Makalah Feminisme [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang



Feminisme muncul karena tidak adanya kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan. Keberadaan kaum perempuan didominasi oleh keberadaan kaum lakilaki yang kebanyakan menindas kaum perempuan. Kaum perempuan tidak boleh mengeluarkan pendapatnya, peran perempuan adalah mengasuh anak, tidak boleh bekerja di luar. Kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki, bahkan perempuan dianggap sebagai “second sex”, warga kelas dua. Hal ini menunjukkan adanya diskriminasi gender yang membandingkan antara peran lakilaki dan perempuan, sehingga menimbulkan suatu gerakan, yaitu gerakan feminisme. Feminisme adalah suatu gerakan perempuan yang menuntut emansipasi, atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak dimiliki oleh kaum perempuan pada umumnya, yaitu persamaan derajat mereka dengan laki-laki dan otonomi untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya dalam banyak hal. Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan dengan Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet” ( Bagus dan Herlianto, 2012) Feminisme menfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Gerakan feminisme berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, konflik ras, dan, terutama, karena adanya konflik gender. Feminisme mencoba untuk mendekonstruksi sistem yang menimbulkan kelompok yang mendominasi dan didominasi, serta sistem hegemoni di mana kelompok subordinat terpaksa harus menerima nilai-nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolakketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki,



menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki (Ratna, 2004 : 186). 1.2



Rumusan Masalah



Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah: 1. Apa yang dimaksud dengan feminisme ? 2. Bagaimana sejarah feminisme di dunia ? 3. Bagaimana keragaman pemikiran feminisme ? 4. Siapa saja tokoh-tokoh feminisme ?



1.3



Tujuan



Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah : 1. Untuk memahami pengertian feminisme. 2. Untuk mengetahui perkembangan feminisme dari masa ke masa. 3. Untuk mengetahui keragaman pemikiran feminisme 4. Untuk mengetahui siapa saja tokoh - tokoh yang memiliki pemikiran feminisme



BAB 2 PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Feminisme Feminisme berasal dari bahasa Latin yaitu “ femina “ atau perempuan dan gerakan ini mulai bergulir pada tahun 1890an seiring dengan keresahan yang dirasakan oleh perempuan dan laki laki yang menyadari adanya relasi yang timpang antara laki laki dan perempuan di masyarakat. Gerakan ini mengacu ke teori kesetaraan laki-laki dan perempuan dan pergerakan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh hak hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikan feminisme sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki. Dalam perkembangannya secara luas kata feminis mengacu kepada siapa saja yang sadar dan berupaya untuk mengakhiri subordinasi yang dialami perempuan. Feminisme seringkali dikaitkan dengan emansipasi yang didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pembebasan atau dalam hal isu isu perempuan, hak yang sama antara laki laki dan perempuan. R.A Kartini yang berjuang untuk kebebasan perempuan dari norma norma tradisionil yang menindas melalui pendidikan adalah figur yang sangat terkenal dalam perjuangan emansipasi perempuan. Menurut Fakih (1996) gerakan feminisme lahir karena adanya anggapan bahwa dalam suatu masyarakat terdapat kesalahan dalam memperlakukan perempuan sebagai perwujudan dari ketidak adilan gender, yang meliputi : (1) Marginalisasi perempuan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, pekerjaan dan masyarakat (2) Subordinasi yang merugikan perempuan (3) Kekerasan-kekerasan terhadap perempuan, baik secara fisik maupun mental yang disebabkan adanya anggapan bahwa perempuan itu lemah (4) Domestikasi perempuan dalam pekerjaan rumah tangga sebagai akibat adanya anggapan bahwa perempuan bersifat rajin, pemelihara dan lain sebagainya. Karena adanya ketidak adilan gender itulah, para feminis



menganalisis sebab-sebab terjadinya penindasan terhadap perempuan, berusaha



mendapatkan



kebebasan



bagi



perempuan,



dan



berusaha



memperoleh kesetaraan sosial dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan. Pengertian feminisme selalu berubah-ubah sesuai dengan realitas sosio-kultural yang melatarbelakanginya, tingkat kesadaran, persepsi, serta tindakan yang dilakukan oleh feminis itu sendiri, hal itu karena teori feminisme sendiri sangat ditentukan oleh kultur, ras, dan budaya dimana konsep feminisme itu diterapkan. Banyak sekali definisi feminisme yang dikemukakan oleh feminis itu sendiri, salah satu diantara definisi feminis yang tajam adalah pandangan Wardah Hafidz (1999), ia mengartikan feminisme sebagai sebuah teori sosial sekaligus sebagai gerakan pembebasan perempuan yang mengupayakan transformasi bagi satu pranata sosial yang secara gender lebih egaliter. Tujuan gerakan feminisme didasarkan pada sejarah feminisme, kenyataan dan kesadaran bahwa sistem patriarki yang berlaku pada mayoritas masyarakat manusia di dunia sesungguhnya secara gender tidak egaliter dan menindas perempuan sehingga perlu dilakukan adanya transformasi ke arah yang lebih adil. Wardah Hafidz (1999) mengkategorikan feminisme sebagai satu budaya tandingan (counterculture) karena feminisme secara tajam menggugat dan menentang nilai-nilai baku dalam masyarakatnya, dan sesungguhnya budaya tandingan tersebut merupakan seruan peringatan bahwa pranata sosial yang berlaku sedang goyah, sistem pendukung kultural, mitos, simbol, sudah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya dan kepercayaan atas semua itu telah mati. 2.2 Sejarah Feminisme Feminisme ada sejak abad pertengahan yang ditandai dengan adanya debat publik oleh laki-laki, dan pada abad ke 15 M mulailah perempuan menyuarakan hak-hak dan kewajiban seksualnya yang melalui tulisan oleh seorang perempuan bernama Cristine de Pisan (1364-1430), kemudian berlanjut pada abad ke 17 M yang ditandai dengan gerakan protes sekuler oleh kaum feminis pertama di Inggris melalui tulisan-tulisannya yakni Aphra Ben (1640-1689) dan Mary Astell (1666-



1731) yang kedua-duanya dianggap sebagai teoritisi feminisme sistematis pertama di barat. Awal abad 17 istilah feminisme mulai digunakan, maknanya dipahami dalam konteks waktu itu, berakar pada analisis politik tahun 1970-an. Dalam buku Encyclopedia of Feminism , yang ditulis Lisa Tutle, 1986, feminisme atau bahasa Inggris : feminism, berasal dari bahasa latin yaitu femina : woman dan secara harfiah atinya „having qualities of femals‟. Telah disepakati bahwa feminisme sebagai istilah untuk pertama kali digunakan pada abad ke-17 di Inggris. Abad ke 18 M gerakan perempuan terus berlanjut dengan persoalan sekitar rasionalitas dan otoritas tradisional, eksisnya gerakan perempuan tersebut dipengaruhi oleh semangat revolusi Amerika utara dan revolusi Prancis (1789) yang menekankan kebebasan dan rasionalitas manusia, disamping itu juga dipengaruhi oleh doktrin Jhon Lock tentang Human Right (Hak Asasi Manusia). Dalam prespektif historis, gerakan feminisme muncul sebagai bagian dari radical culture yang termasuk dalam gerakan civil right dan sexual liberation, dan kemudian berkembang menjadi kelompok ”pejuang” yang memperjuangkan nasib perempuan untuk memenuhi kebutuhan praktis seperti childcare, pendidikan, kesehatan, aborsi dan lain-lain. Lambat laun perjuangan tersebut disahkan oleh PBB,



sehingga



konsekuensinya,



negara



anggota



PBB



ikut



serta



memperjuangkannya, akibatnya, perjuangan feminisme dengan kuat menyebar keseluruh penjuru dunia sekaligus berkembang menjadi gerakan global dan mampu mengguncang dunia ketiga . Pada abad ke 19 M , ide tentang feminisme tidak hanya disuarakan oleh kaum perempuan tetapi juga disuarakan oleh laki-laki seperti Jhon Stuart Mill (1869) dalam bukunya The Subjection of Women, Mill mengkritik pekerjaan perempuan disektor domestik sebagai pekerjaan irrasional, emosional dan tirani. Tokoh lainnya yang memiliki pandangan radikal pada abad ini adalah Sarah Grimke (1792-1873), Grimke mengatakan bahwa pernikahan menyebabkan perempuan terpenjara dalam sebuah tirani dibawah kekuasaan seorang suami. Menurut Kumari Jayawardena (1986), bahwa perbincangan mengenai hak perempuan dan pendidikan telah berlangsung di Cina pada abad 18 dan bahwa pada abad 19 dan



awal 20 telah ada perjuangan kaum feminis di India, Iran, Turki, Mesir, Jepang, Korea, Philipina, Vietnam, Srilanka, dan Indonesia.



2.3 Keragaman Pemikiran Feminisme Feminisme adalah gerakan modern yang mulai berkembang pesat sekitar tahun 1960 di Amerika. Gerakan ini membuat masyarakat sadar akan kedudukan perempuan yang inferior. Ada beberapa aliran feminisme yang penting untuk diketahui para penggiat dan pemerhati gender untuk mengoptimalkan kajian dan pemikiran mereka diantara adalah: 1. Feminisme Liberal Gerakan ini muncul awal abad 18 bersamaan dengan lahirnya zaman pencerahan, tuntutannya adalah kebebasan dan kesamaan terhadap akses pendidikan, pembaharuan hukum yang bersifat diskriminatif. Yang menjadi dasar pemikirannya adalah pandangan rasionalis serta pemisahan ruang privat dan publik, sehingga feminis liberal memperjuangkan atas kesempatan yang sama bagi setiap individu termasuk perempuan . Arah



Kontemporer



dalam



Feminisme



Liberal



berkeinginan



untuk



membebaskan perempuan dari peran gender yang opresif yaitu dari peranperan yang digunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk memberikan alasan yang lebih rendah atau tidak memberikan tempat sama sekali bagi perempuan baik dalam akademi, forum, maupun pasar. Mereka menekankan bahwa masyarakat patriarkal mencampuradukan seks dan gender dan menganggap



hanya



pekerjaan-pekerjaan



yang



dihubungkan



dengan



kepribadian feminim yang layak untuk perempuan.



2. Feminisme Marxis Tradisional Gerakan ini mendasarkan pada teori Marxis, dimana para penganutnya memperjuangkan perlawanan terhadap sistem sosial ekonomi yang eksploitatif terhadap perempuan dan penindasan terhadap perempuan adalah bagian dari



penindasan kelas dalam sistem produksi. Seiring dengan revolusi proletar yang berhasil meruntuhkan sistem kelas maka penindasan terhadap perempuan diprediksi juga akan hilang. Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini. Status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus. Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja. 3. Feminisme Radikal Gerakan ini mengacu pada konsep biological essentialism (perbedaan esensi biologis), suatu pendekatan bahwa apa saja yang berhubungan dengan makhluk laki laki adalah negatif dan menindas. Penganut aliran ini juga menolak adanya institusi keluarga baik secara teoritis maupun praktis. Aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".



4. Feminisme Sosialis Gerakan ini merupakan sintesis dari gerakan feminis Radikal dan Marxis, gerakan ini beranggapan bahwa perempuan terekploitasi oleh 2 hal yaitu sistem patriarkhi dan kapitalis. Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender. 5. Ekofeminis Gerakan ini lebih menfokuskan pandangannya pada analisis kualitas feminin dan mengkritik dengan tajam pada aliran feminisme modern lain (liberal, radikal, marxist dan sosialis) dengan mengatakan bahwa ketidakadilan gender bukan semata mata disebabkan oleh konstruksi sosial budaya akan tetapi juga oleh faktor intrinsik. Munculnya ekofeminisme seiring dengan perkembangan baru dalam filsafat etika yang berkaitan dengan rusaknya lingkungan hidup di seluruh dunia. Ekofeminisme mengajak para perempuan untuk bangkit melestarikan kualitas feminitas agar dominasi sistem maskulin dapat diimbangi, sehingga kerusakan alam, dekadensi moral yang semakin mengkhawatirkan dapat dikurangi. Ekofeminisme berkembang dari gerakan feminisme dan aliran filsafat yang menggugat cara pandang maskulin dan patriarkis yang dominan di era modern. Secara keseluruhan, feminisme adalah sebuah kritik terhadap paradigma paternalistik. Kritik tersebut, terimplementasi dalam sebuah gerakan lingkungan guna mengembalikan keseimbangan alam. Gerakan inilah yang kemudian dikenal dengan nama ecofeminism.



Penyebab munculnya ancaman kehancuran kehidupan di muka bumi ialah sistem “kapitalis patriarkal” dunia. Dalam perspektif kapitalis patriarkal ini, perbedaan diartikan sebagai hierarki dan keseragaman sebagai syarat kesetaraan. Tentu dalam struktur macam ini terdapat ketidakadilan, karena memungkinkan laki-laki mendominasi perempuan, dan makin banyak penjarahan terhadap sumber daya alam. Menurut Vandana Shiva (2005) ada hubungan dominasi eksploratif antara lakilaki dengan alam dan hubungan eksploitatif laki-laki atas perempuan yang muncul dalam masyarakat patriarkal awal, meskipun dalam dunia industri modern saling terkait. Dalam perspektif feminis, dampak negatif politik global dialami oleh perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa perempuan, terutama mereka yang hidup di perkotaan dan dari kalangan menengah sulit menerima dan memahami keterkaitan antara kebebasan mereka dengan alam, dan kebebasan mereka dengan pembebasan perempuan lain di seluruh dunia. Sistem kapitalis-patriarkal dibangun berdasarkan kosmologi dan antropologi yang membedakan satu sama lain secara struktural, dan secara hierarki selalu membedakan antara dua sisi yang saling bertentangan. Dengan demikian, alam disubordinasikan oleh laki-laki; perempuan oleh laki-laki; konsumsi di dalam produksi, dan lokal dalam tingkat global, dan seterusnya. Oleh karenanya, perspektif ecofeminism sangat membutuhkan kosmologi dan antropologi baru yang memandang bahwa mempertahankan hidup di alam dengan jalan saling kerjasama, saling memberi perhatian, dan saling mencintai. Vandana dan Maria (2005) menyatakan tujuan kegiatan ekonomi bukanlah untuk menimbun uang, tetapi melahirkan dan menghasilkan kembali kehidupan. Dalam artian, untuk memenuhi kebutuhan mendasar umat manusia dengan memproduksi “nilai guna”. Kegiatan ekonomi ini didasarkan atas relasi baru terhadap alam. Alam harus dihormati dalam hal kekayaan dan keanekaragamannya, untuk memenuhi kebutuhan tanpa eksploitasi.



Selain itu relasi antar masyarakat yaitu relasi non-eksploitatif terkhusus pada relasi antara laki-laki dan perempuan, bukan hanya dalam makna perubahan dalam berbagai konsep pembagian kerja, tetapi juga menggantikan relasi uang dan relasi komoditas dengan prinsip hubungan timbal-balik, saling menguntungkan, solidaritas, saling memercayai, kebersamaan dan perhatian, menghormati individu dan bertanggung jawab. 6. Gerakan Perempuan Dunia Ketiga Gerakan perempuan yang berasal dari dunia ketiga (bangsa yang pernah dijajah). Kondisi perempuan pasca penjajahan yang multi kompleks menjadikan gerakan ini mempunyai prioritas atas apa yang dilakukan misalnya imperialisme, penindasan bangsa, kelas, ras dan etnis. Strateginya adalah afiliasi untuk membangun kekuatan perlawanan bersama untuk satu persatu melawan penindas. Beberapa aspek yang mempengaruhi munculnya gerakan feminisme : 1. Aspek



politik



merupakan



aspek



yang



ketika



rakyat



amerika



memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1776, deklarasi kemerdekaan amerika menyantumkan bahwa “all men are created aquel” (semua lakilaki diciptakan sama), tanpa menyebut-nyebut perempuan 2. Aspek agama menganggap bahwa gereja mendudukan wanita inferior, karena baik agama protestan maupun agama katolik menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada kedudukan laki-laki. 3. Aspek konsep sosialisme dan marxis. Aspek ini beranjak dari pikiran Fedderick Engels yang mengemukakan bahwa „Dalam keluarga, dia (suami) adalah borjuis dan istri mewakili kaum prolentar



2.4



Tokoh-Tokoh Feminisme



Tokoh-tokoh Feminisme diantaranya adalah sebagai berikut : 1.



Betty Friedan



Betty Ftiedan, mengetengahkan dalam bukunya The Feminine Mytique versi pragmatic dari bentuk kepastian perempuan. Menurutnya, perempuan merupakan



kaum yang pasif atas bentuk kebudayaan yang tetap sebagaimana anggapan feminitas oleh kaum patriakhat. 2.



Germaine Greer



Gagasan Germaine Geer ada kesamaan dengan Friedan yang tertuang dalam The Fermale Eunuch. Keduanya menolak untuk membedakan gambaran, tetapi menyatukannya dalam pendekatan yang tidak berkelas. Greer memperkirakan bahwa ada bentrokan dalam paham feminis, ramalan emansipasi perempuan akan selalu menjadi teoritis, mudah dibaca dan pragmatis. 3.



Simone de Beauvoir



Simone de Beauvior dalam The Second Sex, menetapkan dengan sangat jelas masalah dasar feminis modern. Bila seorang wanita mencoba membatasi dirinya sendiri, ia mulai dengan berkata “saya seorang perempuan” . Tidak ada laki-laki yang berbuat begitu. Kenyataan ini mengungkapkan ketaksimetrisan dasar antara istilah “maskulin” dan “feminis”.



4.



Kate Millet dan Michele Barret‟ Feminisme Politis



Suatu tingkatan penting dalam feminism modern dicapai oleh Kate Millet dalam buku Sexual Politics (1970). Ia mempergunakan istilah “patriakhi” (pemerintah ayah) untuk menguraikan sebab penindasan wanita. Patriarkhi meletakkan perempuan di bawah laki-laki atau memperlakukan perempuan sebagai laki-laki yang inferior.



BAB 3 PENUTUP



3.1



Kesimpulan



Gerakan feminisme muncul untuk memperjuangkan kesetaraan peran antara lakilaki dan perempuan dalam berbagai bidang. Kenyataan yang terjadi sebelumnya, bahwa kaum perempuan tidak diberikan keleluasaan untuk mengekspresikan dirinya seperti halnya kaum lelaki. Kedudukan kaum perempuan lebih rendah daripada kaum laki-laki. Gerakan ini mendapat berbagai dukungan dan tentangan dari masyarakat dunia. Tetapi pada dasarnya, gerakan ini menyadarkan kaum perempuan bahwa, selama ini mereka berada di bawah penindasan. Gerakan ini didukung oleh berbagai aliran, di antaranya; aliran feminisme liberalis, feminisme radikal, feminisme marxisme, feminisme sosialis, ekofeminisme. 3.2



Saran



Manusia dilahirkan memiliki kedudukan yang sama, terlepas dari apa jenis kelaminnya. Feminisme tidak dipandang sebagai jalan untuk menentang kaum laki-laki dan kodrat yang ada, tetapi feminisme merupakan pergerakan, cara perempuan untuk meraih haknya agar dapat setara dengan laki-laki. Ketertindasan yang dirasakan oleh kaum perempuan, baik lahir maupun batinnya menjadi alasan mereka untuk memperjuangkan apa yang seharusnya mereka peroleh. Tetapi, lebih bijaknya apabila kebebasan yang ada digunakan dengan sebaik-baiknya. Karena



pada



kenyataannya



kebebasan



seringkali



disalah



artikan



dan



disalahgunakan oleh kita. Oleh karena itu, saling menghormati dan menghargai antara lawan jenis akan menjadi jalan terbaik untuk menghindari berbagai masalah.



DAFTAR PUSTAKA Bagus Pramono dan Herlianto (2012). Feminisme. http://id.wikipedia.org, 24 Februari 2012. Fakih, Mansour (1996). Membincang Feminisme: Diskursus Gender Prespektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti. Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah dan McGill-ICIHEP (2003), Pengantar Kajian Gender. Jakarta. Ratna, Nyoman Kutha (2004). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Shiva, V dan Mies, M. 2005. Ecofeminism Perspektif Gerakan Perempuan dan Lingkungan. Yogyakarta : IRE Press. Wardah Hafidz (1999). Gerakan Perempuan Dulu, Sekarang dan Sumbangannya kepada Transformasi Bangsa. Bandung: Mizan.