Makalah Filsafat Sebagai Induk Ilmu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Sebagai induk dari segela ilmu, filsafat telah berjasa dalam kelahiran sebuah disiplin ilmu, kajian, gagasan, serta aliran pemikiran semapi edeologi. Ilmu berasal dari keingintahunya manusia terhadapat sesuatu. Filsafat adalah salah satu ilmu pengetahuan yang mengajarkan manusia tentang mencari kebenaran dalam menjalani hidup, banyak hal yang dapat diketahui dengan mempelajari filsafat. Bagi manusia, berfilsafat itu berarti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Dengan kata lain filsafat merupakan hal mendasar yang pada dasarnya dimiliki oleh umat manusia. Setiap manusia, baik yang tergolong terpelajar bahkan yang tergolong awam sekalipun, memiliki kemampuan untuk berpikir mengenai hal-hal disekitarnya. Secara sederhana filsafat adalah cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan. Cinta kebijaksanaan berarti cinta pada pengetahuan. Orang yang cinta pengetahuan disebut dengan “philosophos” atau filosof. Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya (Mohammad Adib . 2010). Dalam pengertian lain yang lebih luas, Louis O. Kattsoff menyebutkan, filsafat merupakan suatu analisis secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu masalah dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan (Suhar Am. 2009) Pokok permasalahan yang dikaji filsafat di antaranya tentang logika, etika, estetika, metafisika dan politik. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang lebih spesifik di antaranya filsafat ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji



1



hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah) (Bachtiar 2010). Pemahaman dasar tentang filsafat dan filsafat ilmu ini akan coba penulis paparkan dalam makalah ini. Filsafat dapat merangsang lahirnya keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan ilmu-ilmu. Hasil kerja filosofis dapat menjadi pembuka bagi lahirnya suatu ilmu, oleh karena itu filsafat disebut juga sebagai induk ilmu (mother of science). Untuk kepentingan perkembangan ilmu, lahir disiplin filsafat yang mengkaji ilmu pengetahuan yang dikenal sebagai filsafat ilmu pengetahuan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi fokus bahasan dalam makalah ini adalah : 1. Apa pengertian filsafat dan cabang-cabang filsafat? 2. Apa pengertian ilmu dan dasar-dasar ilmu? 3. Bagaimanakah sejarah perkembangan filsafat dan ilmu ? 4. Bagaimanakah pandangan filsafat sebagai induk ilmu ? 5.



Perkembangan ilmu



1.3. Tujuan Penulisan Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah filsafat ilmu, makalah ini juga dibuat untuk menjawab pertanyaan bagaimana filsafat dipandang sebagai induk ilmu. 1.4. Sistematika Penulisan Makalah ini disusun atas empat bab; 1. Bab I Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, sistemetika penulisan. 2. Bab II Filsafat dan Ilmu, bab ini berisi mengenai materi yang menunjang dalam menjawab permasalah pada latar belakang yang dirumuskan dalam rumusan masalah. 3. Bab III Pembahasan, bab ini berisi mengenai pembahasan masalah dengan ditunjang materi serta pandangan penulis.



2



4. Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi, bab ini berisi mengenai kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan dari kajian materi ini.



3



BAB II TINJUAN TEORI FILSAFAT SEBAGAI INDUK ILMU



2.1. Pengertian Filsafat Secara efistimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang berarti kesukaan atau kencintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan. Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai



suatu



kecintaan



terhadap



kebijaksanaan



(kecenderungan



untuk



menyenangi kebijaksanaan). Hamersma (1981 : 10) mengatakan bahwa filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan. Jadi, dari definisi ini nampak bahwa kajian filsafat itu sendiri adalah realitas hidup manusia yang dijelaskan secara ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju “hakekat kebenaran”. Titus et.al (dalam Muntasyir & Munir, 2002 : 3) memberikan klasifikasi pengertian tentang filsafat, sebagai berikut : 1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal). 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal). 3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif). 4) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentris. 5) Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.



4



Adapun beberapa defenisi filsafat menurut ilmu filsafat dan filsuf barat dan timur adalah: 1) Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid



Socrates



dan



guru



Aristoteles,



mengatakan:



Filsafat



adalah



pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli). 2) Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua



pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda). 3) Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya. 4) Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange



menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan. a) Apakah yang dapat kita kerjakan? (jawabannya metafisika) b) Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika) c) Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama) d) Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi) 5) Cicero (106 – 43 SM ) Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni



“( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan ) 6) Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu



Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. 7) Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada



5



8) Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu. Dari pengertian-pengertian diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa: Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa. 2.2. Tujuan dan Fungsi Filsafat Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom). Dr Oemar A. Hoesin T mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan:



6



Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak



manusia-manusia



yang



menjadikan



penggolongan-penggolongan



berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan. Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia. Filsafat dapat digambarkan sebagai disiplin akademik yang berhubungan dengan beberapa bidang kehidupan seperti alam, agama, ketuhanan, etika, priologi, ilmu dan pemhamahan tentang kebenaran dari dunia. Maka oleh sebab itu terdapat cabang- cabang filsafat yang menjadi topic-topik yang dikaji di dalam filsafat diantaranya: 1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut sebab pertama, gejala pengetahuan dan kesadaran manusia.



7



2. Kritik ilmu, adalah cabang filsafat yang menyibukkan diri dengan teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan yang diberikan yang tidak termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan merupakan tugas filsafat. 3. Ontologi, sering disebut metafisika umum atau filsafat pertama adalah filsafat tentang seluruh kenyataan atau segala sesuatu sejauh itu ”ada”. 4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos (ilmu) tentang theos (Tuhan) menurut ajaran dan kepercayaan. 5. Kosmologi, membicarakan tentang kosmos atau alam semesta hal ihwal dan evolusinya. Filsuf yang berperan antara lain Pitagoras, plato dan ptolemeus. 6. Antropologi, berkaitan dengan filsafat manusia mempelajari manusia sebagai manusia,



menguraikan apa atau siapa manusia menurut



adanya yang terdalam, sejauh bisa diketahui mulai dengan akal budinya yang murni. 7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yang mempelajari tindakan manusia. Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lain karena tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia seharusnya bertindak dalam kaitannya dengan tujuan hidupnya. 8. Estetika, sering juga disebut filsafat keindahan (seni), adalah cabang filsafat



yang berbicara tentang pengalaman, bentuknya hakikat



keindahan yang bersifat jasmani dan rohani. 9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang mengajarkan jawaban para pemikir besar, tema yang dianggap paling penting dalam periode tertentu, dan aliran besar yang menguasai pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian dunia tertentu.



2.3. Pengertian Ilmu Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam 8



manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu Dalam bahasa Inggris disebut Science, dari bahasa Latin yang berasal dari kata Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam bahasa Yunania dalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menuru tmetode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang itu (KamusBahasaIndonesia, 1998) Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Definisi ilmu bergantung pada cara kerja indra masing-masing individu dalam menyerap pengetahuan dan juga cara berpikir setiap individu dalam memproses pengetahuan yang diperolehnya. Selain itu, definisi ilmu bisa berlandaskan aktifitas yang dilakukan ilmu itu sendiri. Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘alima, ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Pengertian ilmu



yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia



adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara mengatakan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.



9



Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian sebagai berikut: “Ilmu adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing sesuatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan. Suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu.” Prof. DR. Mohammad Hatta mengemukakakan bahwa “Tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunnya dari dalam”. Athur Thomson dalam Shihab (2008) mendefinisikan ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang sangat sederhana. Menurut S. Hornby ilmu adalah sebagai: Science is organized knowledge obtained by observation and testing of fact (ilmu adalah susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta). Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, menerjemahkan ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Poincaredalam Shihab (2008) menjelaskan bahwa ilmu berisi kaidahkaidah dalam arti definisi yang tersembunyi (science consist entirely of convertions in the sence of disguised definitions). Le Ray (2008) menjelaskan bahwa “Science consist only of consecrations and it is solely to this circumstance that is owes its apparent certainlyand cannot teach us the truth, it’s can serve us only as a rule of action (ilmu tidak mengajarkan tentang kebenaran, ia hanya menyajikan sejumlah kaidah dalam berbuat). Dari beberapa definisi ilmu di atas, maka kandungan ilmu berisi tentang; hipotesa, teori, dalil dan hukum.Penjelasan tersebut juga menyiratkan bahwa hakekat ilmu bersifat koherensi sistematik. Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan pengetahuan. Ilmu tidak memerlukan kepastian kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan tersendiri,



10



ilmu menandakan adanya satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau alam objek yang sama saling berkaitan secara logis. Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu akan memuat sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis.Ilmu memerlukan pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminology ilmiah. Sejalan dengan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hidup manusia, dan semakin berkembangnya kehidupan modern maka semakin terasalah kebutuhan untuk menjawab segala tantangan yang dihadapi manusia. Dalam keadaan yang demikian, lahirlah apa yang disebut ilmu-ilmu pengetahuan khusus. Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan khusus itu bermula disekitar Abad Pertengahan, pada saat lahirnya Zaman Renaissance (misalnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika). Bentuk ilmu yang lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu manusia dalam mempermudah pelaksanaan kehidupannya atau untuk mensejahterakan manusia. Disegi lain, dapat pula bertujuan menyusahkan atau menghancurkan manusia, apabila ilmu dan teknologi itu dipergunakan untuk tujuan perang dengan menciptakan senjata mutakhir Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar ontologi ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide-ide, nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri. Ontologi merupakan salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling kuno. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan yaitu asumsi pertama adalah suatu objek bisa dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau komparasi dan kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian relatif artinya ilmu tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu (dalam waktu singkat).



11



Asumsi ketiga yaitu determinasi artinya ilmu menganut pola tertentu atau tidak terjadi secara kebetulan (Supriyanto, 2003). Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sebagian ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini (Bakhtiar, 2005). Dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan umat manusia. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia karena dengan ilmu segala keperluan dan kebutuhan manusia menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung dua arti yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.



2.4. Sejarah Perkembangan Filsafat dan Ilmu



12



Secara umum dapat dikatakan bahwa sejak perang dunia ke 2, yang telah menghancurkan kehidupan manusia, para Ilmuwan makin menyadari bahwa perkembangan ilmu dan pencapaiannya telah mengakibatkan banyak penderitaan manusia , ini tidak terlepas dari pengembangan ilmu dan teknologi yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai moral serta komitmen etis dan agamis pada nasib manusia , padahal Albert Einstein pada tahun 1938 dalam pesannya pada Mahasiswa California Institute of Technology mengatakan “ Perhatian kepada manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan perhatian pada masalah besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda, agar buah ciptaan dari pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan terhadap kemanusiaan (Jujun S Suriasumantri, 1999 : 249 ). Akan tetapi penjatuhan bom di Hirosima dan Nagasaki tahun 1945 menunjukan bahwa perkembangan iptek telah mengakibatkan kesengsaraan manusia , meski disadari tidak semua hasil pencapaian iptek demikian, namun hal itu telah mencoreng



ilmu dan menyimpang dari pesan Albert Einstein,



sehingga hal itu telah menimbulkan keprihatinan filosof tentang arah kemajuan peradaban manusia sebagai akibat perkembangan ilmu (Iptek) . Untuk itu nampaknya para filosof dan ilmuan perlu merenungi apa yang dikemukakan Harold H Titus dalam bukunya Living Issues in Pilosophy (1959), beliau mengutif



beberapa pendapat cendikiawan seperti Northrop yang



mengatakan “ it would seem that the more civilized we become , the more incapable of maintaining civilization we are”, demikian juga pernyataan Lewis Mumford yang berbicara tentang “the invisible breakdown in our civiliozation : erosion of value, the dissipation of human purpose, the denial of any dictinction between good and bad, right or wrong, the reversion to sub human conduct” (Harold H Titus, 1959 : 3) Ungkapan tersebut di atas hanya untuk menunjukan bahwa memasuki dasawarsa 1960-an kecenderungan mempertanyakan manfaat ilmu menjadi hal yang penting, sehingga pada periode ini (1960-1970) dimensi aksiologis menjadi perhatian para filosof, hal ini tak lain untuk meniupkan ruh etis dan agamis pada ilmu, agar pemanfaatannya dapat menjadi berkah



13



bagi manusia dan



kemanusiaan , sehingga telaah pada fakta empiris berkembang ke pencarian makna dibaliknya atau seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Ismaun, M.Pd (2000 : 131) dari telaah positivistik ke telaah meta-science yang dimulai sejak tahun 1965. Memasuki tahun 1970-an , pencarian makna ilmu mulai berkembang khususnya di kalangan pemikir muslim , bahkan pada dasawarsa ini lahir gerakan islamisasi ilmu, hal ini tidak terlepas dari sikap apologetik umat islam terhadap kemajuan barat, sampai-sampai ada ide untuk melakukan sekularisasi, seperti yang dilontarkan oleh Nurcholis Majid pada tahun 1974 yang kemudian banyak mendapat reaksi keras dari pemikir-pemikir Islam seperti dari Prof. H.M Rasyidi dan Endang Saifudin Anshori. Mulai awal tahun 1980-an, makin banyak karya cendekiawan muslim yang berbicara tentang integrasi ilmu dan agama atau islamisasi ilmu, seperti terlihat dari berbagai karya mereka yang mencakup variasi ilmu seperti karya Ilyas Ba Yunus tentang Sosiologi Islam, serta karya-karya dibidang ekonomi, seperti karya Syed Haider Naqvi Etika dan Ilmu Ekonomi, karya Umar Chapra Al Qur’an, menuju sistem moneter yang adil, dan karya-karya lainnya , yang pada intinya semua itu merupakan upaya penulisnya untuk menjadikan ilmu-ilmu tersebut mempunyai landasan nilai islam. Memasuki tahun 1990-an , khususnya di Indosesia perbincangan filsafat diramaikan dengan wacana post modernisme, sebagai suatu kritik terhadap modernisme yang berbasis positivisme yang sering mengklaim universalitas ilmu, juga diskursus post modernisme memasuki kajian-kajian agama. Post modernisme yang sering dihubungkan dengan Michael Foccault dan Derrida



dengan



modernisme seperti



beberapa



konsep/paradigma



yang



kontradiktif



dengan



dekonstruksi, desentralisasi, nihilisme dsb, yang pada



dasarnya ingin menempatkan narasi-narasi kecil ketimbang narasi-narasi besar, namun post modernisme mendapat kritik keras dari Ernest Gellner dalam bukunya Post modernism, Reason and Religion yang terbit pada tahun1992. Dia menyatakan bahwa post modernisme akan menjurus pada relativisme dan untuk



14



itu dia mengajukan konsep fundamentalisme rasionalis, karena rasionalitas merupakan standar yang berlaku lintas budaya. gerakan meniupkan nilai-nilai agama pada ilmu makin berkembang, bahkan untuk Indonesia disambut hangat oleh ulama dan masyarakat terlihat dari berdirinya BMI, yang pada dasarnya hal ini tidak terlepas dari gerakan islamisasi ilmu, khususnya dalam bidang ilmu ekonomi. Dan pada periode ini pula teknologi informasi sangat luar biasa , berakibat pada makin pluralnya perbincangan/diskursus filsafat, sehingga sulit menentukan diskursus mana yang paling menonjol, hal ini mungkin sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Alvin Tofler sebagai The third Wave, dimana informasi makin cepat



memasuki



berbagai



belahan



dunia



yang



pada



gilirannya



akan



mengakibatkan kejutan-kejutan budaya tak terkecuali bidang pemikiran filsafat. Meskipun nampaknya prkembangan Filsafat dasn ilmu erat kaitan dengan dimensi



axiologi



atau



nilai-nilai



pemanfaatan



ilmu,



namun



dalam



perkembangannya keadaan tersebut telah juga mendorong para akhli untuk lebih mencermati apa sebenarnya ilmu itu atau apa hakekat ilmu, mengingat dimensi ontologis sebenarnya punya kaitan dengan dimensi-dimensi lainnya seperti ontologi dan epistemologi, sehingga dua dimensi yang terakhir pun mendapat evaluasi ulang dan pengkajian yang serius. tonggak penting dalam bidang kajian ilmu dalam filsafat ilmu diantaranya terbitnya Buku The Structure of Scientific Revolution yang ditulis oleh Thomas S Kuhn, yang untuk pertama kalinya terbit tahun 1962, buku ini merupakan sebuah karya yang monumental mengenai perkembangan sejarah dan filsafat sains, dimana didalamnya paradigma menjadi konsep sentral, disamping konsep sains/ilmu normal. Dalam pandangan Kuhn ilmu pengetahuan tidak hanya pengumpulan fakta untuk membuktikan suatu teori, sebab selalu ada anomali yang dapat mematahkan teori yang telah dominan. Pencapaian-pencapaian manusia dalam bidang pemikiran ilmiah menghasilkan teori-teori, kemudian teori-teori karakteristik tertentu



telah



terspesifikasikan berdasarkan



ke dalam suatu Ilmu. Ilmu (teori) tersebut kemudian



dikembangkan , diuji sehingga menjadi mapan dan menjadi dasar bagi riset-riset



15



selanjutnya , maka Ilmu (sains) tersebut menjadi sains normal yaitu riset yang dengan teguh berdasar atas suatu pencapaian ilmiah yang lalu, pencapaian yang oleh masyarakat ilmiah tertentu pada suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi fundasi bagi praktek riset selanjutnya ( Thomas S Kuhn, 2000 :10 ) . Pencapaian pemikiran ilmiah tersebut dan terbentuknya sains yang normal kemudian menjadi paradigma, yang berarti “apa yang dimiliki bersama oleh anggota suatu masyarakat sains dan sebaliknya masyarakat sains terdiri atas orang yang memiliki suatu paradigma tertentu (Thomas S Kuhn, 2000 : 171). Paradigma dari sains yang normal kemudian mendorong riset normal yang cenderung sedikit sekali ditujukan untuk menghasilkan penemuan baru yang konseptual atau yang hebat (Thomas S Kuhn, 2000 : 134). Keadaan Ini berakibat pada sains yang normal, kegunaannya



sangat bermanfaat dan bersifat kumulatif. Teori yang



memperoleh pengakuan sosial akan menjadi paradigma, dan kondisi ini merupakan periode ilmu normal. Kemajuan ilmu berawal dari perjuangan kompetisi berbagai teori untuk mendapat pengakuan intersubjektif dari suatu masyarakat ilmu. Dalam periode sain normal ilmu hanyalah merupakan pembenaran-pembenaran sesuai dengan asumsi-asumsi paaradigma yang dianut masyarakat tersebut, ini tidak lain dikarenakan paradigma yang berlaku telah menjadi patokan bagi ilmu untuk melakukan penelitian, memecahkan masalah, atau bahkan menyeleksi masalah-masalah yang layak dibicarakan dan dikaji Akan tetapi didalam perkembangan selanjutnya ilmuwan banyak menemukan hal-hal baru yang sering mengejutkan, semua ini diawali dengan kesadaran akan anomali atas prediksi-prediksi paradigma sains normal, kemudian pandangan yang anomali ini dikembangkan sampai akhirnya ditemukan paradigma baru yang mana perubahan ini sering sangat revolusioner



16



BAB III PERAN FILSAFAT SEBAGAI INDUK ILMU DALAM REVOLUSI ILMU



3.1. Filsafat sebagai Induk Ilmu Filsafat dikatakan sebagai ilmu karena filsafat merupakan induk dari semua ilmu dan mempunyai peranan yang mendasar dalam sebuah pendidikan. Sehingga keberadaan filsafat yang berasal dari pemikiran seseorang yang dapat mempengaruhi aspek hidup manusia secara tidak perseorangan ini sangat diakui keberadaannya. Karena sifatnya yang sangat rasional dan merupakan buah pemikiran yang berdasarkan empiric yang dilakukan oleh para filosof sehingga menghasilkan suatu kebenaran yang dapat di implementasikan teori mereka masing-masing dalam kehidupan yang nyata. Namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya, filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut, sementara ilmu terus mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal, proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal. Dahulu pada mulanya filsafat meliputi semua ilmu yang ada pada zamanya: politik, ekonomi, hukum, seni, dan sebagainya. Akan tetapi lama kelamaan dengan intensifnya usaha-usaha yang bersifat empiris dan eksperimental terciptalah satu persatu ilmu yang khusus memecahkan satu bidang masalah. Sehingga



terwujudlah



berbagai



ilmu



pengetahuan



yang



mendasarkan



penyelidikannya secara empiris dan eksperimental dan terlepaslah dari filsafat



17



sebagai induknya. Tetapi dengan munculnya ilmu-ilmu tidak berarti telah lenyaplah eksistensi filsafat dan fungsinya. Filsafat masih tetap eksis dan mempunyai fungsi sendiri yang tidak dapat digantikan oleh ilmu pengetahuan. Garapan filsafat berbeda dengan garapan ilmu pengtahuan dan masing-masing dibutuhkan. Dalam kenyataan, setiap ilmu membutuhkan filsafatnya. Ada ilmu hukum ada pula filsafat hukum, ada ilmu pendidikan ada pula filsafat pendidikan. Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982). Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekarbercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri. 3.2. Peran Filsafat Sebagai Induk Ilmu dalam Revolusi Ilmu Ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia dan memecahkan berbagai persoalan hidup. Berbeda dari binatang, manusia tidak dapat membiarkan insting mengatur



18



perilakunya.



Untuk



mengatasi



masalah-masalah,



manusia



membutuhkan



kesadaran dalam memahami lingkungannya. Di sinilah ilmu-ilmu membantu manusia mensistematisasikan apa yang diketahui manusia dan mengorganisasikan proses pencariannya. Pada abad modern ini, ilmu-ilmu pengetahuan telah merasuki setiap sudut kehidupan manusia. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena ilmu-ilmu pengetahuan banyak membantu manusia mengatasi berbagai masalah kehidupan. Prasetya T. W. dalam artikelnya yang berjudul “Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan Paul Karl Feyerabend” mengungkapkan bahwa ada dua alasan mengapa ilmu pengetahuan menjadi begitu unggul. Pertama, karena ilmu pengetahuan mempunyai metode yang benar untuk mencapai hasil-hasilnya. Kedua, karena ada hasil-hasil yang dapat diajukan sebagai bukti keunggulan ilmu pengetahuan. Dua alasan yang diungkapkan Prasetya tersebut, dengan jelas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan memainkan peranan yang cukup penting dalam kehidupan umat manusia. Akan tetapi, ada pula tokoh yang justru anti terhadap ilmu pengetahuan. Salah satu tokoh yang cukup terkenal dalam hal ini adalah Paul Karl Feyerabend. Sikap anti ilmu pengetahuannya ini, tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali melampaui maksud utamanya. Feyerabend menegaskan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tidak menggunguli bidang-bidang dan bentuk-bentuk pengetahuan lain. Menurutnya, ilmu-ilmu pengetahuan menjadi lebih unggul karena propaganda dari para ilmuan dan adanya tolak ukur institusional yang diberi wewenang untuk memutuskannya. Sekalipun ada berbagai kontradiksi tentang keunggulan ilmu pengetahuan, tidak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan sesungguhnya memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah-masalah hidupnya, walaupun kadang-kadang ilmu pengetahuan dapat pula menciptakan masalah-masalah baru.



19



Meskipun demikian, pada kenyataannya peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah kehidupannya sesungguhnya terbatas. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian pendahuluan, keterbatasan itu terletak pada cara kerja ilmu-ilmu pengetahuan yang hanya membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu. Karena pembatasan itu, ilmu pengetahuan tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang keseluruhan manusia. Untuk mengatasi masalah ini, ilmu-ilmu pengetahuan membutuhkan filsafat. Dalam hal inilah filsafat menjadi hal yang penting. C.Verhaak dan R.Haryono Imam dalam bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-ilmu, menjelaskan dua penilaian filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu. Pertama, filsafat ikut menilai apa yang dianggap “tepat” dan “benar” dalam ilmu-ilmu. Apa yang dianggap tepat dalam ilmu-ilmu berpulang pada ilmu-ilmu itu sendiri. Dalam hal ini filsafat tidak ikut campur dalam bidang-bidang ilmu itu. Akan tetapi, mengenai apa kiranya kebenaran itu, ilmu-ilmu pengetahuan tidak dapat menjawabnya karena masalah ini tidak termasuk bidang ilmu mereka. Hal-hal yang berhubungan dengan ada tidaknya kebenaran dan tentang apa itu kebenaran dibahas dan dijelaskan oleh filsafat. Kedua, filsafat memberi penilaian tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran. Dari dua penilaian filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu di atas, dapat dillihat bahwa ilmu-ilmu pengetahuan (ilmu-ilmu pasti) tidak langsung berkecimpung dalam usaha manusia menuju kebenaran. Usaha ilmu-ilmu itu lebih merupakan suatu sumbangan agar pengetahuan itu sendiri semakin mendekati kebenaran. Filsafatlah yang secara langsung berperan dalam usaha manusia untuk mencari kebenaran. Di dalam filsafat, berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan kebenaran dikumpulkan dan diolah demi menemukan jawaban yang memadai. Pertanggungjawaban rasional pada hakikatnya berarti bahwa setiap langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan, serta harus dipertahankan secara argumentatif dengan argumen-argumen yang objektif. Hal ini berarti bahwa kalau ada yang mempertanyakan atau menyangkal klaim



20



kebenaran suatu pemikiran, pertanyaan dan sangkalan itu dapat dijawab dengan argumentasi atau alasan-alasan yang masuk akal dan dapat dimengerti. Dari berbagai penjelasan di atas, tampak jelas bahwa filsafat selalu mengarah pada pencarian akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari. Membangun ilmu pengetahuan diperlukan konsistensi yang terus berpegang pada paradigma yang membentuknya. Kearifan memperbaiki paradigma



ilmu



pengetahuan



nampaknya



sangat diperlukan



agar ilmu



pengetahuan seiring dengan tantangan zaman, karena ilmu pengetahuan tidak hidup dengan dirinya sendiri, tetapi harus mempunyai manfaat kepada kehidupan dunia Hampir semua kemampuan pemikiran (thought) manusia didominasi oleh pendekatan filsafat. Pengetahuan manusia yang dihasilkan melalui proses berpikir selalu digunakannya untuk menyingkap tabir ketidaktahuan dan mencari solusi masalah kehidupan.antara ilmu Pengetahuan dan ilmu Filsafat ada persamaan dan perbedaannya.Ilmu Pengetahuan bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan Filsafat bersifat priori kesimpulannya ditarik tanpa pengujian,sebab Filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena Filsafat bersifat Spekulatif.Disamping adanya perbedaan antara ilmu dengan filsafat ada sejumlah persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran.



21



3.3 Perkembangan ilmu dapat diidentifikasikan ke dalam beberapa periode berikut: 1. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Periode Pra Yunani Kuno Catatan mengenai peradaban manusia yang paling awal tercatat berasal dari Timur Tengah, persisnya Mesir. Pada jaman pra sejarah, nenek moyang manusia modern di Mesir sudah mengenal bahasa, terbukti dengan peninggalan tulisan-tulisan yang diukir di batu-batu dalam goa. Sejarah mencatat bahwa bangsa Mesir kuno sudah mengenal ilmu bintang, ilmu bumi, arsitektur dan sebagainya. Bangsa Mesir kemudian juga mengembangkan papyrus (sejenis kulit kayu) yang dijadikan bahan tulis (tahun 3000 sebelum Masehi) Di Cina sekitar (2953-2838 SM), raja Fu Xi memperkenalkan kitab Yi Jing (bacanya: I ching) yaitu kitab Cina kuno yang sangat terkenal di kalangan kaum penghayat ilmu Metafisika yang bertutur tentang kehidupan manusia. Di zaman dinasti Xia (2205-1766 SM) dikenal dengan nama Gui Cang (kembali ke kegaiban). Lalu di masa dinasti Zhou (1066-221 SM) populer dengan sebutan Zhou Yi (kitab perubahan dari dinasti Zhou), dan akhirnya, kini dikenal sebagai Yi jing (dibaca: i Ching), yang secara harfiyah berati kitab tentang perubahan. Adapun ciri-ciri ilmu pengetahuan pada zaman ini sebagai berikut: a. Know how bagaimana cara berbuat) dalam kehidupan sehari-hari yang didasrakan pada pengalaman. b. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap reseptif mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magic. c. Kemampuan menemukan abjad dan sistim bilangan alam sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke atas abstraksi. d. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas



sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.



22



e. Kemampuan meramal suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi. Misalnya gerhana bulan dan matahari. 2. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno (abad 6 SM-6 M) Pada zaman ini dianggap sebagai zaman keemasan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. b. Masyarakat pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi yang dianggap sebagai suatu bentuk pseudo-rasional. c. Masyarakat tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap reseptif attitude (sikap menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis) sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir-ahli pikir terkenal sepanjang masa. Tokoh atau ilmuwan masa yunani kuno antara lain: Thales, yang mempelajari astronomi dan topik-topik pengetahuan termasuk fisika. Dan sebagian sarjana mengakuinya pula sebagai ilmuwan pertama di dunia. Thales mempertanyakan asal mula, sifat dasar dan struktur komposisi alam, yang menurutnya semuanya berasal dari air sebagai materi daasar kosmis. Pytagoras (572-497 SM) adalah seorang ahli matematika yang lebih terkenal Dalailny dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. 13. Dan mendirikan aliran filsafat Pythagorianisme yang mengemukakan sebuah ajaran metafisis bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda maupun dasar pokok dari sifat-sifat benda. Tokoh lainnya yaitu Demokritus (460-370 SM) yang menegaskan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang disebutnya dengan atom. Pandangan Demokritus ini merupakan cikal bakal perkembangan ilmu fisika, kimia dan biologi. Plato (428-348 SM) yang berpendapat bahwa geometri sebagai pengetahuan rasional



23



berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah ilmu pengetahuan serta bagian pemahaman mengenai sifat dasar dari kenyataan yang terakhir. Geometri merupakan suatu ilmu yang dengan akal murni membuktikan proporsi-proporsi abstrak mengenai hal-hal yang abstrak. Begitu pentingnya geometri bagi filsafat menurut Plato sehingga konon pintu gerbang akademi Plato tertulis ” janganlah orang masuk ke sini jika ia tidak mengetahui geometri”. Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat bahwa filasafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan rasional, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran atau rasio manusia, yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu: Praktike (pengetahuan praktis), Poietike (pengetahuan produktif) dan theoretike (pengetahuan teoritis). Adapun Theoritike dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu: Mathematike (pengetahuan matematika), Phisike (pengetahuan fisika) dan Prote philosophia (filsafat pertama). 3. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Pertengahan (Middle Age : 616 M) Zaman pertengahan atau yang disebut Middle Age ditandai dengan tampilnya para theolog di lapangan ilmu pengetahuan di belahan dunia eropa. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua para theolog, sehingga aktifitas ilmiah terkait dengan aktifitas keagamaan yaitu agama Kristen, atau dengan kata lain, kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah Ancilla Theologia (abdi agama). Sebaliknya di dunia Timur terutama Negara-negara Islam justru terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Kalau di daerah Barat pada zaman pertengahan lebih berkutat pada masalah-masalah keagamaan, maka berbeda dengan peradaban dunia Islam yang saat itu melakukan penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof yunani dan berbagai temuan di lapangan ilmiah lainya. Bani Umayyah sebagai salah satu contohnya telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad 7 Masehi, yaitu sekitar 8 abad sebelum Galileo



24



Galilei dan Copernicus. Sedangkan kebudayaan Islam yang menaklukkan Persia abd 8 Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran di Jundishapur. Pada zaman keemasan kebudayaan Islam dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani dan bahkan Kholifah Al Makmun telah mendirikan Rumah kebajikan (House Wisdom) pada abad 9 Masehi. Itu artinya bahwa perjalanan peradaban islam sudah jauh lebih dulu terbentuk dibandingkan peradaban Barat. Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang, yaitu: a. Menterjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskan sedemikian rupa, sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini. b. Memperluas pengamatan dalam ilmu Kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi dan ilmu tumbuh-tumbuhan. c. Menegaskan sistim decimal dan dasar-dasar aljabar. Pada zaman pertengahan ini, Eropa berada dalam masa tidur panjang akibat pengaruh dogma-dogma agama sedangkan kebudayaan Islam di zaman dinasti Abbasiyah berada pada puncak keemasannya. Ali Kettani menengarahi kemajuan umat Islam pada masa itu lantaran didukung semangat sebagai berikut: a. b. c. d. e.



Universalism Tolerance International Character of the market. Respect for science and scintist. The Islam nature of both the end and means of science. Universalism



artinya



pengembangan



iptek



mengatasi



sekat-sekat



kekuasaan, kebangsaan, bahkan keagamaan. Tolerance artinya sikap tenggangrasa dalam pengembangan iptek dimaksud untuk membuka cakrawala di kalangan para ilmuan sehingga perbedaan pendapat dianggap sebagai pemicu ke arah kemajuan, bukan sebagai penghalang. Di zaman dinasti Abbasiyah perpustakaan Darul Himah membuka pintu bagi para ilmuan non muslim untuk memanfaatkan dan mempelajari berbagai literatur yang ada di dalamnya. Pemasaran hasil iptek merupakan suatu wahana untuk menjamin kontinyuitas aktifitas ilmiah itu sendiri, karena itu, International character of the market (pasar yang bersifat internasional) sangatlah dibutuhkan. Respect for science and scientist (penghargaan yang tinggi) 25



dalam arti setiap temuan dihargai secara layak sebagai hasil jerih payah atas usaha seseorang atau sekelompok orang. The Islam nature of both the end and means of science artinya, sarana dan tujuan iptek haruslah terkait dengan nilai-nilai agama artinya, setiap kegiatan ilmiah tidak boleh bebas nilai, apalagi nilai agama. Sebab ilmuan yang melepaskan diri dari nilai-nilai agama akan terperangkap pada arogansi intelektual, dan menjadikan perkembangan iptek yang depersonalisasi dan dehumanisasi. Tanda lain dari keemasan Islam (Golden Age) adalah kemajuan pesat ilmu dengan memperkenalkan sistim desimal. Filsuf muslim Al Khawaruzmi yang mengembangkan trigonometri dengan memperkenalkan teori sinus dan cosinus, tangent dan cotangent. Ilmu Fisika menampilkan Fisikus asal Baghdad Musa Ibnu Syakir dan putranya Muhammad, Ahmad dan Hasan yang mengarang kitab Al Hiyal yang menggambarkan hukum-hukum mekanik dan stabilitas. Ibnu Al Haytham (965-1039 M) yang mengarang kitab Al-Manadhir, yang membuktikan hukum refraksi cahaya. Bidang astronomi pada awalnya diterjemahkan pada zaman bani Umayyah dan dilanjutkan pada zaman bani Abbasiyah awal. Ibnu Habib Al Farisi (777 M) merupakan ilmuan muslim pertama yang menerjemahkan karya Ptolemy yang berjudul Almagest. Bidang ilmu Kimia menampilkan Jabir Ibnu Hayyan Al Kufi dari Kufah yang memiliki Laboratorium dekat Bawabah Damaskus yang melakukan percobaan pada pancaindera, penggunaan metalik, dan lain-lain. Jabir menggambarkan eksperimen yang dilakukan dalam kalimat berikut ini: ”Pertama kali saya mengetahui sesuatu dengan tangan dan otak saya, dan saya menyelidiki sesuatu itu sampai benar, dan mencari kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya” Sejak zaman Rasulullah, bidang ilmu kedokteran di dunia Islam sebenarnya sudah dirintis dengan mendirikan rumah sakit di Madinah, termasuk rumah sakit untuk angkatan perang Islam. Ar Razi merupakan ahli medis muslim pertama yang memimpin rumah sakit Baghdad. Ar Razi menulis buku tentang



26



Diet, farmakologi dan lain-lain. Buku medis lainya ditulis oleh Ali Ibnu Abbas Al ahwazi (940 M) Al Kitab Al Maliki tentang teori dan praktik medis. Ibnu Siena juga mengarang buku teks tentang medis yang berjudul Al Qanun, yang menjadi buku standar selama 500 tahun dalam dunia Islam dan Eropa. Ibnu Siena juga meneliti tentang masalah anatomi, kesehatan anak, gynaesology. Di bidang Geografi, para ilmuan muslim mengembangkan jarum magnetic untuk dipergunakan dalam navigasi dan penemuan kompas, sehingga mereka berjasa dalam penemuan pulau-pulau baru dan rute laut lingkar Asia, Afrika dan Eropa. Para petualang muslim menjelajahi cina, Jepang, India, Asia Tenggara, da Samudra Hindia, Eropa termasuk Skandinavia, Irlandia, Jerman, Perancis dan Rusia. Pada abad kesembilan ahli Geografi muslim Ahmad Ibnu Ya’kub menggambarkan perjalanan dalam kitab Al Buldan dan Ubayd-Allah ibnu Abdallah ibnu Khurd Dhabah (825-912 M) yang mempublikasikan bukunya Al Masalik wa Al Mamalik (garis Edar dan Kerajaan). 4. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Renaissance (abad 14-16 M) Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman renaissance adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas seperti zaman Yunani kuno. Pada zaman renaissance manusia disebut sebagai animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia akan mencapai kemajuan (progress) atas hasil usahanya sendiri, tidak didasarkan campur tangan ilahi. Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada zaman renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astromoni. Tokoh-tokohnya yang terkenal seperti: Nicolus copernicus



(1473-1543)



seorang



tokoh



gerejani



yang



ortodok



yang



mengemukakan bahwa matahari berada di pusat jagat raya bumi mempunyai dua macam gerak yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan



27



mengelilingi matahari. Teorinya ini disebut “Heliloisme” dimana matahari adalah pusat jagat raya bukan bumi sebagaimana dikemukakan oleh Ptolomeus yang diperkuat oleh Gereja. Ilmuwan lainnya pada periode ini adalah Kepler dan Gelileo Gelilei. Langkah-langkah yang dilakukan Galileo dalam bidang ini menanamkan pengaruh kuat bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern, karena menunjukkan beberapa hal seperti: pengamatan (observasi), penyingkiran (eliminasi) segala hal yang tidak termasuk dalam peristiwa yang diamati. Idealisasi, penyusunan teori secara spekulatif ats peristiwa tersebut, peramalan (prediction), pengukuran (measurement), dan percobaan (experiment) untuk menguji teori yang didasarkan pada ramalan matematik. 5. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Modern (Abad 17-19 M) Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman Renaissance, yaitu permulaan abad XIV. Benua Eropa dipandang sebagai basis perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini menurut Slamet Imam Santoso sebenarnya mempunyai tiga sumber yaitu: a. Hubungan antara kerajaan Islam di semenanjung Iberia dengan Negaranegara Perancis. Para pendeta di Perancis banyak yang belajar di Spanyol, kemudian mereka inilah yang menyebarkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya itu di lembaga-lembaga pendidikan di Perancis. b. Perang Salib (1100-1300) yang terulang sebanyak enam kali tidak hanya menjadi ajang peperangan fisik, namun juga menjadikan para tentara atau serdadu Eropa yang berasal dari berbagai negara itu menyadari kemajuan negara-negara Islam, sehingga mereka menyebarkan ajaran pengalaman mereka itu sekembalinya di negara masing-masing. c. Pada tahun 1453 Istambul jatuh ke tangan Bangsa Turki, sehingga para pendeta atau sarjana mengungsi ke Italia atau negara-negara lain. Mereka ini menjadi pioner-pioner bagi pengembangan ilmu di Eropa. Tokoh yang terkenal sebagai bapak Filsafat modern adalah Rene Descrates. Ia telah mewariskan suatu metode berfikir yang menjadi landasan 28



berfikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langkah-langkah descrates adalah sebagai berikut: a. Tidak menerima apapun sebagai hal yang benar kecuali kalau diyakini



sendiri bahwa itu memang benar. b. Memilah-milah masalah menjadi



bagian-bagian



terkecil



untuk



mempermudah permasalahan. c. Berfikir runtut mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit untuk sampai ke hal yang paling rumit. d. Perincian yang lengkap dan pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan supaya tidak ada yang terlupakan. Perkembangan ilmu mencapai puncak kejayaan di tangan Newton. Ilmuwan Inggris ini antara lain merumuskan teori gaya berat dan kaidah-kaidah mekanika dalam karya tulis yang diberi judul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica Asas-asas matematika dari filsafat alam) 6. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer (Abad 20 dan seterusnya) Diantara ilmu-ilmu khusus yang dibicarakan para filsuf, maka bidang fisika menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Root Fisika dipandang sebagai ilmu pengetauan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamentasil yang membentuk alam semesta.



Fisikawan termashur abad



keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia mengatakan bahwa alam itu tak terhingga dan tak terbatas, tetapi juga bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta ini bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui adanya pencipata alam. Namun pada tahun 1929 seorang fisikawan lain Hubble yang mempergunakan teropong terbesar di dunia melihat galaksi-galaksi di sekeliling kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi. Observasi ini menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak statis, melainkan dinamis, sehingga meruntuhkan pendapat Einstein tentang teori kekekalan materi dan alam semesta yang statis. Dan jagad raya ternyata berekspansi.



29



Disamping teori tentang fisika, teori alam semesta dan lain-lain, maka zaman kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan yang sangat pesat. Mulai dari penemuan computer, berbagai satelit komunikasi, internet dan lain sebagainya. Mobilitas manusia yang sangat tinggi saat ini merupakan pengaruh teknologi komunikasi dan informasi. Dalam pertengahan abad ini, dapat pula disaksikan lahirnya serangkaian ilmu antar disiplin misalnya ilmu perilaku (behavioral science) yang menggabungkan ilmu psikologi dengan berbagai cabang ilmu sosial seperti sosiologi , antropologi untuk menelaah tingkah laku manusia. Contoh lain ilmu antar disiplin ialah Anatomi Sosial manusiawi (Human Social anatomy) yang memadukan anatomi, ilmu fosil, antropologi Ragawi, dan Etopologi studi tentang pola perilaku organisme) Bidang ilmu lainnya juga mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer cenderung mengetahui hal yang sedikit tapi secara mendalam. Ilmu kedokteran semakin menajam dalam spesialis dan sub-spesialis atau superspesialis, demikian juga bidang-bidang lain. Di samping cenderung ke arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru, seperti: Bioteknologi yang dewasa ini dikenal dengan teknologi Kloning.



30



BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI



4.1.



Kesimpulan Filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of



science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu. Filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas dari filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat untuk mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan, yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut sebagai filsafat ilmu. Dengan demikian filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu. Dengan bantuan filsafat, manusia berusaha menangkap makna, hakekat, hikmah dari setiap pemikran, realitas dan kejadian. Filsafat mengantarkan manusia untuk lebih jernih, mendasar dan bijaksana dalam berfikir, bersikap, berkata, berbuat dan mengambil kesimpulan.



31



DAFTAR PUSTAKA



Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010. AM, Suhar, Filsafat Umum; Konsepsi Sejarah dan Aliran, Jakarta: Gaung Persada Pers, 2009. Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat dan Agama Surabaya: PT Bina Ilmu. 1987. Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Ihsan, Drs, H.A Fuad. Filsafat Ilmu. Jakarta, Rineka cipta.2010 Jalaluddin. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2013 suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta. Ar-Ruza Media. 2008 http://mohismaiel.blogspot.com/2013/06/pemahaman-dasar-filsafat-danfilsafat_8869.html http://kereta-sains.blogspot.com/2011/06/filsafat-induk-segala-ilmu.html http://andriwiranata76.blogspot.com/



32