Makalah Euthanasia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AIK III : EUTHANASIA



Mata Kuliah



: Al-Islam dan Kemuhammadiyahan III



Dosen Pengampu



: Syamsul Anwar, Mkep, Sp.Kep Kom



Kelompok 5 : 1. 2. 3. 4. 5.



Choirunnisa Dewi Aryani Dwirima Saputri Herawaty Hilda Natasa



6. Nopiya Nur A 7. Novita Fili 8. Nur Asmah A 9. Shifa Dennisa P 10. Yosi Safitri



Kelas 5.C FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2019/2020



1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorang pun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli-ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang-kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar, dan tentunya sangat tidak ingin mati, dan tidak dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini. Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenernya bila dikaitkan dengan usaha medis bisa menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus kedokter dan berobat untuk megatasi penyakitnya, kalau memang umur mutlak ditangan Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang berupaya mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan. Dalam hal-hal yang menurutnya baik, tidak perlu melihat pada hukum yang ada, atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukung pendapatnya, tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocok dengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya. B. Rumusan Masalah C. Tujuan



1



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu “eu” yang artinya indah, bagus, terhormat, dan “thanatos” yang berarti kematian. Dalam bahasa Arab, Euthanasia dikenal dengan istilah “qatl ar-rahma” atau “taysir al-mawt”. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan untuk meringankan kesakitan atau penderitaan yang di alami seseorang yang akan meninggal; juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), euthanasia adalah tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan piaraan) yang mengalami sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa euthanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap dapat meminimalkan rasa sakit, bahkan tanpa rasa sakit sekalipun.



B. Macam-macam Euthanasia 1) Euthanasia Positif Euthanasia positif adalah tindakan memudahkan kematian si penderita sakit karena kasih sayang yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat) atau obat. Contohnya, seorang yang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa hingga penderita sering pingsan. Dalam hal ini dokter yakin bahwa yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat



dengan takaran tinggi



yang sekiranya dapat



menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasan sekaligus.



2



2) Euthanasia Negatif Euthanasia negatif adalah tindakan membiarkan saja pasien yang sudah parah sakitnya tanpa tindakan pengobatan. Contohnya orang yang mengalami keadaan koma yang sangat lama. Dalam keadaan demikian ia hanya mungkin dapat hidup dengan mempergunakan alat bantu pernapasan di ruang ICU atau ICCU. Alat pernapasan ituah yang memompa udara ke dalam parunya dan menjadikannya dapat bernapas secara otomatis. Jika alat pernapasan tersebut dihentikan, si penderita tidak mungkin dapat melanjutkan pernapasannya. Ada yang menganggap bahwa orang sakit seperti ini sebagai ‘orang mati’ yang tidak melakukan aktivitas. Maka memberhentikan alat pernapasan itu sebagai cara yang positif untuk memudahkan proses kematiannya.



Dalam



contoh



tersebut,



‘penghentian



pengobatan’



merupakan salah satu bentuk euthanasia negatif.



C. Hukum Euthanasia 1) Euthanasia Positif, memudahkan proses kematian secara ktif jelas-jelas tidak diperkenankan syariat islam. Maka dalam hal ini, dokter telah melakukan pembunuhan, baik dengan cara pemberian obat overdosis yang pada hakikatnya merupakan racun keras, ataupun menggunakan senjata tajam. Semua itu termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan. 2) Euthanasia Negatif, adapun memudahkan proses kematian dengan cara pasif, maka semua berkisar pada ‘menghentikan pengobatan’ atau tidak memberikan pengobatan. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si penderita, sesuai dengan sunnatullah dan hukum sebab akibat.



3



D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Euthanasia 1) Rasa sakit vang tidak tertahankan  Pro : Melihat salah satu anggota keluarganya menderita penyakit ganas yang tidak kunjung sembuh merupakan kepedihan. Mereka tidak tega melihat pasien tersebut tersiksa dengan rasa sakitnya. Oleh karena itu, mereka menyetujui untuk melakukan euthanasia.  Kontra : Rasa sakit yang tidak tertahankan bukanlah suatu alasan bagi seseorang untuk memutuskan mengakhiri hiduprya. Kita boleh menghindari dari rasa sakit itu, tetapi tidak berarti kita dapat menghalalkan segala cara. Memutuskan untuk mati bukanlah cara yang tepat. Allah yang berhak untuk memutuskan kehidupan dan kematian seseorang. Melalui situasi ini, seseorang pun dapat mengambil suatu pembelajaran. Kondisi tersebut membuat iman kita teruji, hubungan kita dengan Allah akan semakin dekat, kita pun juga akan menjadi bergantung dan menyerah- kan segala kehidupan kita kepadaNya. 2) Manusia memiliki hak untuk mati secara bermartabat  Pro : Manusia telah menjalani proses kehidupan yang begitu panjang dan begitu banyak pengalaman. Manusia melalui orang jalan kehidupannya karena pilihannya sendiri di awal kehidupannya sehingga manusia pula yang akan memilih jalan kehidupannya untuk mengakhiri hidupnya. Merupakan hak manusia untuk memilih tetap hidup atau mengakhiri kehidupannya dengan damai, tanpa rasa sakit.  Kontra : Banyak orang berpendapat bahwa hak untuk mati adalah hak asasi manusia, yaitu "hak untuk menentukan diri sendiri" (the right of self determination). Menurut masyarakat, manusia memiliki hak untuk menentukan pilihannya sendiri untuk tetap hidup atau mati dengan tenang. Penolakan atas hak untuk mati dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang wajib dijunjung dan dihormati. Pandangan ini merupakan pandangan yang salah. Memang manusia diberi hak untuk menentukan diri sendiri, tetapi bukan untuk menentukan kapan kehidupannya berakhir.



4



3) Ketidakmampuan dalam pembiayaan pengobatan  Pro : Biaya pengobatan tidak tergolong murah, apalagi jika pasien menderita Penyakit parah dan harus rawat inap di rumah sakit. Karena dana tidak cukup untuk menutup semua biaya, akhirnya pasien memutuskan untuk melakukan euthanasia.  Kontra : Kita harus dapat membedakan antara ketidakmampuan dengan ketidakmauan untuk membiayai pengobatan. Ketidakmauan untuk membiayai pengobatan secara tidak langsung tergolong sebagai tindakan memburnuh dan merupakan tindakan dosa. Maksudnya, seseorang sadar bahwa ia mampu membiayai pengobatan salah satu anggota keluarganya (walaupun tidak dalam jumlah besar), tetapi ia tidak melakukannya dan membiarkannya. Hal ini menandakan bahwa orang tersebut terlalu materialistik (terlalu cinta uang, gila harta) hingga menghiraukan nyawa seseorang. Ingatlah bahwa nyawa seseorang lebih berharga daripada harta yang kita miliki. Kita tidak dapat membayar nyawa dengan uang atau dengan apa pun juga. Jika seseorang membiayai seluruh pengobatan yang dijalani oleh salah satu anggota keluarganya, tetapi suatu ketika uang yang dimilikinya habis



sehingga



ia



memberhentikan



pengobatan



medis



dan



memutuskan untuk merawatnya sendiri di rumah merupakan tindakan yang tidak tergolong dosa. Orang tersebut sadar bahwa ia mampu dan ia memberikan yang terbaik untuk kesehatan salah satu anggota keluarganya tersebut. la tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi rela berkorban untuk kebahagiaan orang lain. Yang terpenting ialah ia sadar dan berusaha semaksimal mungkin demi kepentingan orang lain, bukan harta. 4) Keadaan seseorang yang tidak berbeda dengan orang mati  Pro : Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. James Dubois dari Universitas Saint Louis dan Tracy Schmidt dari Intermountain Donor Service, sekitar 84% dari seluruh warga Amerika setuju dengan pendapat bahwa seseorang dapat dikatakan mati apabila yang membuatnya tetap bernafas adalah obat-obatan dan mesin medis. Hal



5



ini menjadi alasan beberapa orang untuk melakukan euthanasia. Mereka berpikir bahwa seseorang yang hanya bernafas karena bantuan mesin tersebut sudah tidak menunjukkan adanya suatu interaksi dengan orang lain atau respons dan secara kebetulan bisa bernafas karena kecanggihan dari penerapan teknologi saja sehingga tidak ada salahnya untuk melakukan euthanasia karena pada dasarnya orang tersebut sudah mati sehingga dengan kata lain kita tidak mencabut nyawa seseorang.  Kontra : Sebenarnya walaupun seorang pasien tidak dapat berinteraksi (dalam keadaan koma), orang tersebut tetap dikatakan hidup karena masih dapat bernafas, meskipun hanya karena bantuan dari mesin medis. Selama orang tersebut dapat bernafas dan jantungnya berdetak, orang tersebut dikatakan hidup. Jantung ini adalah organ yang memompa darah ke seluruh tubuh. Ketika jantung ini tidak berfungsi, darah tidak akan mengalir dan kondisi inilah yang disebut dengan kematian. Walaupun orang tersebut tidak lagi memberikan respon, jika orang tersebut masih dapat makan, minum, dan bernafas, maka ia tetap dikatakan hidup karena sumber energi kehidupan manusia berasal dari ketiga aktivitas tersebut.



E. Pandangan Islam Tentang Euthanasia Secara umum ajaran islam diarahkan untuk menciptakan kemaslahatan hidup dan kehidupan manusia, sehingga aturannya diberikan secara lengkap, baik yang berkaitan dengan masalah keperdataan maupun pidana. Khusus yang berkaitan dengan keselamatan dan perihal hidup manusia., dalam hukum pidana islam (jinayat) ditetapkan aturan yang ketat, seperti adanya hukum qishash, hadd, dan diat. Dalam islam prinsipnya segala upaya atau perbuatan yang berakibat matinya seseorang baik disengaja ataupun tidak, tidak dapat dibenarkan, kecuali dengan tiga alasan ; sebagaimana yang disebutkan dalam hadist : “Tidak halal membunuh seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga alasan, yaitu : pezina mukhsan (sudah berkeluarga), maka ia harus dirajam



6



(sampai mati); seseorang yang membunuh seorang muslim lainnya dengan sengaja, maka ia harus dibunuh juga. Dan seorang yang keluar dari islam (murtad), kemudian memerangi Allah dan Rasulnya, maka ia harus dibunuh, disalib dan diasingkan dari tempat kediamannya” (HR Abu Dawud dan AnNasa’i). Selain alasan-alasan di atas, segala perbuatan yang berakibat kematian orang lain dimasukkan dalam kategori perbuatan ‘jarimah/tindak pidana’ (jinayat), yang mendapat sanksi hukum. Dengan demikian euthanasia karena termasuk salah satu dari jarimah dilarang oleh agama dan merupakan tindakan yang diancam dengan hukuman pidana. Dalil syari’ah yang menyatakan pelarangan pembunuhan antara lain :



Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara dzalim, maka sungguh, kami telah memberinya kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan. Yang sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan”. (Q.S Al-Israa : 33)



7



BAB III PEMBAHASAN JURNAL



8



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran



9



DAFTAR PUSTAKA



10