Makalah EBP - Perawatan Luka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERBANDINGAN PERAWATAN LUKA ULKUS DIABETIKUM ANTARA MADU DAN MODEREN DRESSING INTRASITE GEL



Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kenaikan Pangkat/ Golongan IIIC ke III D



Disusun Oleh Nur Islamiyah NIP. 19841119 200903 2 003



PUSKESMAS PELAIHARI KABUPATEN TANAH LAUT



TAHUN 2017 A. LATAR BELAKANG Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. Saat barier rusak akibat ulkus seperti ulkus diabetikum, luka bakar, trauma, atau neoplasma maka sangat penting mengembalikan integritasnya dengan segera. (Smeltzer & Bare, 2006). Luka di bagi menjadi 2 luka kronis dan luka akut. Menurut Lazarus 1994 menyarankan proses luka akut sampai dengan penyembuhan mempunyai urutan dan waktu untuk proses perbaikan pada luka tersebut. Urutannya meliputi inflamasi, angiogenesis, pembentukan matrik, kontraksi luka, epitelisasi, dan pembentukan jaringan parut. Waktu penyembuhan sangat subjektif tetapi bisa mengacu pada waktu yang diharapkan. Luka kronik adalah luka yang yang proses penyembuhannya secara biologis terganggu dan mengakibatkan proses penyembuhannya menjadi terhambat. Madu bersifat kental, merupakan larutan gula jenuh yang berasal dari nectar yang dikumpulkan dan dimodifikasi oleh lebah madu Apis Mellifera. Madu mengandung glukosa 30%, fruktosa 40%, sukrosa 5% dan air 20% dan zat lainnya yang terkandung seperti asam amino, vitamin, mineral, dan enzim (Sato, 2000). Madu telah digunakan dalam perawatan luka sejak zaman kuno dan sering disebutkan dalam ilmu pengobatan awal, meskipun hanya sebagai bahan dan sarana untuk penyembuhan dibandingkan sebagai treatment yang spesifik. Dioscorides (40-80 M) sering menyebutkan bahwa madu sebagai sarana yang membawa agen therapeutic (Ridle, 1985) dan HIpocraes (460-377 SM), sering menyarankan madu sebagai perawatan luka, walaupun hanya sedikit yang terdaftar (Adams, 1993). Tetapi untuk kapan pertama kali madu sebagai perawatan luka berkisar antara 2600-2200SM (Breasted, 1930). Balutan dari madu dan bahan yang terbuat dari tanaman juga disarankan untuk perawatan luka bakar di London medical papyrus yang ditulis sekitar 1325 BCE (Trensananto, 2006). Tradisi medis lainya termasuk, Cina (Fu, 2001) dan roma (Hajir, 2002) juga menggunakan madu dalam perawatan luka. B. TUJUAN



Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membandingkan efektivitas topical penerapan madu dalam pengobatan penyembuhan luka dan perbandingan perawatan luka antra madu dan moderen dressing : intrasite gel C. METODE Pencarian literatur secara sistematis dilakukan pada tahun 2013 di database Pubmed, Medline, Cochrane dengan menggunakan kata-kata kunci pencarian honey dan wound healing, wound care with intrasite gel, wound care with honey dan ulkus diabetikum. D. HASIL Dari hasil penelitian metaanalisis tentang aplikasi madu topikal di pengobatan dan penyembuhan luka didapatkan dalam ditemukan 5 studi observasional dengan 160 pasien sedangkan 963 kasus di 10 uji klinis terkontrol dimana 511 pasien mendapatkan perawatan dengan madu. Efektifitas dari madu sangat berkhasiat dalam studi observasional tetapi dalam percobaan klinis terkontrol menunjukkan kemanjuran yang sederhana. Sebagian besar pasien dilaporkan dengan penyembuhan total dari 99 % dalam waktu 2-9 minggu dalam studi observasional dan 56 % di uji coba terkontrol dan proses penyembuhan diamati dalam 4-12 minggu. (Ingle R, Levin J, Polinder K., 2006). Kemudiandalam Double-blind lain studi terkontrol dengan 100 pasien dilakukan oleh McIntosh



mengungkapkan bahwa



pengobatan konvensional lebih unggul madu topical yang diaplikasikan pada luka avulsi parsial (McIntosh CD, Thomson CE, 2006.). Demikian pula Jull et al juga menunjukkan efektivitas pengobatan



56,6% dengan menggunakan madu dan sebagian besar pasien



mengalami proses penyembuhan dalam 12 waktu minggu (Jull A, Walker N, Parag V, Molan P, Rodgers A. 2008). Sedangkan pada penelitian Penyembuhan luka dengan madu dengan design Randomized control trial didapatkan randomized, double-blind study prospektif yang membandingkan efek dari madu dengan



intrasite gel yang didapatkan rata-rata waktu



penyembuhan luka yang diobati dengan madu atau dengan intrasite Gel tidak berbeda secara signifikan (p = 0,75, tingkat kepercayaan 95% (CI): -5,41; 7.49 hari). Disesuaikan dengan ukuran luka, 2,8 hari dalam yang menggunakan madu tidak ada perbedaan signifikan (p = 0,21, 95% CI: -2.41; 8.09). Respon pasien terhadap gatal, nyeri, dan perasaan seperti



terdabar yaitu dengan madu 27% mengalami gatal dan 10% nyeri, dan 2 merasakan seperti terbakar untuk waktu yang singkat setelah aplikasi, sedangkan pasien yang diobati dengan intrasite gel 31% merasakan gatal. Semua pasien pada kedua kelompok perlakuan merasa puas atau sangat puas dengan pengobatan. Dan rata-rata biaya perawatan per pasien adalah R 0.49 dengan madu dan R 12.03 dengan dengan intrasite Gel. (Ingle R, Levin J, Polinder K., 2006). E. PEMBAHASAN Madu sangat bermanfaat dalam perawatan luka digunakan untuk terapi topikal sebagai dressing pada luka ulkus kaki, luka dekubitus, ulkus kaki diabet, infeksi akibat trauma dan pasca operasi, serta luka bakar. Madu dapat mempercepat masa penyembuhan luka bakar (Evan Flavin, 2008; Jull et al.,2008). Madu memiliki sifat dan kandungan kimianya yang bermanfaat untuk mempercepat penyembuhan luka tetapi sifat madu dapat berbeda tergantung dari sumber madu, pada saat ini salah satu madu yang cukup dikenal luas dalam perawatan luka adalah Manuka Honey. Madu ini lebih efektif digunakan sebagai terapi topical pada luka karena kandungan nutrisi dan sifat madunya. (Gheldof et al., 2002; Gheldof and Engeseth, 2002). Di dalam madu terdapat osmolaritas yang tinggi dan madu merupakan larutan yang mengalami supersaturasi dengan kandungan gula yang tinggi dan mempunyai interaksi kuat dengan molekul air sehingga akan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi aroma bau pada luka. Salah satunya adalah pada luka infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Seperti yang dilaporkan Cooper et al (1999), hasil studi laboratorium menunjukkan madu memiliki efek anti bakteri pada beberapa jenis luka infeksi, misalnya bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian lain melaporkan madu alam dapat membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Clostritidium (Efem & Iwara, 1992). Luka dapat menjadi steril terhadap kuman apabila menggunakan madu sebagai dressing untuk terapi topikal. Selain itu pH yang rendah (3,6-3,7) dari madu dapat mencegah terjadinya penetrasi dan kolonisasi kuman (Efem, 1998). Apabila terjadi kontak dengan cairan luka khususnya luka kronis, cairan luka akan terlarut akibat kandungan gula yang tinggi pada madu, sehingga luka menjadi lembap dan hal ini dianggap baik untuk proses penyembuhan.



Selain itu, madu mengendung Hidrogen Peroksida, bila madu dilarutkan dengan cairan (eksudat) pada luka, hidrogen peroksida akan diproduksi. Hal ini terjadi akibat adanya reaksi enzim glukosa oksidase yang terkandung di dalam madu yang memiliki sifat antibakteri. Proses ini tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan luka dan juga akan mengurangi bau yang tidak enak pada luka khususnya luka kronis. Hidrogen peroksida dihasilkan dalam kadar rendah dan tidak panas sehingga tidak membahayakan kondisi luka (Molan, 1992). Selain itu hidrogen peroksida yang dihasilkan tergantung dari jenis dan sumber madu yang digunakan. Madu juga dapat meningkatkan Aktivitas Limfosit dan Fagosit Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas sel darah lymphosit B and lymphosit T dapat distimulasi oleh madu dengan konsentrasi 0.1% (Abuharfeil et al.,1999). Adanya aktivitas limfosit dan fagosit ini menunjukkan respons kekebalan tubuh terhadap infeksi khususnya pada luka. Dalam sebuah penelitian menunjukan madu yang bersifat asam dapat memberikan lingkungan asam pada luka sehingga akan dapat mencegah bakteri melakukan penetrasi dan kolonisasi. Selain itu kandungan air yang terdapat dalam madu akan memberikan kelembapan pada luka. Hal ini sesuai dengan prinsip perawatan luka modern yaitu "Moisture Balance". Hasil penelitian Gethin GT et al (2008) melaporkan madu dapat menurunkan pH dan mengurangi ukuran luka kronis (ulkus vena/arteri, luka dekubitus dan ulkus diabetikum) dalam waktu dua minggu secara signifikan. Hal ini akan memudahkan terjadinya proses granulasi dan epitelisasi pada luka. Intrasite gel mengandung Carboxymethylcellulose polymer 2,3 %, propylene glycol 20%, dan purified water 77,7%. Intrasite gel berfungsi untuk menghilangkan jaringan nekrotik secara lembut dari luka dan digunakan sejumlah 3 - 5 mm pada luka dan diganti setiap 1 - 3 hari saat penggantian dressing.(Kalbe Medical, 2013). Hasil penelitian menunjukan



bahwa perbandingan luka ulkus diabetikum yang



diberikan madu dan intra site gel tidak signifikan berbeda dalam penyembuhan luka, akan tetapi dalam perawatan luka dengan menggunakan madu lebih aman, memuaskan dan lebih hemat biaya yang dikeluarkan (Ingle R, Levin J, Polinder K., 2006). Dibawah ini Cara Menggunakan Madu Saat Perawatan Luka menurut Molan, 2001 yaitu : a. Gunakan jumlah madu sesuai dengan jumlah cairan atau eksudat yang keluar dari luka.



b. Frekuensi penggantian balutan tergantung pada cepatnya madu terlarut dengan eksudat luka. Jika tidak ada cairan luka, balutan dapat diganti dua kali seminggu supaya komponen antibakteri yang terkandung di dalam madu dapat terserap ke dalam jaringan luka. c. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, gunakan second dressing yang bersifat absorbent. Jika madu digunakan langsung pada luka, madu akan meleleh sehingga keluar area luka. Hal ini tidak akan efektif untuk merangsang proses penyembuhan luka. d. Gunakan balutan yang bersifat "oklusif", yaitu menutup semua permukaan luka untuk mencegah madu meleleh keluar dari area luka. e. Pada cairan luka yang sedang, sebaiknya gunakan transparent film sebagai second dressing. f. Pada abses (nanah) dan undermining (luka berkantong), perlu lebih banyak madu untuk mencapai jaringan di dalamnya. Dasar luka harus diisi dengan madu sebelum ditutup dengan second dressing seperti kasa atau dressing pad lainnya. g. Untuk memasukkan madu pada luka berkantong, sebaiknya gunakan kasa atau dressing pad sehingga kerja kandungan madu lebih efektif. F. KESIMPULAN Madu sangat bermanfaat dalam perawatan luka digunakan untuk terapi topikal sebagai dressing pada luka ulkus kaki, luka dekubitus, ulkus kaki diabet, infeksi akibat trauma dan pasca operasi, serta luka bakar. dapat mempercepat masa penyembuhan luka bakar. Madu yang baik di gunakan untuk perawatan luka adalah manuka honey karena memiliki osmolaritas yang tinggi, Hidrogen Peroksida, menstimulasi limfosit dan leukosit, dan sifat asam madu. Faktor penting yang harus menjadi pertimbangan untuk penggunaan madu untuk perawatan luka adalah komposisi madu, etiologi yang mendasari luka, status gizi, dan usia pasien.



DAFTAR PUSTAKA Abuharfeil N., R. Al-Oran and M. Abo-Sheheda, 1999. The effect of bee honey on the proliferative activity of human B and T lymphocytes and the activity of phagocytes. Food Agric. Immunol., 11:169-177. Cooper RA, Molan PC, Harding KG. 1999. Antibacterial activity of honey against strain of Staphylococcus aureus from infected wounds. J Roy Soc Med., 92:283-285. Evan J, Flavin S. 2008. Honey: a guide for healthcare professionals. Br J Nurs 17(15):S24, S26, S28-30 Efem SEE and C.I. Iwara, 1992.The antimicrobial spectrum of honey and its clinical significance. Infection.,20:227-229. Efem SEE, 1998. Clinical observation on the wound healing properties of honey. Br J. Surg., 75:679-681. Gheldof N, Engeseth NJ. 2002. Antioxidant capacity of honeys from various floral sources based on the determination of oxygen radical absorbance capacity and inhibition of in vitro lipoprotein oxidation in humanserum samples. J Agric Food Chem., 50: 3050-3055. Gethin GT, Seamus C and Ronan MC. 2008. The impact of manuka honey dressing on the surface pH of chronic wounds. Int Wound J., 5:185-194. Ingle R, Levin J, Polinder K.Wound healing with honey—a randomised controlled trial. S Afr Med J 2006; 96(9): 831-35. Jull A, Walker N, Parag V, Molan P, Rodgers A. Honey as Adjuvant Leg Ulcer Therapy trial collaborators. Randomized clinical trial of honey-impregnated dressings for venous leg ulcers. Br J Surg 2008; 95(2):175-82. Lazarus GS, Cooper DM, Knighton DR, Margolis DJ, Pecoraro RE, Rodeheaver G, Robson MC. 1994. Definitions and guidelines for assessment of wounds and evaluation of healing. Arch Dermatol. 1994 Apr;130(4):489-93.



McIntosh CD, Thomson CE. Honey dressing versus paraffin tulle gras following toenail.Surgery J Wound Care 2006;15(3):133-36. Molan PC, 2001, Potential of honey in the treatment of wounds and burn, Am.J.Clin.Dermatol., 2 (1): 13-19. Molan PC, 1992. The antibacterian activity of honey variation in the potency of antibactrial avtivity, Bee World.,73:59-79. Smeltzer, S.C., & Bare, Brenda G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC kedokteran