Makalah Evaluasi Nontes - Kel 4 - EnengDedeAfridaFirman - Kelas 2N - Evaluasi Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEKNIK NON TES DALAM EVALUASI PENDIDIKAN



MAKALAH diajukan untuk melengkapi persyaratan tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan Dosen Pengampu: Dr. Imam Suseno, S.E, M.Pd.



Eneng Riska N



20197279053



Dede Sarifiana



20197279062



Afrida Yanti



20197279068



Firman Rahmani A 20197279095



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSTAS INDRAPRASTA PGRI 2021



KATA PENGANTAR



Bismillahirrahmanirrahim. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah Evaluasi Pendidikan ini tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul: “Teknin Non Tes Dalam Evaluasi Pendidikan” ini ditulis untuk memenuhi tugas semester tiga mata kuliah Evaluasi Pendidikan pada Fakultas Pascasarjana, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini, terutama kepada Dr. Imam Suseno, S.E, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Evaluasi Pendidikan pada Fakultas Pascasarjana, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, oleh sebab itu kritikan yang bersifat membangun dari berbagai pihak penulis terima dengan tangan terbuka serta sangat diharapkan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.



Jakarta, 1 Mei 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii



BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................1 B. Rumusan Masalah .............................................................................2 C. Tujuan ...............................................................................................2 D. Kegunaan ...........................................................................................3 E. Sistematika Penulisan ........................................................................3



BAB II



PEMBAHASAN A. Evaluasi Non Tes ...............................................................................4 1. Pengertian Evaluasi Non Tes .......................................................4 2. Bentuk-Bentuk Evaluasi Non Tes ..............................................7 a. Observasi ...............................................................................7 b. Interview ..............................................................................12 c. Angket .................................................................................16 d. Pemeriksaan Dokumen ........................................................21 e. Skala Sikap ..........................................................................22 f. Penilaian Berbasis Portofolio ..............................................35 g. Studi Kasus ..........................................................................45 h. Sosiometri ............................................................................48 i. Riwayat Hidup .....................................................................50 j. Bagan Partisipasi .................................................................51 k. Daftar Cek............................................................................53



BAB III PENUTUP A. Simpulan ..........................................................................................56 B. Saran ................................................................................................56 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................57



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Keberhasilan pendidikan tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar dan pembelajaran yang merupakan kegiatan inti dari proses pencapaian hasil belajar. Kegiatan mengukur, menilai, dan mengevaluasi sangatlah penting dalam dunia pendidikan. Hal ini tidak terlepas karena kegiatan tersebut merupakan suatu siklus yang dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian pendidikan telah terlaksana. Contohnya dalam evaluasi penilaian hasil belajar siswa, kegiatan pengukuran dan penilaian merupakan langkah awal dalam proses evaluasi tersebut. Kegiatan pengukuran yang dilakukan biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk tes dan hal ini yang paling banyak digunakan. Namun, tes bukanlah satu-satunya alat dalam proses pengukuran, penilaian, dan evaluasi pendidikan sebab masih ada teknik lain yakni teknik “Non Tes”. Teknik non tes menurut Sudijono (2009) biasanya dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan secara sistematis, menyebarkan angket, ataupun menilai/mengamati dokumen-dokumen yang ada. Pada evaluasi penilaian hasil belajar, teknik ini biasanya digunakan untuk mengukur pada ranah afektif dan psikomotorik, sedangkan teknik tes digunakan untuk mengukur pada ranah kognitif. Berikut ini akan dijelaskan tentang pengertian, bentuk-bentuk non-tes, dan beberapa contoh dalam pelaksanaan teknik non tes. Teknik non tes jarang dilakukan mengingat waktu yang diperlukan juga banyak dan juga persiapan



1



2



yang lebih daripada evaluasi menggunakan tes. Namun kepentingan yang ada membuat teknik evaluasi non tes ini juga penting. Menurut Sitti Mania (2008: 45-46) menyatakan bahwa penggunaan teknik non tes untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes. Padahal teknik ini sifatnya lebih komprehensif, dalam artian dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek dari individu sehingga penilaian tidak hanya terbatas pada aspek kognitif, tetapi juga mengungkap aspek afektif dan psikomotor. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa itu evaluasi non tes? 2. Apa saja jenis-jenis evaluasi non tes?



C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui evaluasi non tes. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis evaluasi non tes.



3



D. Kegunaan Kegunaan pembuatan makalah ini untuk memberikan pengetahuan tentang teknik evaluasi non tes dan jenis-jenis evaluasi non tes.



E. Sistematika Penulisan Bab pertama terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, kegunaan, dan sistematika penulisan Bab kedua merupakan pembahasan dan bab ketiga berisi tentang simpulan dan saran.



BAB II PEMBAHASAN



A. Evaluasi Non Tes 1. Pengertian Evaluasi Non Tes Evaluasi atau penilaian merupakan salah satu komponen sistem pengajaran. Oleh sebab itu fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui apakah tujuan yang dirumuskan dapat tercapai, evaluasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses belajar mengajar. Sebagai alat penilai hasil pencapaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi itu lebih dari hanya sekedar untuk menentukan angka keberhasilan belajar, tetapi manfaat evaluasi sangat besar. Evaluasi merupakan kegiatan yang paling umum dilakukan dan tindakan yang mengawali kegiatan evaluasi dalam penilaian hasil belajar siswa. Pernyataan ini tidaklah harus diartikan bahwa teknik tes adalah satusatunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih ada teknik lainnya yang dapat dipergunakan, yaitu teknik nontes. Evaluasi non tes adalah cara penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan tanpa menguji peserta didik tetapi dengan melakukan pengamatan secara sistematis. Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilain dengan tidak mengunakan tes. Teknik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap



4



5



sosial dan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok. Dengan tenik non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan pengamatan secara sistematis (observasi),



melakukan



(quistionnaire),



dan



wawancara



memeriksa



(interview),



atau



meneliti



menyebar



angket



dokumen-dokumen



(documentary analysis), dan juga dapat dilakukan dengan teknik skala nilai, penilaian berbasis portofolio, studi kasus, sosiometri, riwayat hidup, bagan partisipasi dan daftar cek. Non tes biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Menurut Widiyoko (2009) instrument ini berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan panca indera. Menurut Ali Muhammad (1996) hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat nontes atau bukan tes. Alat-alat bukan tes yang sering digunakan antara lain wawancara, kuesioner, skala (skala penilaian, skala sikap), observasi atau pengamatan, studi kasus, dan sosiometri. Wawancara dan kuisioner pada umumnya digunakan untuk menilai aspek kognitif seperti pendapat atau pandangan seorang serta harapan dan aspirasinya di samping aspek afektif dan perilaku individu.



6



Skala bisa digunakan untuk menilai aspek afektif seperti skala sikap dan skala minat serta aspek kognitif seperti skala penilaian. Observasi pada umumnya digunakan untuk memperoleh data mengenai perilaku individu atau proses kegiatan tertentu. Studi kasus digunakan untuk memperoleh data yang komprehensif mengenai kasus-kasus tertentu dari individu. Sosiometri pada umumnya digunakan untuk menilai aspek perilaku individu, terutama hubungan sosialnya. Catatan kumulatif digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang mendalam dan menyeluruh mengenai individu yang dilakukan terus-menerus sehingga diperoleh data dan informasi yang komprehensif. Kelebihan nontes dari tes adalah sifatnya lebih komprehensif, artinya dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek dari individu sehingga tidak hanya untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotoris. Penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil dan proses belajar. Para guru di sekolah pada umumnya lebih banyak menggunakan tes daripada bukan tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis dan yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh peserta didik setelah menyelesaikan belajarnya.



7



2. Bentuk-Bentuk Evaluasi Non Tes a. Observasi (pengamatan) Menurut Sudijono (2009) observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomenafenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan cara menggunakan instrumen yang sudah dirancang sebelumnya. Aspek pengamatan pada pelajaran matematika misalnya sikap ketelitian, ketekunan, dan kecepatan kerja dalam penyelesaian soal. Seorang pengamat harus dan perlu memperhatikan teknik pelaksanaan observasi agar dapat menghimpun data secara efektif yaitu : memiliki pengetahuan yang cukup mengenai objek yang diamati, paham tujuan, kategori gejala yang diamati menggunakan skala tertentu, cermat, dan kritis dalam pengamatan dan pencatatan dan pengamatan setiap gejala dilakuan secara terpisah agar tidak saling memengaruhi. Tujuan utama observasi antara lain : 1) Mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan 2) Mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi antara peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama kecakapan sosial (social skill)



8



3) Menilai tingkah laku individu atau proses yang tejadi dalam situasi sebenarnya maupun situasi yang sengaja dibuat. Karakteristik Observasi adalah sebagai berikut: 1) Mempunyai arah dan tujuan yang jelas. 2) Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif, dan rasional. 3) Terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi. 4) Praktis penggunaannya. Jika kita melihat dari dari kerangka kerjanya, observasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) Observasi berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi dengan jelas dan tegas. 2) Observasi tak berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai obeserver tidak



dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang pasti.



Kegiatan obeservasi hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri. Apabila dilihat dari teknis pelaksaannya, observasi dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu: 1) Observasi langsung, observasi yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang diselidiki. 2) Observasi tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui perantara, baik teknik maupun alat tertentu.



9



3) Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti. Menurut Arifin (2009) Kelebihan dan kekurangan observasi antara lain: Kelebihan 1) Observasi untuk



Kekurangan



merupakan



mengamati



alat 1) Seringkali



berbagai



macam fenomena. 2) Observasi



observasi



pelaksanaan terganggu



oleh



keadaan cuaca, bahkan ada



cocok



untuk



kesan



yang



kurang



mengamati perilaku peserta



menyenangkan dari observer



didik



ataupun observasi itu sendiri.



maupun



sedang



guru



melakukan



yang



suatu 2) Biasanya masalah pribadi sulit



kegiatan.



diamati.



3) Banyak hal yang tidak dapat 3) Jika yang diamati memakan diukur dengan tes, tetapi lebih



waktu lama, maka observer



tepat dengan observasi.



sering menjadi jenuh.



4) Tidak terikat dengan laporan pribadi.



Adapaun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi menurut Arifin (2009) adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan tujuan observasi 2) Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi 3) Menyusun pedoman observasi 4) Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan proses belajar peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam pembelajaran



10



5) Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahankelemahan pedoman observasi 6) Merefisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba 7) Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung 8) Mengolah dan menafsirkan hasil observasi Berhasil tidaknya observasi sebagai alat penilaian bergantung pada pengamat, bukan pada pedoman observasi. Oleh karena itu, memilih pengamat yang cakap, mampu, dan menguasai segi-segi yang diamati sangat diperlukan. Observasi



untuk



menilai



proses



belajar



mengajar



dapat



dilaksanakan oleh guru dikelas pada saat peserta didik melakukan kegiatan belajar. Untuk itu guru tidak perlu terlalu formal memperhatikan siswa, tetapi ia mencatat secara teratur gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh setiap peserta didik. Misalnya hubungan sosial peserta didik dalam diskusi. Partisipasi peserta didik dalam memecahkan masalah dan tanggung jawab dalam mengerjakan tugas. Lebih dari itu guru dapat pula mengamati hasil belajar peserta didik, setelah peserta didik selesai mengerjakan tugas-tugas belajarnya seperti ketelitian, kesungguhan, ketepatan jawaban, dan tulisan atau bahasa. Dengan demikian, observasi sangat dimungkinkan penggunaannya oleh guru, baik dalam menilai proses belajar mengajar maupun dalam menilai hasil belajar peserta didik. Observasi juga lebih praktis dibandingkan dengan alat penilaian bukan tes lainnya.



11



Berikut ini contoh format observasi Tujuan: Untuk memperoleh informasi tentang kemampuan guru dalam melaksanakan praktik mengajar yang baik dan benar. Petunjuk: Berilah tanda centang pada kolom yang sesuai dengan hasil observasi. Nama Mata pelajaran Pokok bahasan Kelas/semester Hari/tanggal Kompetensi



: : : : : :



No



Aspek yang diamati/penilaian



1.



Tahap orientasi : a. pembukaan b. mengabsen siswa c. mengemukakan tujuan d. apersepsi Tahap inti : a. mengemukakan pokok-pokok materi b. menjelaskan materi c. memberi contoh dan stimulus d. penggunaan multimetode dan media e. kejelasan bahasa Tahap kulminasi a. merangkum materi b. penilaian



2.



3.



A



Skala Penilaian B C D E



Pengamat/ Penilai



………………………………



12



b. Interview (wawancara) Secara umum wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Menurut Sudijono (2009) wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan Tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah tujuan yang terlah ditentukan. Sedangkan menurut Bahri (2008) Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewancarai dan yang diwancarai. Dari pengertian tersebut kita dapat simpulkan bahwa wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung (menggunakan alat komunikasi). Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam evaluasi, yaitu: 1) Wawancara terpimpin (guided interview) Dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (systematic interview), dimana wawancara ini selalu dilakukan oleh evaluator dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu dalam bentuk panduan wawancara (interview guide). Jadi, dalam hal ini



13



responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan. 2) Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview) Dikenal dengan istilah wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara



tidak



sistematis



(nonsystematic



interview)



atau



wawancara bebas, diamana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh evaluator. Dalam wawancara bebas, pewancara selaku evaluator mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu, mereka dengan bebas mengemukakan jawabannya. Hanya saja pada saat menganilis dan menarik kesimpulan hasil wawancara bebas ini evaluator akan dihadapkan kesulitan-kesulitan, terutama apabila jawaban mereka beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat manusia itu dibatasi ruang dan waktu, maka sebaiknya hasil wawancara itu dicatat seketika. Dalam melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang harus diperhatikan evaluator dalam pelaksanaan wawancara antara lain ; evaluator harus mendengar, mengamati, menyelidiki, menanggapi, dan mencatat apa yang sumber berikan. Sehingga informasi yang disampaikan oleh narasumber tidak hilang dan informasi yang dibutuhkan dapat ditangkap dengan baik. Selain itu evaluator harus meredam egonya dan melakukan pengendalian tersembunyi. Kadang



14



kala banyak evaluator yang tidak dapat meredam egonya sehingga unsur subyektivitas muncul pada saat menganalisis hasil wawancara yang telah dilaksanakan. Terdapat 3 tujuan dalam melaksanakan wawancara yakni: 1) Memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi dan kondisi tertentu. 2) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah 3) Memperoleh data agar memengaruhi situasi atau orang tertentu. Berbeda dengan observasi, wawancara memiliki kelebihan antara lain: 1) Dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan situasi yang dihadapi pada saat itu 2) Mengetahui perilaku nonverbal, misalnya rasa suka, tidak suka atau perilaku lainnya pada saat pertanyaan diajukan dan dijawab oleh sumber 3) Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga sumber dapat memahami maksud penelitian secara baik, sehingga dapat menjawab pertanyaan dengan baik pula 4) Jawaban tidak dibuat oleh orang lain tetapi benar oleh sumber yang telah ditetapkan 5) Melalui wawancara, dapat ditanyakan hal-hal yang rumit dan mendetail.



15



Namun, wawancara juga memiliki kelemahan antara lain : 1) Memerlukan banyak waktu dan tenaga dan juga mungkin biaya 2) Dilakukan secara tatap muka, namun kesalahan bertanya dan kesalahan dalam menafsirkan jawaban, masih bisa terjadi keberhasilan wawancara sangat tergantung dari kepandaian pewawancara. Langkah-langkah menyusun pedoman wawancara yaitu: 1) Merumuskan tujuan wawancara 2) Membuat kisi-kisi atau layout dan pedoman wawancara 3) Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk pertanyaan yang diinginkan. 4) Melaksanakan uji coba untuk melihat kelemahan pertanyaan yang disusun sehingga dapat diperbaiki 5) Melaksanakan wawancara dalam situasi sebenarnya. Contoh: 1) akah mahasiswa mengalami kesulitan memahami petunjtuk baik arahan dari dosen atau petunjuk dari dalam LKS? 2) Pada saat mengalami kesulitan apakah mahasiswa berusaha betanya kepada teman lain atau kepada dosen? 3) Apakah bimbingan guru selalu dibutuhkan mahasiswa agar dapat memahami materi pelajaran? 4) Apakah mahasiswa mempunyai buku paket atau referensi yang berhubungan dengan materi yang sedang dibahas? 5) Apakah mahasiswa selalu mengerjakan tugas-tugas dari dosen? 6) Apakah materi pelajaran dirasakan mahasiswa tidak ada manfaatnya dalam kehidupannya kelak? 7) Apakah mahasiswa di luar jam ataupun di rumah berusaha belajar dengan teman yang lain? 8) Apakah menurut mahasiswa lingkunga di sekolah (di dalam dan di luar kelas) kondusif untuk belajar? 9) Apakah orang tua mahasiswa di rumah menyuruh untuk belajar?



16



c. Angket Menurut Malawi (2016), teknik kuesioner sering dikenal dengan angket, yaitu daftar pertanyaan yang harus diisi responden. Melalui teknik angket ini dapat di ungkap mengenai data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap atau pendapat, dan lain-lain. Adapun tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Hal ini juga disampaikan oleh Yusuf dalam Arniatiu (2010) yang menyatakan kuisioner adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan objek yang dinilai dengan maksud untuk mendapatkan data. Selain itu, data yang dihimpun melalui angket biasanya juga berupa data yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam mengikuti pelajaran. Misalnya: cara belajar, bimbingan guru dan orang tua, sikap belajar dan lain sebagainya. Angket pada umumnya dipergunakan untuk menilai hasil belajar pada ranah afektif. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda atau skala sikap. Adapun beberapa tujuan dari pengembangan angket adalah : 1) Mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari siswa tentang pembelajaran matematika. 2) Membimbing siswa untuk belajar efektif sampai tingkat penguasaan tertentu.



17



3) Mendorong siswa untuk lebih kreatif dalam belajar. 4) Membantu anak yang lemah dalam belajar. 5) Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan siswa dalam pembelajaran matematika. Jenis-jenis kuesioner menurut Yusuf dalam Artiatiu (2010) adalah sebagai berikut: 1) Kuesioner dari segi isi dapat dibedakan atas 4 bagian yaitu: 1. Pertanyaan fakta adalah pertanyaan yang menanyakan tentang fakta antara lain seperti jumlah sekolah, jumlah jam belajar, dll. 2. Pertanyaan perilaku adalah apabila guru menginginkan tingkah laku seseorang siswa dalam kegiatan di sekolah atau dalam proses belajar mengajar. 3. Pertanyaan informasi adalah apabila melalui instrument itu guru ingin mengungkapkan berbagai informasi atau menggunakan fakta. 4. Pertanyaan pendapat dan sikap adalah kuesioner yang berkaitan dengan perasaan, kepercayaan predisposisi, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan objek yang dinilai. 2) Kuesioner dari jenisnya dapat dibedakan atas 3 yaitu: 1. Tertutup, kuesioner yang alternatif jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu. Responden hanya memilih diantara alternatif yang telah disediakan.



18



2. Terbuka, kuesioner ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pendapatnya tentang sesuatu yang ditanyakan sesuai dengan pandangan dan kemampuannya. Alternatif jawaban



tidak



disediakan.



Mereka



menciptakan



sendiri



jawabannya dan menyusun kalimat dalam bahasa sendiri. Menurut A. Supratiknya (2012) kuesioner terbuka lazimnya dipakai untuk menjaring informasi berupa pendapat, pikiran, penalaran, tanggapan perasaan, sikap, kesan atau jenis-jenis ungkapan pribadi lainnya. 3. Tertutup dan terbuka, kuesioner ini merupakan gabungan dari kedua alternatif



bentuk diberi



yang juga



telah



dibicarakan.



kesempatan



kepada



Disediakan siswa untuk



mengemukakan alternatif jawabannya sendiri, apabila alternatif yang disediakan tidak sesuai dengan keadaan yang bersangkutan. 3) Kuesioner dari segi yang menjawab dapat dibedakan atas 2, yaitu: 1. Kuesioner langsung, yaitu kuesioner yang langsung dijawab/diisi oleh individu yang akan diminta keterangannya 2. Kuesioner tidak langsung, yaitu kuesioner yang diisi oleh orang lain, (orang yang tidak diminta keterangannya).



19



Langkah-langkah dalam menyusun angket : Menyusun kisi-kisi angket Contoh: 1) Menyusun pertanyaan dan bentuk jawaban yan diingikan, berstruktur atau tak berstruktur. 2) Membuat pedoman atau petunjuk cara menjawab pertanyaan 3) Dilaksanakan uji coba jika angket sudah tersusun dengan baik 4) Jika ada kelemahan saat uji coba mak dilakukan revisi 5) Mengadakan angket sesuai dengan banyaknya jumlah peserta didik. Sama halnya dengan instrument lain, angket juga memiliki beberapa kelemahan dan keunggulan, antara lain: 1. Kelemahan: 1) Ada kemungkinan angket diisi oleh orang yang bukan menjadi target. 2) Target menjawab berdasarkan altternatif jawaban yang tersedia 2. Keunggulan: 1) Responden dapat meenjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi hubungan dengan peneliti atau penilai. 2) Informasi yang terkumpul lebih mudah karena homogen. 3) Dapat mengumpulkan data dari jumlah responden yang relatif banyak.



20



Contoh angket: ANGKET MINAT SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN Mata Pelajaran :…………………… Kelas/ Semester : ………………………… Hari/tanggal : ……………… Petunjuk 1.



Berilah jawaban yang benar sesuai dengan pilihanmu.



2.



Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan kebenarannya. Jawabanmu jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap pernyataan lain.



3.



Catat responmu pada lembar jawaban yang tersedia, dan ikuti petunjuk-petunjuk lain yang mungkin diberikan berkaitan dengan lembar jawaban. Terima kasih.



Keterangan Pilihan jawaban: 1. = sangat tidak setuju



4. = setuju



2. = tidak setuju



5. = sangat setuju



3. = ragu-ragu



NO



Pertanyaan



1. Guru benar-benar mengetahui bagaimana membuat kami menjadi antuasias terhadap materi pelajaran 2. Hal-hal yang saya pelajari dalam pembelajaran ini akan bermanfaat bagi saya 3. Saya yakin bahwa saya akan berhasil dalam pembelajaran ini 4. Pembelajaran ini kurang menarik bagi saya 5. Guru membuat materi pelajaran ini menjadi penting 6. Saya perlu beruntung agar mendapat nilai yang baik dalam pembelajaran ini 7. Saya harus bekerja sangat keras agar berhasil dalam pembelajaran ini.



Pilihan Jawaban 1 2 34 5



21



d. Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis) Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji / teknik non tes juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan melakukan pemeriksaan dokumen-dokumen, misalnya dokumen yang memuat informasi mengenai daftar pribadi (personality infentory); seperti kapan peserta didik dilahirkan, agama yang dianut dan lain-lain, dan juga mengenai riwayat hidup (auto biografi) seperti: apakah ia pernah tinggal kelas, apakah ia pernah meraih atau mendapatkan penghargaan dan masih banyak lagi yang lainya. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh melalui sebuah dokumen berbentuk formulir atau blanko isian yang harus diisi pada saat peserta didik untuk pertama kali diterima sebagai siswa di sekolah yang bersangkutan. Berbagai informasi, baik mengenai peserta didik orang tua dan lingkunganya pada saat tertentu akan sangat dibutuhkan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didiknya. Melalui analisis dokumen data pribadi dapat memberikan sumber keterangan untuk mengadakan penilaian tentang data pribadi siswa, memberikan bimbingan belajar secara optimal dan mengarahkan pilihan karir jabatan dimasa mendatang.



22



e. Skala Sikap Skala adalah alat untuk mengukur nilai, minat dan perhatian yang disusun dalam bentuk pertanyaan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Secara sederhana, sikap adalah suatu reaksi positif atau negatif terhadap seseorang, objek atau ide. Dalam pengertian yang lebih luas, sikap adalah suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa objek-objek tertentu. Sikap menurut Zainal Arifin (2009) mengacu kepada perbuatan atau perilaku seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap, karena perbuatan seseorang bisa saja bertentangan dengan sikapnya. Objek yang dimaksudkan dalam evaluasi pembelajaran ini adalah sikap siswa di sekolah terutama sikap siswa terhadap guru, terhadap mata pelajaran dan terhadap proses pembelajaran. Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Sikap terhadap materi pelajaran Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap materi pelajaran. Dengan bersikap positif, siswa akan menumbuhkan minat dan gairah positif untuk belajar mata pelajaran tersebut, dan termotivasi untuk mempelajarinya sehingga kalau sudah semangat seperti itu tentu saja pelajaran tersebut akan mudah diserap dan dipahami serta dimengerti



23



oleh siswa. Karena itu, penting sekali untuk menilai sikap anak didik terhadap mata pelajaran yang diajarkan. Selanjutnya, hasil penilaian tersebut harus ditindaklanjuti dengan melakukan berbagai perbaikan kalau memang perlu ada perbaikan terhadap sikap anak didik tersebut agar efektivitas pembelajaran bisa semakin meningkat. 2. Sikap terhadap guru pengajar Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap guru. Siswa yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru akan cenderung mengabaikan segala hal yang diajarkan guru padanya. Akibatnya, anak didik pun tidak akan mampu menyerap segala informasi atau pelajaran yang diajarkan guru padanya. Dengan demikian, proses pembelajaran pada diri anak didik tersebut akan mengalami hambatan dan bahkan kegagalan. Karena itu, perlu juga ada penilaian terhadap nilai siswa terhadap guru. 3. Sikap terhadap proses pembelajaran Siswa harus memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang tengah dijalaninya. Proses pembelajaran di sini mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak sedikit siswa yang merasa kecewa atau tidak puas dengan proses pembelajaran yang berlangsung, namun mereka tidak mempunyai keberanian untuk menyatakan. Akibatnya, mereka terpaksa mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung dengan perasaan yang kurang nyaman, tidak antusias, tidak bergairah, kurang



24



termotivasi, dan merasa bosan. Hal ini tentu dapat mempengaruhi tingkat penyerapan informasi atau materi pelajaran yang tengah diajarkan. 4. Sikap terhadap kasus tertentu yang berkaitan dengan mata pelajaran. Siswa mampu memiliki sikap yang tepat terhadap kasus atau masalah lingkungan tertentu baik yang positif atau yang negatif yang masuk dalam pelajaran geografi atau biologi. Sikap siswa bisa dinilai apakah bersikap positif terhadap isu-isu lingkungan hidup seperti itu atau malah bersikap negatif. 5. Sikap yang berkaitan dengan nilai-nilai lingkungan tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri siswa melalui materi pokok bahasan dalam suatu mata pelajaran. Misalnya, pelajaran yang berkaitan dengan ekonomi yang masuk dalam Ilmu Pengetahuan Sosial. Dalam mata pelajaran ini, ada nilai-nilai luhur tertentu yang ingin diajarkan dan diinternalisasikan dalam diri anak didik. Nilai-nilai tersebut misalnya adalah sikap hemat, tanggung jawab, kepemimpinan, dan semacamnya. Karena itulah perlu ada penilaian terhadap hal ini agar dapat diketahui sampai sejauh mana internalisasi nilai-nilai luhur tersebut tertanam dalam diri anak didik. 6. Sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum. Kompetensi tersebut relevan juga untuk diimplementasikan dalam proses pembelajaran berdasarkan pada kurikulum yang masih berlaku.



25



Dalam mengevaluasi sikap anak didik terhadap objek-objek seperti yang telah diterangkan di atas, hal ini dapat dilakukan dengan melihat respons anak didik terhadap objek yang bersangkutan. Respons anak didik dalam menghadapi suatu objek terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: pertama, respons kognitif. Hal ini berkaitan dengan apa yang diketahui orang tersebut tentang objek sikap (aspek pengetahuan atau kognisi). Kedua, respons afektif. Hal ini terkait erat dengan perasaan atau emosi seseorang yang berkaitan dengan objek sikap (aspek perasaan atau emosional). Ketiga, respons behavioral. Hal ini berkaitan dengan tindakan yang muncul dari seseorang ketika menghadapi objek sikap (aspek perilaku). Ada beberapa model yang bisa digunakan untuk menilai sikap anak didik terhadap suatu objek, yaitu antara lain: pertama, menggunakan bilangan untuk menunjukkan tingkat-tingkat dari objek sikap yang dinilai, seperti 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya. Kedua, menggunakan frekuensi terjadinya atau timbulnya sikap tersebut, seperti: selalu, seringkali,



kadang-kadang,



pernah,



dan



tidak



pernah.



Ketiga,



menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif, seperti: bagus sekali, baik, sedang, dan kurang. Ada juga istilah lain seperti sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Keempat, menggunakan istilah-istilah yang menunjukkan status/kedudukan, seperti sangat rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan sangat tinggi. Kelima, menggunakan kode bilangan atau huruf, seperti selalu



26



(diberi kode5), kadang-kadang (4), jarang (3), jarang sekali (2), dan tidak pernah (1). Dari berbagai objek sikap yang perlu mendapatkan penilaian tersebut, guru bisa melakukan pengukuran untuk bisa melakukan penilaian terhadap sikap anak didik. Ada beberapa teknik pengukuran yang bisa digunakan untuk menilai sikap anak didik, yakni sebagai berikut: 1. Teknik Observasi Perilaku Perilaku seseorang pada umumnya menunjukkan kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Misalnya, anak didik yang biasa belajar dengan melihat dan mendengarkan, maka itu berarti anak didik lebih bertipe audio-visual dalam belajar. Karena itulah guru harus melakukan observasi atau pengamatan terhadap perilaku anak didiknya. Sebab, pengamatan terhadap perilaku anak didik sangat penting untuk mengetahui berbagai kecenderungan yang dilakukan anak didik dalam kaitannya dengan pembelajaran. Pengamatan perilaku anak didik ini bisa dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang berbagai kejadian berkaitan dengan siswa selama di sekolah. Contoh format buku catatan tersebut adalah sebagai berikut: Pada bagian depan atau sampul buku contohnya adalah:



27



Sedangkan contoh bagian dalam dari buku catatan tersebut adalah sebagai berikut:



Catatan dalam buku tersebut sangat bermanfaat untuk memantau perilaku dan sikap anak didik, dan dari sini kemudian guru pun bisa melakukan penilaian akan sikap dan perilaku anak didik dalam mata pelajaran tertentu atau terhadap perkembangan pembelajaran di sekolah secara keseluruhan. 2. Komunikasi Langsung Guru bisa melakukan komunikasi secara langsung dengan anak didik mengenai sikap anak didik terhadap sesuatu hal yang ada kaitannya dengan proses pembelajaran. Berdasarkan jawaban dan reaksi anak didik terhadap satu hal yang dilontarkan guru, maka guru bisa mendapatkan gambaran tentang sikap anak didik tersebut terhadap hal-hal yang dilontarkan guru. Dalam komunikasi langsung ini, guru sekaligus bisa melakukan langkah-langkah pembinaan dan pengajaran terhadap sikap yang dilontarkan siswa sehingga unsur afektif menjadi sangat ditonjolkan di sini. Karenanya, anak didik akan merasakan



28



kenyamanan dan ketenangan jika ada komunikasi secara langsung seperti ini. 3. Laporan Pribadi Teknik ini digunakan dengan cara meminta siswa memberikan ulasan terhadap isu atau persoalan tertentu yang mana ulasan tersebut berisikan pandangan, sikap, dan gagasan apa yang bisa dilontarkannya terhadap isu atau persoalan tersebut. Dari sini, guru bisa menganalisis dan menilai sikap siswa terhadap isu atau masalah tersebut sehingga guru pun mendapatkan gambaran tentang kecenderungan sikap siswa itu sendiri. Namun dengan teknik ini ada kekurangan yang harus diatasi oleh guru. Kekurangannya adalah dibutuhkan waktu yang agak lama bagi guru untuk melakukan analisis terhadap sikap seluruh siswa, sehingga pola penilaian sikap secara klasik menjadi sulit untuk dilakukan. 4. Penggunaan Skala Sikap Ada beberapa model skala yang dikembangkan oleh pakar untuk mengukur sikap, seperti skala Likert, Thurstone, Guttman, dan diferensiasi semantik. a. Model Skala Diferensiasi Semantik Model skala ini disusun oleh Osgood dan kawan-kawan dan digunakan untuk mengukur konsep-konsep dalam tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam kategori: setuju – tidak setuju, menyenangkan - membosankan, sulit – mudah, baik – tidak



29



baik, kuat – lemah, berguna – tidak berguna, dan seterusnya. Dalam model skala diferensiasi semantik, langkah-langkah untuk mengembangkan skala tersebut adalah dengan menggunakan Teknik sebagai berikut: a) Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya. Misalnya, tema “Teknologi Informasi di Sekolah”. b) Memilih dan membuat daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan dengan objek penilaian sikap. Misalnya: Menarik, bermanfaat, penting, menyenangkan, bermanfat, sangat perlu, dan semacamnya. c) Memilih kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala. d) Menentukan rentang skala pasangan bipolar dan penskorannya. Berdasarkan objek dan konsep-konsep yang relevan di atas, pengembangan skala sikapnya dapat ditunjukkan sebagai berikut: SKALA SIKAP TERHADAP PEMBELAJARAN DARING DI SEKOLAH Petunjuk: Skala sikap ini berhubungan dengan pembelajaran daring di sekolah. Tujuan penggunaan skala sikap ini adalah untuk mengetahui pendapat Anda tentang pembelajaran daring di sekolah. Selesaikan tugas ini dengan memberi tanda cek (√) pada posisi skala yang sesuai dengan pandangan Anda sendiri, seperti dalam contoh berikut. Contoh cara mengerjakannya:



30



Dalam contoh di atas, tanda cek diberikan pada interval skala paling kiri. Artinya, orang yang memberi jawaban pada skala tersebut berpendapat sangat setuju dengan ide atau permasalahan yang diajukan. Selanjutnya, kerjakan skala sikap tentang pembelajaran daring di sekolah berikut seperti penyelesaian di atas. Jawablah dengan sejujurnya sesuai dengan pendapat atau perasaan Anda yang sebenarnya. Jawaban Anda yang jujur akan sangat bermanfaat bagi upaya peningkatan sumber daya sekolah dan juga tingkat kemajuan sekolah sesuai dengan harapan yang diinginkan. Pemberian skor untuk skala di atas dapat dilakukan dalam rentang 1 sampai 5. Arah paling kiri adalah yang paling besar, yakni diberi skor 5, karena menunjukkan sikap paling positif terhadap objek sikap. Arah paling kanan adalah yang paling kecil, karena menunjukkan sikap paling negatif terhadap objek sikap. Skor maksimal dalam skala tersebut adalah 4 x 5 = 20. Sedangkan skor yang paling rendah adalah 4 x 1 = 4. Jika siswa memperoleh skor semakin mendekati angka 4 (skor terendah), maka dapat ditafsirkan



31



bahwa sikap siswa terhadap objek sikap semakin negatif. Sebaliknya, apabila siswa memperoleh skor semakin mendekati angka 20 (tertinggi), maka bisa ditafsirkan bahwa sikap siswa terhadap objek sikap semakin positif. Jika siswa memilih sikap netral terhadap objek sikap ini, maka siswa akan memberi tanda cek pada interval tengah pada skala. Pada interval skala ini, skor yang diberikan adalah 3. Dengan demikian, apabila siswa memilih sikap netral untuk semua pernyataan sikap (dalam hal ini 4 pernyataan), maka siswa akan memperoleh skor 12. Jadi, skor yang diperoleh siswa dengan skala tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Skor 12 = Sikap siswa adalah netral Skor >12 = Sikap siswa adalah positif Skor