Makalah Fertilisasi Dan Fisiologi Kebuntingan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FISIOLOGI REPRODUKSI “FERTILISASI DAN FISIOLOGI KEBUNTINGAN”



OLEH: MUHAMMAD ARIEF WICAKSONO 175130100111028 2017 B



FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018



DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1 1.3 Tujuan .............................................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 2 2.1 Pengertian Fertilisasi ........................................................................................ 2 2.2 Proses Fertilisasi .............................................................................................. 2 2.3 Pengertian Kebuntingan ................................................................................... 5 2.4 Lama Kebuntingan ........................................................................................... 6 2.5 Periode Kebuntingan ........................................................................................ 7 2.6 Membrana Fetus dan Plasenta .......................................................................... 9 2.7 Perubahan – Perubahan Organ Reproduksi Pada Masa Kebuntingan ........... 11 2.8 Metode Pemeriksaan Kebuntingan ................................................................ 13 BAB II PENUTUP ................................................................................................... 14 3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 15



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Fertilisasi adalah proses peleburan dua gamet, gamet betina atau sel telur (oosit) dengan gamet jantan atau sel sperma dan merupakan awal dari pembentukan embrio. Fertilisasi merupakan titik puncak dari serangkaian proses sebelumnya. Untuk terjadi fertilisasi sperma memiliki enzim yang berfungsi untuk menembus lapisan pada oosit. Oosit juga harus matur, oosit matur merupakan produk dari pembelahan meiosis pertama yaitu oosit sekunder dan first polar body (PB I), yang terletak di antara membran vitelina (membran plasma) dan zona pelusida di ruang perivitelin (Adifa, 2010). Kebuntingan merupakan proses dari sesudah fertilisasi sampai dengan partus atau kelahiran. Embrio mengalami perkembangan kemudian masuk dan menempel pada dinding uterus.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari fertilisasi? 2. Bagaimana proses fertilisasi? 3. Apa pengertian dari kebuntingan? 4. Apa faktor yang mempengaruhi lama terjadinya kebuntingan? 5. Bagaimana proses kebuntingan? 6. Apa fungsi dari membrane fetus dan plasenta? 7. Apa perubahan-perubahan organ reproduksi pada masa kebuntingan? 8. Bagaimana metode pemeriksaan kebuntingan?



1.3 Tujuan 1. Mengetahui pengertian fertilisasi 2. Mengetahui proses fertilisasi 3. Mengetahui pengertian kebuntingan 4. Mengetahui faktor yang memperngaruhi lama terjadinya kebuntingan 5. Mengetahui proses kebuntingan 6. Mengetahui tentang membrana fetus dan plasenta 7. Mengetahui perubahan – perubahan organ reproduksi pada masa kebuntingan 8. Mengetahui metode pemeriksaan kebuntingan



1



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Fertilisasi Fertilisasi adalah proses penyatuan ovum (sel telur) dengan spermatozoa, dimana proses ini merupakan tahap awal pembentukan embrio. Fertilisasi merupakan suatu proses yang sangat penting dan merupakan titik puncak dari serangkaian proses yang terjadi sebelumnya. Fertilisasi juga mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau fusi dari dua sel gamet yang berbeda, yaitu sel gamet jantan dan betina, yang akan membentuk zygote yang mengandung satu sel. Secara embriologi, fertilisasi merupakan pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke ovum, dan melibatkan penggabungan sitoplasma dan bahan nucleus (Susari, 2016). Proses



fertilisasi



diawali



dengan



proses



pembuatan



spermatozoa



(spermatogenesis) dan pembuatan sel telur (oogenesis). Spermatogenesis adalah proses terbentuknya spermatozoa dari spermatogonium, spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus testis (Susetyarini, 2013). Sedangkan oogenesis berlangsung di dalam ovarium. Fertilisasi mempunyai peran dalam penggabungan bahan genetik yang berasal dari spermatozoa dan ovum. Selain itu fertilisasi juga berperan untuk merangsang perkembangan dari hasil fertilisasi. Setelah proses fertilisasi berlangsung,



dilanjutkan



dengan



proses



embryogenesis



yang



meliputi



pembelahan zigot, blastulasi, gastrulasi, dan neurolasi, dan proses akhir adalah organogenesis yaitu proses pembentukan organ-organ tubuh (Susari, 2016).



2.2 Proses Fertilisasi Dalam proses fertilisasi didahului maturasi atau pematangan sel telur. Oosit matur merupakan produk dari pembelahan meiosis pertama yaitu oosit sekunder dan first polar body (PB I), yang terletak di antara membran vitelina (membran plasma) dan zona pelusida di ruang perivitelin. Jumlah kromosom oosit berubah dari status diploid (2n) ke haploid (n). Pembelahan meiosis pertama sempurna sesaat sebelum ovulasi pada sapi, babi serta domba betina, dan segera setelah ovulasi pada kuda betina. Maturasi oosit dipengaruhi oleh maturasi nukleus dan kualitas fisiologis dari nukleus, sitoplasma, dan zona pelusida yang transparan. Beberapa komponen penting pada maturasi nukleus dan sitoplasma yaitu terputusnya membran nukleus yang disebut germinal vesicle break down (GVBD), ekstrusi polar body pertama (PB I), dan ekspansi sel-sel kumulus



2



(Adifa, 2010). Sel telur yang matang dari luar ke dalam dilapisi oleh kumulus ooforus, korona radiata dan zona pelusida. Kumulus ooforus dan korona radiata terdiri dari sel-sel yang mengandung matriks glikoprotein. Sedangkan lapisan zona pelusida berupa mukupolisakarida dan mukoprotein berupa lapisan non seluler. Telurnya sendiri dilapisi oleh membran vitelina dan terdapat ruangan antara membran vitelina dengan zona pelusida yang disebut perivitelina. Ketika spermatozoa yang sedang mengalami pematangan meninggalkan testis, mereka masih bersifat non-motil dan belum mampu melakukan fertilisasi sel telur secara in vivo. Spermatozoa baru akan mengalami pematangan yang sempurna ketika mereka mengalami perjalanan di dalam epididimis. Perubahanperubahan yang terjadi dalam proses pematangan spermatozoa disebabkan oleh adanya perubahan konsentrasi ion luminal dan protein-protein yang disekresikan ke dalam lumen oleh epithelium epididimis (Akmal, 2015). Spermatzoa mengalami kapasitasi yakni proses pendewasaan spermatozoa oleh cairan endometrium. Kapasitasi penting, karena : 



Mengembangkan motilitas yg hiperaktif







Mengantarkan penetrasi sperma ke cumulus oophorus







Mempersiapkan sperma menjalani reaksi akrosome



Reaksi akrosome : 



Terjadi perubahan membran kepala sperma  struktur lipid Albumin  coating faktor



Aspek-aspek dalam proses kapasitasi : 



Morfologis







Fisiologis







Biokimia :











Perubahan lipid







Perubahan protein



Regulasi ion-ion  ca2+ >>



Transpor sperma mencapai tuba falopii : 



Jantan : o Ejakulasi o Motilitas ekor sperma







Betina : o Gaya kapiler servik o Daya hisap uterus



3



o Tekanan negatif abdomen o Gerakan cilia mukosa o Kontraksi otot polos saluran kelamin Kapasitasi dan reaksi akrosom merupakan persiapan yang esensial. Proses fertilisasi, spermatozoa akan memasuki vagina,dimana akan terjadi seleksi dengan adanya perbedaan pH antara spermatozoa (pH=7)dan vagina (pH=4). Setelah melewati vagina, spermatozoa yang telah terseleksi akan memasuki serviks. Dalam serviks, hanya spermatozoa yang normal yang dapat lewat, hal ini dikarenakan spermatozoa yang normal dapat bergerak melewati cincin-cincin anulir pada serviks. Sampai akhirnya menuju uterus, dimana mengalami Kapasitasi. Kemudian penetrasi spermatozoa pada zona pelusida, dengan terkelupas dan hilangnya membran akrosom bagian luar yang bervesikula dan membran plasma pada permukaan zona. Penerobosan melalui zona sebagian disebabkan oleh aksi setempat dari akrosin yang berkaitan dengan membran, tetapi peningkatan motilitas akibat kapasitasi tetap berperan penting dalam fase penetrasi. Langkah ini diikuti perlekatan spermatozoa pada membran plasma (vitelina) sel telur, berhentinya aktivitas flagela, penggabungan kepala spermatozoa ke dalam ooplasma melalui peleburan membrana plasma, dekondensasi kromatin, dan pembentukan pronukleus jantan (Adifa, 2010).



4



Aktivitas utama yang terjadi pada proses fertilisasi : 1. Pengenalan sperma dan sel telur 



Terjadi perlekatan kepala sperma dan sel telur  reseptor z. P.







Mencegah perlekatan  antibodi anti zona / trypsin







Sperma : antibodi anti sperma



2. Penetrasi sperma ke dalam sel telur 



Reaksi akrosome : 



Zonalysin / akrosin







Motilitas sperma



2.3 Pengertian Kebuntingan Kebuntingan didefinisikan sebagai suatu periode fisiologis pasca perkawinan ternak betina yang menghasilkan konsepsi yang diikuti prose perkembangan embrio kemudian fetus hingga terjadinya proses partus. Kebuntingan juga



5



merupakan suatu proses dimana bakal anak sedang berkembang di dalam uterus seekor hewan betina. Kebuntingan sapi berlangsung sejak konsepsi (fertilisasi) sampai terjadinya kelahiran anak (partus) secara normal (Pangestu, 2014).



2.4 Lama Kebuntingan Pertumbuhan prenatal ditentukan oleh lingkungan uterus dan plasenta tempat embrio dan fetus dipelihara atau dibesarkan sebelum dilahirkan. Pertumbuhan pada fase embrio sangat dipengaruhi oleh kesiapan endometrium uterus untuk menyediakan makanan dan senyawa kimia lain yang selanjutnya akan memandu perkembangan embrio. Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar uterus berada di bawah pengaturan hormon-hormon reproduksi yang dihasilkan oleh ovarium selama siklus birahi dan oleh korpus luteum serta uterus itu sendiri selama fase luteal siklus birahi. Konsentrasi progesteron dan estradiol selama kebuntingan berkorelasi positif dengan peningkatan berat uterus, bobot fetus dalam kandungan, dan bobot lahir anak (Andriani, 2007). Lingkungan biologi dan kimia uterus dan plasenta yang optimal untuk pertumbuhan embrio dan fetus diatur oleh suatu sistem endokrin yang kompleks, dimulai oleh kerja estradiol dan progesteron. Estradiol dan progesteron yang dihasilkan pada awal kebuntingan merupakan sinyal pembuka kunci bagi proses diferensiasi embrio dalam kandungan, yang mempunyai efek terhadap program pertumbuhan dan perkembangan prenatal dalam kandungan, yang akhirnya permanen sebagai sifat yang diwarisi pada anak sampai periode berikutnya (dewasa) (Andriani, 2007). Lama kebuntingan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor induk mempengaruhi lama kebuntingan pada berbagai spesies, semakin tua umur induk semakin lama periode kebuntingan. Faktor fetus juga dapat mempengaruhi lama kebuntingan. Semakin banyak jumlah anak yang dikandung (litter size) pada hewan multipara lama kebuntingan semakin pendek, jika jumlah anak semakin sedikit lama kebuntingan semakin panjang. Pada hewan unipara kebuntingan kembar atau multiple mempunyai lama kebuntingan lebih pendek. Hal ini disebabkan karena jumlah anak yang banyak perkembangan uterusnya menjadi lebih cepat, hormone juga dibutuhkan lebih banyak. Jenis kelamin juga mempengaruhi, fetus jantan menyebabkan kebuntingan lebih lama. Ukuran fetus yang lebih besar memiliki waktu yang lebih lama, karena ukuran mempengaruhi lama kebuntingan dengan mempercepat waktu inisiasi kelahiran. Faktor genetis mempengaruhi lama kebuntingan, perkawinan silang akan berbeda lama kebuntingan (Saputra, 2012).



6



2.5 Periode Kebuntingan Berdasarkan ukuran individu dan perkembangan jaringan serta organ, periode kebuntingan dibedakan atas tiga bagian yaitu: 1. Periode ovum / blastula Periode yang dimulai dari fertilisasi sampai terjadinya implantasi. Segera setelah terjadi fertilisasi, ovum yang dibuahi akan mengalami pembelahan di ampullary - isthnic junction menjadi morula. Pada sapi, masuknya morula kedalam uterus terjadi pada hari ke 3-4 setelah fertilisasi, 5-8 pada anjing dan kucing dan 3 pada babi. Pada spesies politokus, tidak menutup kemungkinan adanya migrasi embrio diantara kornu. Pada unipara (sapi), jarang terjadi. Setelah hari ke 8, blastosit mengalami pembesaran secara pesat, misalnya embrio domba pada hari ke 12 panjangnya 1 cm, 3 cm pada hari ke 13 dan 10 cm pada hari ke 14. Pada babi, 33 cm pada hari ke 13. Lama periode ini pada sapi sampai 12 hari, kuda 12 hari, domba dan kambing 10 hari, babi 6 hari, anjing dan kucing 5 hari. Pada peniode ini, embnio yang defektifakan mati dan diserap oleh uterus.



2. Periode embrio / Organogenesis. Dimulai dari implantasi sampai saat dimulainya pembentukan organ tubuh bagian dalam. Pada sapi berkisar pada hari ke 12 - 45, domba 11 - 34, anjing dan kucing 6 - 24, dan kuda 12 - 50 atau 60 setelah fertilisasi. Selama periode ini terjadi pembentukan : a) lamina germinativa b) selaput ektraembrionik c) organ-organ tubuh



7



A. Lamina germinativa



B. Selaput ekstra embrionik  Terjadi pembentukan amnion dan allantochorion dan berfungsi sampai akhir kebuntingan  Pembentukan kantong kuning telur (yolk sac), yang terlihat pada awal differensiasi



C. Pembentukan organ-organ  Terbentuknya organ-organ dalam seperti jantung, liver, pankreas, paruparu dan sistim digesti  Ductus mullen berkembang menjadi organ betina  Ductus woifli berkembang menjadi sistim ductus jantan



3. Periode Fetus/ pertumbuhan fetus Dimulai dari terbentuknya alat-alat tubuh bagian dalam, terbentuknya ekstremitas, sampai lahir. Peniode ini dimulai kira-kira hari ke 34 kebuntingan pada domba dan anjing, 45 pada sapi dan 55 pada kuda. Selama periode ini terjadi perubahan dan defferensiasi organ, jaringan dan sistem tubuh. Sedangkan panjang badan fetus sesuai dengan tahapan kebuntingan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Pada fetus jantan, testis akan mengalami descensus testiculorum melewati canalis inguinalis ke dalam scrotum. Descensus testiculorum ini akan selesai menjelang pertengahan kebuntingan pada sapi, sedang pada kuda menjelang akhir kebuntingan.



8



2.6 Membrana Fetus dan Plasenta Fungsi membran fetus adalah 1. Melindungi fetus 2. Sarana transport nutrisi dan induk ke fetus 3. Sarana penampung sisa hasil metabolisme 4. Tempat sintesa enzim dan hormon Membran atau selaput fetus terdiri dan: a) Kantong kuning telur pnmitifasalnya dan entoderm 



Suatu struktur primitifyang berkembang pada awal embrio dan menghilang beberapa saat, sehingga peranannya hanya pada awal kebuntingan.







Berperan sebagai plasenta yang terbatas dalam menyediakan makanan dan bahanbahan sisa untuk embrio muda (awal).



b) Amnion 



Kantong amnion terbentuk pada han ke 13 - 16 setelah konsepsi pada kambing, sapi dan mungkin pada kuda.







Kantong amnion ini berisi cairan amnion sehingga berfungsi sebagai pelindung mekanik fetus dan mencegab adhesi







Cairan amnion bersifat jemth, tidak berwarna dan mukoid dan mengandung pepsin, protein, fruktosa, lemak dan garam.







Volume cairan amnion • Sapi : 2000-8000 ml Kuda: 3000-7000 ml • Kambing : 350-700 ml Domba: 400-1200 ml • Babi : 40-200 ml Anjing dan kucing: 8-30 ml







Sumber cairan amnion : epitel amnion dan urine fetus (awalnya), air ludah dan sekresi nasopharynk. 9







Cairan ini membantu kelahiran karena licin seperti lendir



c) Allantois 



Terbentuk pada minggu kedua dan ketiga masa kebuntingan







Lapisan luar alantois kaya pembuluh darah yang berhubungan dengan aorta fetus melalui a. umbilicalis dan dengan vena cava posterior oleh vena umbilicallis







Kantong allantois berisi cairan allantois yang jernih seperti air, kekuningan dan mengandung albumin, fruktosa dan urea







Kantong allantoi : menyimpan zat buangan dan ginjal fetus







Volume cairan allantois akhir masa kebuntingan pada:  sapi : 4000-15000 ml kuda: 8000-18000 ml  kambing dan domba: 500-1500 ml babi: 100-200 ml  kucing:3-15m1 anjing: 10-50 ml







Cairan allantois berasal dan epitel allantois.



d) Konioallantois 



Terbentuk karena fusi lapisan luar allantois dengan tropoblas (korion),







Sangat kaya pembuluh darah yang menghubungkan fetus dengan endometrium, sehingga berperan dalam pengangkutan/ pertukaran metabolit, zat-zat makanan, gas dan bahan sisa.



10



Plasenta Pada permulaan periode embrio, kantong kuning telur dan korion-amniotik berfungsi sebagai plasenta pnimitif, dimana zat-zat makanan diabsorbsi dan sekresi uterus. Peranan / fungsj plasenta: 1. Mensintesis zat-zat yang diperlukan fetus 2. Menghasilkan enzimdan hormon (P4 dan E) 3. Menyimpan dan mengkatabolisir zat-zat lain 2.7 Perubahan – Perubahan Organ Reproduksi Pada Masa Kebuntingan Pada vulva dan Vagina Vulva semakin edernatous dan lebih vaskuler. Mukosa vagina pucat dan likat kering selama kebuntingan dan menjadi edematous dan lembek pada akhir kebuntingan. Pada servik Os ekterna servik tertutup rapat-rapat. Kripta endoservikal bertambah jumlahnya dan menghasilkan mukus yang sangat kental dan menyumbat saluran servik (sehingga disebut sumbat, servik) selama kebuntingan dan mencair segera sebelum partus. Pada uterus Uterus membesar secara progresif sesuai usia kebuntingan. Ada 3 fase adaptasi uterus selama kebuntingan yaitu; 1.



Proliferasi endometrium akibat pengaruh progesteron



2.



Pertumbuhan uterus



3.



Peregangan uterus



Pada ovaria Adanya korpus luteum kebuntingan (verum) sehingga sikius estrus terhenti. Pada ligamentum pelvis dan symphisis pubis Terjadi releksasi sejak awal kebuntingan dan meningkat secara progresif menjelang partus Bentuk Dan Lokasi Uterus Bunting Pada hewan piara uterus tertarik ke depan dan ke bawah masuk ruang abdomen. Pada ruminansia uterus bunting lokasinya disebelah kanan abdomen. Pada akhir kebuntingan (sapi dan kuda) panjang fetus membentang dan diafragma sampai pelvis. Pada sapi dan kuda bentuk uterusnya tubuler memanjang, sedangkan pada babi uterusnya sangat panjang terletak pada lantai abdomen.



11



Posisi Fetus Dalam Uterus Pada pertengahan kebuntingan posisi fetus terletak pada sembarangan arah. Pada kebuntingan yang lanjut, posisi fetus adalah longitudinal terhadap sumbu panjang induk dalam presentai anterior dengan kepala dan kedua kaki depannya mengarah ke servik. Kuda, babi, anjing dan kucing punggung mengarah ke dinding abdomen yang kemudian merotasi menjelang partus yaitu punggungnya mengarah punggung induk.



2.8 Metode Pemeriksaan Kebuntingan Sejumlah pendekatan telah dikembangkan dan dievaluasi dalam pemeriksaan kebuntingan hingga metode diagnosis kebuntingan dapat



12



diklasifikasikan menjadi dua (langsung dan tidak langsung) atau tiga kategori (visual, klinis, dan tes laboratorium). 1. Palpasi Rektal Pada sebagian besar spesies ternak, organ reproduksi biasanya terletak di dasar panggul tepat di bawah rektum selama awal kebuntingan dan di dalam rongga perut selama akhir kebuntingan. Palpasi rektal dilakukan dengan cara memasukkan tangan ke dalam rektum hingga tercapai perabaan terhadap uterus dan ovarium sehingga dapat diketahui kondisi organ, kelainan, serta siklus reproduksi yang terjadi pada seekor ternak. Tingkat akurasi dalam memprediksi kebuntingan tergantung spesies, periode kebuntingan serta pengalaman palpator, namun metode palpasi rektal relatif memiliki tingkat akurasi mencapai 100% dalam mendiagnosa kebuntingan pada 35-45 hari postbreeding (Pangestu, 2014). Palpasi rektal merupakan metode yang tertua dan paling luas digunakan sebagai diagnosis awal kebuntingan ternak perah. Pada spesies hewan domestikasi berukuran besar seperti sapi, kerbau, kuda dan unta, palpasi rektal sekalipun dengan beberapa keterbatasan, merupakan metode diagnosis kebuntingan yang paling mudah, murah dan tercepat dengan sedikit atau bahkan nihil peluang membahayakan hewan dan fetus bila dilakukan dengan hatihati (Pangestu, 2014).



2.



Transrektal Ultrasonografi Ultrasonografi



(USG)



didefinisikan



sebagai



suatu



proses



pencitraan terhadap struktur di dalam tubuh dengan mengukur dan merekam pantulan (gema) gelombang suara frekuensi tinggi. Selama satu dekade terakhir, ultrasonografi sangat popular digunakan oleh kalangan dokter hewan serta peternak modern dan telah menjadi pilihan metode untuk pencitraan diagnostik dari berbagai organ tubuh hewan, termasuk organ reproduksi. Pada diagnosis hewan, dikenal metode transrektal ultrasonografi (pemeriksaan di dalam rektum) untuk ternak besar dan transabdominal ultrasonografi (pemeriksaan di permukaan perut) untuk ternak kecil (Pangestu, 2014).



13



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Fertilisasi adalah proses penyatuan ovum (sel telur) dengan spermatozoa, dimana proses ini merupakan tahap awal pembentukan embrio. Proses fertilisasi diawali dengan proses pembuatan spermatozoa (spermatogenesis) dan pembuatan sel telur (oogenesis). Spermatogenesis adalah proses terbentuknya spermatozoa dari spermatogonium, spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus testis (Susetyarini, 2013). Sedangkan oogenesis berlangsung di dalam ovarium. Kebuntingan didefinisikan sebagai suatu periode fisiologis pasca perkawinan ternak betina yang menghasilkan konsepsi yang diikuti prose perkembangan embrio kemudian fetus hingga terjadinya proses partus. Lama kebuntingan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor induk mempengaruhi lama kebuntingan pada berbagai spesies, semakin tua umur induk semakin lama periode kebuntingan. Faktor fetus juga dapat mempengaruhi lama kebuntingan. Periode kebuntingan dibagi menjadi 3 yaitu periode ovum, periode embrio, dan periode fetus. Pada saat kebuntingan juga terjadi perubahan-perubahan pada organ reproduksi contohnya perubahan vulva, vagina dan serviks. Pemeriksaan kebuntingan bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu palpasi rektal dan transrektal ultrasonografi.



14



DAFTAR PUSTAKA



Adifa, N.S. 2010. Pengaruh Penambahan Chorionic Gonadotrophin Pada Medium Maturasi Terhadap Kemampuan Maturasi, Fertilisasi, dan Perkembangan Embrio Secara In Vitro Kambing Peranakan Ettawa. Yogyakarta: Buletin Peternakan Vol.34(1): 8-15. Akmal, M. 2015. Epididimis dan Perannya Pada Pematangan Spermatozoa. Jesbio Vol. Iv No. 2. Andriani. 2017. Pertumbuhan Prenatal dalam Kandungan Kambing Melalui Superovulasi. Bogor: HAYATI Journal of Biosciences. Pangestu, D.P. 2014. Status Kebuntingan dan Gangguan Reproduksi Ternak Sapi Bali Betina Di Mini Ranch Maiwa Kabupaten Enrekang. Makasar. Saputra, T.H. 2012. Fisiologi Kebuntingan. Lampung. Susari, N.W. 2016. Fertilisasi Pada Hewan. Bali. Susetyarini, E. 2013. Jumlah Sel Spermiogenesis Tikus Putih Yang Diberi Tanin Daun Beluntas (Pluchea Indica) Sebagai Sumber Belajar. Malang.



15