Makalah Fiqih Tentang Orang Sakit Kel.6 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA FIQIH SAKIT DOSEN PENGAMPU



: Dr. H. SOFIYULLAH, M. Si



DISUSUN OLEH: ZAIDAN RIZKY ARYA PRATAMA (211104127) D3 RADIOLOGI A M. RAGIL ALFAWWAS (211104136) D3 RADIOLOGI B ADRIAN BINTANG SHAFA (211104137) D3 RADIOLOGI B JEYHAN AULIANINDYA (211104138) D3 RADIOLOGI B NIHAYATUN NIKMAH (211104160) D3 RADOLOGI B ALFI HILMIYAH (212102112) S1 KEPERAWATAN ANJELINA HIDAYATUS SHOLIHA (212102106) S1 KEPERAWATAN NEHA SELFIANA MAHARANI (212102104) S1 KEPERAWATAN



INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MALANG WIDYA CIPTA HUSADA TAHUN AJARAN 2021 / 2022



ii



DAFTAR ISI BAB I.......................................................................................................................................1 Latar Belakang Masalah.........................................................................................................1 Rumusan Masalah..................................................................................................................1 BAB II......................................................................................................................................2 Pengertian Fiqih Sakit dan Macam-macam Sakit..................................................................2 Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Oleh Orang Sakit...............................................................2 Keringanan-keringanan Pada Orang Sakit.............................................................................3 Tata Cara Salat Bagi Orang Sakit............................................................................................4 Tata Cara Berwudhu Bagi Orang Sakit...................................................................................6 Hukum Salat Bagi Orang yang Sakit ......................................................................................7 Hukum Meninggalkan Salat Bagi Orang yang sakit...............................................................8 Hikmah Sakit..........................................................................................................................9 Ketentuan hukum salat bagi teaga medis yang tercakup dalam Fatwa MUI........................9 Tata Cara Salat Namun Dengan Pakaian Najis.......................................................................10 Cara Berwudhu bagi orang sakit yang lukanya diperban......................................................11 BAB III.....................................................................................................................................12 Kesimpulan ............................................................................................................................12 Saran......................................................................................................................................12 Daftar Pustaka........................................................................................................................13



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya, kami dapat menyelesaikan tukas makalah yang bertema “Fiqih Sakit” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama. Selain itu, makalah ini dibuat bertujuan untuk menambah wawasan mengenai fiqih sakit bagi para pembaca dan penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sofi selaku dosen pengampu mata kuliah pendidikan agama. Ucapan terima kasih juga di sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu di selesaikannya makalah ini. Kami menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fiqih artinya bagaimana aturan dalam islam cara menjalaninya. Sakit adalah istilah untuk keadaan buruk pada pikiran, tubuh, dan hal lain seperti jiwa. Seseorang yang sakit tetap di wajibkan untuk mendirikan salat. Caranya dengan melakukan gerakan dan posisi-posisi salat semampu yang bisa dilakukan, meskipun tidak sampai sempurna. Hal ini ditegaskan dalam Al-quran dan Hadits. (Q.S. AT-TAGHABUN: 16) yang berbunyi: Fattaqul laaha mastat'tum wasma'uu wa atii'uu waanfiquu khairal li anfusikum; wa many-yuuqa shuha nafsihii fa-ulaaa'ika humul muflihuun ٰۤ ُ ‫ك ُه ُم ْال ُم ْفلِح ُْو َن‬ ‫َفا َّتقُوا هّٰللا َ َما اسْ َت َطعْ ُت ْم َواسْ َمع ُْوا َواَطِ ْيع ُْوا َواَ ْنفِقُ ْوا َخيْرً ا اِّل َ ْنفُسِ ُك ۗ ْم َو َمنْ ي ُّْو َق ُش َّح َن ْفسِ هٖ َفا‬ َ ‫ول ِِٕٕى‬ Yang artinya; “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” ُ‫َو َما أَ َمرْ تُ ُك ْم بِ ِه فَأْتُوا ِم ْنهُ َما ا ْستَطَ ْعت ْم‬ artinya : dan apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakannya semampu yang bisa kamu lakukan ( HR. Bukhari ) B. Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud dengan fiqih sakit dam apa saja macam-macam sakit? b. Apa saja hal-hal yang harus di perhatikan oleh orang sakit? c. Apa saja keringanan pada orang sakit? d. Apa saja tata cara salat bagi orang sakit? e. Apa saja tata cara berwudhu bagi orang sakit? f. Apa hukum salat bagi orang sakit? g. Apa hukum meninggalkan salat bagi orang sakit? h. Apa hikmah sakit? i. Bagaimana tata cara salat bagi tenaga medis yang menggunakan APD ? j. Bagaimana tata cara salat pada orang yang pakaiannya terkena najis ? k. Bagaimana tata cara berwudu pada orang yang memakai perban ?



1



BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Fiqih Sakit dan Macam-macam Sakit Fiqih artinya bagaimana aturan dalam islam cara menjalaninya, sedangkan sakit memiliki beberapa pengertian: a) Sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas termasuk keadaan organims sebagai biologis dan penyesuain sosialnya. b) Sakit adalah sebagai suatu yang tidak menyenangkan yang menimpah seseorang menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari baik itu aktivitas jasmani,rohani dan sosial. c) Sakit suatu keadaan badan atau sebagian dari organ badan dimana fungsinya terganggu atau menyimpang. Macam-macam Sakit a) Sakit karena luka bakar. b) Sakit karena kecelakaan. c) Sakit demam tinggi



2. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Oleh Orang Sakit a) Orang Islam dalam keadaan sakit pun harus tetap berhati-hati terhadap najis yang mengenai pada badan atau pakaiannya. karena najis dapat menghalangi salat. Orang sakit umumnya itu tidak leluasa dalam bergerak sehingga ketika buang hajat. Misalnya seperti : terkadang harus dilakukan di atas tempat tidur. Dalam kondisi seperti ini tidak tertutup kemungkinan ada najis mengenai atau menempel pada pakaian atau tubuh kita sendiri. Oleh sebab itu, penting sekali ada orang lain yang membantu melayani berbagai kebutuhan orang sakit dan kebutuhan tentu saja tidak hanya menyangkut makan dan minum, tetapi juga apa saja yang tidak mungkin ditinggalkannya, seperti buang hajat, kebersihan dan salat. Ketiga hal ini berhubungan dan memiliki dampak yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kelancaran salat. b) Kedua, orang sakit hendaknya berhati-hati jangan sampai lalai melaksanakan salat. Meski dalam kondisi berbaring dan lemah di atas tempat tidur, orang sakit harus tetap memperhatikan waktu-waktu salat. Ketika waktu salat telah tiba, sebaiknya ia segera melaksanakannya. c) Ketiga, hendaknya ia tetap salat sesuai dengan keadaannya baik dengan cara duduk, terlentang, atau sebisanya. Salat adalah tiang agama Islam, maka orang Islam wajib salat dalam keadaan apapun. Tetapi Islam tidak membebani umatnya melebihi kemampuannya. Jika orang sakit hanya bisa salat dengan tidur miring, itu pun diperbolehkan. Hal yang terpenting adalah melaksanakannya sesuai kemampuannya masing-masing. d) Keempat, jangan sampai hidupnya berakhir dengan melalaikan salat. Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi orang Islam yang sakit untuk tetap memperhatikan 2



kewajiban salatnya agar cita-cita untuk menggapai husnul khatimah tidak terhalangi oleh kewajiban salatnya yang terbengkelai di akhir hayat. Sehubungan dengan itu, maka dari pihak keluarga atau pihak manapun yang menunggui orang sakit, hendaknya membantu si sakit dengan senantiasa mengingatkan kewajiban shalat dan memfasilitasinya dengan baik hingga si sakit benar-benar melaksanakan shalat sesuai dengan kondisinya hingga akhir hidupnya atau sembuh sama sekali.



3. Keringanan-keringanan Pada Orang Sakit a) Bertayamum Orang yang sedang sakit, wajib bersuci dengan menggunakan air, berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil, dan mandi untuk menghilangkan hadast besar. Jika tidak mampu menggunakan air atau khawatir penyakit yang diderita akan semakin berat atau khawatir tertunda kesembuhannya, maka boleh bertayamum. Adapun sakit yang tidak membahayakan bagi tubuh, maka tidak ada keringanan dalam bertayamum. b) Melaksanakan salat dengan posisi yang memungkinkan ketika tidak mampu berdiri. Berdiri merupakan rukun di dalam salat fardhu, di mana seorang bila meninggalkan salah satu dari rukun salat, maka hukum salatnya itu tidak sah. Namun bila seseorang karena penyakit yang dideritanya, dia tidak mampu berdiri tegak, maka dia dibolehkan salat dengan posisi duduk. Jika duduk tidak bisa, boleh dilaksanakan dengan cara berbaring disertai gerakan yang menandakan perpindahan dari rukun kerukun c) Menjama' salat Apabila melakukan salat pada waktunya terasa berat bagi orang yang sakit, maka diperbolehkan menjama’ (menggabung) salat, salat dzuhur dan ashar, maghrib dan isya` baik dengan jama’ taqdim atau takhir, dengan cara memilih yang termudah baginya. Sedangkan salat shubuh maka tidak boleh dijama’ karena waktunya terpisah dari salat sebelum dan sesudahnya. d) Gugur kewajiban salat berjamaah dan salat Jumat. Orang sakit yang merasa berat untuk melaksanakan salat berjama’ah dan salat jum’at atau ia khawatir akan menambah dan atau memperlambat kesembuhannya jika shalat di masjid, maka dibolehkan tidak salat berjama’ah dan mengganti salat jum’at dengan salat dzuhur. e) Boleh berbuka puasa apabila puasa tersebut membahayakan dirinya. Allah Swt memberikan keringanan kepada orang yang sakit untuk tidak berpuasa, sebagai rahmat bagi mereka. Para ulama sepakat bahwa sakit yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa adalah setiap penyakit yang melampaui batas kesehatan seseorang. Atau menurut perkiraannya bahwa puasa akan menambah parah penyakitnya, atau dapat menunda masa kesembuhannya. f) Berobat dengan khamar



3



Khamar tergolong najis. Tentang berobat dengan khamar ini terdapat dua pendapat yang memperbolehkan dan tidak memperbolehkan berobat dengan khamar. Pemakaian khamar untuk kepentingan pengobatan diperbolehkan. Ini merupakan pandangan salah satu opsi dari mazhab Hanafi, riwayat lain dari mazhab Syafii, dan bagian pendapat dari mazhab Maliki.Meski memperbolehkan, kelompok ini memberlakukan beberapa syarat, yaitu : 1. Diyakini secara pasti bahwa khamar tersebut akan mendatangkan kesembuhan 2. Tidak ada obat lain yang dapat mengganti posisinya 3. Pengobatan dengan khamar tersebut tidak dimaksudkan untuk memperoleh kenikmatan syahwati. 4. Takarannya tidak lebih dari yang direkomendasikan oleh dokter 5. Takaran yang dipakai untuk obat tidak sampai memabukkan



4. Tata Cara Salat Bagi Orang Sakit a) Bagi orang yang tidak mampu berdiri Orang yang tak mampu berdiri, diperbolehkan salat sambil duduk. Dengan ketentuan sebagai berikut:  Dengan duduk bersila. Jika tak memungkinkan, diperbolehkan duduk dengan cara apa pun yang mudah dilakukan.  Duduk menghadap ke kiblat. Namun jika tidak memungkinkan, maka tidak mengapa. 















Cara bertakbir dan bersedekap sama seperti salat dalam keadaan berdiri. Tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga, kemudian tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri. Cara rukuknya yaitu membungkukkan badan sedikit. Ini merupakan bentuk imaa sebagaimana dalam hadis Jabir. Lalu, kedua telapak tangan di lutut. Cara sujudnya juga sama sebagaimana sujud biasa, jika memungkinkan. Jika tak memungkinkan, maka membungkukkan badannya lebih banyak dari ketika rukuk. Cara tasyahud yaitu dengan meletakkan tangan di lutut dan melakukan tasyahud seperti biasa.



4



b) Bagi orang yang tidak mampu berdiri sekaligus tidak mampu duduk 1) Berbaring menyamping  Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan. Jika tak bisa menyamping ke kanan, maka menyamping ke kiri namun tetap ke arah kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat, maka tidak mengapa.  Cara bertakbir dan bersedekap sama seperti salat dalam keadaan berdiri. Tangan diangkat sejajar dengan telinga, setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.  Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit. Ini merupakan bentuk imaa` sebagaimana dalam hadis Jabir. Kemudian, kedua tangan diluruskan ke arah lutut.  Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.  Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat.



2) Terlentang  Berbaring terlentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama, kepala diangkat sedikit dengan ganjalan seperti bantal atau apa pun sehingga wajah menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan, maka tidak mengapa.  Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana salat dalam keadaan berdiri.



5







 



Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit. Ini merupakan bentuk imaa` sebagaimana dalam hadis Jabir. Kemudian, kedua tangan diluruskan ke arah lutut. Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut. Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat.



3) Bagi yang tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya (lumpuh total) Jika tak mampu menggerakkan anggota tubuh, namun bisa menggerakkan mata, maka diperbolehkan untuk salat dengan menggerakkan mata. Ini masih termasuk makna al-imaa`. Kedipkan mata sedikit ketika takbir dan rukuk, kemudian kedipkan banyak untuk sujud. Disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaanbacaan salat. Jika lisan tak mampu digerakkan, maka bacaan-bacaan salat pun dapat dibaca dalam hati. Jika tak mampu menggerakkan anggota tubuh sama sekali, namun masih sadar, maka salat dilakukan dengan hati. Maksudnya adalah membayangkan dalam hati gerakan-gerakan salat yang disertai gerakan lisan ketika membaca bacaan salat. Jika lisan tak mampu digerakkan, maka bacaan salat pun dibaca dalam hati.



5. Tata Cara Berwudhu Bagi Orang Sakit a) Wajib bagi orang yang sakit untuk mandi, sebagai bentuk membersihkan diri dari hadats besar lalu berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil. b) Jika tidak mampu mengambil air wudhu karena suatu halangan atau khawatir sakitnya akan bertambah parah, maka diperbolehkan tayamum. Tata cara tayamum : • Berniat tayamum dalam hati, mengucapkan Bismillah • Menepukkan kedua tangan ke tanah, dinding dan sejenisnya yang mengandung debu dengan sekali tepukan. • Meniup debu yang menempel ditangan. • Mengusap kedua tangan ke wajah dengan sekali usapan. • Mengusap bagian punggung tangan kanan dimulai dari ujung jari sampai pergelangan tangan, lalu memutar ketelapak tangan kanan dan kiri. (HR.Al-Bukhari no 347 dan Muslim no 368). 6



c) Apabila orang yang sakit tidak mampu melakukan tayamum dan wudhu, dapat dibantu ditayamumkan oleh orang lain. Seseorang yang menepukkan dan mengusapkan pada orang yang sakit. Begitu pula dengan cara mewudhukannya. d) Dibolehkan bertayamum pada dinding, atau segala sesuatu yang suci dan mengandung debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu yang bukan dari bahan tanah seperti cat misalnya,maka ia tidak boleh bertayamum padanya kecuali jika cat itu mengandung debu. e) Jika tidak mungkin bertayamum di atas tanah, atau dinding atau tempat lain yang mengandung debu maka tidak mengapa menaruh tanah pada bejana atau sapu tangan lalu bertayamum darinya. f) Jika ia bertayamum untuk shalat lalu ia tetap suci sampai waktu shalat berikutnya maka ia bisa shalat dengan tayamumnya tadi, tidak perlu mengulang tayamum, karena ia masih suci dan tidak ada yang membatalkan kesuciannya. g) Apabila orang yang sakit memiliki luka atau di gips, maka usapkan air cukup sekali saja sebagai ganti membasuhnya. h) Pastikan orang yang sakit menggunakan pakaian yang bersih ketika akan menunaikan salat. Tidak terkena najis atau kotoran yang bisa membatalkan. Jika tidak memungkinkan, maka bisa salat seadanya. i) Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya karena ketidak mampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya kemudian melakukan shalat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya, pakaiannya atau tempatnya ada najis yang tidak mampu membersihkannya.



6. HUKUM SALAT BAGI ORANG SAKIT Dijelaskan bahwa pada prinsipnya orang sakit tidak dicabut kewajiban salatnya. Namun mendapatkan beberapa keringanan. Untuk itu dalam menetapkan bentukbentuk keringanan salat ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan: a) Sakit tidak menggugurkan kewajiban salat Ini adalah prinsip yang paling dasar dan sangat penting. Sebab banyak sekali orang yang keliru dalam memahami bentuk-bentuk keringanan. Sehingga terlalu memudah-mudahkan sampai keluar batas. Artinya tidak mentangmentang seseorang menderita suatu penyakit, lantas boleh meninggalkan salat seenaknya. Kalau pun terpaksa harus meninggalkan salat, karena alasan sakit yang tidak mungkin bisa mengerjakan salat. Tetap saja salat itu menjadi hutang yang harus dibayarkan di kemudian hari.



b) Lakukan yang bisa dilakukan Seseorang yang sakit tetap diwajibkan untuk mendirikan salat. Caranya dengan melakukan gerakan dan posisi-posisi salat semampu yang bisa dilakukan, meskipun tidak sampai sempurna. Prinsipnya, apapun gerakan dan bacaan salat yang masih bisa dikerjakan, maka tetap wajib untuk dikerjakan. Apa yang sudah mustahil untuk dilakukan, 7



barulah boleh untuk ditinggalkan. Prinsipnya, apa yang tidak bisa didapat secara keseluruhannya, bukan berarti harus ditinggalkan semuanya. c) Keringanan salat tidak boleh mengarang sendiri d) Tidak mentang-mentang mendapatkan keringanan salat, lantas seseorang boleh mengarang-ngarang sendiri bentuk keringanan salat seenak seleranya. Keringanan yang Allah SWT berikan kepada orang sakit bukanlah cek kosong yang boleh diisi seenaknya. Karena tetap ada banyak batasan syariah yang mengiringinya. Misalnya, orang sakit tetap wajib salat sejumlah rakaat yang telah ditetapkan dan tidak boleh mengurangi jumlah rakaat. Maka yang tadinya salat Zhuhur empat rakaat, tidak boleh tiba-tiba dikurangi jadi tinggal satu rakaat dengan alasan sedang sakit. Begitu juga yang seharusnya salat lima waktu dalam sehari semalam, tidak boleh diubah jadi cuma tiga waktu saja. Maka keringanan salat yang dijalankan harus bentuk-bentuk keringanan yang ada dalilnya dan tidak boleh keringanan yang seenaknya sendiri. Keringanan yang ada dalilnya di antaranya, wudhu atau mandi janabah boleh diganti dengan tayamum, dan bila tidak bisa berdiri maka boleh salat sambil duduk atau berbaring. Kemudian keringanan salat lainnya bisa tidak menghadap ke kiblat, gugur kewajiban salat berjamahnya dan gugur kewajiban salat Jumat. 7. Hukum Orang Sakit Yang Meninggalkan Salat Salah satu rukun Islam adalah shalat. Dalam Islam, terdapat shalat wajib atau shalat fardhu dan juga macam-macam shalat sunnat. Namun yang wajib dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan adalah shalat fardhu. Perintah shalat sendiri teleh banyak disebutkan dalam Al quran. Begitu pentingnya shalat, maka tidak satu pun Muslim yang diperbolehkan untuk meninggalkan shalat. Lalu bagaimana hukumnya jika seorang yang sakit meninggalkan shalat? Mengenai perkara ini, haruslah dilihat terlebih dahulu mengenai sakitnya. Jika seseorang mengalami sakit yang membuatnya kehilangan kesadaran, seperti koma atau gila. Maka kewajiban shalat baginya telah gugur karena salah satu syarat sah shalat adalah memiliki akal. Disebutkan dalam Fatawa Lajnah Daimah, 25/257, “Jika orang tua ana saat sakit, hilang akalnya, tidak sadar sama sekali, maka shalat gugur baginya. Karena ketika itu dia bukan orang yang terkena kewajiban beban. Karena beban kewajiban shalat dikaitkan dengan akal, sementara dia telah hilang akal. Adapun jika akal dan kesadarannya tidak hilang, akan tetapi dia meninggalkannya karena tidak tahu bahwa dirinya tetap diwajibkan untuk melaksanakannya sesuai kemampuannya, semoga Allah memaafkan dan menerima uzurnya karena ketidaktahuannya dan tidak adanya orang yang menjelaskan hukum syar’i hingga akhirnya dia meninggal, semoga Allah merahmati dan mengampuninya.



8



Dalam kedua kondisi tersebut, tidak boleh dilakukan shalat untuk orang tua anda. Karena shalat tidak boleh dilakukan untuk orang lain. Asalnya shalat tidak dapat diwakilkan.” Namun jika ia masih dalam keadaan sadar atau memiliki akal, maka ia wajib mengerjakan shalat. Ia dibolehkan untuk menjamak shalatnya. Jika ia tidak shalat maka hukum meninggalkan shalat dengan sengaja baginya adalah dosa. ُّ ‫سلَّ َم بَيْنَ ال‬ ‫ف َواَل َمطَ ٍر قَا َل‬ ْ ‫ظ ْه ِر َوا ْل َع‬ ُ ‫َج َم َع َر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ٍ ‫ب َوا ْل ِعشَا ِء ِبا ْل َم ِدينَ ِة فِي َغ ْي ِر َخ ْو‬ ِ ‫ص ِر َوا ْل َم ْغ ِر‬ ُ َ َ ُ‫س لِ َم فَ َع َل ذلِ َك قَا َل َك ْي اَل يُ ْح ِر َج أ َّمتَه‬ ٍ ‫(أبُ ْو ُك َر ْي‬ ٍ ‫ب) قُ ْلتُ اِل ْب ِن َعبَّا‬ “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya’ di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib rahimahullah berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abas Radhiyallahu ‘anhu : Mengapa beliau berbuat demikian? Beliau Radhiyallahu ‘anhu menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya.” [HR Muslim no. 705] Bahkan meskipun ia memiliki kesulitan dalam mengerjakan shalat, tapi Allah memberikan keringanan dengan membolehkan orang yang sakit untuk shalat dengan duduk atau bahkan berbaring.



8.



HIKMAH SAKIT Banyak orang mengeluh pada sakit yang dideritanya, baik itu ringan ataupun berat. Rasa sakit terkadang membuat sebagian orang menyerah dengan penyakitnya. Mereka mengeluh dan meminta belas kasihan dari orang lain seakan penyakitnya sudah paling berat dia rasakan. Perbuatan tersebut tidak dibenarkan dalam Islam. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi.” (HR Muslim) Sakit tidak selamanya berarti musibah. Sakit bisa menjadi sebuah nikmat yang bisa kita ambil hikmahnya. Menjelaskan sejumlah hikmah yang bisa diambil dari sakit, sebagaimana tertuang dalam yaitu sebagai berikut: a) Sakit bisa menghindari kita dari siksa api neraka. Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dan api neraka.” (HR al-Bazzar) b) Sakit bisa menjadi penghapus dosa bagi kita. Seperti sabda Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Muslim, “Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya.” c) Sakit bisa menjadi sumber kebaikan bagi seseorang jika dia bersabar. Hal tersebut sejalan dengan sebuah hadist di mana Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika ia mendapapt kegembiraan, maka dia



9



bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya.” (HR Muslim) d) Sakit bisa membuat kita kembali mengingat Allah. Sebagaimana yang diketahui, kadang kita hanya ingat Allah di kala kesusahan dan dibericobaan. Sementara saat diberikan kebahagiaan, kita mendadak lupa dengan Rabb semesta alam. 9.Ketentuan hukum salat bagi teaga medis yang tercakup dalam Fatwa MUI : 1. Tenaga kesehatan muslim yang bertugas merawat pasien COVID-19 dengan memakai APD tetap wajib melaksanakan shalat fardhu dengan berbagai kondisinya. 2. Dalam kondisi ketika jam kerjanya sudah selesai atau sebelum mulai kerja ia masih mendapati waktu shalat, maka wajib melaksanakan shalat fardlu sebagaimana mestinya. 3. Dalam kondisi ia bertugas mulai sebelum masuk waktu zhuhur atau maghrib dan berakhir masih berada di waktu shalat ashar atau isya’ maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’ ta’khir. 4. Dalam kondisi ia bertugas mulai saat waktu zhuhur atau maghrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan shalat ashar atau isya maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’ taqdim. 5. Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua shalat yang bisa dijamak (zhuhur dan ashar serta maghrib dan isya’), maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’. 6. Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu shalat dan ia memiliki wudlu maka ia boleh melaksanakan shalat dalam waktu yang ditentukan meski dengan tetap memakai APD yang ada. 7. Dalam kondisi sulit berwudlu, maka ia bertayamum kemudian melaksanakan shalat. 8. Dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci (wudlu atau tayamum) maka ia melaksanakan shalat boleh dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu mengulangi (i’adah). 9. Dalam kondisi APD yang dipakai terkena najis, dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan maka ia melaksanakan shalat boleh dalam kondisi tidak suci dan mengulangi shalat (i’adah) usai bertugas 10. Penanggung jawab bidang kesehatan wajib mengatur shift bagi tenaga kesehatan muslim yang bertugas dengan mempertimbangkan waktu shalat agar dapat menjalankan kewajiban ibadah dan menjaga keselamatan diri. 11. Tenaga kesehatan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk melaksanakan shalat dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan diri. 10.Tata Cara Salat Namun Dengan Pakaian Najis Ketika dihadapkan pada kondisi, hanya punya pakaian yang terkena najis dan tidak memungkinkan untuk membersihkannya, sementara waktu shalat akan habis, maka dia dihadapkan pada 3 pilihan: 1. Pertama, dia shalat dengan pakaian najis, tapi nanti mengulang jika mendapat pakaian suci ini merupakan pendapat ulama Hambali dan Malikiyah. 10



Ibnu Qudamah mengatakan, ‫ومن لم يجد إال ثوبا ً نجسا ً صلى فيه وأعاد على المنصوص‬ Siapa yang hanya memiliki pakaian najis, maka dia boleh shalat dengan pakaian najis itu, dan dia ulang (setelah dapat yang suci), berdasarkan keterangan Imam Ahmad. (al-Muqni’ ma’a as-Syarh, 1/316) 2.Kedua ,dia shalat tanpa menutup aurat, sekalipun harus telanjang, dan tidak perlu diulang.Ini merupakan madzhab Imam as-Syafii dan syafiiyah. Imam as-Syafii mengatakan, ‫ ولم يكن له أن يصلي في ثوب نجس بحال‬،‫ولو أصابت ثوبه نجاسة ولم يجد ماء لغسله صلى عريانا ً وال يعيد‬ Jika pakaiannya terkena najis, sementara dia tidak memiliki air untuk membersihkannya, maka dia shalat dengan telanjang, dan tidak perlu diulang. Dia tidak boleh shalat dengan pakaian najis sama sekali. (al-Umm, 1/57) 3. Ketiga, jika najisnya kurang dari ¾ pakaiannya, dia shalat dengan memakai baju najis. Dan jika melebihi ¾ dari pakaiannya maka boleh emmilih antara shalat sambil telanjang atau shalat dengan pakaian najis. Dan tidak perlu mengulang shalatnya. Rincian ini merupakan pendapat madzhab hanafi. Al-Kasani – ulama hanafi – mengatakan, ‫ طاهراً لم يجزه أن يصلي عريانا ً بل يجب عليه أن يصلي في ذلك الثوب ألن الربع فم††ا فوق††ه في‬-‫أي الثوب‬- ‫فإن كان ربعه‬ ‫حكم الكمال‬ Jika ¼ pakaian yang dia kenakan itu suci, dia tidak boleh shalat dengan telanjang. Namun wajib baginya untuk shalat dengan pakaian itu. Karena suci ¼ ke atas, sifatnya kesempurnaan. 11.Cara Berwudhu bagi orang sakit yang lukanya diperban Dalam kitab Fathul Qaribil Mujib yang merupakan syarah dari kitab Taqrib karangan Syekh Abu Syuja’ disebutkan bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan saat berwudhu bagi shahibul jaba’ir, orang-orang yang diperban. 1. Bagian anggota wudhu yang masih sehat, dibasuh terlebih dahulu dengan wudhu sebagaimana biasanya. Semisal di bagian yang diperban itu tidak menutupi seluruh bagian anggota wudhu yang wajib dibasuh, maka ia sebisa mungkin dibasuh terlebih dahulu. 2. Mengusap di atas bagian anggota wudhu yang diperban. Mengusapnya tidak perlu sampai basah, hanya sekadar di atas perban tersebut. Jika luka itu tidak diperban, maka tidak perlu diusap. 3. Mengganti wudhu yang basuhannya tidak sempurna pada anggota wudhu yang diperban itu dengan melakukan tayamum. Tayamum yang dilakukan sama seperti tayamum biasanya, yaitu dengan debu mengusap wajah dan kedua tangan. Bagaimana semisal hendak melakukan shalat lagi? Semisal seseorang belum batal wudhunya, tapi sudah masuk waktu shalat fardlu yang lain, maka ia hanya melakukan tayamum lagi. Patut diketahui bahwa tayamum itu diperbarui di setiap shalat fardlu. Sedangkan untuk shalat sunah, maka sekiranya belum batal wudhunya, ia tetap sah dilakukan tanpa memperbarui tayamum. Selanjutnya, keringanan ini dilakukan tanpa ada batasan waktu tertentu. Seorang yang terkena uzur ini, baik dengan perban maupun tidak, tetap boleh melakukan tatacara di atas sampai sekiranya lukanya sembuh dan sudah diperkenankan terkena air lagi. 11



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Shalat adalah ibadah yang hukumnya wajib. Wajib untuk dilaksanakan oleh setiap kaum muslim, baik laki- laki mau pun perempuan, yang telah terhukum I wajib untuk melaksanakan. Oleh sebab itu. Sholat harus dilaksanakan, meskipun itu dalam kondisi tidak sehat atau sakit. Karna disaat sakit dan tidak bisa berdiri atau tidak sanggup berdiri maka diperbolehkan untuk sholat dengan duduk, begitu juga jika tidak mampu dengan duduk, maka boleh dilaksanakan dengan berbaring dan jika bebaring tak mampu untuk melaksanakan maka diperbolehkan dengan berbaring.karna agama islam adalah agama yang mudah dan tidak pernah mempersulit pemeluknya. Orang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau memperlambat kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan shalat dengan duduk,  Orang yang sakit apabila mengerjakan shalat dengan duduk sebaiknya duduk bersila pada posisi berdirinya berdasarkan hadîts ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha yang berbunyi: ُ ‫َرأَي‬ ‫صلِّي ُمت ََربِّعًا‬ َ ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ْت النَّب‬   "Aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dengan bersila" Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk, cara melakukannya adalah dengan berbaring, boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri, dengan menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. 12



B. Saran  Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan shalat dengan semua gerakan di atas (ia tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan tidak mampu juga dengan matanya), hendaknya dia melakukan shalat dengan hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal seorang masih sehat.  Apabila telah mampu sholat sempurna orang yang sakit dan di masa sakitnya ia sholat dengan keadaan sholat sakit. maka wajib atasnya untuk sholat sempurna saat itu dan tanpa mengulang sholat ketika ia sakit dahulu.



13



DAFTAR PUSTAKA



https://bincangsyariah.com/ubudiyah/ada-empat-keringanan-bagi-orang-sakit-saat-inginmelaksanakan-shalat/ https://m-republika-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/m.republika.co.id/amp/mhw3nb? amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D https://almanhaj.or.id/2205-tata-cara-bersuci-dan-shalat-bagi-orang-yang-sakit.html http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/tata-cara-wudhu-dan-shalat-serta-doa-bagi-orangsakit-atau-pasien-yang-di-rawat-di-rumah-sakit/ https://www.merdeka.com/trending/tata-cara-salat-bagi-orang-sakit-wajib-selama-akalmasih-sadar https://www.idntimes.com/life/inspiration/rizka-yulita-1/cara-salat-bagi-muslim-yangdalam-keadaan-sakit/1 https://www.republika.co.id/berita/qbn6ju320/orang-yang-sedang-sakit-apakah-tetapwajib-sholat-5-waktu https://islam.nu.or.id/post/read/123925/4-hal-yang-harus-diperhatikan-orang-sakit