Makalah Ekonomi Sumberdaya Dan Lingkungan Kelompok 16 Fix [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Chris
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (Kelembagaan dan Kebijakan Pengelolaan Lingkungan)



KELOMPOK XVI Oleh : Siti Fatimah



: 1810514220039



Annisa Rahmawati



: 1710514220008



Claudia Christina Wahyudi



: 1710514320012



Ahmad Raja Shaufi



: 1810514210036



Marsyam Prastiyo



: 1710514110007



PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2020



DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................



i



BAB I PENDAHULUAN.............................................................................



1



1.1 Latar Belakang................................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah .........................................................................



2



1.3 Tujuan............................................................................................



2



1.4 Manfaat .........................................................................................



2



BAB II PEMBAHASAN..............................................................................



3



2.1 Peran Pemangku Kebijakan (Stakeholders) dalam Pengelolaan Lingkungan ...................................................................................



3



2.2 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan di Indonesia..........................



8



BAB III PENUTUP......................................................................................



22



Kesimpulan.......................................................................................



22



DAFTAR PUSTAKA



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Pembangunan disamping dapat membawa kepada kehidupan yang lebih



baik juga mengandung resiko karena dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Untuk meminimalkan terjadinya pencemaran dan kerusakan tersebut perlu diupayakan adanya keseimbangan antara pembangunan dengan kelestarian lingkungan hidup. Peningkatan kegiatan ekonomi melalui sektor industrialisasi tidak boleh merusak sektor lain, misalnya pembangunan pembangkit listrik tidak boleh merusak lahan pertanian. Konsep keselarasan antara pembanguan dengan kelestarian lingkungan hidup sering disebut pembangunan yang berwawasan lingkungan dan akhir-akhir ini lebih dikenal dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (Suparmoko, 1989). Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua sumberdaya, keadaan dan makhluk  hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan  kehidupan  dan kesejahteraan manusia serta makhluk  hidup  lainnya.  Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidaklah mengenal batas wilayah baik wilayah negara maupun wilayah administratif, akan tetapi  jika lingkungan hidup dikaitkan dengan pengelolaannya maka harus jelas batas wilayah wewenang  pengelolaan tersebut. Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu sistem yang terdiri dari lingkungan sosial (sociosystem), lingkungan buatan (technosystem) dan lingkungan alam (ecosystem) dimana ke-tiga subsistem ini



saling



berinteraksi



(saling  mempengaruhi).



Ketahanan  masing-masing



subsistem ini akan meningkatkan  kondisi seimbang dan ketahanan lingkungan hidup, dimana kondisi ini akan memberikan jaminan suatu yang berkelanjutan yang tentunya akan memberikan  peningkatan kualitas hidup setiap makhluk hidup di dalamnya (Soegianto, 2012) Kebijakan pemerintah merupakan suatu hal yang akan di lakukan maupun tidak di lakukan pemerintah dengan tujuan tertentu, demi kepentingan bersama dan merupakan bagian dari keputusan pemerintah itu sendiri. Dalam



2



kepustakaan internasional biasa di sebut publik policy. Kebijakan publik ini akan tetap terus berlangsung, selagi pemerintah suatu negara masih ada untuk mengatur suatu keidupan bersama. Berdasarkan yang tertuang dalam konsep demokarasi modern, kebijakan dari pemerintah atau negara, bukan hanya berisi tentang argumentasi maupun suatu pendapat para aparatur wakil rakyat belaka, namun opini dari publik atau biasa di sebut publik opinion (Tjokroamidjojo, 1981). Hal itu tidak kalah penting dalam mempertimbangkan pengambilan kebijakan pemerintah. Dalam setiap pengambilan kebijakan harus senantiasa berorientasi pada publik. Berdasarkan jenisnya kebijakan pemerintah atau publik policy, di bedakan menjadi dua jenis yaitu, kebijakan yang berbentuk peraturan pemerintah yang tertulis seperti halnya peraturan perundangan, dan peraturan pemerintah yang tidak tertulis yang di sepakati bersama, ialah berbentuk konvensi (Tjokroamidjojo, 1981). Kebijakan pemerintah meliputi suatu program kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah di rencanakan (pleaning) sebelumnya. Sehingga perumusan suatu kebijakan mempunyai nilai (value) perbedaan serta persamaan dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian pembentukan kebijakan dapat dilakukan melalui pemilihan alternatif yang sifatnya berlangsung secara terusmenerus (Tjokroamidjojo, 1981). 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa saja peran pemangku kebijakan (stakeholders) dalam pengelolaan lingkungan? 2. Bagaimana kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di indonesia? 1.3 Tujuan Adapun dibuatnya makalah ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui peran pemangku kebijakan (stakeholders) dalam pengelolaan lingkungan. 2. Mengetahui kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Peran



Pemangku



Kebijakan



(Stakeholders)



dalam



Pengelolaan



Lingkungan. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti konsumsi energi, industri, transportasi, dan land cover change. Salah satu dampak perubahan iklim global yang signifikan terjadi adalah banjir dan rob di beberapa wilayah. Dampak perubahan iklim tersebut akan dirasakan secara langsung, terutama oleh masyarakat pesisir yang rentan terhadap perubahan. Kerentanan-kerentanan fisiologis wilayah pesisir makin diperparah dengan kondisi struktural masyarakat pesisir yang sebagian besar merupakan masyarakat miskin yang sebagian besar tidak mempunyai kemampuan adaptasi secara optimal, salah satunya karena keterbatasan kualitas sumber daya manusianya. Tindakan adaptasi diperlukan untuk mengatasi kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir khususnya. Yang pada akhirnya upaya adaptasi tersebut semata-mata untuk mencapai ketahanan masyarakatnya. Ketahanan dijelaskan oleh Wayman (2002), merupakan fenomena yang kompleks yang memungkinkan seseorang untuk dapat berhasil meskipun berada pada kondisi yang merugikan dan kurang membawa manfaat. Ketahanan masyarakat, baik secara sosial maupun ekonomi, dapat dicapai dengan mengoptimalkan penanggulangan dan mekanisme adaptif dalam menghadapi dampak perubahan iklim global seperti banjir dan rob. Pengoptimalan kapasitas adaptasi oleh masyarakat maupun pemangku kepentingan lokal dapat mengurangi kerusakan, memanfaatkan kesempatan dan mengatasi konsekuensi perubahan iklim yang berlangsung lama dan mengacaukan sistem kehidupan manusia. Kapasitas adaptasi yang dimiliki antara individu dan komunitas tentunya berbeda. Hal tersebut dapat mempengaruhi tindakan adaptasi yang akan dilakukan dan dampaknya pada kehidupan masyarakat luas di masa mendatang. Menurut Fajber (2009), perbedaan kapasitas adaptasi antara individu dan kelompok tergantung pada akses terhadap sumber daya, jaringan sosial, pendidikan, teknologi, dan akses pembangunan lainnya. Adaptasi yang dilakukan



4



secara individu hanya akan mengatasi masalah individu tersebut. Dampaknya pun tidak dapat dirasakan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat secara luas. Berbeda halnya jika upaya adaptasi dilakukan oleh komunitas secara berkelompok. Skala ukuran komunitas yang lebih besar daripada individu menjadi salah satu nilai tambah, dengan komunitas dapat dilakukan usaha adaptasi yang lebih efektif dan efisien. Selain itu juga, adanya komunitas dapat saling melengkapi kekurangan antar individu terhadap akses pembangunan Komunitas dirasa sebagai subyek yang tepat dalam melakukan tindakan adaptasi karena potensi-potensi yang dimiliki komunitas itu sendiri. Komunitas dilibatkan dalam adaptasi, karena masyarakat merupakan kelompok rentan dan paling mengetahui tantangan lokal. Selain itu, fokus perhatian yang memandang komunitas sebagai suatu kesatuan dapat meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat. Kesatuan komunitas



cenderung



mengandalkan



pemanfaatan



dan



pendayagunaan



sumberdaya yang ada untuk merealisasikan tujuan (Soetomo, 2006:86). Kemampuan komunitas dalam memobilisasi sumberdaya lokal dapat menjadi kunci untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat yang rentan banjir dan rob. Upaya pengembangan komunitas kental adanya unsur partisipasi masyarakat. Berbeda dengan negara maju, partisipasi masyarakat di negara berkembang masih harus dimobilisasi melalui campur tangan pemerintah dalam mengupayakan kerjasama. Oleh karena itu, peran pemangku kepentingan sangatlah penting dalam pembentukan komunitas guna mengurangi kerentanan masyarakat akibat banjir dan rob. Pemangku kepentingan dapat berperaan sebagai inisiator dan koordinator pembentukan komunitas, hingga melakukan pembinaan terhadap komunitas yang telah terbentuk. Pemangku kepentingan berasal dari berbagai lapisan, yaitu pemerintah kota, pemerintah lokal, lembaga non pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Pemangku kepentingan merupakan aktoraktor kunci dalam pengembangan komunitas. Mereka dapat terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan pemangku kepentingan tersebut akan membawa dampak bagi keberlangsungan komunitas (Race dan Millar, 2006). Pemangku kepentingan yang terlibat juga akan merasakan dampak dan manfaat yang timbul (Gonsalves et al, 2005).



5



Setiap pemangku kepentingan mempunyai berbagai kemungkinan dapat melalukan disfungsi peran. Disfungsi peran tersebut tentunya akan membawa dampak negatif bagi keberlanjutan komunitas yang terbentuk. Hal tersebut dikarenakan, pemangku kepentingan yang berkecimpung secara langsung dalam upaya pembentukan dan pengembangan komunitas tidak melakukan peran yang semestinya. Padahal peran masing-masing pemangku kepentingan secara langsung maupun tidak langsung telah ter-plotting sesuai dengan tugas dan fungsinya yang akan menjadi sebuah tanggung jawab. Akibatnya, disfungsi peran tersebut dapat menjadi hambatan dalam pengembangan komunitas. Pemangku Kepentingan dalam Pembentukan Komunitas Pemangku kepentingan dapat berupa organisasi, komunitas, kelompok sosial ekonomi, pemerintah, atau lembaga yang berasal dari berbagai dimensi pada setiap tingkat golongan masyarakat (Iqbal, 2007:90). Setiap subyek tersebut mempunyai potensi, sumberdaya dan kebutuhan masing-masing. Keterlibatannya dalam pelaksanaan suatu aktivitas (baik terkait pembangunan maupun tidak) disesuaikan dengan kapasitas yang dimiliki. Penting untuk diingat bahwa kebutuhan masing-masing pemangku kepentingan harus terwakili dalam proses pengambilan keputusan. Hal tersebut dikarenakan akan mempengaruhi tingkat kepuasan dari setiap pemangku kepentingan terhadap hasil kegiatan yang sedang dilaksanakan. Pemangku kepentingan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Kelompok tersebut adalah pemangku kepentingan utama, penunjang, dan kunci (Crosby, 1992). Pemangku kepentingan utama merupakan pemangku kepentingan yang menerima dampak positif dan negatif dari suatu kegiatan. Pemangku kepentingan penunjang merupakan perantara yang membantu proses penyampaian kegiatan. Pemangku kepentingan kunci yakni yang mempunyai pengaruh kuat atau penting terkait dengan masalah, kebutuhan, dan perhatian terhadap kelancaran kegiatan (Iqbal, 2007:90). Pendapat lain mengatakan bahwa, pemangku kepentingan dapat dibagi menjadi pemangku kepentingan sektor swasta, sektor publik dan masyarakat sipil (Start dan Hovland, 2010). Berdasarkan pengertian mengenai pemangku kepentingan tersebut, maka dua klasifikasi pemangku kepentingan tersebut sama saja, yaitu pemangku kepentingan utama sama dengan masyarakat sipil, sektor swasta sama dengan



6



penunjang, dan sektor publik sama dengan pemangku kepentingan kunci. Berdasarkan klasifikasi tersebut, pemangku kepentingan terkait hubungan kerjasama dalam membangun ketahanan dapat diidentifikasi dan digolongkan sebagai berikut: Peran Pemangku Kepentingan dalam Pembentukan Komunitas Masyarakat Masing-masing pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembentukan



komunitas mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik tersebut meliputi tingkat kepentingan dan pengaruh masing-masing pemangku kepentingan tersebut. Ada pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh besar, tapi tidak memiliki kepentingan yang cukup besar dalam pelaksanaan kerjasama



pengembangan komunitas. Ada pula pemangku kepentingan yang tidak mempunyai pengaruh besar, tapi memiliki peran penting dalam menginisiasi dan melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam kerjasama tersebut. Matriks pemangku kepentingan berfungsi untuk mem-plotting peran pemangku kepentingan dalam upaya pengembangan komunitas.



7



Peran pemangku kepentingan biasanya berupa intervensi awal sebagai penggerak masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam upaya pengembangan komunitas membangun ketahanannya. Intervensi dari luar komunitas dapat mendorong tumbuhnya perubahan dan pembaharuan dalam pengembangan komunitas. Namun, intervensi dari pemangku kepentingan juga dapat memberikan dampak negatif. Hal tersebut tergantung pada bagaimana intervensi yang dilakukan dalam komunitas tersebut. Seperti yang dikatakan Soetomo (2006:138) Intervensi dikatakan dapat menimbulkan ketergantungan apabila masyarakat yang tadinya statis menjadi tergerak untuk melakukan perubahan dan pembaharuan setelah memperoleh intervensi dari luar, tetapi kemudian kembali menjadi statis setelah intervensi dihentikan. Peran pemangku kepentingan, seperti pemerintah dan swasta hanya sebagai pendamping, pembina, dan pengawas berjalannya kegiatan dalam komunitas tersebut. Batasan peran perlu ditegaskan sehingga masyarakat dalam suatu komunitas tidak terusmenerus bergantung pada bantuan pemangku kepentingan lain. Peran pemangku kepentingan diperlukan hingga terbentuk komunitas yang kokoh dan madani, dengan demikian komunitas telah dapat mengaktualisasikan potensi yang dimiliki dan mempunyai akses terhadap pembangunan. Dengan demikian, adanya peran serta pemangku kepentingan tetap diperlukan dengan syarat peran atau intervensi tersebut dilakukan secara proporsional.



8



2.2



Kebijakan Pengelolaan Lingkungan di Indonesia



Kondisi lingkungan yang stabil dengan eksistensi sumberdaya alam dan keanekaragaman ekosistem dari waktu ke waktu sering kali mengalami suksesi, tapi sebaliknya kondisi lingkungan yang stabil diganggu dengan berbagai aktivitas manusia, akan berpengaruh terhadap fungsi lingkungan yang mengarah kepada kerusakan dan degradasi lingkungan. Demikian halnya permasalahan lingkungan dengan kerusakan, menimbulkan biaya lingkungan untuk memulihkan kembali fungsi lingkungan dari sumberdaya alam yang eksploitasi. Biaya lingkungan ditanggung oleh perencana sebagai otoritas kebijakan dan jasa lingkungan dengan tujuan untuk Sustainable development dan menjaga kualitas lingkungan sesuai dengan daya dukung yang ada. Sebagai contoh beban biaya lingkungan untuk reboisasi hutan, akan penebangan kayu tanpa kendali, biaya akibat polusi udara dan pencemaran air, biaya untuk pengolahan limbah. Timbulnya biaya lingkungan memiliki dampak negatif terhadap ekonomi wilayah, karena : 1) Total biaya lingkungan untuk memulihkan kembali sumberdaya alam yang dieksplotasi diambil 2 % dari PDB tiap tahun. 2) Biaya yang timbul dari rehabilitasi summberdaya alam, akibat dari eksploitasi akan mempengaruhi beban APBN dan APBD dan sumber pendanaan lainnya. Bila dilihat aspek kontribusi biaya-biaya ini lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang berpenghasilan rendah, karena ada dua faktor yaitu (1) kelompok ini banyak kena dampak dari kerusukan lingkungan yang ada, (2) kelompok ini juga memiliki kemampuan untuk membiayai pencegahan, dan mengatasi akibat dampak yang ada. Sementara otoritas perencana yang membuat kebijakan lambat melakukan penanganan dan bahkan pengawasan terhadap dampak lingkungan tidakberjalan secara maksimal.



9



Ada beberapa biaya kerusakan lingkungan muncul, karena berbagai permasalahan yaitu : a.



Kualitas sumberdaya air menurun dan penyediaan air bersih. Sumberdaya



air yang ada diperut bumi, jika kondisi yang stabil apabila adanya daya dukung lingkungan yang cukup dan tidak mengalami kerusakan, memiliki supply air baku yang cukup besar untuk penyediaan konsumsi masyarakat yang ada pada setiap wilayah. Kualitas air tanah sering mengalami ancaman akibat dari contaminant limbah industri, dan sumber pencemaran lainnya, Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lingkungan Secara Terpadu, Kementerian LH, 2001. Penyediaan air bersih sering mengalami hambatan, karena terbatasnya anggaran penyediaan dan jaringan distribusi dan pelayanan yang ada.



( Pencemaran Limbah Pabrik pada sungai ) b.



Kritis sumberdaya hutan. Pemanfaatan sumberdaya hutan oleh manusia,



pengusaha



hutan



maupun



konversi



hutan



untuk



kepentingan



investasi



pertambangan dan bahan miniral lainnya akan menguras dan mengancam sistem ekologis



maupun



ekosistem



yang



mengandung



keanekaragaman



hutan.



Sumberdaya hutan dengan karasteristik keragaman jenis maupun keanekaragaman hayati, bila dikaji secara holistik merupakan potensi sumberdaya hutan yang memiliki heterogenitas kehidupan. Apabila sumberdaya tersebut diekploitasi untuk kepentingan ekonomi, barang dan jasa lingkungan tanpa dikuti sistim pengelolaan dan pelestarian, akan mempengaruhi potensi sumberdaya. Faktor lain yang menjadi ancaman sumberdaya hutan adalah tidak memiliki kesadaran masyarakat dengan melakukan penebangan liar dan kebijakan pemerintah memberikan ijin usaha hutan tanpa melihat topografi dan bentangan alam maupun ijin pengalihan kawasan hutan lindung yang mengandung tambang dan bahan



10



miniral dikonversi untuk eksplorasi, secara tidak langsung mengancam kehidupan plasma nutfah maupun flora dan fauna yang ada. Sebagai contoh hutan lindung dikawasan tambang emas NHM, hutan lindung di pulau Obi, hutan lindung ditambang



timah



di



pulau



W,



Halmahera



Tengah,



maupun



kawasan



pengembangan tambang timah di kawasan hutan di wilayah Halmahera Timur. Belum lagi kerusakan ekosistem hutan mangrove di berbagai kawasan terus meningkat sejalan dengan alih fungsi hutan mangrove untuk tambak ikan, kawasan pelabuhan laut, pengembangan dan peruntukan kawasan perdagangan dan jasa transportasi laut, pengembangan struktur tata ruang kota yang mengarah kepesisir, maupun penebangan liar oleh masyarakat untuk bahan bakar kayu Bila dikaji permasalahan lingkungan yang berhubungan dengan kerusakan sumberdaya hutan, apabila dipulihkan kembali sesuai dengan daya dukung dan daya tampung, memerlukan biaya yang diinvestasi kelingkungan tersebut sangat besar. Kerana cakupan kerusakan sumberdaya hutan dan mengembalikan daya pulih



memerlukan waktu yang lama dengan sistim pelestariannya. ( Eksploitasi Hutan Halmahera Timur) c.



Limbah Industri, Pertambangan, dan Limbah Rumah Sakit.



11



Pertumbuhan ekonomi disektor industri, pertambangan dan rumah sakit yang ada disetiap wilayah tidak terlepas dari pemanfaatan sumberdaya ekonomi lingkungan. Karena disektor ini mengalami pertumbuhan pada skala makro sejalan dengan kebutuhan ekonomi yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi



maupun



kebutuhan



perkembangannya



efek



manusia samping



disektor yang



kesehatan.



berdampak



Namun



terhadap



didalam



lingkungan



menimbulkan masalah, terutama limbah yang dihasilkan, apakah sudah melalui suatu proses pengolahan. Sebab para perencana dalam mengekploitasi ekonomi sumberdaya lingkungan mengejar profit dengan mengabaikan sisa bahan yang tidak terpakai atau limbah. Karena limbah yang dihasilkan atau bahan kimia yang sudah terpakai mengandung unsur logam, jika tidak diolah bahan yang mengandung logam tersebut dibuang ke lingkungan dapat menimbulkan pencemaran baik pada lingkungan perairan, tanah maupun pencemaran air tanah. Limbah yang terkontaminat akan mempengaruhi kehidupan mahluk hidup dan sekligus menunrunkan kualitas lingkungan. Jika ditelaah kualitas lingkungan dari pemnafaatan ekonomi lingkungan untuk proses produksi masih minim terdeteksi dan sifat pengawasan yang kurang. Karena kesadaran pelaku ekonomi industri terhadap lingkungan masih kurang dan bahkan mengabaikan karena mengandung cost (biaya). Sebagai contoh kasus yang terjadi pencemaran teluk kao yang bersumber dari limbah cair tambang emas PT NHM, dampaknya menurun kualitas air laut dengan kehidupan biota perairan, terutama menurunnya populasi dan produksi ikan teri yang hidup diperairan sekitanrnya. Untuk memulihkan kembali fungsi lingkungan dari pencemaran limbah ekonomi industri sesuai daya dukung, daya tampung dan daya pulih diri, memerlukan biaya yang dikembalikan ke jasa lingkungan. d.



Masalah Pengolahan Limbah Perkotaan. Pemanfaatan sumberdaya alam



yang diikuti dengan aktifitas ekonomi masyarakat perkotaan, akan menghasilkan sisa bahan atau produk yang tidak terpakai (limbah). Bentuk limbah dari proses produksi terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Kebanyakan limbah padat dihasilkan dari rumah tangga, pasar, restoran dan perkantoran. Permasalahan limbah padat yang ada di setiap wilayah perkotaan belum seratus persen penanganan system pengolahannya. Dan bahkan ditemukan limbah padat yang



12



dibuang dikali maupun kelaut, akan menimbulkan pembusukan dan pencemaran perairan. Pembuangan limbah padat ditempat pembuangan akhir (TPA) selama ini belum ada tehnologi pengolahan limbah padat menjadi produk yang dihasilkan untuk pupuk dan bahan sampingan lain terpakai. Sedangkan limbah cair dihasilkan dari bahan cucian rumah tangga, industri pengolahan tapioka, pemotongan hewan, industri tahu dan tempe, maupun bahan detergen lainnya. Masalah pengolahan limbah cair ini sampai sekarang belum ditangani, dan bahkan dibuang pada lingkungan tanah, selokan, sungai serta dibuang kelaut. Jika permasalahan penanganan limbah cair terus berlanjut tanpa penangan akan berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, terutama tingkat kebauan, dan terganggunya kehidupan habitat dan biota perairan. Bila dikaji permasalahan pengelolaan limbah tersebut, tanpa diikuti kebijakan yang komprehensif akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan manusia di lingkungan dan menimbulkan biaya pengolahan dengan perangkat tehnologi sarana penanganan yang memadai. Karena permasalahan limbah diwilayah perkotaan sangat mempengaruhi kualias dan kesehatan lingkungan dan menimbulkan toksik dan rentan penyakit masyarakat, diperlukan penanganan yang efektif dengan perangkat tehnologi pengelolaan limbah. Sebab biaya yang timbul dari aktifitas ekonomi sumberdaya lingkungan yang berimbas pada terganggunya kesehatan manusia memerlukan biaya pemulihan yang dikembalikan pada biaya jasa lingkungan.



(Pencemaran limbah rumah tangga) Sumberdaya dengan Sumberdaya Alam. Konsepsi sistem ekonomi sumberdaya yang konvensional dengan lingkungan tidak diperhitungkan kedalam



13



proses produksi dan konsumsi. Dalam sistim ekonomi, komponen lingkungan tidak dimasukkan sebuah komponen merupakan permasalahan yang tidak diterima oleh ekonomi sumberdaya yang bersumber dari pemanfaatan sumberdaya alam. Sebab didalam aktifitas ekonomi terjadi interaksi dengan lingkungan hidup yang memiliki fungsi sebagai daya dukung pengelolaan ekonomi oleh pengusaha, rumah tangga, jasa perdagangan, jasa transportasi, maupun ekonomi pasar. Semuanya merupakan suatu sistem aktifitas ekonomi lingkungan secara menyeluruh. Untuk itu perlu dilakukan pembedahan antara sumberdaya alam dan barang sumberdaya. Sumberdaya alam (natural resources) adalah segala sesuatu yang berada dibawah/diatas bumi termasuk tanah yang sifatnya masih potensial dan belum dilibatkan dalam proses produksi. Sedangkan barang sumberdaya (resource commodity) adalah sumberdaya alam yang sudah diambil dibumi dan siap digunakan dan dikombinasikan dengan faktor produksi lain, sehingga dapat dihasilkan produk baru berupa barang dan jasa untuk produsen dan konsumen. Keterkaitan ekonomi dan lingkungan dapat disimpulkan ada tiga macam yang saling terkait dan terdapat hubungan positif antara jumlah dan kualitas sumberdaya dengan ekonomi. Dengan asumsi semakin tinggi permintaan barang atau jasa lingkungan, kebutuhan akan sumberdaya semakin meningkat. barang dan jasa dan negatif. Akan tetapi terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi sumberdaya dengan tersedianya sumberdaya alam diperut bumi. Dengan analisa kenaikan pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh menurunnya ketersediaan sumberdaya alam diperut bumi. Karena ekploitasi sumberdaya alam, akan mengurangi bahan yang tersedia diperut bumi. Untuk menjambarkan konsep merupakan saling keterkaitan dan hubungan timbal balik dalam aktifitas ekonomi tersebut, sumberdaya yang tersedian berasal dari sumberdaya alam yang dimanfaatkan dalam suatu kesatuan lingkungan hidup. Aktifitas ekonomi lingkungan hidup, bila limbah yang dibuang sampai pada ambang batas tertentu, lingkungan masih mampu menampung dengan proses secara alami. Jika pembuangan limbah ke lingkungan dilakukan terus menerus dan terlampauinya ambang batas yang mempengaruhi daya dukung lingkungan, akan mempengaruhi asimilasi dan introduksi abiotik dan ancaman terhadap



14



lingkungan biotik. Dan sebaliknya lingkungan mampu menampung limbah sebagai faktor penyedia bahan baku ekonomi sumberdaya, secara tidak langsung dapat mensupply proses produksi ekonomi didalam lingkungan hidup. Dampak dari kerusakan lingkungan dapat menghambat kegiatan ekonomi sumberdaya secara produktif dan membalik aktifitas ekonomi lingkungan. Dan selanjutnya akan menghambat pula program pembangunan ekonomi dari bahan baku, barang dan jasa bersumber dari ekonomi sumberdaya. Potensi potensi ekonomi yang bersumber dari bahan baku ekonomi lingkungan akan terpakai dengan permintaan dan pemanfataan yang berbeda dapat menguras penyedia ekonomi sumberdaya, dan ini tidak dapat dihindari serta terus menerus digerosi tanpa batas. Penggunaan sumberdaya alam tanpa batas dengan fluktuasi angka kematian dan kelahiran penduduk dengan perhitungan absolut jumlah penduduk dengan penyedia ekonomi sumberdaya dimasa yang datang. Sebab pertambahan jumlah penduduk dalam perhitungan angka kualitas hidup manusia dengan potensi penyedia ekonomi sumberdaya terutama penyedia barang, dan berbagai jasa maupun sumberdaya lahan tidak tertampung akan menggerogoti sumberdaya alam dari daya dukung yang ada, menimbulkan implikasi buruk terhadap lingkungan, antara lain sanitasi lingkungan, kesehatan kemiskinan, pengangguran, dan ekses social. Meskipun di Indonesia telah banyak kebijakan yang telah di cetuskan, namun program dan rencana serta, peran dari berbagai pihak ternyata masih saja muncul permaslahan terkait dengan sumber daya alam, dan lingkungan hidup belum juga berakhir atau bisa di katakan tetap terjadi. Sehubungan dengan hal demikian,



kementrian



Lingkungan



Hidup



telah



mendorong



untuk



menyempurnakan kebijakan, progran serta rencana yang ada. Dalam menyusun kebijakan ini digunakan perangkat Kajian Lingkungan Strategis (KLS) terhadap kebijakan, rencana dan program yang telah ada dan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Secara substansial, KLS merupakan suatu upaya sistematis dan logis dalam memberikan landasan bagi terwujudnya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan melalui proses



pengambilan



keputusan yang



berwawasan



lingkungan. Dari



beberapa kebijakan pemerintah di bidang sumber daya alam dan lingkungan



15



hidup, terdapat kebijakan di bidang air dan energi, yang dapat dipedomani dan disinergikan dengan kebijakan-kebijakan pembangunan lingkungan hidup di daerah. a. Adapun pokok-pokok kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bidang air adalah: 1.



Kebijakan pelestarian air perlu menempatkan sub sistem produksi air, distribusi air, dan konsumsi air dalam satu kesatuan yang meyeluruh dan terkait untuk menuju pada pencapaian pola keseimbangan antar sub sistem tersebut.



2.



Kebijakan sub sistem Produksi Air, meliputi (1) Konservasi ekosistem DAS dan sumber air untuk menjamin pasokan air; (2) Mencegah dan memulihkan kerusakan lingkungan terutama pada ekosistem DAS, (3) Mengendalikan pencemaran untuk menjaga dan meningkatkan mutu air; (4) Optimalisasi pemanfaatan air hujan.



(Pengoptimalisasian DAS) 3.    Kebijakan konsumsi air yang hemat dan efisien untuk mendukung pelestarian air. 4.    Kebijakan sub sistem distribusi air, meliputi (1) merencanakan peruntukan air permukaan dan air tanah (2) meningkatkan infrastruktur yang memadai. 5.      Kebijakan penataan ruang, meliputi (1) Menetapkan rencana tata ruang sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan (2) Konsistensi pemanfaatan ruang; (3) pengawasan penataan ruang, (4) Meningkatkan akses informasi.



16



6.     Kebijakan kelembagaan, meliputi (1) membentuk lembaga pengelola air, (2) mekanisme penyelesaian sengketa air (3) Valuasi ekonomi, (4) insentif ekonomi.



(Lembaga Pengelola Air) b. Pokok-pokok kebijakan sumber daya alam dan lingkungan hidup di bidang energi adalah: 1. Kebijakan pencegahan pencemaran; Baku Mutu Limbah Cair penambangan batu bara, Baku Mutu kualitas udara ambient dan emisi gas buang kendaraan bermotor, dan pelaksanaan AMDAL pada setiap kegiatan penambangan. 2. Kebijakan produksi dan penyediaan energi yang ramah lingkungan. 3. Kebijakan penguatan security of supply, dengan upaya penyediaan bahan bakar campuran BBM seperti gahosol, biodisel, dll. 4.  Kebijakan pemanfaatan energi yang ramah lingkunga, contohnya:



(Panel Surya di halaman Masjid Istiqlal) 5.  Kebijakan pemanfaatan energi tak terbarukan dengan efisien dan hemat. 6.   Kebijakan pemenfaatan energi terbarukan, dengan dorongan investasi dan inovasi teknologi.



17



Dengan kondisi dan status lingkungan hidup di Indonesia, Pemerintah juga telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, dengan sasaran yang ingin dicapai adalah membaiknya sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Tujuannya untuk mencapai keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor perikanan, kehutanan, pertambangan dan mineral terhadap PBD) dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara luas. Adanya keseimbangan tersebut



berarti



menjamin



keberlanjutan



pembangunan.



Untuk



itu,



pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor, baik di pusat maupun di daerah, menjadi suatu keharusan. Yang dimaksud dengan sustainable development adalah upaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. Seluruh kegiatannya harus dilandasi tiga pilar pembangunan secara seimbang, yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan maupun investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan bidang yang terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti di bawah ini: c. Bidang Pengairan 1.  Meningkatnya kualitas air sungai khususnya di seluruh DAS kritis disertai pengendalian dan pemantauan secara kontinyu; 2.  Terjaganya danau dan situ, khususnya di Jabodetabek, dengan kualitas air yang memenuhi syarat; 3.   Berkurangnya pencemaran air dan tanah di kota kota besar disertai pengendalian dan pemantauan terpadu antar sektor; 4.  Terkendalinya kualitas air laut melalui pendekatan terpadu antara kebijakan konservasi wilayah darat dan laut;



18



5.      Membaiknya kualitas udara perkotaan khususnya di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan, didukung oleh perbaikan manajemen dan sistem transportasi kota yang ramah lingkungan; 6.      Berkurangnya penggunaan bahan perusak ozon (ODS/Ozone Depleting Substances) secara bertahap dan sama sekali hapus pada tahun 2010; (7) 7.      Berkembangnya kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim  global; 8.      Pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan sesuai pedoman IBSAP 2003-2020 (Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan); 9.      Meningkatnya upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam manajemen persampahan untuk mengurangi beban TPA; 10.  Regionalisasi pengelolaan TPA secara profesional untuk mengantisipasi keterbatasan lahan di Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya; 11.  Mengupayakan berdirinya satu fasilitas pengelolaan limbah B3 yang baru di sekitar pusat kegiatan induatri; 12.  Tersusunya aturan pendanaan lingkungan yang inovatif sebagai terobosan untuk mengatasi kecilnya pembiayaan sektor lingkungan hidup; 13.  Sosialisasi berbagai perjanjian internasional kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah; 14.  Membaiknya sistem perwakilan Indonesia di berbagai konvensi internasional untuk memperjuangkan kepentingan nasional; dan 15.  Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup. d.    Bidang Kehutanan 1.    Tegaknya hukum, khususnya dalam pemberantasan illegal loging dan penyelundupan kayu; 2.      Pengukuhan kawasan hutan dalam tata ruang seluruh propinsi di Indonesia, setidaknya 30 persen dari luas hutan yang telah ditata batas; 3.      Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil hutan dan kayu; 4.      Meningkatnya hasil hutan non kayu sebesar 30 persen dari produksi (2004); 5.      Bertambahnya hutan tanaman industri (HTI), seluas 3 juta hektar, sebagai basis pengembangan ekonomi hutan;



19



6.      Konservasi hutan dan rehabilitasi lahan di 141 DAS prioritas untuk menjamin pasokan air dari sistem penopang kehidupan lainnya; 7.      Desentralisasi kehutanan melalui pembagian wewenang dan tangghung jawab yang disepakati oleh Pusat dan Daerah; 8.      Berkembangnya kemitraan antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari; dan 9.      Penerapan iptek yang inovatif pada sektor kehutanan. d.      Bidang Kelautan 1.      Berkurangnya pelanggaran dan perusakan sumber daya kelautan; 2.      Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil secara terpadu; 3.      Selesainya batas laut dengan negara tetangga; dan 4.      Serasinya peraturan perundang di bidang kelautan. e.      Bidang Pertambangan dan Sumber Daya Mineral 1.      Optimalisasi peran migas dalam penerimaan negara guna menunjang pertumbuhan ekonomi; 2.      Meningkatnya cadangan, produksi, dan ekspor migas; 3.      Terjaminnya pasokan migas dan [produk-produknya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri; 4.      Terselesaikannya Undang undang Pertambangan sebagai pengganti Undang undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pokok Pertambangan; 5.      Meningkatnya investasi pertambangan dengan perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; 6.      Meningkatnya produksi dan nilai tambah produk pertambangan; (7) 7.      Terjadinya alih teknologi dan kompetensi tenaga kerja; 8.      Meningkatnya kualitas industri hilir yang berbasis sumber daya mineral, 9.      Meningkatnya keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; dan 10.



Berkurangnya kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI). Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, arah kebijakan yang akan ditempuh



meliputi perbaikan manajemen dan sistem pengelolaan sumber daya alam, optimalisasi



manfaat



ekonomi



dan



sumber



daya



alam



termasuk



jasa



lingkungannya, penegakan hukum, rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber



20



daya



alam,



dan



pengendalian



pencemaran



lingkungan



hidup.



Sasaran



pembangunan di atas dibuat agar sumber daya alam dapat tetap mendukung perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan daya dukung dan fungsi lingkungan hidupnya, agar kelak tetap dapat dinikmati oleh generasi mendatang. 



Tujuan Pembangunan lingkungan hidup



1.      Mengarusutamakan



(mainstreaming)



prinsip-prinsip



pembangunan



berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan; 2.      Koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat nasional dan daerah; 3.      Meningkatkan upaya penegakan hukum secara konsisten kepada pencemar lingkungan; 4.      Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup baik di tingkat nasional maupun daerah; dan 5.      Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan berperan aktif sebagai kontrol sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup. Untuk menterjemahkan sasaran pembangunan dan arah kebijakan di atas, maka pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup jangka menengah 20042009 akan mencakup program-program sebagai berikut: 1.      Program Pemantapan dan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan; 2.      Program Pengelolaan Sumber Daya Hutan; 3.      Program Pembinaan Usaha Pertambangan Migas; 4.      Program Pembinaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara; 5.      Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam; 6.      Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam;



21



7.      Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; 8.      Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; 9.      Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. Dari kesembilan program tersebut, dijabarkan menjadi kegiatan-kegiatan yang merupakan rencana aksi, yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan dari pilihan kebijakan pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup. 



Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup



Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah perusakan atau pencemaran lingkungan hidup yang  di darat, perairan tawar dan laut, maupun udara sehingga masyarakat memperoleh kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Adapun kegiatan pokok yang tercakup dalam program ini meliputi: 1.      Pemantauan kualitas udara dan badan air secara kontinyu dan terkoordinasi antar daerah dan antar sektor; 2.      Peningkatan fasilitas laboratorium lingkungan di tingkat propinsi; 3.      Penyelesaian kasus pencemaran lingkungan secara hukum; 4.      Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di sektor transportasi dan energi dalam upaya megurangi polusi udara perkotaan; 5.      Spsialisasi penggunaan teknologi bersih dan ekoefisiensi di berbagai kegiatan manufaktur dan transportasi; 6.      Perbaikan sistem perdagangan dan impor bahan perusak lapisan ozon (ODS) hingga akhir tahu 2007 dan penghapusan ODS pada tahun 2010; 7.      Pengkajian mendalam terhadap dampak perubahan iklim global pada sektor sektor tertentu; 8.      Adaptasi dampak perubahan iklim pada rencana strategis sektor maupun rencana pembangunan daerah; 9.      Peningkatan produksi dan penggunaan pupuk kompos yang berasal dari sampah perkotaan;



22



10.  Peningkatan peran sektor informal khsususnya pemulung dan lapak dalam upaya pemisahan sampah dan 3 R; 11.  Pengkajian pendirian perusahaan TPA regional di beberapa kota besar, khususnya Jabodetabek dan Bandung; 12.  Upaya pendirian satu fasilitas pengelola B3 baru; 13.  Pengembangan sistem insentif dan disinsentif terhadap kegiatan-kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan seperti industri dan pertambangan; 14.  Penetapan dana alokasi khusus (DAK) sebagai kompensasi daerah yang memiliki dan menjaga kawasan lindung; 15.  Pengintegrasian biaya-biaya lingkungan ke dalam biaya produksi termasuk pengembangan pajak progresif dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; 16.  Pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan, termasuk teknologi tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan limbah, dan teknlogi industri yang ramah lingkungan, serta;



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kesmpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah, sebagai berikut : 1.



2.



3.



4. 5.



6.



Perubahan iklim merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti konsumsi energi, industri, transportasi, dan land cover change. Pemangku kepentingan berperan sebagai inisiator dan koordinator pembentukan komunitas, hingga melakukan pembinaan terhadap komunitas yang telah terbentuk. Pemangku kepentingan berasal dari berbagai lapisan, yaitu pemerintah kota, pemerintah lokal, lembaga non pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Pemangku kepentingan mempunyai berbagai kemungkinan dapat melakukan disfungsi peran. Disfungsi peran tersebut dapat menjadi hambatan dalam pengembangan komunitas. Pemangku kepentingan tebagi menjadi 3 kelompok. Pemangku kepentingan utama, penunjang, dan kunci. Pemangku keneptingan utama antara lain, masyarakat pesisir dan komunitas. Pemangku kepentingan penunjang antara lain, LSM, Swasta, lembaga finansial, lembaga donor. Pemangku kepentingan kunci diantara, pemerintah, lembaga pemasyarakatan lokal, dan badan internasional. Pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup telah menyusun kebijakan menggunakan perangkat Kajian Lingkungan Strategis (KLS) terhadap kebijakan, rencana dan program yang telah ada dan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Diantaranya, kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bidang air, dan kebijakan sumber daya alam dan lingkungan hidup di bidang energi.



DAFTAR PUSTAKA Soegianto, Agoes. 2012. Ilmu Lingkungan Sarana Menuju Masyarakat Berkelanjutan. Airlangga University Press. Surabaya. Suparmoko, M. 1989. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Suatu Pendekatan Teoritis. BPFE. Yogyakarta. Tjokroamidjojo, Bintoro. 1981. Pengantar Administrasi Pembangunan. LP3ES. Jakarta. https://www.researchgate.net/publication/ 323039315_Kebijakan_pengelolaan_lingkungan_hidup_berbasis_ekonomi_s umberdaya_di_Propinsi_Maluku_Utara http://agus93winasis.blogspot.com/2013/11/kebijakan-dan-pengelolaanlingkungan.html Kusumatantya, Irine. 2013. Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pembentukan Komunitas Guna Mencapai Ketahanan Sosial Ekonomi Masyarakat. Jurnal Wilayah dan Lingkungan. Jakarta.