Makalah Fiqh Muamalah Kel6 - Ijarah Dan 'Ariyah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FIQH MUAMALAH IJARAH DAN 'ARIYAH



Dosen Pengampu : Uswatun Hasanah, M.E. Kelompok 6 : 1. Pipin Trisakti



1911140170



2. Silvia Permatasari



1911140186



PRODI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan alam semesta, Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam. kepada keluarga-Nya, para sahabat-Nya serta kepada kita semua selaku penerus risalah-Nya. Aamiin Ya Rabbal’alamin. Dan tak lupa pula kepada dosen pengampu mata kuliah Fiqh Muamalah yang senantiasa selalu membimbing kami dalam pembelajaran sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai materi Ijarah dan Ariyah. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi pembelajaran penyusun, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi pembaca umumnya, dan kami khususnya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan. Terima kasih.



Bengkulu, Oktober 2021



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



COVER KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1 C. Tujuan ............................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN A. IJARAH 1. Definisi Ijarah ............................................................................................. 4 2. Dasar Hukum Ijarah .................................................................................... 4 3. Rukun-Rukun Ijarah ................................................................................... 5 4. Syarat-Syarat Ijarah .................................................................................... 5 5. Upah Dalam Pekerjaan Ibadah .................................................................... 6 6. Menyewakan Barang Sewaan ..................................................................... 6 7. Pembatalan Dan Berakhirnya Al-Ijarah ....................................................... 7 B. ‘ARIYAH 1. Definisi ‘Ariyah ........................................................................................... 7 2. Dasar Hukum ‘Ariyah .................................................................................. 8 3. Rukun Dan Syarat ‘Ariyah ........................................................................... 8 4. Pembayaran Pinjaman ................................................................................ 10 5. Meminjam Pinjaman Dan Menyewakannya ................................................ 11 6. Tanggung Jawab Peminjam ........................................................................ 11 7. Tata Krama Berhutang ............................................................................... 12



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN ............................................................................................. 14 B. SARAN .......................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 15 iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial maka tidak dapat hidup berdiri sendiri. Karena manusia makhluk sosial maka akan ada sebuah interaksi-interaksi dengan makhluk yang lain. Dalam interaksi ini, akan banyak pula hal-hal yang tersentuh atau terjadi. Salah satunya seperti muamalah. Muamalah adalah sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai syariat. Dalam hubungan dengan manusia lainnya, manusia dibatasi oleh syariat tersebut, yang terdiri dari hak dan kewajiban. Lebih jauh lagi interaksi antara manusia tersebut akan membutuhkan kesepakatan demi kemaslahatan bersama. 1 Muamalah merupakan cabang ilmu syariah dalam cakupan ilmu fiqh. Sedangkan muamalah mempunyai banyak cabang, diantaranya muamalah politik, ekonomi, sosial. Secara umum muamalah mencakup dua aspek, yakni aspek adabiyah dan madaniyah. 2 Ijarah dan Ariyah merupakan bagian dari muamalah. Dimana, ini termasuk dalam muamalah ekonomi. Perihal ekonomi, ini merupakan hal penting dalam hidup, sebab ini banyak dipakai dalam kehidupan. Maka, mempelajari Ijarah dan Ariyah merupakan suatu hal yang penting.



B. Rumusan Masalah Dalam penulisan makalah ini, kami telah membuat rumusan-rumusan masalah yakni sebagai berikut ; 1. Apa yang dimaksud dengan Ijarah? 2. Bagaimana dasar hukum dari Ijarah ? 3. Apa saja rukun-rukun dari Ijarah?



1



Muhammad Syamsudin, “ Fiqh Muamalah Terapan”, http://www.nu.or.id/post/read/83180/kajian-fiqh-



muamalah-terapan-akad, (November 12, 2017) 2



Rizkan Maulan, “Pengantar Muamalah”,



https://www.takafulum.co.id/upload/literasi/pengetahuan/pengantar%20Fiqh%20Muamalah%201.pdf 1



4.



Apa saja syarat-syarat dari Ijarah?



5.



Upah Dalam Pekerjaan Ibadah



6.



menyewakan barang sewaan



7.



Pembatalan dan Berakhirnya al-Ijarah



8.



Apa yang dimaksud dengan Ariyah?



9.



Bagaimana dasar hukum dari Ariyah?



10. Apa saja rukun-rukun dan syarat Ariyah? 11. Bagaimana Pembayaran Pinjaman ? 12. Bagaimana Meminjam pinjaman dan menyewakannya? 13. Bagaimana Tanggung jawab peminjam? 14. BAgaimana tata krama berhutang



C. Tujuan Dalam penulisan makalah ini, kami bermaksud untuk mengetahui hal-hal seperti berikut: 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ijarah. 2. Mengetahui apa yang menjadi dasar hukum dari Ijarah. 3. Mengetahui apa yang menjadi rukun-rukun Ijarah. 4. Mengetahui apa yang menjadi syarat dari Ijarah. 5. Mengetahui Bagaimaan upah dalam perekjaan ibadah. 6. Mengetahui bagaimana caranya meneyewakan barang sewaan. 7. Mengetahui bagaimana pembatalan dan berakhirnya ijarah. 8. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ariyah. 9. Mengetahui apa yang menjadi dasar hukum Ariyah. 10. Mengetahui rukun-rukun dan syarat yang terdapat dalam Ariyah. 11. Mengetahui Pembayaran Pinjaman. 12. Mengetahui Bagaimana meminjam pinjaman dan meneyewakannya. 13. Mengetahui Bagaimana Tanggung jawab peminjam. 14. Mengetahui tata krama berhutang.



2



BAB ll PEMBAHASAN



A. Ijarah (sewa-menyewa)



1. Definisi Ijarah



Al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-iwadhu (ganti). Definisi ijarah dalam syara’ adalah akad atas manfaat yang dibolehkan, yang berasal dari benda tertentu atau yang disebutkan ciri-cirinya, dalam jangka waktu yang diketahui, atau akad atas pekerjaan yang diketahui, dengan bayaran yang diketahui. 3 Maka al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. 4



2. Dasar Hukum Ijarah Landasan hukum ijarah dalam ayat al-qur’an terdapat pada Q.S Al-Baqarah ayat 233 ‫َّللا‬ ِ ‫َو ِإن أ َ َردتُم أَن ت َست َر‬ َ ‫علَيكُم ِإذَا‬ َ ‫ضعُوا أَو ََل َدكُم فَ ََل ُجنَا َح‬ َ َّ ‫َّللا َواعلَ ُموا أ َ َّن‬ َ َّ ‫سلَّمتُم َما آتَيتُم ِبال َمع ُروفِ ۗ َواتَّقُوا‬ ‫صير‬ ِ ‫ِب َما ت َع َملُونَ َب‬ Terjemah: “…dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” 5(Q.S. al-Baqarah: 233)



3



Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 482. Harun Santoso dan Anik, “Analisa Pembiayaan Ijarah pada Perbankan Syariah”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam Vol 01, No 02 (Juli 2015): 107. 5 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000), 29. 4



3



Dalil yang bisa diambil dari ayat ini adalah memperbolehkan menyusukan anak kepada orang lain dengan pemberian bayaran yang pantas atas pemberiannya. 3. Rukun-Rukun Ijarah Rukun ijarah ada empat, yaitu dua belah pihak yang mengadakan akad, sighat ijarah, imbalan (ujrah), dan objek akad. 6 a. Dua belah pihak yang mengadakan akad, terdiri dari penyewa (mustajir) adalah pihak yang menyewa aset dan pemilik (mu’jir/muajir) adalah pihak pemilik yang menyewakan aset. b. Sighat Ijarah yakni ijab dan qabul. c. Imbalan (Ujrah). d. Objek akad, yaitu ma’jur (aset yang disewakan).



4. Syarat-Syarat Ijarah Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum Islam, sebagai berikut: a. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak. b. Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat kepada penyewa. c. Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti. d. Memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam periode kontra, akad ijarah masih tetap berlaku. 5.



Upah Dalam Pekerjaan Ibadah Pada saat ini para fuqaha menyatakan bahwa boleh mengambil upah dari pengajaran al-Qur’an dan ilmu-ilmu syariah lainnya, karena para guru membutuhkan penunjang kehidupan mereka dan kehidupan orang-orang yang berada dalam tanggungan mereka. Dan waktu mereka juga tersita untuk kepentingan pengajaran al-



6



Ascarya, Akad dan Produk Syari’ah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 99.



4



Qur’an dan ilmu-ilmu syariah tersebut, maka dari itu diperbolehkan memberikan kepada mereka sesuatu imbalan dari pengajaran ini. Madzhab Maliki, Syafi’i dan Ibnu Hazm memperbolehkan mengambil upah sebagai imbalan mengajar al-Qur’an dan kegiatan-kegiatan sejenis karena hal ini termasuk imbalan dari perbuatan yang diketahui (terukur ) dan dari tenaga yang diketahui pula. Ibnu Hazm mengatakan bahwa mengabil upah sebagai imbalan mengajar al-Qur’an dan sejenisnya baik secara bulanan atau sekaligus dibolehkan dengan alasan tidak ada nash yang melarangnya. 6. menyewakan barang sewaan Dalam kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah menyebutkan beberapa ulama yang berpendapat boleh menyewakan barang yang juga hasil sewa. Di antaranya adalah Imam Ahmad, Sa’id bin Musayyab, Ibnu Sirin, Mujahid, Ikrimah, Al-Nakha’i, AlTsauri dan Imam Syafii. Ibnu Qudamah berkata; ‫ﻭﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﻤﺴﺘﺄﺟﺮ ﺃﻥ ﻳﺆﺟﺮ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺍﻟﻤﺴﺘﺄﺟﺮﺓ ﺇﺫﺍ ﻗﺒﻀﻬﺎ‬ Boleh bagi orang yang menyewa untuk menyewakan barang sewa jika sudah “ ”.menerima barang tersebut Dalam kitab Al-Muhazzab, Imam Nawawi menjelaskan alasan kebolehan menyewakan barang sewa ini. Menurut beliau, barang sewaan yang sudah diterima atau akadnya sudah selesai dihukumi seperti jual beli. Ketika akad jual beli sudah selesai dilakukan, maka barang hasil transaksi jual beli terbsebut boleh dijual. Begitu juga dengan barang sewaan. Setelah selesai akadnya, ia boleh disewakan kepada orang lain. Imam Nawawi berkata sebagai berikut; ‫ﻭﻟﻠﻤﺴﺘﺄﺟﺮ ﺃﻥ ﻳﺆﺟﺮ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺍﻟﻤﺴﺘﺄﺟﺮﺓ ﺇﺫﺍ ﻗﺒﻀﻬﺎ الﻥ ﺍإلﺟﺎرﺓ كﺎﻟﺒﻴع ﻭبﻴع ﺍﻟﻤﺒﻴع ﻳﺠﻮﺯ بﻌد ﺍﻟقﺒض فكذﻟك ﺇﺟﺎرﺓ‬ ‫ﺍﻟﻤﺴﺘﺄﺟﺮ‬ Boleh bagi penyewa untuk menyewakan barang sewa jika barang tersebut diterima “ oleh penyewa. Hal ini karena akad sewa seperti akad jual beli. Menjual barang hasil



5



jual beli boleh dilakukan setelah barang itu diterima. Begitu juga boleh menyewakan ”.barang sewaan bagi penyewa 7. Pembatalan dan Berakhirnya al-Ijarah Para ulama fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad al-ijarah, Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa akad al-Ijarah itu bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad seperti, salah satu pihak wafat, atau kehilangan kecakapan bertindak dalam hukum. Adapun Jumhur Ulama dalam hal ini mengatakan bahwa akad al-Ijarah itu bersifat mengikat kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. B. Ariyah 1. Definisi Ariyah Definisi ‘ariyah menurut para ahli fikih adalah memberikan izin kepada orang lain untuk mengambil manfaat dari suatu benda yang boleh diambil manfaatnya dengan tetapnya benda tersebut setelah diambil manfaatnya. Sehingga, orang yang memanfaatkannya dapat mengembalikan kepada pemiliknya. Berdasarkan definisi ini, maka tidak boleh meminjamkan sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya dan sesuatu yang jika diambil manfaatnya akan mengakibatkan kerusakan padanya seperti makanan dan minuman. 7 2. Dasar Hukum Ariyah Asal hukum meminjamkan sesuatu itu sunah, seperti tolong menolong dengan yang lain, kadang-kadang menjadi wajib, seperti meminjamkan kain kepada orang yang terpaksa dan meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati. juga terkadang menjadi haram, kalau yang dipinjam itu akan berguna untuk sesuatu yang haram. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Maidah ayat 2: ‫ب‬ َ ‫َّللا‬ ِ ‫شدِي ُد ال ِعقَا‬ َ ‫اونُوا‬ َ ‫اونُوا‬ ِ ‫علَى‬ ِ ‫اْلث ِم َوالعُد َو‬ َ ‫علَى ال ِب ِر َوالتَّق َو ٰى ۖ َو ََل ت َ َع‬ َ ‫َوت َ َع‬ َ َّ ‫َّللا ۖ ِإ َّن‬ َ َّ ‫ان ۚ َواتَّقُوا‬



7



Saleh al-Fauzan, Fiqh Sehari-Hari (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 493.



6



Terjemah : “…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”8 (Q.S. alMaidah: 2) 3. Rukun-Rukun dan Syarat ‘Ariyah Menurut Ulama Hanafiyah, rukun ‘ariyah terdiri dari Ijab dan Qabul. Ijab Qabul tidak wajib diucapkan, tetapi cukup dengan pemilik menyerahkan kepada peminjam barang yang dipinjam, namun demikian juga boleh ijab qabul tersebut diucapkan. Menurut jumhur ulama dalam akad ‘ariyah harus terdapat beberapa unsur (rukun), sebagai berikut:9 a. Orang yang memberi pinjaman (al-mu’iir), kapan saja boleh meminta pinjamannya kembali, kecuali jika hal itu mengakibatkan kerugian bagi si peminjam, dan ini didasarkan pada inisiatif sendiri bukan paksaan. b. Orang yang meminjam (al-musta’iir), si peminjam wajib menjaga benda yang dipinjamkan kepadanya melebihi penjagaannya terhadap miliknya sendiri. Sehingga dapat dikembalikan dalam keadaan baik. Hal ini sebagaimana firman Allah :  …‫ت إ ِ ل َ ٰى أ َ ه ل ِ هَ ا‬ ِ ‫َّللا َ ي َ أ مُ ُر ك ُ م أ َن ت ُ َؤ دُّ وا اْل َ َم ا ن َا‬ َّ ‫ ﺇ ِ َّﻥ‬ Terjemah: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,…” 10 (Q.S. al-Nisa:58) c. Barang yang dipinjamkan (mu’ar), manfaat yang boleh diambil adalah yang diperbolehkan saja dan mu’ar tetap harus dalam keadaan utuh (tidak merusak zatnya). Selain dari baligh, berakal ada beberapa syarat yang jika dipenuhi maka terhitung sebagai amal shaleh, yakni: 1) Barang yang dipinjamkan merupakan barang yang jelas dan murni kehalalannya bukan barang yang haram atau bercampur dengan sesuatu yang haram serta memiliki manfaat yang baik. 2) Tidak mengungkit-ungkit (menyakiti penerima) pinjaman baik dengan perkataan maupun perbuatan. 8



Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000), 85. Tim Kajian Ilmiah FKI Ahla Suffah 103, Kamus Fiqih (TK: Purna Siswa MHM, 2013), 258. 10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000), 69. 9



7



3) Berniat meminjamkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT atau mengharapkan keridhaan dari Allah SWT. 4) Melaksanakan dengan penuh keikhlasan bukan karena riya (pamer) atau ingin dipuji. 5) Serta tidak mengharapkan komersil (keuntungan) dari pinjaman tersebut.



Adapun beberapa catatan dalam ‘ariyah seperti : a) Hilangnya barang yang dipinjam Kalau barang yang di pinjam hilang atau rusak karena pemakaian yang di izinkan, yang meminjam tidak mengganti karena pinjam meminjam itu berarti percaya-mempercayai; tetapi kalau sebab lain, dia wajib mengganti. Menurut pendapat yang lebih kuat,kerusakan yang hanya sedikit karena di pakai yang di izinkan tidaklah patut di ganti, karena terjadinya disebabkan oleh pemakaian yang di izinkan. [kaidah: ridha pada sesuatu berarti ridha pula pada akibatnya]. b) Mengembalikan yang dipinjamKalau mengembalikan barang yang di pinjam itu berhajat pada ongkos, maka ongkos itu hendaklah dipikul oleh orang yang meminjam.



4. Pembayaran Pinjaman



Setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti peminjaman memiliki utang kepada yang berpiutang (mu‟ir). Setiap utang wajib dibayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau membayar utang, bahkan melalaikan pembayaran utang juga termasuk aniaya perbuatan aniaya merupakan ssalah satu perbuatan dosa Rasulullah SAW bersabda:



)‫م َ طل ُ الغ َ ظُِلم نِ ٌ (ومسلم البجارى رواه‬



8



Artinya; “Orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar hutang adalah aniaya” (Riwayat Bukhari dan muslim).11



Jika penambahan tersebut dikehedaki oleh orang yang berhutang atau telah menjadi perjanjiaan dalam akad perutangan, maka tambahan itu tidak halal bagi yang piutang untuk mengambilnya. Rasul bersabda :



‫ق ل كُ َر ج ضٍ َ ر م َ ن ف عَ َ ة ٍ ف هَ ُ و َ و جَ و ٌ م ن و ُ ج ُ و ه الر ب َ {البيهقى اخرجو} ا‬ Artinya; “Tiap-tap piutang yang mengambil manfaat, maka itu adalah salah satu cara dari sekian cara riba ” (dikeluarkan oleh Baihaqi) 12



5. Meminjam Pijaman dan menyewakannya



Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa peminjam boleh meminjamkan benda-benda pinjaman kepada orang lain. Sekalipun pemiliknya belum mengizinkannya jika penggunaannya untuk hal-hal yang tidak berlainan dengan tujuan pemakaian pinjaman. Menurut mazhab Hambali, peminjam boleh memanfaatkan barang pinjaman atau siapa saja yang menggantikan statusnya selama peminjaman berlangsung, kecuali jika barang tersebut disewakan. Haram hukumya menurut Hambaliyah menyewakan barang pinjaman tanpa seizin pemilik barang. Jika peminjam suatu benda meminjamkan benda tersebut kepada orang lain, kemudian rusak di tangan kedua, maka pemilik berhak meminta jaminan kepada salah seorang di antara keduanya. Dalam keadaan seperti ini, lebih baik pemilik arang meminta jaminan kepada pihak kedua karena dialah yang memegang ketika barang itu rusak (Mardani, 2016: 330). 6. Tanggung Jawab Peminjam 11 12



. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah……, h. 96 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah……, h. 97



9



Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian barang tersebut rusak, ia berkewajiban menjaminnya, baik karena pemakaian yang berlebihan maupun karena yang lainnya. Demikian menurut Ibn Abbas, Abu Hurairah, Syafi’i, dan Ishaq dalam hadis yang diriwayatkan oleh Samurah, Rasulullah bersabda yang artinya: “Pemegang



berkewajiban



menjaga



apa



yang



ia



terima,



hingga



ia



mengembalikannya”. Sementara para pengikut Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa, peminjam tidak berkewajiban menjamin barang pinjamannya, kecuali karena tindakannya berlebihan, karena Rasulullah bersabda: “Pinjaman yang tidak berkhianat tidak berkewajiban mengganti kerugian dan orang yang menerima titipan yang tidak khianat tidak berkewajiban mengganti kerusakan”. Menurut Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabalah, kepemilikan barang yang ada pada pada diri musta’ir (orang yang meminjam) bersifat tidak lazim, karena merupakan kepemilikan tanpa adanya konpensasi, seperti halnya hibah. Mu’ir (orang yang meminjamkan) memiliki hak untuk merujuk barangnya dalam akan ‘ariyah, begitu juga musta’ir memiliki hak untuk mengembalikan barang sepanjang ia mau. Menurut Malikiyah, mu’ir tidak memiliki hak untuk merujuk ‘ariyah, sebelum musta’ir memanfaatkan ‘ariyah. Jika ‘ariyah dibatasi dengan waktu, mu’ir tidak boleh merujuk sebelum batas waktu berakhir.



7. Tata Krama Berhutang Ada beberapa hal yang dijadikan penekanan dalam pinjam-meminjam atau utangpiutang tentang nilai-nilia sopan-santun yang terkait di dalamnya, ialah sebagai berikut: a. Sesuai dengan QS. Al-Baqarah: 282, utang-piutang supaya dikuatkan dengan tulisan dari pihak berutang dengan disaksikan dua orang saksi laki-laki dengan dua orang saksi wanita. Untuk dewasa ini tulisan tresebut dibuat diatas kertas bersegel atau bermaterai. b. Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar adanya kebutuhan yang mendesak disertai niat dalam hati akan membayarnya/mengembalikannya. 10



c. Pihak berpiutang hendaknya berniat memberikan pertolongan kepada pihak berutang. Bila yang meminjam tidak mampu mengembelikan, maka yang berpiutang hedaknya membalaskannya. d. Pihak yang berutang bila sudah mampu membayar pinjaman, hendaknya dipercepat pembayaran utangnya karena lalai dalam pembayaran pinjaman berari berbuat zalim. e. Mu’ir hendaknya berniat memberikan pertolongan kepada musta’ir. Bila musta’ir



belum mampu membayar, hendaknya diberikan kelonggaran waktu dan bila musta’ir tidak mempunyai kemampuan untuk mengembalikan maka mu’ir hendaknya membebaskannya.



11



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Berdasarkan penulisan makalah ini, kami penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ijarah ialah sewa-menyewa, diperbolehkan selama memberikan imbalan yang pantas sebagaimana dijelaskan pada QS. Al-Baqarah ayat 233, ijarah dengan rukunnya yakni adanya dua belah pihak, shigat ijarah, imbalan (ujrah) serta objek sewa. Dalam pelaksanaanya juga terdapat syarat yang yang membuat ijarah menjadi sah. 2. Ariyah ialah pinjam-meminjam, berhukum sunnah sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dapat berubah menjadi wajib bahkan haram, rukunnya orang yang meminjam, orang yang meminjamkan serta barang pinjaman, adapun ketentuan lain seperti pengembalian barang dalam keadaan yang baik.



B. Saran Kami, selaku penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah ini dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasa makalah ini.



12



DAFTAR PUSTAKA



Ascarya. Akad dan Produk Syari’ah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. al-Fauzan, Saleh. Fiqih Sehari-Hari. Jakarta: Gema Insani Press, 2005. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2000. Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasby. Hukum-Hukum Fiqih Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997. Suhendi,Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005 Tim Kajian Ilmiah FKI Ahla Suffah 103. Kamus Fiqh. TK: Purna Siswa MHM, 2013. Santoso, Harun dan Anik. “Analisa Pembiayaan Ijarah pada Perbankan Syari’ah”. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam Vol 01, No 02 (2015): 107. Syamsudin , Muhammad. Fiqh Muamalah Terapan. http://www.nu.or.id/post/read/83180/kajian-fiqh-



muamalah-terapan-akad (diakses 12



September, 2019) Maulan, Rizkan. Pengantar Muamalah. https://www.takafulum.co.id/upload/literasi/pengetahuan/pengantar%20Fiqh%20Muama lah%201.pdf (diakses 12 September, 2019)



13