari



perencanaan,



pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan melalui pemanfaatan sumber daya dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu (Athoillah,2010). Manajemen Obat adalah pokok manajerial Rumah Sakit terutama dalam hal pengelolaan obat yang ada dirumah sakit yang bertujuan mencegah stock out dan stagnan stok. Bila hal ini terjadi akan berakibat ketidak efisienan dan menjadi buruk secara medis maupun ekonomis. Karena mutu pelayanan obat yan baik akan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. B. Standar Manajemen Obat Manajemen Obat yang tertuang dalam standar Akreditasi Rumah sakit ( KARS) versi 2012 Versi Pertama tahun 2011, pada bab Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO) merupakan salah satu kelompok standar yang berfokus pada pasien. Standar ini mengatur berbagai sistem yang saling berkoordinasi dengan dan multi disiplin ilmu terutama dalam hal menyeleksi, mengadakan, menyimpan, memproses dan menyalurkan, serta mencatat pemasukan dan pengeluaran, menyiapkan dan memantau obat. Praktisi kesehatan memiliki peran yang penting dalam manajemen obat dengan prinsip adalah menjaga keselamatan pasien. (KARS, 2011. Manajemen obat dalam standar akreditasi versi 2012 terbagi dalam tujuh standar MPO meliputi ; 1. Manajemen dan Penggunaan Obat 1 ( Organisasi dan Manajemen)



Manajemen dan Penggunaan Obat merupakan kewajiban dan tanggung jawab bersama antara pelayanan farmasi, praktisi asuhan klinis dan pimpinan. Pembagian tugas dan tanggung jawab melihat dari struktur organisasi dan kebijakan yang berlaku. Pengaturan ini di berlakukan sebagai bentuk antisipasi ketika dalam pelayanan tidak ada apoteker maka pengelolaan bisa dilakukan di unit yang didelegasikan. Dalam PMK Nomer 72 Tahun 2016 tentang pelayanan kefarmasian di rumah sakit pada pasal 4 ayat 1 menjelaskan pelayanan kefarmasian harus didukung sumber daya farmasi dan dengan pengorganisasian mengunakan standar prosedur operasional yang mendukung keselamatan pasien. Dalam pola ketenagaan Instalasi Farmasi harus sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu adanya Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian sesuai aturan dan beban tugas kerja. 2. Manajemen Penggunaan Obat 2 ( Seleksi dan Pengadaan) a. Seleksi atau pemilihan Perencanaan adalah proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan. Penetapan Obat mana yang harus tersedia di Rumah Sakit baik yang di resepkan dan di pesan oleh para dokter. Keputusan ini berdasarkan pada kebijakan rumah sakit dengan meninjau jenis layanan dan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Pengembangan formularium dari seluruh obat di Rumah sakit wajib dilakukan agar semua obat yang di utuhkan dan tersedia baik dari dalam maupun luar dapat di tentukan dalam hal ini undang-undang atau peraturan bisa menjadi dasar dalam daftar atau sumber obat tersebut. (KARS, 2011) Pemilihan



obat yang didasari pertimbangan keselamatan pasien, dengan berbagai pertimbangan baik dari faktor kebutuhan pasien dan ekonomisnya dan memerlukan ada suatu prosedur jika tidak ada persediaanya (KARS, 2011). Dasar dari Pemilihan Sediaan baik dari alat kesehatan dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan:  Standar pengobatan dan terapi yang masuk dalam formularium  Standar Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah ditetapkan.  Pola penyakit sesuai dengan demografi  Efektifitas dan keamanan obat.  Pengobatan dengan evidance base  Mutu dari Obat  Keterjangkauan Harga Obat  Mudahnya ketersediaan di pasaran. Formularium Rumah Sakit harus sesuai dengan kriteria sebagai berikut:  Diutamakan pada Obat generik.  Perbandingan anatara Rasio manfaat-risiko yang lebih bermanfaat untuk penderita.  Terjamin Mutu oatnya  Kemudahan dan kepraktisan dalam pengelolaan simpan dan angkut.  Praktis di gunakan dan diserahkan  Memudahkan dalam kepatuhan pasien saat mengkonsumi.  Perbandingan Rasio manfaat-biaya yang efektif . b. Pengadaan pembekalan farmasi Pengadaan perbekalan adalah proses dalam mendapatkan sediaan farmasi dari proses pembelian melalui manufaktur, disitributor.



3. Manajemen Penggunaan Obat 3 ( Penyimpanan) Metode penyimpanan obat dilakukan bertujuan dalam memudahkan proses pelayanan dengan teknik alfabetis dan menjaga agar arus keluar obat harus yang pertama dimasukan itulah obat yang pertama keluar sehingga kadaluarsa obat dapat terhindarkan. Obat yang beresiko terjadi kekeliruan untuk sediaan yang meiliki sama suara dan sama rupa harus di berikan label sehingga tidak ada kesalahan yang menyebabkan cedera pasien. Dalam Lampiran PMK No 72 Tahun 2016 Rumah Sakit wajib menyediakan box penyimpanan Obat emergensi yang akan digunakan dalam kondisi kegawat daruratan. Harus disimpam di Tempat yang mudah diakses dan bebas dari penyalahgunaan ataupun kehilangan akibat pencurian. 4. Manajemen Penggunaan Obat 4 ( Pemesanan dan Pencatatan) Peresepan dalam pemesanan serta pencatatan yang aman harus di atur dalam kebijakan, panduan dan prosedur di Rumah Sakit. Dalam mencegah terjadinya delay layanan yang diakibatkan oleh ketidak tepatan dalam kaidah penulisan resep maka staf yang bersangkutan dilakukan pelatihan penulisan resep seusuai dengan kaidah penulisan resep. Karena peresepan obat yang tidak terbaca dengan benar akan mengancam kondisi keselamatan pasien dan bisa menunda proses pengobatan, sehingga Rumha Sakit wajib mengatur kebijakan untuk menghindari tidak terbacanya resep (KARS, 2011). 5. Manajemen Penggunaan Obat 5 ( Persiapan dan Penyaluran) Proses penyampaian sediaan farmasi yang diminta dokter untuk penderita sampai diterima oleh penderita disebut pendistribusian sediaan farmasi, dan dalam kegiatan ini terjadi proses pelayanan farmasi klinik dan non klinik. Sesuai dengan



pendapat Siregar dalam buku Farmasi Rumah Sakit (2004), yang menyatakan “Distribusi perbekalan kesehatan adalah pengantaran perbekalan kesehatan yang dimulai dari penerimaan order dokter di IFRS sampai di konsumsi oleh penderita”. Suatu sistem distribusi obat yang efisien dan efektif sangat tergantung pada desain sistem dan pengelolaan yang baik. Beberapa jenis sistem distribusi obat untuk penderita rawat inap adalah (Siregar, 2004): i. Sistem distribusi resep obat individu dapat dilakukan secara sentralisasi dan desentralisasi. j. Pemusatan



Farmasi



merupakan



proses



semua



resep



disiapkan



dan



didistribusikan oleh farmasi pusat. Desentralisasi adalah IFRS memiliki cabang-cabang, yang berlokasi di daerah perawatan penderita. k. Sistem Penyaluran obat lengkap di ruang. Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia lengkap di ruang penyimpanan obat, kecuali obat yang jarang digunakan dan atau sangat mahal. Di sini IFRS hanya memeriksa dan memasok obat, tidak langsung memberi pelayanan, sehingga tingkat kesalahan obat besar karena order obat tidak dikaji oleh apoteker. l. Sistem penyaluran obat multi resep individu di desentrallisasikan 6. Manajemen Penggunaan Obat 6 ( Pemberian) Pemberian obat di sesuaikan dengan kewanangan klinis yang dikeluarkan oleh direktur rumah sakit yang di rekomendasikan dari komite medis, dan komite yang lainya sesuai dengan hasil kredensial yang bersangkutan. Rumah sakit memberikan batasan kewangan dan pengawasan serta membuat prosedur pendelegasian dalam pemberian obat (KARS, 2011). 7. Manajemen Penggunaan Obat 7 (Pemantauan) Monitoring pemberian merupakan tanggung jawab bersama antara Dokter, perawat, dan pasien serta apoteker. Monitoring ini bertujuan untuk melihat efek pengobatan dan evaluasi terhadap kejian tidak di harapkan. Monitoring obat ini



sebagai mana tugas farmasi klinik tertuang dalam PMK No 72 Tahun 2016 yang menyebutkan tugas farmasi klinik sebagai berikut ; a. Pengkajian dan pelayanan Resep Pelayanan Resep di awali dari proses penerimaan, selanjutnya mengecek ketersediaan, baru dilakuakan telaah pengkajian Resep, berikutnya penyiapan Sediaan meliputi peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi pada pasien . Pada setiap tahap pelayanan Resep dilakukan upaya preventif dari medication error Obat dengan double check. b. Penelusuran Riwayat dari penggunaan Obat Penelusuran Riwayat obat ini bertujuan untuk mengetahui riawayat pengobatan. c. Rekonsiliasi Obat yang diberikan sebelumnya. Kegiatan farmasi yang bertujuan menghidari kesalahan medikasi dengan cara melakukan pembandingan obat saat ini digunakan dengan obat yang diberikan sebelumnya. d. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat (PIO) dilakukan kepada pasien dengan memeberikan informasi rekomendasi obat secara komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker. e. Konseling Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety). f. Visite Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati



kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. g. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif j. Dispensing sediaan steril Penyiapan Obat dilakukan dengan menjaga sterilitas sehingga dilakukan di Unit famasi RS. k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) adalah interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. 2.4. Jenis Obat Tradisional Standardisasi bahan atau sediaan obat tradisional (simplisia atau ekstrak) adalah stuatu persyaratan dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik



maupun terapetik. Pada upaya standardisasi tersebut perlu ditentukan persyaratan standard yang diharuskan. Pada pelaksanaan standardisasi tersebut perlu pula dilakukan dengan berbagai macam metode (pengujian multifaktorial). Pemerintah



Indonesia



melalui



Menteri



Kesehatan



dan



Instansi



terkait



mengupayakan pembangunan berkelanjutan di bidang kesehatan khususnya dalam hal obat tradisional atau obat bahan alam Indonesia perlu dikembangkan secara tepat sehingga dapat dimanfaatkan pada pelayanan kesehatan masyarakat yang baik dan benar. Hal tersebut menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.760/MENKES/PER/IX/1992 tentang Fitofar- maka, UU RI No. 23 tahun 1992, pengamanan terhadap obat tradisional dimana penjabaran dan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor: HK.00.05.4-2411 tanggal 17 Mei 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia. Dalam Keputusan Kepala BadanPOM yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam Indonesia adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Selanjutnya disebutkan dalam Keputusan Kepala Badan POM tersebut, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan secara berjenjang menjadi 3 kelompok yaitu : a. Jamu Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih.



Golongan ini tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun- menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu. Lain dari fitofarmaka, Jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional yang disediakan secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil maupun larutan. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun temurund dan tidak melalui proses seperti fitofarmaka. Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:  Aman  Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)  Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3 generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi b. Obat herbal terstandar Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan fitofarmaka. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan maupun mineral. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis seperti halnya fitofarmaka.Dalam proses pembuatannya, OHT memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan pembuatan ekstrak, yang hal



tersebut juga diberlakukan sama pada fitofarmaka. Obat Herbal dapat dikatakan sebagai Obat Herbal Terstandarisasi bila memenuhi kriteria sebagai berikut :  Aman  Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik  Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku  Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Indonesia telah meiliki atau memproduksi sendiri OHT dan telah telah beredar di masyarakat 17 produk OHT, seperti misalnya : diapet®, lelap®, kiranti®, dll. Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia. c. Fitofarmaka Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisionalyang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis. Fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (BPOM. RI., 2004 ). Ketiga golongan atau kelompok obat tradisional tersebut di atas, fitofarmaka menempati level paling atas dari segi kualitas dan keamanan. Hal ini disebabkan oleh karena fitofarmaka telah melalui proses penelitian yang sangat panjang serta uji klinis yang detail, pada manusia sehingga fitofarmaka termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki kesetaraan dengan obat, karena telah memiliki clinical evidence dan siap di resepkan oleh dokter. Obat Herbal dapat dikatakan sebagai fitofarmaka apabila obat herbal tersebut telah memenuhi kriteria sebagai berikut :  Aman  Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik



 Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku  Telah dilakukan standardisasi bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi Fitofarmakaadalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi. Pada dasarnya sediaan fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari bahan-bahan alami, meskipun demikian jenis sediaan obat ini masih belum begitu populer di kalangan masyarakat, dibandingkan jamu-jamuan dan herba terstandar. Khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas, Dengan kata lain fitofarmaka menurut ilmu pengobatan merupakan sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Pada



saat



ini



di



Indonesia



sesuai



dengan



Permenkes



RI



No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992 pengembangan Obat Tradisional dalam hal uji aktivitasnya diarahkan ke dalam beberapa uji aktivitas diantaranya adalah :  Antelmintik  Anti asma  Anti diare  Anti herpes genitalis  Anti hipertensi  Anti histamine  Anti kanker  Anti TBC  Anti ansietas (anti cemas)  Anti diabetes (hipoglikemik)



 Anti hepatitis kronik  Anti hiperlipidemia  Anti hipertiroidisma  Anti inflamasi (anti Rematik)  Anti malaria  Antitusif / ekspektoransi  Disentri  Dispepsia (gastritis)  Diuretik 2.5. Imunisasi A. Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada anak sehingga terhindar dari penyakit (Depkes RI, 2000). Imunisasi juga merupakan upaya pencegahan primer yang sangat efektif untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi. Dengan demikian, angka kejadian penyakit infeksi akan menurun, kecacatan serta kematian yang ditimbulkannya pun akan berkurang (WHO, 2007). B. Tujuan Imunisasi Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain: a. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu di Dunia b. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi anak, c. Menurunkan kecacatan, morbiditas, dan mortalitas serta bila mungkin didapat eradikasi (pemusnahan) sesuatu penyakit dari suatu Daerah atau Negeri



d. Mengurangi angka penderita terhadap suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya, e. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari Dunia seperti pada imunisasi cacar (Maryunani, 2010). C. Manfaat Imunisasi Kehidupan awal seorang anak merupakan masa paling rentan terhadap virus dan penyakit. Pada masa ini, anak belum memiliki kekebalan tubuh sendiri. Maka dari itu, sejak dini anak perlu mendapatkan kekebalan tubuh melalui pemberian vaksin atau imunisasi untuk menghindarkannya dari penyakit (Hamidin, 2014). Adapun manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit menular yang mengakibatkan kecacatan dan kematian, sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindungi dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan kepada keluarga dan teman-teman serta masyarakat disekitarnya. Manfaat untuk Negara adalah untuk memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara (Proverawati dan Andhini, 2010). Upaya memelihara kesehatan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi masa depan yang sehat, cerdas dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian pada anak. Upaya memelihara kesehatan anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dan setelah dilahirkan, serta sampai berusia 18 (delapan belas) tahun (UU RI, 2009).



D. Kekebalan (Immunity) Pada Tubuh Bila seseorang tertular penyakit, belum tentu orang tersebut akan menjadi sakit. Hal ini disebabkan karena adanya kekebalan yang dimiliki seseorang tersebut. Kekebalan terjadi karena bila tubuh dimasuki oleh suatu antigen baik berupa bakteri, virus ataupun toxin maka tubuh akan bereaksi dengan membuat antibody atau antitoxin dalam jumlah yang berlebihan, sehingga setelah tubuh selesai menghadapi serangan antigen ini, didalam serumnya masih terdapat sisa zat anti yang dapat dipakai untuk melawan serangan antigen yang sama. Banyaknya sisa zat antigen ini akan menentukan berapa lama seseorang akan kebal terhadap suatu penyakit. Maka didapatkan proses belajar dari sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan dua mekanisme kekebalan yaitu aktif dan pasif (Hamidin, 2014). Berikut macam-macam kekebalan menurut cara diperolehnya zat antibody tersebut, kekebalan dibagi dalam: 1) Kekebalan Aktif yaitu kekebalan yang diperoleh dari tubuh seseorang tersebut, secara aktif membuat zat antibody sendiri. Kekebalan aktif dibagi menjadi dua yaitu:  Kekebalan Aktif Alami (Naturally Acquired Immunity) Seseorang akan menjadi kebal setelah menderita penyakit tertentu. Misalnya akan kebal terhadap penyakit cacar setelah sembuh dari penyakit tersebut.  Kekebalan Aktif Disengaja (Artifially Induced Active Immunity) Yaitu kekebalan yang diperoleh setelah seseorang mendapatkan vaksinasi. Misalnya seseorang menjadi kebal terhadap penyakit cacar setelah mendapatkan vaksinasi cacar. 2) Kekebalan Pasif yaitu kekebalan yang diperoleh karena orang tersebut mendapatkan zat antibody dari luar.Kekebalan pasif dibagi menjadi dua yaitu:  Kekebalan pasif yang diturunkan (Congential Immunity) yaitu kekebalan pada bayi, karena mendapatkan zat antibody yang diturunkan dari ibunya, ketika



masih dalam kandungan. Antibody dari darah ibu, melalui placenta masuk kedalam darah bayi. Macam dan jumlah zat antibody yang didapatkan tergantung pada macam dan jumlah zat antibody yang dimiliki ibunya. Macam kekebalan yang diturunkan antara lain: terhadap diphtheri, pertussis, tetanus. Kekebalan ini biasanya berlangsung sampai umur 3 – 5 bulan karena zat antibody ini makin lama semakin berkurang karena tidak terbentuk dari tubuh bayi  Kekebalan Pastif Disengaja (Artificially Induced Passive Immunity yaitu kekebalan yang diperoleh seseorang karena orang itu diberi zat antibody dari luar. Pemberian zat antibody dapat berupa pengobatan (therapeutica) maupun sebagai usaha pencegahan (prophilactic). Misalnya seseorang luka karena menginjak paku, untuk mencegah terkena penyakit tetanus maka disuntik A.T.S (Anti Tetanus Serum) sebagai usaha pencegahan. Orang lain yang luka juga tapi tidak tahu ataupun karena hal- hal lain tidak disuntik A.T.S. kemudian mengalami gejala tetanus kejang- kejang maka untuk usaha pengobatannya diberikan A.T.S (Entjang Indan, 2000). E. Jenis-Jenis Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi meliputi penyakit menular tertentu. a. Jenis–jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara lain penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertussis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A, Meningitis meningokokus, Haemophilus influenzae tipe B, Kolera, Rabies, Japanese encephalitis, Tifus abdominalis, Rubbella, Varicella, Pneumoni pneumokokus, Yellow fever, Shigellosis, Parotitis epidemica. b. Jenis-jenis penyakit menular yang masuk program imunisasi dasar yaitu Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Campak, dan Hepatitis B.



c. Jenis-jenis penyakit lainnya yang dengan perkembangan ilmu pengetahuan akan menjadi penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi akan ditetapkan tersendiri (Menkes RI, 2004). F. Prosedur Skrining Penjaringan Sasaran Imunisasi Bahwa orang tua membawa anaknya ke Balai Pengobatan atau Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas atau Rumah Sakit. Dilihat dari kondisi anak yang dalam keadaan sehat atau sakit, jika anak dalam kondisi sehat maka dilihat riwayat imunisasinya apakah belum pernah melakukan imunisasi, pernah tapi belum lengkap melakukan imunisasi atau sudah lengkap melakukan imunisasi dasar. Jika kelompok belum pernah melakukan imunisasi dan pernah tapi belum lengkap melakukan imunisasi maka dokter harus melakukan interview dan pemeriksaan bagaimana kondisi anak, apakah anak dalam kondisi yang masuk ke kontraindikasi atau tidak jika dalam kondisi kontraindikasi yang merugikan apabila diberikan imunisasi maka dokter menganjurkan tidak diberikan dulu imunisasi, jika tidak ada kontraindikasi maka diberikan motivasi agar melakukan imunisasi dasar lengkap kepada anak. Pada kondisi anak yang ketika mendatangi Puskesmas atau Rumah Sakit dalam kondisi sakit maka petugas kesehatan memeriksa status riwayat imunisasi anak, yang termasuk golongan belum dan belum lengkap dan memiliki kondisi kontraindikasi maka diberikan pengarahan dari dokter apakah harus dilakukan imunisasi sekarang atau nanti di jadwal imunisasi berikutnya. G. Macam-Macam Imunisasi Yang Ada Di Indonesia Sesuai dengan program Pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang Program Pengembangan Imunisasi (PPI), maka anak diharuskan mendapatkan perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu: penyakit TBC (dengan pemberian vaksin BCG), difteria, tetanus, batuk rejan (Pertusis), poliomielitis, campak, dan hepatitis B. Penyebab kematian balita terbanyak adalah disebabkan oleh penyakit pneumokokus, campak, haemophillus influenza tipe B, rotavirus, difteri, dan



tetanus (Cahyono dkk, 2010). Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi: 1. Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh Pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi seseorang dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. 2. Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu.



BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar. Ada berbagai bentuk sediaan obat di bidang farmasi, yang dapat diklasifikasikan menurut wujud zat dan rute pemberian sediaan. Berdasarkan wujud zat, bentuk sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan bentuk cair (larutan sejati, suspensi, dan emulsi), bentuk sediaan semipadat (krim, lotion, salep, gel, supositoria), dan bentuk sediaan solida/padat (tablet, kapsul, pil, granul, dan serbuk). Manajemen Obat adalah pokok manajerial Rumah Sakit terutama dalam hal pengelolaan obat yang ada dirumah sakit yang bertujuan mencegah stock out dan stagnan stok. Bila hal ini terjadi akan berakibat ketidak efisienan dan menjadi buruk



secara medis maupun ekonomis. Karena mutu pelayanan obat yan baik akan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada anak sehingga terhindar dari penyakit (Depkes RI, 2000). Imunisasi juga merupakan upaya pencegahan primer yang sangat efektif untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi. Dengan demikian, angka kejadian penyakit infeksi akan menurun, kecacatan serta kematian yang ditimbulkannya pun akan berkurang (WHO, 2007). 3.2. Saran Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam apa yang penulis tulis, baca, dan pahami. Oleh karena itu untuk menjadikan makalah yang penulis sajikan ini lebih baik, penulis memerlukan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman sebagai salah satu tanggung jawab ilmiah penulis. Semoga apa yang penulis tulis bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Aamiin.



DAFTAR PUSTAKA Chairun Wiedyaningsih dan Oetari. Majalah Farmasi Indonesia, 14 (4), 2003 Tinjauan terhadap bentuk sediaan obat : kajian resep-resep di apotek kotamadya Yogyakarta. Diakses Pada Tanggal 04 Mei 2021 Pukul 16.20 WIB. http://repository.wima.ac.id/6897/2/BAB%201.pdf Diakses Pada Tanggal 04 Mei 2021 Pukul 16.05 WIB http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/22036/6.BAB%20II.pdf? sequence=6&isAllowed=y Diakses Pada Tanggal 04 Mei 2021 Pukul 16.35 WIB http://eprints.umm.ac.id/42303/3/jiptummpp-gdl-ekasityani-46878-3-babii.pdf Diakses Pada Tanggal 04 Mei 2021 Pukul 16.25 WIB



http://eprints.ums.ac.id/26083/2/BAB_1.pdf Diakses Pada Tanggal 04 Mei 2021 Pukul 16.00 WIB I



Made



Oka



Adi



Parwata



.



2017.



Bahan



Ajar



obat



tradisional



https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/0f79c797b6756c7aba83bf7bf5771 70e.pdf Diakses Pada Tanggal 04 Mei 2021 Pukul 16.00 WIB Dra. Gloria Murtini, M.Si., Apt. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Farmestika



Dasar.



http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-



content/uploads/2017/08/Farmestika-Komprehensif.pdf. Diakses Pada Tanggal 04 Mei 2021 Pukul 16.02 WIB SOAL FITRI DWI SYAHTI 1. Berdasarkan wujud zat, bentuk sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu a. Bentuk sediaan semi padat b. larutan sejati c. Suspensi d. Emulsi e. Kapsul 2. Campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar adalah a. Tablet b. Kapsul c. Pil d. Granul e. Serbuk



3. Berikut ini adalah beberapa keuntungan Sediaan Kapsul yaitu kecuali a. Tidak berasa sehingga bisa menutup rasa dan bau dari obat yang kurang enak b. Mudah ditelan dan cepat hancur di dalam perut sehingga bahan segera diabsorbsi usus c. Tidak bisa untuk zat-zat mudah menguap sebab pori-pori cangkang tidak menahan penguapan d. Dokter dapat memberikan resep kombinasi dari bermacam-macam bahan obat dan dengan dosis yang berbeda-beda menurut kebutuhan seorang pasien e. Kapsul dapat diisi dengan cepat, tidak memerlukan bahan penolong seperti pada pembuatan pil atau tablet yang mungkin mempengaruhi absorbsi bahan obatnya 4. larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain yang berkadar tinggi adalah a. Sirup b. Eliksir c. Potio Effervesen d. Netralisasi e. Saturasi 5. Dibawah ini yang termasuk obat cair pemakaian luar adalah kecuali a. Tetes Hidung b. Tetes telinga c. Gargarisma d. Obat Pompa (clysma) e. Salep 6. Kewajiban dan tanggung jawab bersama antara pelayanan farmasi, praktisi asuhan klinis dan pimpinan. Pembagian tugas dan tanggung jawab melihat dari struktur organisasi dan kebijakan yang berlaku.Termasuk standar MPO adalah a. Manajemen dan Penggunaan Obat 1 ( Organisasi dan Manajemen) b. Manajemen Penggunaan Obat 2 ( Seleksi dan Pengadaan) c. Manajemen Penggunaan Obat 3 ( Penyimpanan)



d. Manajemen Penggunaan Obat 4 ( Pemesanan dan Pencatatan) e. Manajemen Penggunaan Obat 5 ( Persiapan dan Penyaluran) 7. Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan secara berjenjang menjadi 3 kelompok yaitu a. Fitofarmaka, jamu, obat b. Jamu, Obat herbal terstandar, fitofarmaka c. Salep, jamu, elixir d. Temulawak, jamu, farmasi e. Herbal, temulawak, fitofarmaka 8. Obat Herbal dapat dikatakan sebagai Obat Herbal Terstandarisasi bila memenuhi kriteria sebagai berikut, kecuali a. Aman b. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik c. Menimbulkan efek samping d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku e. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. 9. Jenis obat tradisionalyang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis adalah a. Fitofarmaka b. Farmasi c. Farmakodinamik d. Farmako e. Fitoplasma 10. Tujuan dalam pemberian imunisasi adalah sebagai berikut, kecuali a. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu di Dunia



b. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi anak, c. Menurunkan kecacatan, morbiditas, dan mortalitas serta bila mungkin didapat eradikasi (pemusnahan) sesuatu penyakit dari suatu Daerah atau Negeri d. Mengurangi angka penderita terhadap suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya, e. Mencegah penyakit menular yang mengakibatkan kecacatan dan kematian