22 0 2 MB
HORMON PADA TUMBUHAN (ASAM ABSISAT DAN ETHILEN) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir mandiri mata kuliah Fisiologi Tumbuhan Dosen Pengampu
: Hadiansyah, M.Pd
Oleh: Kelompok III IV/A Edo Prasastya
1210206028
Andini Eka Putri
1132060006
Ashri Rianti Maulani
1132060012
Ega Nurlaela
1132060019
Eka Abdul Rozaq Shiddiq
1132060020
Hafsah Maryam
1132060027
Isti Nadiya
1132060037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT karena atas Qudrat dan IradatNya, Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat
beserta
salam
semoga
tercurah
limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, para tabi’in dan tabi’atnya, dan semoga sampai kepada kita sebagai umatnya. Amiin Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah ikut andil
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari para pembaca, agar penulis dapat menyusun makalah yang lebih baik di masa yang akan datang. Penulis
mengharapkan
semoga
makalah
ini
dapat
bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi penulis. Bandung, 17 Mei 2015 Penulis
1
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................ i DAFTAR ISI................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1 A. Latar Belakang..................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................ 2 C. Tujuan................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN.................................................................... 3 A. B. C. D.
Sejarah, Kimia Struktur, dan Pengukuran ABA..................... 3 Biosintesis, Metabolisme, dan Pengangkutan ABA............... 5 Pertumbuhan dan Efek Fisiologis ABA....................................................... 10 Mekanisme Seluler dan Molekuler Kerja ABA....................... .............................................................................................
26 E. Struktur, Biosintesis, dan Pengukuran Ethylene.................. ............................................................................................. 32 F. Perkembangan dan Efek Fisiologis dari Ethylen................... ............................................................................................. 33 G. Model atau Tindakan Etilen Seluler dan Molekuler............... ............................................................................................. 38 BAB III PENUTUPAN...................................................................... .................................................................................................... 49 Kesimpulan.............................................................................. ................................................................................................ 49 DAFTAR PUSTAKA......................................................................... .................................................................................................... 50 2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertumbuhan,
perkembangan,
dan
pergerakan
tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau fitohormon. Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan dan sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth regulator). Asam absisat (ABA) dan ethilen sangat mempengaruhi pada aspek pertumbuhan dan perkebangan pada tumbuhan. Salah
satu
fungsi
asam
absisat
adalah
menghambat
pertumbuhan tumbuhan. Pada musim tertentu pertumbuhan akan terhambat. Hal itu merupakan adaptasi pertumbuhan terhadap perubahan lingkungan yang tidak memungkinkan bagi tumbuhan untuk tumbuh. Sedangkan Ethylen bekerja dalam
mengatur
perkecambahan
biji,
ekspansi
sel,
diferensiasi sel, perbungaan, penuaan dan amputasi. Hal ini sangat menarik untuk kita bahas. Pertumbuhan
dan
perkembangan
tumbuhan
sangat
dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar tumbuhan.
1
Faktor dalam adalah semua faktor yang terdapat dalam tubuh tumbuhan antara lain faktor genetik yang terdapat di dalam gen dan hormon. Gen berfungsi mengatur sintesis enzim untuk mengendalikan proses kimia dalam sel. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan, hormon merupakan senyawa organik tumbuhan yang mampu menimbulkan respon fisiologi pada tumbuhan. Oleh karena itu dalam pembuatan makalah ini agar kita dapat mengetahui tentang hormon asam absisat dan etilen beserta pengaruhnya yang dikaitkan dengan perkembangan dan pertumbuhan tanaman. B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang yang sudah dipaparkan, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah sebegai berikut: 1. Bagaimana sejarah, kimia struktur, dan pengukuran asam absisat (ABA)? 2. Bagaimana mekanisme biosintesis, metabolisme, dan pengangkutan asam absisat (ABA)? 3. Bagaimana pertumbuhan dan efek fisiologis asam absisat (ABA)? 4. Bagaimana mekanisme seluler dan molekuler kerja asam absisat (ABA)? 5. Bagaimana struktur, biosintesis, dan pengukuran ethylene? 6. Bagaimana mekanisme perkembangan dan efek fisiologis dari ethylene? 7. Bagaimana model atau tindakan etilen seluler dan molekuler? C. TUJUAN Setelah membaca seluruh pembahasan dari makalah ini diharapkan pembaca dapat:
2
1. Mengetahui sejarah, kimia struktur, dan pengukuran asam absisat (ABA). 2. Mengetahui mekanisme biosintesis, metabolisme, dan pengangkutan asam absisat (ABA). 3. Mengetahui pertumbuhan dan efek fisiologis asam absisat (ABA). 4. Mengetahui mekanisme seluler dan molekuler kerja asam absisat (ABA). 5. Mengetahui struktur, biosintesis, dan pengukuran ethylene? 6. Mengetahui
mekanisme
perkembangan
dan
efek
fisiologis dari ethylene? 7. Mengetahui model atau tindakan etilen seluler dan molekuler?
3
BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah, Kimia Struktur, dan Pengukuran ABA Sejarah ABA Pada tahun 1950-an dan 1960-an pengetahuan tentang auksin, giberelin, dan sitokinin, termasuk dalam pembelahan sel dan/atau pertumbuhan sel, pasti ada juga beberapa hormone
alami
yang
berperan
sebagai
penghambat
pertumbuhan. Hal ini diketahui seperti batang berhenti tumbuh dan dormansi pada musim gugur dan musim dingin, biji masak dormansi, daun menua, dan buah yang telah masak
jatuh.
Dengan
demikian
dibuatlah
ekstrak
dari
beberapa bagian tumbuhan dan jaringan yang diuji untuk menghambat kuncup istirahat, perkecambahan biji, induksi IAA pada koleoptil dan menunjukkan hasil yang positif. Selanjutnya
pada
tahun
1963
dilakukan
fraksiansi
dan
bioassay menyebabkan pemurnian dan kristalisasi “Abcissin II” dari buah dan daun kapas, yang menyebabkan gugurnya buah kapas dan pada tahun 1965 ditemukan “Dormin” dari daun pohon Ara (Acer pseudoplatanus). Kedua senyawa identik ini kemudian disebut dengan Asam Absisat (ABA) (Srivastava, 2001). Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman beradaptasi menjadi dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang dihasilkan oleh kuncup menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada kambium pembuluh
sehingga
menunda
pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA juga memberi sinyal pada kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi kuncup dari kondisi
4
lingkungan
yang
tidak
menguntungkan. diketahui
Dinamai
bahwa
ZPT
ini
dengan
asam
menyebabkan
absisat
karena
absisi/rontoknya
daun tumbuhan pada musim gugur. Nama tersebut telah popular walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan kalau ABA terlibat dalam gugurnya daun. (Kamarani, 1986) Asam absisat dalam tanaman menyebar dalam jaringan yang mempunyai fungsi berlawanan dengan zat pengatur tubuh auksin, giberelin, dan sitokinin. Menurut Isbandi (1983) penghambatan
terhadap
biosintesis
giberelin
akan
merangsang biosintesis hormon ABA, dimana hormon ini memiliki pengaruh fisiologis pada tunas yang menjadi dorman sehingga pertumbuhan vegetatif menjadi dorman. Struktur kimia Menurut Srivastava (2001) Asam absisat adalah molekul seskuiterpenoid (memiliki 15 atom karbon) yang merupakan salah satu hormon tumbuhan. Selain dihasilkan secara alami oleh oleh tumbuhan, hormon ini juga dihasilkan oleh alga hijau dan cendawan. Hormon ini ditemukan pada tahun 1963 oleh
Frederick
Addicott.
Addicott
berhasil
mengisolasi
senyawa abscisin I dan II dari tumbuhan kapas. Senyawa abscisin II kelak disebut dengan asam absisat, disingkat ABA. Pada saat yang bersamaan, dua kelompok peneliti lain yang masing-masing Steveninck
juga
dipimpin
oleh
melakukan
tersebut. Sumber ABA Secara non-alami,
Philip
penelitian
Asam
Absisat
Wareing
dan
Van
terhadap
hormon
diperoleh
melalui
pemberian dari luar tubuh baik itu Asam Absisat Sintetik maupun yang diekstrak dari tumbuhan lain, misalnya Alga. (Emanuel, 1997) Cara kerja dari asam absisat ini seperti merangsang penutupan
stomata
pada
5
waktu
kekurangan
air,
mempertahankan dormansi dan biasanya terdapat di daun, batang, akar, buah berwarna hijau. Pengangkutan hormon ABA dapat terjadi baik di xilem maupun floem dan arah pergerakannya bisa naik atau turun. Transportasi ABA dari floem menuju ke daun dapat dirangsang oleh salinitas (kegaraman
tinggi).
Pada
tumbuhan
tertentu,
terdapat
perbedaan transportasi ABA dalam siklus hidupnya. Daun muda memerlukan ABA dari xilem dan floem, sedangkan daun dewasa merupakan sumber dari ABA dan dapat ditranspor ke luar daun. (Moore, 1989) Fungsi ABA bagi tumbuhan Seperti yang telah dijelaskan diatas, hormon Asam Absisat berfungsi dalam menghambat pertumbuhan, hal ini dilakukan untuk membantu tumbuhan untuk bertahan dalam kondisi yang sulit, sehingga hormon absisat hanya diproduksi jika tumbuhan mengalamai kondisi seperti kekurangan air, pada musim dingin, musim kering, dan musim gugur sehingga terjadi
proses-proses
untuk
menghambat
pertumbuhan.
Secara Keseluruhan, Asam Absisat berfungsi dalam : 1. Secara fisiologis berfungsi dalam Pengaturan perkecambahan
biji,
Mendorong
sintesis
protein
simpanan, Mengurangi efek kekurangan air, Peristiwa absisi, Dormansi tunas, Memacu transpor fotosintat 2. 3. 4. 5. 6.
yang sedang berkembang Dormansi tunas Menghambat perkecambahan biji Mempengaruhi pembungaan tanaman Memperpanjang masa dormansi umbi-umbian Mempengaruhi pucuk tumbuhan untuk melakukan
dormansi 7. Untuk maturasi biji dan menjaga biji agar berkecambah di musim yang diinginkan
6
8. Untuk menghadapi lingkungan dengan suhu rendah dan kadar garam atau salinitas yang tinggi 9. Menghambat pembelahan sel kambium
pembuluh.
(Campble, 2005) B. Biosintesis, Metabolisme, dan Pengangkutan ABA Seperti halnya dengan hormon lain, respon terhadap ABA tergantung pada konsentrasi dalam jaringan dan sensitivitas pada
jaringan
katabolisme,
terhadap
hormon.
kompartemensi,
dan
Proses
biosintesis,
transportasi
semua
berkontribusi pada konsentrasi hormon aktif dalam jaringan pada setiap tahap pembangunan tertentu.
jalur lengkap
biosintesis dari ABA telah dijelaskan dengan bantuan mutan ABA-kekurangan diblokir di langkah dalam jalur tertentu. ABA disintesis dari Karotenoid sebuah Menengah Biosintesis ABA berlangsung di kloroplas dan plastida lainnya melalui jalur yang digambarkan pada Gambar 23.2. Beberapa mutan ABA-kekurangan telah diidentifikasi dengan lesi pada langkah-langkah spesifik dari jalur tersebut. Mutan ini menunjukkan fenotipe abnormal yang dapat diperbaiki oleh aplikasi ABA eksogen. Misalnya, Flacca (FLC) dan sitiens (sit) yang "wilty mutan" tomat di mana kecenderungan daun layu (karena ketidakmampuan mereka untuk menutup stomata) dapat dicegah dengan penerapan eksogen ABA. Mutan aba dari Arabidopsis juga menunjukkan fenotipe wilty. Ini dan mutan lainnya telah berguna dalam menjelaskan rincian dari jalur (Milborrow, 2001). Jalur ini dimulai dengan isopentenil difosfat (IPP), unit isoprena biologi, dan mengarah ke sintesis xantofil C40 (yaitu, oksigen karotenoid) violaxanthin (Lihat Gambar 23.2). Sintesis dari violaxanthin dikatalisis oleh zeaxanthin epoxidase (ZEP),
7
enzim dikodekan oleh locus ABA1 dari Arabidopsis. Penemuan ini memberikan konklusif bukti bahwa sintesis ABA terjadi melalui "tidak langsung" atau jalur karotenoid, bukan sebagai molekul kecil. mutan jagung (vp) yang diblokir di langkahlangkah lain dalam jalur karotenoid juga telah mengurangi tingkat ABA dan menunjukkan vivipar-perkecambahan prekoks benih di sementara buah masih melekat pada tanaman (Gambar 23.3). vivipar adalah fitur dari banyak biji ABAkekurangan. Setelah struktur ABA telah ditentukan, dua kemungkinan jalur untuk sintesis ABA diusulkan.Dalam '' jalur langsung, '' ABA akan disintesis dari terpenoid prekursor 15-karbon sepertifarnesyl difosfat (lihat Gambar 19.4). Pada akhir 1970anitu telah jelas ditetapkan bahwa jalur ini adalah operasi di patogen tanaman jamur tertentu yang aktif disintesis ABA, tapi tidak pada tanaman itu sendiri. Menurut kedua, atau '' jalur tidak langsung, '' ABA dihasilkan dari pembelahan karotenoid sepertiâ-karoten. Awalnya diusulkan pada akhir tahun 1960, jalur tidak langsung didasarkan pada kesamaan structural antara pigmen karotenoid dan ABA dan sejak mendapat dukungan dari berbagaibiokimia, studi percobaan 18O2-label, dan, terakhir, karakterisasi mutan ABA biosintesis (Hopkins, 2008: 355-356). Violaxanthin
diubah
menjadi
senyawa
C40
9'-
cisneoxanthin, yang kemudian dibelah untuk membentuk C15 Senyawa xanthoxal, sebelumnya disebut xanthoxin, netral inhibitor pertumbuhan yang memiliki sifat fisiologis yang sama untuk orang-orang dari ABA. pembelahan dikatalisis oleh 9-cis-epoxycarotenoid dioksigenase (NCED), dinamakan
8
demikian karena bisa membelah kedua 9-cis-violaxanthin dan 9’-cis-neoxanthin. Sintesis dari NCED cepat diinduksi oleh stres air, menunjukkan bahwa reaksi itu mengkatalisis adalah kunci pengatur langkah untuk ABAsynthesis. enzim terlokalisasi pada tilakoid, dimana substrat karotenoid berada. Akhirnya, xanthoxal
diubah
menjadi
ABA
melalui
langkah-langkah
oksidatif yang melibatkan intermediate (s) ABA-aldehida dan / atau mungkin asam xanthoxic. Langkah terakhir ini dikatalisis oleh keluarga oksidase aldehida bahwa semua memerlukan kofaktor
molibdenum;
mutan
aba3
dari
Arabidopsis
kekurangan molibdenum fungsional. Oleh karena itu kofaktor dan tidak dapat mensintesis ABA. Konsentrasi ABA dalam Jaringan yang Sangat Variabel Biosintesis secara
ABA
dramatis
perkembangan
atau
dan
konsentrasi
dalam
jaringan
dalam
respon
dapat
berfluktuasi
tertentu terhadap
selama
perubahan
kondisi lingkungan. Dalam mengembangkan benih, misalnya, ABA dapat meningkatkan 100 kali lipat dalam beberapa hari dan kemudian menurun ke tingkat vanishingly rendah sebagai hasil pematangan. Dalam kondisi tekanan air, ABA pada daun dapat meningkatkan 50 kali lipat dalam waktu 4 sampai 8 jam. Setelah mengairi kembali, tingkat ABA menurun normal dalam jumlah waktu yang sama. Biosintesis bukan satu-satunya faktor yang mengatur konsentrasi ABA dalam jaringan. Seperti hormon tanaman lain, konsentrasi ABA bebas sitosol juga diatur degradasi, kompartemensi,
konjugasi,
dan
transportasi.
Misalnya,
sitosolik ABA meningkat selama tekanan air akibat sintesis dalam daun, redistribusi dalam sel mesofil, impor dari akar,
9
dan resirkulasi dari daun lainnya. Konsentrasi ABA menurun setelah mengairi kembali karena degradasi dan ekspor dari daun, serta penurunan tingkat sintesis. ABA dapat diinaktivasi oleh Oksidasi atau Konjugasi penyebab
penting
inaktivasi
ABA
bebas
oksidasi,
menghasilkan tidak stabil antara 6-hidroksimetil ABA, yang cepat dikonversi ke asam phaseic (PA) dan dihydrophaseic acid (DPA) (lihat Gambar 23.2). biasanya tidak aktif, atau pameran sangat berkurang aktivitas, di bioassay. Namun, Pacan
menginduksi
penutupan
stomata
pada
beberapa
spesies, dan itu adalah sebagai aktif sebagai ABA dalam menghambat giberelat Asam-diinduksi produksi α-amilase dalam lapisan barley aleuron. Efek ini menunjukkan bahwa PA mungkin dapat mengikat reseptor ABA. Berbeda dengan PA, DPA tidak memiliki terdeteksi Kegiatan di salah satu bioassays diuji. ABA bebas juga aktif oleh konjugasi kovalen untuk molekul lain, seperti monosakarida. Biasa contoh konjugat ABA adalah ABA-b-D-glucosyl ester (ABA-GE). Konjugasi tidak hanya menjadikan ABA aktif sebagai hormon; itu juga mengubah polaritas dan distribusi seluler. Sedangkan Abais lokal bebas di sitosol, ABA-GE terakumulasi dalam vakuola dan dengan demikian secara teoritis bisa melayani sebagai bentuk penyimpanan hormon. Enzim esterase dalam sel tanaman bisa melepaskan ABA bebas dari bentuk terkonjugasi. Namun, tidak ada bukti bahwa
hidrolisis
ABA-GE
memberikan
kontribusi
untuk
peningkatan pesat dalam ABAin daun selama stres air. Ketika tanaman menjadi sasaran serangkaian siklus tekanan dan rewatering,
ABAGE
yang
konsentrasi
10
meningkat
terus,
menunjukkan bahwa bentuk terkonjugasi tidak rusak selama stres air. ABA translokasi di Jaringan Pembuluh ABA diangkut oleh xilem dan floem, tapi itu biasanya jauh lebih berlimpah dalam getah floem. Ketika radioaktif ABA diterapkan daun, diangkut baik atas batang dan ke arah akar. Sebagian besar ABA radioaktif ditemukan dalam akar dalam waktu 24 jam. Penghancuran floem oleh korset batang mencegah ABA akumulasi dalam akar, menunjukkan bahwa hormon ini diangkut dalam getah floem. Sintesis ABA di akar juga dapat diangkut ke tunas melalui xilem. Sedangkan konsentrasi ABA dalam getah xilem tanaman bunga matahari baik menyiram adalah antara 1,0 dan 15,0 nM, konsentrasi ABA pada tekanan air tanaman bunga matahari meningkat menjadi sebanyak 3000 nM (3.0 M) (Schurr et al. 1992). Besarnya tekanan induksi perubahan konten ABA xilem bervariasidi antara spesies, dan telah menyarankan bahwa ABAalso adalah diangkut dalam bentuk terkonjugasi, kemudian dirilis oleh hidrolisis di daun. Namun, hidrolase didalilkan belum Untuk diidentifikasi. Tekanan air dimulai, beberapa ABA yang dilakukan oleh aliran xilem disintesis di akar yang berada dalam kontak langsung dengan tanah pengeringan. Karena transportasi ini dapat terjadi sebelum potensi air rendah dari tanah menyebabkan setiap terukur perubahan status air daun, ABA diyakini menjadi sinyal akar yang membantu mengurangi tingkat transpirasi oleh menutup stomata daun (Davies, 1991). Meskipun konsentrasi 3,0 μM ABA
apoplast adalah
cukup untuk menutup stomata, tidak semua dari ABA di aliran
11
xilem mencapai sel penjaga. Sebagian besar ABA di aliran transpirasi diambil dan dimetabolisme oleh sel-sel mesofil. Selama tahap awal dari stres air, Namun, pH getah xilem menjadi lebih basa, meningkat dari sekitar pH 6,3 sampai sekitar pH 7,2 (Wilkinson, 1997). Kontrol utama ABA antara sel tumbuhan kompartemen mengikuti "anion trap" Konsep: The dipisahkan (Anion) berupa asam lemah ini terakumulasi di alkaline kompartemen dan dapat didistribusikan sesuai dengan kecuraman pH gradien melintasi membran. Sebagai tambahan untuk partisi sesuai dengan pH relatif kompartemen, Operator-operator serapan spesifik
berkontribusi
mempertahankan
rendah
ABAconcentration apoplastic pada tanaman tanpa tekanan. alkalinization stres yang disebabkan dari apoplast nikmat pembentukan dari bentuk dipisahkan dari asam absisik, ABA, yang tidak mudah menyeberangi membran. Oleh karena itu, kurang ABA enters sel mesofil, dan lebih mencapai sel penjaga melalui aliran transpirasi (Gambar 23.4). Perhatikan bahwa ABA didistribusikan dalam daun dengan cara ini tanpa peningkatan Total ABAlevel. peningkatan xilem getah pH ini dapat berfungsi sebagai sinyal akar yang mempromosikan penutupan awal stomata. C. Pertumbuhan dan Efek Fisiologis ABA Asam absisat adalah molekul seskuiterpenoid (memiliki 15 atom karbon) yang merupakan salah satu hormon tumbuhan. Selain dihasilkan secara alami oleh oleh tumbuhan, hormon ini juga dihasilkan oleh alga hijau dan cendawan. Hormon ini ditemukan pada tahun 1963 oleh Frederick Addicott. Addicott berhasil mengisolasi senyawa abscisin I dan II dari tumbuhan kapas. Senyawa abscisin II kelak disebut dengan asam absisat, disingkat ABA. Pada saat yang bersamaan, dua kelompok peneliti lain yang
12
masing-masing dipimpin oleh Philip Wareing dan Van Steveninck juga melakukan
penelitian
terhadap
hormon
tersebut.
http://helmysuhendar.blogspot.com/2012/12/makalah-asamabsisat.html#ixzz45RRhgFWB. Hormon asam absisat merupakan senyawa yang bersifat inhibitor (penghambat) yang cara kerjanya berlawanan dengan hormon auksin dan giberelin. Salah satu fungsi auksin adalah untuk memacu proses pemanjangan sel dan pembentukan buah tanpa biji. Sedangkan salah satu fungsi dari giberelin adalah untuk mengakhiri proses dormansi pada biji yang terpengaruhi oleh asam absisat. Asam absisik memainkan peran regulasi utama dalam inisiasi dan pemeliharaan benih dan dormansi tunas dan untuk Tanggapan tanaman terhadap stres, terutama stres air, produksi hormon dalam jumlah besar ketika tanaman mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya yaitu.Keadaan rawan tersebut antara lain kurang air, tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas. ABA membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut. Dalam Addi-tion, ABA mempengaruhi banyak aspek lain dari tanaman mengembangkan-ment dengan berinteraksi, biasanya sebagai antagonis, dengan auksin, sitokinin, giberelin, etilen, dan brassinosteroids. Didalam Bagian ini kita akan mengeksplorasi efek fisiologis yang beragam pada ABA, dimulai dengan perannya dalam pertumbuhan benih. Tingkat ABA di Seeds Puncak selama Embriogenesis selama pengembangan benih dapat dibagi menjadi tiga fase durasi kurang lebih sama : 1. Selama fase pertama, yang ditandai dengan sel divisi dan jaringan diferensiasi, zigot yang di bawah menjadi embriogenesis dan berproliferasi menjadi jaringan endosperm. 2. Selama fase kedua, pembelahan sel berhenti dan senyawa penyimpanan menumpuk. 3. Pada fase akhir, embrio menjadi toleran terhadap pengeringan, dan dehidrasi benih kalah sampai dengan 90% air. Sebagai konsekuensi dari dehidrasi, metabolisme datang untuk berhenti dan benih
13
memasuki qui-escent ("istirahat"). Berbeda dengan benih dorman, benih diam akan berkecambah setelah dehidrasi. Dua fase yang terakhir menghasilkan produksi yang layak benih dengan sumber daya yang memadai untuk mendukung perkecambahan dan kapasitas menunggu minggu sampai bertahun sebelum melanjutkan pertumbuhan. Biasanya, isi ABA biji sangat rendah pada awal embriogenesis, mencapai maksimum pada sekitar setengah benih, dan kemudian secara bertahap jatuh ke tingkat rendah sebagai benih mencapai kematangan. Jadi ada puncak luas dari ABA akumulasi dalam benih yang sesuai hingga pertengahan sampai akhir embriogenesis. Keseimbangan hormonal benih yang rumit oleh fakta bahwa tidak semua jaringan genotype sama. kulit biji berasal dari jaringan maternal (seeWeb Topic 1.2); zigot dan endosperm yang berasal dari kedua par-Ent. Studi genetik mutan dengan ABA-kekurangan dari Arabidopsis menunjukkan bahwa kontrol zigotik genotype sintesis ABA pada embrio dan endosperm dan essen-esensial itu untuk dormansi induksi, sedangkan geno-jenis induk mengontrol utama, puncak awal akumulasi ABA dan membantu menekan vivipar pada pertengahan embriogenesis (Raz et Al. 2001). ABA Meningkatkan pengeringan di Embrio yang Fungsi penting dari ABA dalam benih berkembang adalah untuk mempromosikan akuisisi toleransi pengeringan. Seperti yang akan digambarkan dalam Bab 25 (pada fisiologi stres), desic-kation yang parah dapat merusak membran dan selular lainnya secara konstituen. Selama pertengahan hingga tahap akhir pengembangan benih, mRNA spesifik terakumulasi dalam embrio pada waktu tingkat tinggi ABA endogen. mRNA ini mengkodekan disebut-akhirembriogenesis-berlimpah (LEA) Sintesis protein simpanan diduga terlibat dalam toleransi pengeringan dan mengurangi efek kekurangan air. Sintesis dari protein LEA, dapat diinduksi dengan perlakuan ABA baik embrio muda atau jaringan vegetatif. Sehingga sintesis yang paling LEA protein lakukan di bawah kontrol ABA (seeWeb Topik 23.4) BA Mempromosikan Akumulasi Storage Embriogenesis
14
Benih
Protein
selama
Senyawa penyimpanan terakumulasi selama pertengahan sampai akhir embriogenesis. Karena tingkat ABA masih tinggi, ABA bisa mempengaruhi translokasi gula dan amino asam, sintesis bahan cadangan, atau keduanya. Studi di mutan gangguan di kedua sintesis protein ABA dan Tanggapan tidak menunjukkan efek ABA pada translokasi gula. Sebaliknya, ABA telah terbukti mempengaruhi jumlah dan komposisi protein penyimpanan. Misalnya, ABA eksogen mempromosikan akumulasi protein penyimpanan di embrio dikultur dari banyak spesies, dan beberapa mutan ABA-kekurangan atau -insensitive telah mengurangi protein penyimpanan akumulasi. Namun, sintesis protein penyimpanan juga dikurangi benih mutan perkembangan lain dengan tingkat ABA dan tanggapan atau-mal, menunjukkan bahwa ABA hanya salah satu dari beberapa sinyal mengendalikan ekspresi penyimpanan gen protein selama embryogenesis ABA tidak hanya mengatur akumulasi penyimpanan protein selama embriogenesis; juga dapat mempertahankan embrio matang dalam keadaan tidak aktif sampai kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan. Benih dormansi adalah faktor penting dalam adaptasi tanaman untuk menguntungkan lingkungan. Seperti yang akan kita bahas dalam beberapa bagian, tanaman telah berevolusi berbagai mekanisme, beberapa mereka melibatkan ABA, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan mereka biji dalam keadaan tidak aktif. Benih Dormansi atau Embrio yang Selama pematangan biji, embrio memasuki fase diam dalam menanggapi pengeringan. Perkecambahan biji dapat didefinisikan sebagai kembalinya pertumbuhan embrio dari benih matang; itu tergantung pada kondisi lingkungan yang tidak sama seperti pertumbuhan vegetatif . Air dan oksigen harus tersedia, suhu harus sesuai, dan harus ada zat penghambatat yang hadir. Dalam banyak kasus benih tidak akan berkecambah bahkan jika semua kondisi lingkungan yang diperlukan untuk pertumbuhan tidak sesuai / pas . Fenomena ini disebut benih dormansi. Benih dormansi memperkenalkan penundaan temporal proses perkecambahan yang menyediakan waktu tambahan untuk penyebaran benih jarak geografis yang lebih besar. Juga
15
memaksimalkan kelangsungan hidup bibit dengan mencegah perkecambahan di bawah kondisi yang tidak menguntungkan. Dua jenis dormansi benih telah diakui: dormansi mantel yang dikenakan dan dormansi embrio. Dormansi embrio mantel terdapat embrio dengan memiliki kulit biji dan jaringan lainnya, seperti sebagai endosperm, pericarp, atau organ extrafloral, dikenal sebagai mantel dikenakan dormansi. Embrio benih mantel tersebut akan berkecambah secara mudah dengan adanya air dan oksigen setelah kulit biji dan jaringan lain di sekitarnya telah rusak. Ada lima dasar mekanisme dormansi mantel (Bewley dan Hitam 1994). 1. Pencegahan serapan air. 2. Kendala Mekanik. Tanda pertama terlihat dari perkecambahan biasanya radikula menerobos kulit biji. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun, kulit biji mungkin terlalu kaku untuk radikula untuk menembus. Untuk benih berkecambah, dinding sel endosperm harus melemah oleh produksi sel dinding-merendahkan enzim. 3. Interferensi dengan pertukaran gas. permeabilitas Menurunkan dari kulit biji terhadap oksigen menunjukkan bahwa kulit biji menghambat perkecambahan dengan membatasi suplai oksigen ke embrio. 4. Retensi inhibitor. Kulit biji dapat mencegah keluarnya inhibitor dari benih. 5. Produksi Inhibitor. kulit biji dan pericarps mungkin mengandung konsentrasi yang relatif tinggi inhibitor pertumbuhan, termasuk ABA, yang dapat menekan perkecambahan embrio. Dormansi embrio .Ada dua tipe dormansi benih embrio, sebuah dormansi yang intrinsik dengan embrio dan bukan karena pengaruh dari kulit biji atau jaringan sekitarnya lainnya. Dalam beberapa kasus, embrio dormansi dapat dikurangi dengan amputasi kotiledon. Spesies di mana kotiledon mengerahkan efek penghambatan termasuk cokelat Eropa (Corylus avellana) dan Eropa ash (Fraxinus semakin tinggi). Sebuah demonstrasi yang menarik dari kemampuan kotiledon untuk menghambat pertumbuhan ditemukan dalam spesies (misalnya, peach) di mana embrio aktif terisolasi berkecambah tetapi tumbuh sangat perlahan untuk membentuk tanaman kerdil. Jika kotiledon dihapus pada tahap awal 16
pengembangan, bagaimanapun, tanaman tiba-tiba bergeser ke pertumbuhan normal. Embrio dormansi dianggap karena kehadiran inhibitor, terutama ABA, serta tidak adanya promotor pertumbuhan, seperti GA (asam giberelat). Kerugian embrio dormansi sering dikaitkan dengan penurunan tajam dalam rasio ABA untuk GA. Dormansi benih Primer dengan dormansi benih sekunder. Berbagai jenis dormansi benih juga dapat dibedakan atas dasar waktu onset dormansi. bukan penyebab dormansi: Benih yang dilepaskan dari tanaman aktif yang menunjukkan
dormansi primer. Benih yang dilepaskan dari tanaman dalam keadaan nondor-banyak, tapi yang menjadi aktif jika kondisi untuk perkecambahan yang tidak menguntungkan, menunjukkan dormansi sekunder. Misalnya, biji Avena sativa (oat) dapat menjadi aktif di hadapan suhu lebih tinggi dari maksimum untuk perkecambahan, sedangkan biji Phacelia dubia (kecil-bunga scorpionweed) menjadi aktif pada suhu di bawah mini-ibu untuk perkecambahan. Mekanisme sekunder
dormansi yang kurang dipahami. Faktor lingkungan Kontrol di Lepaskan dari Dormansi Benih Berbagai faktor eksternal melepaskan benih dari dormansi benih, dan dorman biji biasanya menanggapi lebih dari salah satu dari tiga faktor: 1. Setelah Pematangan. Banyak bibit kehilangan dormansi mereka ketika kadar air mereka berkurang ke tingkat tertentu dengan pengeringan-fenomena yang dikenal sebagai setelah pemasakan / pematangan. 2. Suhu rendah, atau dingin, bisa melepaskan benih dari dormansi. Banyak biji memerlukan periode dingin (0-10 ° C) sementara dalam sepenuhnya terhidrasi (menyerap) untuk berkecambah. 3. Cahaya / Terang. Banyak biji memiliki persyaratan ringan untuk ger-mination, yang mungkin hanya melibatkan paparan singkat, seperti dalam kasus selada, pengobatan intermiten (Mis, succulents dari genus Kalanchoe), atau bahkan penyinaran tertentu yang melibatkan hari pendek atau panjang. Benih Dormansi Dikendalikan oleh Rasio ABA untuk GA 17
Biji matang dapat berupa aktif atau nondormant, tergantung pada spesies. biji Dormant , seperti kacang, akan berkecambah mudah jika disediakan dengan air saja. biji Dorman, di sisi lain, gagal berkecambah dengan kehadiran air, dan membutuhkan beberapa tambahan memperlakukan atau kondisi. Sebagaimana telah kita lihat, dormansi mungkin timbul dari kekakuan atau impermeabilitas kulit biji (dormansi mantel dikenakan) atau dari kegigihan perkembangan embrio. Contoh terakhir termasuk biji yang membutuhkan setelah pemasakan, dingin, atau cahaya berkecambah. ABA mutan telah sangat berguna dalam menetapkan awal peran ABA dalam dormansi biji. Dormansi Benih Arabidopsis dapat diatasi dengan periode setelah pematangan atau perlakuan dingin. ABA-kekurangan (aba) mutan dari Arabidopsis Telah terbukti nondormant pada saat terjadi kematangan. Ketika persilangan timbal balik antara aba dan tanaman liar dilakukan, benih muncul pada saat dormansi hanya ketika embrio itu sendiri diproduksi ABA. juga tidak maternal atau ABA eksogen diterapkan efektif dalam menginduksi dormansi dalam aba embryo. Di sisi lain , ABA merupakan puncak hadir utama dalam biji dan diperlukan untuk aspek-aspek lain dari pengembangan benih misalnya membantu pada pertengahan embriogenesis. Dengan demikian dua sumber fungsi ABA di berbagai perkembangan jalan. Dorman juga sangat berkurang dalam biji dari ABA-sensitif mutan abi1 (ABA-sensitive 1), abi2, dan abi3, meskipun biji ini mengandung lebih tinggi konsentrasi ABA dibandingkan jenis liar di seluruh pertumbuhan, mungkin mencerminkan regulasi umpan balik metabolisme ABA. ABA-kekurangan mutan tomat tampaknya berfungsi dalam cara yang sama, menunjukkan bahwa fenomena ini mungkin satu umum. Namun, mutan lain dengan mengurangi dormansi, tetapi tingkat ABA normal dan sensitivitas, mengarahkan ke regulator tambahan dormansi. Meskipun peran ABA dalam memulai dan mempertahankan dormansi benih mapan, hormon lain con-upeti kepada efek keseluruhan. Misalnya, di sebagian besar tanaman yang Puncak produksi ABA dalam benih bertepatan dengan penurunan tingkat IAA dan GA. Demonstrasi elegan pentingnya rasio ABA untuk GA dalam biji disediakan oleh layar genetic yang menyebabkan
18
isolasi mutan pertama ABA-kekurangan dari Arabidopsis (Koornneef et al. 1982). Benih dari GA-kekurangan mutan yang tidak bisa berkecambah tanpa adanya eksogen GA yang termutasi dan kemudian ditanam di rumah hijau. Benih yang dihasilkan oleh tanaman termutasi kemudian disaring untuk reversi , benih yang kembali memiliki
kemampuan mereka untuk
berkecambah. Revertants yang terisolasi , dan mereka ternyata menjadi mutan dari sintesis asam absisat . The revertants Germi - terkontaminasi karena dormansi belum diinduksi , sehingga sintesis subse - berikutnya dari GA tidak lagi diperlukan untuk mengatasinya . Penelitian ini elegan menggambarkan prinsip umum bahwa keseimbangan hormon tanaman sering lebih penting daripada konsentrasi mutlak mereka dalam mengatur mengembangkan - ment . Namun, ABA dan GA mengerahkan efek mereka pada dormansi benih pada waktu yang berbeda , sehingga efek antagonis terhadap dormansi tidak mencerminkan interaksi langsung Layar genetik terbaru untuk penekan dari ABA ketidakpekaan telah mengidentifikasi interaksi antagonis tambahan antara ABA dan etilena atau efek brassinosteroid pada perkecambahan . Selain itu, banyak alel baru ABA kekurangan atau ABA insensitive4 ( abi4 ) mutan telah diidentifikasi di layar untuk sensitivitas diubah menjadi gula . pejantan - ies ini menunjukkan bahwa web peraturan yang kompleks mengintegrasikan sinyal hormonal dan nutrisi ABA Menghambat prekoks perbenihan dan vivipar Ketika embrio yang belum matang dikeluarkan dari benih mereka dan ditempatkan di tengah tanaman melalui pengembangan sebelum timbulnya dormansi , mereka berkecambah sebelum cociously yaitu , tanpa melewati tahap diam dan / atau aktif normal pembangunan. ABA ditambahkan ke dalam media kultur menghambat perkecambahan dewasa sebelum waktunya . Hasil ini, dalam kombinasi dengan fakta bahwa tingkat ABA endogen yang tinggi selama pertengahan hingga pengembangan benih akhir , menyarankan bahwa ABA adalah kendala alam yang terus berkembang embrio dalam keadaan embriogenik mereka. Bukti lebih lanjut untuk peran ABA dalam mencegah perkecambahan dewasa sebelum waktunya telah disediakan oleh studi genetic dari vivipar. 19
Kecenderungan ke arah vivipar, juga dikenal sebagai tumbuh sebelum matang, merupakan karakteristik varietas di tanaman biji-bijian yang disukai oleh cuaca basah. Pada jagung, beberapa vivipara (Vp) mutan ini dipilih di mana embrio berkevambah langsung di rebus sementara yang masih menempel pada tanaman. Beberapa mutan ini ABA kekurangan (VP2, VP5, VP7, dan vp14) (lihat Gambar 23.3); satu adalah ABA sensitif (VP1). Vivipar di mutan ABAkekurangan bisa sebagian pra vented oleh pengobatan dengan ABA eksogen. vivipar di jagung juga membutuhkan sintesis GA awal embriogenesis sebagai sinyal positif; mutan ganda kekurangan baik GA dan ABA tidak menunjukkan vivipar (Putih et al. 2000). Berbeda dengan mutan jagung, mutan gen tunggal dari Arabidopsis (aba1, aba3, abi1, dan abi3) gagal menunjukkan vivip-ary, meskipun mereka nondormant.
Kurangnya
vivipar
mungkin
mencerminkan
kurangnya
kelembaban karena benih tersebut akan berkecambah dalam buah dalam kondisi kelembaban relatif tinggi. Namun, lain Arabidopsis Mutan dengan atau mal respon ABA dan hanya cukup mengurangi ABA levels (misalnya, fusca3, yang termasuk dalam kelas mutan cacat dalam mengatur transisi dari embriogenesis ke ger-mination) menunjukkan beberapa vivipar bahkan pada rendah kelembaban. Selanjutnya, mutan ganda menggabungkan baik cacat dalam biosintesis ABA atau respon ABA dengan mutasi fusca memiliki frekuensi tinggi vivipar (Nambara et al.2000), menunjukkan bahwa mekanisme kontrol berlebihan sup tekan vivipar di Arabidopsis. ABA Menumpuk di Tunas Dorman Dalam spesies kayu, dormansi adalah Ciri adaptif penting dalam iklim dingin. Ketika pohon terkena suhu yang sangat rendah di musim dingin, melindungi meristem dengan skala Tunas dan untuk sementara menghentikan pertumbuhan tunas. Tanggapan ini terhadap suhu rendah membutuhkan mekanisme sensorik yang mendeteksi perubahan lingkungan (sinyal sensorik), dan sistem kontrol yang transduksi sinyal sensorik dan memicu proses perkembangan yang mengarah ke kuncup dormansi. ABA awalnya diusulkan sebagai hormon induksi dormansi karena terakumulasi dalam kuncup dorman dan berkurang setelah jaringan terkena
20
suhu rendah. Namun, penelitian kemudian menunjukkan bahwa kandungan ABA tunas tidak selalu berkorelasi dengan tingkat dormasi. Seperti yang kita lihat dalam kasus dormansi benih, perbedaan nyata ini bisa mencerminkan interaksi antara ABA dan hormon lainnya sebagai bagian dari sebuah proses di mana Tunas dormansi dan pertumbuhan diatur oleh keseimbangan antara inhibitor pertumbuhan tunas, seperti ABA, dan zat pertumbuhan-merangsang, seperti sitokinin dan giberelin. Meskipun banyak kemajuan telah dicapai dalam menjelaskan peran ABA dalam dormansi benih dengan menggunakan mutan ABA-kekurangan, kemajuan peran ABA dalam dormansi tunas, yang berlaku terutama untuk tanaman kayu atau tanaman keras, telah tertinggal karena kurang nyaman sistem genetiknya. Perbedaan ini menggambarkan kontribusi yang luar biasa bahwa genetika dan biologi molekuler telah dibuat untuk menanam fisiologi, dan menggarisbawahi kebutuhan untuk memperluas pendekatan tersebut untuk woody spesies. Analisis sifat-sifat seperti dormansi yang rumit oleh fakta bahwa mereka sering dikendalikan oleh aksi gabungan dari beberapa gen, sehingga menghasilkan gradasi pheno-jenis disebut sebagai sifat kuantitatif. Studi petaping genetik terbaru menunjukkan bahwa homolog dari ABI 1 dapat mengatur dormansi tunas di pohon poplar. Untuk penjelasan studi tersebut, lihat Web Topik 23,7. ABA menghambat sintesis enzim hidrolitik yang penting untuk pemecahan cadangan penyimpanan dalam biji . Misalnya , GA merangsang lapisan aleuron biji-bijian sereal untuk menghasilkan α - amilase dan enzim hidrolitik lainnya yang memecah sumber daya yang tersimpan di endosperm selama perkecambahan ( lihat Bab 20 ) . ABA menghambat sintesis enzim GA - tergantung pada pe - penyok ini dengan menghambat transkripsi mRNA α amilase . ABA diberikannya efek penghambatan ini melalui setidaknya dua mekanisme, yaitu: 1. VP1 , protein awalnya diidentifikasi sebagai penggerak ABA diinduksi ekspresi gen , bertindak sebagai represor transkripsi nasional dari beberapa gen GA - diatur ( Hoecker et al . 1995) .
21
2. ABA merepresi ekspresi GA - induced GA - MYB , faktor transkripsi yang memediasi GA induksi ekspresi α – amylase. Cara kerja ABA merangsang stomata menutup pada waktu Stress Air ( kekurangan air ) mempertahankan dormansi dan biasanya terdapat di daun, batang, akar, buah berwarna hijau. Pengangkutan hormon ABA dapat terjadi baik di xilem maupun floem dan arah pergerakannya bisa naik atau turun. Transportasi ABA dari floem menuju ke daun dapat dirangsang oleh salinitas (kegaraman tinggi). Pada tumbuhan tertentu, terdapat perbedaan transportasi ABA dalam siklus hidupnya. Daun muda memerlukan ABA dari xilem dan floem, sedangkan daun dewasa merupakan sumber dari ABA dan dapat ditranspor ke luar daun. Penjelasan peran ABA di suhu beku , garam yang tinggi , dan stres air ( lihat Bab 25 ) menyebabkan karakterisasi ABA sebagai hormon stres . Seperti disebutkan sebelumnya , konsentrasi ABA daun bisa meningkat hingga 50 kali di bawah kondisi kekeringan, perubahan yang paling dramatis dalam konsentrasi dilaporkan untuk setiap hormon dalam menanggapi sinyal di lingkungan . Redistribusi atau biosintesis ABA sangat efektif dalam menyebabkan penutupan stomata , dan akumulasi di daun menekankan memainkan peran penting dalam pengurangan kehilangan air oleh transpirasi bawah kondisi tekanan air( Gambar 23.5 ). penutupan stomata juga dapat disebabkan oleh ABA disintesis di akar dan diekspor ke rambut akar. Mutan yang tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan ABA pameran akan layu permanen dan disebut wiltymutants karena ketidakmampuan mereka untuk menutup stomata mereka . Penerapan ABA eksogen untuk mutan tersebut menyebabkan penutupan stomata dan pemulihan tekanan turgor. ABA memiliki efek yang berbeda pada pertumbuhan akar dan tunas, dan efek sangat tergantung pada status air tanaman. Gambar 23.6 membandingkan pertumbuhan tunas dan akar bibit jagung yang ditanam di bawah baik kondisi air melimpah (potensi air yang tinggi) atau kondisi dehidrasi (potensial air rendah). Dua jenis bibit yang digunakan: (1) tipe liar bibit dengan yang normal level ABA dan (2) suatu, mutan vivipar ABAkekurangan
22
Ketika pasokan air yang cukup (potensi air yang tinggi), pertumbuhan tunas lebih besar di pabrik tipe liar (normal tingkat ABA endogen) daripada di mutan ABA-kekurangan. pertumbuhan tunas yang berkurang dalam mutan ABA-kekurangan bisa disebabkan sebagian kehilangan air yang berlebihan dari daun. Pada jagung dan tomat, namun, pertumbuhan tunas terhambat tanaman ABA-kekurangan pada potensial air yang tinggi tampaknya karena kelebihan produksi ethylene, yang biasanya dihambat oleh ABA endogen (tajam et al. 2000). Ini menemukan-ing menunjukkan bahwa ABA endogen meningkatkan pertumbuhan tunas pada tanaman baik disiram dengan menekan produksi etilen. Ketika air membatasi (yaitu, pada potensial air rendah), sebaliknya terjadi:
pertumbuhan tunas lebih besar dalam mutan ABA-kekurangan
daripada di liar. Dengan demikian, endogen ABA bertindak sebagai sinyal untuk mengurangi pertumbuhan tunas hanya dalam kondisi stres air. Sekarang mari kita memeriksa bagaimana ABA mempengaruhi akar. Ketika air berlimpah, pertumbuhan akar sedikit lebih besar dalam jenis liar (ABA endogen normal) daripada di mutan ABA-kekurangan, mirip dengan pertumbuhan tunas. Oleh karena itu, pada potensi air yang tinggi (ketika tingkat ABA jumlah rendah), ABA endogen memberikan efek positif sedikit pada pertumbuhan baik akar dan tunas. Dalam kondisi dehidrasi, namun, pertumbuhan akar jauh lebih tinggi di tipe liar daripada di mutan ABA-kekurangan, meskipun pertumbuhan masih terhambat relatif terhadap pertumbuhan akar baik genotipe saat air berlimpah. Dalam hal ini, ABA endogen mempromosikan pertumbuhan akar, appar-entry dengan menghambat produksi etilen selama stres air (Spollen et al. 2000). Untuk meringkas, dalam kondisi dehidrasi, ketika tingkat ABA tinggi, hormon endogen memberikan efek positif yang kuat pada pertumbuhan akar dengan menekan produksi etilen, dan efek negatif sedikit pada pertumbuhan tunas. Efek keseluruhan adalah peningkatan dramatis dalam akar: rasio tunas pada potensial air rendah (lihat Gambar 23.6C), yang, bersama dengan efek dari ABA pada penutupan stomata, membantu tanaman mengatasi stres air. Untuk contoh lain dari peran ABA dalam respon dehidrasi, (seeWeb Essay). ABA Meningkatkan Daun menjadi tua dan Terpisah dari Ethylene 23
Asam absisik awalnya diisolasi sebagai faktor penyebab amputasi. Namun, sejak itu menjadi jelas bahwa ABA merangsang gugurnya organ dalam hanya beberapa spesies dan bahwa hormon utama yang menyebabkan amputasi adalah etilena. Di sisi lain, ABA jelas terlibat dalam penuaan daun, dan melalui promosi dari penuaan mungkin tidak langsung meningkatkan pembentukan etilen dan merangsang amputasi. (Untuk pembahasan lebih lanjut tentang hubungan antara ABA dan etilena, lihat Web Topik 23,8.). Daun penuaan telah dipelajari secara ekstensif, dan anatomi, fisiologi, dan perubahan biokimia yang terjadi selama proses ini digambarkan dalam Bab 16. segmen daun menua lebih cepat dalam kegelapan daripada cahaya, dan mereka menjadi kuning sebagai akibat dari klorofil breakdown. Selain itu, pemecahan protein dan asam nukleat meningkat dengan stimulasi beberapa hidrolase. ABA sangat mempercepat penuaan dari kedua segmen daun dan daun terpasang. Asam absisat adalah molekul seskuiterpenoid (memiliki 15 atom karbon) yang merupakan salah satu hormon tumbuhan. Selain dihasilkan secara alami oleh oleh tumbuhan, hormon ini juga dihasilkan oleh alga hijau dan cendawan. Hormon ini ditemukan pada tahun 1963 oleh Frederick Addicott. Addicott berhasil mengisolasi senyawa abscisin I dan II dari tumbuhan kapas. Senyawa abscisin II kelak disebut dengan asam absisat, disingkat ABA. Pada saat yang bersamaan, dua kelompok peneliti lain yang masing-masing dipimpin oleh Philip Wareing dan Van Steveninck juga melakukan
penelitian
terhadap
hormon
tersebut.
http://helmysuhendar.blogspot.com/2012/12/makalahasamabsisat.html#ixzz45RRhgFWB. Hormon asam absisat merupakan senyawa yang bersifat inhibitor (penghambat) yang cara kerjanya berlawanan dengan hormon auksin dan giberelin. Salah satu fungsi auksin adalah untuk memacu proses pemanjangan sel dan pembentukan buah tanpa biji. Sedangkan salah satu fungsi dari giberelin adalah untuk mengakhiri proses dormansi pada biji yang terpengaruhi oleh asam absisat.
24
Asam absisik memainkan peran regulasi utama dalam inisiasi dan pemeliharaan benih dan dormansi tunas dan untuk Tanggapan tanaman terhadap stres, terutama stres air, produksi hormon dalam jumlah besar ketika tanaman mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya yaitu.Keadaan rawan tersebut antara lain kurang air, tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas. ABA membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut. Tingkat ABA di Seeds Puncak selama Embriogenesis selama pengembangan benih dapat dibagi menjadi tiga fase durasi kurang lebih sama : 1. Selama fase pertama, yang ditandai dengan sel divisi dan jaringan diferensiasi, zigot yang di bawah menjadi embriogenesis dan berproliferasi menjadi jaringan endosperm. 2. Selama fase kedua, pembelahan sel berhenti dan senyawa penyimpanan menumpuk. 3. Pada fase akhir, embrio menjadi toleran terhadap pengeringan, dan dehidrasi benih kalah sampai dengan 90% air. Sebagai konsekuensi dari dehidrasi, metabolisme datang untuk berhenti dan benih memasuki qui-escent ("istirahat"). Berbeda dengan benih dorman, benih diam akan berkecambah setelah dehidrasi. Dua fase yang terakhir menghasilkan produksi yang layak benih dengan sumber daya yang memadai untuk mendukung perkecambahan dan kapasitas menunggu minggu sampai bertahun sebelum melanjutkan pertumbuhan. Biasanya, isi ABA biji sangat rendah pada awal embriogenesis, mencapai maksimum pada sekitar setengah benih, dan kemudian secara bertahap jatuh ke tingkat rendah sebagai benih mencapai kematangan. Jadi ada puncak luas dari ABA akumulasi dalam benih yang sesuai hingga pertengahan sampai akhir embriogenesis. ABA bisa mempengaruhi translokasi gula dan amino asam, sintesis bahan cadangan, atau keduanya. ABA telah terbukti mempengaruhi jumlah dan
komposisi
protein
penyimpanan.
Misalnya,
ABA
eksogen
mempromosikan akumulasi protein penyimpanan di embrio dikultur dari banyak spesies, dan beberapa mutan ABA-kekurangan atau -insensitive telah mengurangi protein penyimpanan akumulasi. Namun, sintesis protein
25
penyimpanan juga dikurangi benih mutan perkembangan lain dengan tingkat ABA dan tanggapan atau-mal, menunjukkan bahwa ABA hanya salah satu dari beberapa sinyal mengendalikan ekspresi penyimpanan gen protein selama embryogenesis. ABA dapat mempertahankan embrio matang dalam keadaan tidak aktif sampai kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan. Benih dormansi adalah faktor penting dalam adaptasi tanaman untuk menguntungkan lingkungan. Ada lima dasar mekanisme dormansi mantel (Bewley dan Hitam 1994) diantaranya sebagai berikut: 1. Pencegahan serapan air. 2. Kendala Mekanik. Tanda pertama terlihat dari perkecambahan biasanya radikula menerobos kulit biji. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun, kulit biji mungkin terlalu kaku untuk radikula untuk menembus. Untuk benih berkecambah, dinding sel endosperm harus melemah oleh produksi sel dinding-merendahkan enzim. 3. Interferensi dengan pertukaran gas. permeabilitas Menurunkan dari kulit biji terhadap oksigen menunjukkan bahwa kulit biji menghambat perkecambahan dengan membatasi suplai oksigen ke embrio. 4. Retensi inhibitor. Kulit biji dapat mencegah keluarnya inhibitor dari benih. 5. Produksi Inhibitor. kulit biji dan pericarps mungkin mengandung konsentrasi yang relatif tinggi inhibitor pertumbuhan, termasuk ABA, yang dapat menekan perkecambahan embrio. ABA awalnya diusulkan sebagai hormon induksi dormansi karena terakumulasi dalam kuncup dorman dan berkurang setelah jaringan terkena suhu rendah. Namun, penelitian kemudian menunjukkan bahwa kandungan ABA tunas tidak selalu berkorelasi dengan tingkat dormasi. Seperti yang kita lihat dalam kasus dormansi benih, perbedaan nyata ini bisa mencerminkan interaksi antara ABA dan hormon lainnya sebagai bagian dari sebuah proses di mana Tunas dormansi dan pertumbuhan diatur oleh keseimbangan antara inhibitor pertumbuhan tunas, seperti ABA, dan zat pertumbuhan-merangsang, seperti sitokinin dan giberelin. 26
ABA menghambat sintesis enzim hidrolitik yang penting untuk pemecahan cadangan penyimpanan dalam biji . Misalnya , GA merangsang lapisan aleuron biji-bijian sereal untuk menghasilkan α - amilase dan enzim hidrolitik lainnya yang memecah sumber daya yang tersimpan di endosperm selama perkecambahan ( lihat Bab 20 ) . ABA menghambat sintesis enzim GA - tergantung pada pe - penyok ini dengan menghambat transkripsi mRNA α amilase . ABA diberikannya efek penghambatan ini melalui setidaknya dua mekanisme. 1. VP1 , protein awalnya diidentifikasi sebagai penggerak ABA diinduksi ekspresi gen , bertindak sebagai represor transkripsi nasional dari beberapa gen GA - diatur ( Hoecker et al . 1995) . 2. ABA merepresi ekspresi GA - induced GA - MYB , faktor transkripsi yang memediasi GA induksi ekspresi α – amylase. Cara kerja ABA merangsang stomata menutup pada waktu Stress Air ( kekurangan air ) mempertahankan dormansi dan biasanya terdapat di daun, batang, akar, buah berwarna hijau. Pengangkutan hormon ABA dapat terjadi baik di xilem maupun floem dan arah pergerakannya bisa naik atau turun. Transportasi ABA dari floem menuju ke daun dapat dirangsang oleh salinitas (kegaraman tinggi). Pada tumbuhan tertentu, terdapat perbedaan transportasi ABA dalam siklus hidupnya. Daun muda memerlukan ABA dari xilem dan floem, sedangkan daun dewasa merupakan sumber dari ABA dan dapat ditranspor ke luar daun. Penjelasan peran ABA di suhu beku , garam yang tinggi , dan stres air ( lihat Bab 25 ) menyebabkan karakterisasi ABA sebagai hormon stres . Seperti disebutkan sebelumnya , konsentrasi ABA daun bisa meningkat hingga 50 kali di bawah kondisi kekeringan, perubahan yang paling dramatis dalam konsentrasi dilaporkan untuk setiap hormon dalam menanggapi sinyal di lingkungan . Redistribusi atau biosintesis ABA sangat efektif dalam menyebabkan penutupan stomata , dan akumulasi di daun menekankan memainkan peran penting dalam pengurangan kehilangan air oleh transpirasi bawah kondisi tekanan air( Gambar 23.5 ). Penutupan stomata juga dapat disebabkan oleh ABA disintesis di akar dan diekspor ke rambut akar. Mutan yang tidak memiliki kemampuan untuk
27
menghasilkan ABA pameran akan layu permanen dan disebut wiltymutants karena ketidakmampuan mereka untuk menutup stomata mereka . Penerapan ABA eksogen untuk mutan tersebut menyebabkan penutupan stomata dan pemulihan tekanan turgor. ABA merangsang gugurnya organ dalam hanya beberapa spesies dan bahwa hormon utama yang menyebabkan amputasi adalah etilena. Di sisi lain, ABA jelas terlibat dalam penuaan daun, dan melalui promosi dari penuaan mungkin tidak langsung meningkatkan pembentukan etilen dan merangsang amputasi D. Mekanisme Seluler dan Molekuler Kerja ABA Pada mempelajari
tahun
1960-an,
sekelompok
perubahan-perubahan
kimia
peneliti yang
yang terjadi
sebelum dormansi kuncup dan absisi daun pada pohon meranggas dan sebuah tim lain menyelidiki perubahanperubahan kimia yang terjadi sebelum absisi sebuah kappa, mengisolasi senyawa yang sama yaitu asam absisat (absiciaic acid ABA). Ironisnya, ABA tidak lagi dianggap memiliki peran utama dalam dormansi kuncup atau absisi daun, namun ABA sangat penting dalam fungsi-fungsi yang lain. Tidak seperti hormone-hormon memperlambat
pertumbuhan, pertumbuhan.
hormon
ABA
ABA
seringkali
ini
bekerja
antagonis terhadap hormon-hormon pertumbuhan dan rasio ABA
terhadap
satu
atau
lebih
hormon
pertumbuhan
menentukan hasil fisiologis akhir(Campbell, 2012:421). Salah satu fungsi asam absisat adalah menghambat pertumbuhan tumbuhan. Pada musim tertentu pertumbuhan akan terhambat. Hal itu merupakan adaptasi pertumbuhan terhadap perubahan lingkungan yang tidak memungkinkan bagi tumbuhan untuk tumbuh. Asam absisat dapat ditemukan pada daun, batang, akar , dan buah biji.
28
Fungsi lain asam absisat adalah membantu tumbuhan mengatasi dan bertahan pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (masa dormansi). Dalam keadaan dorman, tumbuhan
terlihat
seperti
mati,
tetapi
setelah
kondisi
lingkungan menguntungkan, ia akan tumbuh lagi dan mucul tunas-tunas
baru.
Contohnya
adalah
pohon
jati
yang
meranggas pada musim kemarau. Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman beradaptasi menjadi dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang dihasilkan oleh kuncup menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada kambium pembuluh sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA juga memberi sinyal pada kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi
kuncup
menguntungkan.
dari
Dinamai
kondisi
lingkungan
dengan
asam
yang
absisat
tidak karena
diketahui bahwa ZPT ini menyebabkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musim gugur. Nama tersebut telah popular walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan kalau ABA terlibat dalam gugurnya daun(Gardner, 1991:46). Pada kehidupan suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan untuk menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat penting terutama bagi tumbuhan setahun di daerah gurun atau daerah semiarid, karena proses perkecambahan dengan suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian. Sejumlah faktor lingkungan diketahui mempengaruhi dormansi biji, tetapi pada banyak tanaman ABA tampaknya bertindak sebagai penghambat utama
perkecambahan.
Biji-biji
tanaman
setahun
tetap
dorman di dalam tanah sampai air hujan mencuci ABA keluar
29
dari biji. Sebagai contoh, tanaman dune primroses (bunga putih) dan tanaman matahari (bunga kuning) di gurun Anza – Borrego (California), biji-bijinya akan berkecambah setelah hujan deras(Goldsworthy,tt:77). Giberelin juga berperan dalam perkecambahan biji. Pada banyak tumbuhan, rasio ABA terhadap giberelin menentukan apakah biji akan tetap dorman atau berkecambah. Hal yang sama juga terdapat pada kasus dormansi kuncup yang pertumbuhannya dikontrol oleh keseimbangan konsentrasi antar ZPT. Sebagai contoh pada pertumbuhan kuncup dorman tanaman apel, walaupun konsentrasi ABA pada kenyataannya lebih tinggi, tetapi gibberellin dengan konsentrasi yang tinggi pada kuncup yang sedang tumbuh menunjukkan pengaruh yang sangat kuat pada penghambatan pertumbuhan tunas dorman(Heddy, 1996:61). Selain
perannya
pada
dormansi, ABA
berperan juga
sebagai “ stress plant growth hormon” yang membantu tanaman
tersebut
menghadapi
kondisi
yang
tidak
menguntungkan, misalnya pada saat tumbuhan mengalami dehidrasi, ABA diakumulasikan di daun dan menyebabkan stomata
menutup.
Hal
ini
walaupun
mengurangi
laju
fotosintesis, tumbuhan akan terselamatkan dari kehilangan air lebih banyak melalui proses transpirasi(Heddy, 1996:61). Asam Absisat (ABA) Asam Absisat (ABA) merupakan penghambat tumbuh (Inhibitor/retardant) pada saat tanaman mengalami stress, fitohormon ini digunakan untuk mengompakkan pertumbuhan batang agar tanaman terlihat sangat baik. Pada komposisi dan perlakuan tertentu dapat merangsang pertumbuhan tunas anakan
dengan
cepat
dan
30
serentak..ABA
berfungsi
menghambat pertumbuhan; merangsang, penutupan stomata pada waktu kekurangan air, mempertahankan dormansi. Hormon ini terdapat pada buah yang matang, buku pada batang, daun yang sudah menua(Abidin, 1985:70). Mekanisme Kerja ABA Apabila suatu tumbuhan memulai layu, maka ABA berakumulasi di dalam daun, dan menyebabkan stomata menutup dengan cepat, untuk mengurangi transpirasi, dan mencegah
kehilangan
air
berikutnya.
ABA,
melalui
pengaruhnya terhadap mesenjer ke-2, yaitu terhadap Ca (kalsium), menyebabkan peningkatan pembukaan saluran K (kalium) sebelah luar secara langsung di dalam membran plasma sel penutup. Hal ini mendorong kehilangan kalium dalam bentuk massif darinya, yang jika disertai dengan kehilangan air secara osmotis akan mendorong pengurangan turgor sel penutup yang mengecilkan celah stomata(Heddy, 1996:64). ABA
terlibat
dalam
efek
fisiologis
jangka
pendek
(penutupan stomata) serta jangka panjang (pematangan benih). Kecepatan tanggapan fisiologis sering melibatkan perubahan dalam fluks ion yang melewati membrane dan mungkin dapat melibatkan gen, dan pada proses jangka panjang melibatkan perubahan besar dalam pola ekspresi gen. Transduksi yang memperkuat sinyal utama dihasilkan ketika hormone meningkat, reseptor pun diperlukan untuk jangka pendek maupun jangka panjang efek dari ABA. Penelitian genetic telah menunjukkan bahwa banyak duplikasi komponen signal yang mengatur arah jangka pendek dan tanggapan jangka panjang, hal ini menunjukkan bahwa mereka berbagi dan menandakan mekanisme yang wajar.
31
Pada bagian ini akan dijelaskan apa yang diketahui tentang mekanisme
ABA
di
tingkan
seluler
dan
molekuler(Taiz,
2002:548). Aba Ekstra Dan Intraseluler Meskipun ABA telah diintruksikan untuk berinteraksi secara
langsung
dengan
fosfolipid,
banyak
yang
mengemukakan bahwa reseptornya adalah protein. Namun sampai saat ini reseptor protein untuk ABA tidak pernah diidentifikasi. Percobaan telah dilakukan untuk menentukan apakah hormone harus dimasukkan kedalam sel agar menjadi efektif atau apakah itu dapat dilakukan secara eksternal dengan mengikat reseptor yang terletak pada permukaan luar dari
membrane
beberapa
plasma.
persepsi,
Hasil
beberapa
sejauh
ini
menunjukkan
eksperimen
menunjukkan
reseptor pada permukaan luar sel, sebagai contoh yaitu percobaan microinjected ABA yang mengubah pembukaan stomata dan menghambat sintesis GA-induced. Percobaan lain sebagai dukungan lokasi intraseluler untuk ABA reseptor :
(Taiz, 2002: 548-549).
32
Penerapan ABA ekstraseluler hampir dua kali lipat dijadikan hormone
yang
efektif
untuk
menghambat
pembukaan
stomata pada pH 6. 1 ABA diberikan secara langsung dan terus-menerus untuk sitosol melalui patch pipette untu menghambat K+ di saluran yang diminta untuk membuka stomata. 2 Microinjection yang inaktif “terkurung” menjadi penjaga sel dan mengakibatkan penutupan stomata. Stelah perlakuan stomata secara singkat dengan UV iradiasi untuk
mengaktifkan
hormone,
kemudian
melepaskannya dari kurungan molekulernya. Untuk mengontrol
sel
nonphotolyzable. 3 Kesimpulan yang
penjaga dapat
dilakukan
diambil
yaitu
suntik hasil
ini
menunjukkan bahwa persepsi ABA ekstraseluler dapat mencegah pembukaan stomata dan dapat mengatur ekspresi gen, dan ABA intraseluler keduanya dapat menginduksi penutuoan stomata dan menghambat K+ yang diperlukan untuk membuka. Dengan demikian reseptor ABA tidak muncul untuk menjadi ekstraseluler dan intraseluler(Taiz, 2002 :549).
Penutupan stomata disebabkan oleh UV fotolisis dari ABA yang terkurung dalam sitoplasma sel penjaga. Sel-sel tunggal penjaga di stomata yang microinjected dengan sangkar ABA(Taiz, 2002:549). ABA
dapat
menutup
stomata
pada
daun
dengan
menurunkan tekanan osmotic dalam sel dan menyebabkan sel turgor. Akibatnya, cairan tanaman hilang yang disebabkan oleh transpirasi melalui stomata dapat dicegah. ABA juga
33
mencegah hilangnya air dari tanaman dengan membentuk lapisan epikutikula atau lapisan lilin. Selain itu, ABA juga dapat menstimulasi pengambilan air melalui akar. Selain itu untuk menghadapi
kekeringan,
ABA
juga
berfungsi
dalam
menghadapi lingkungan dengan suhu rendah dan kadar garam atau salinitas yang tinggi. Dalam menghadapi musim dingin ABA akan menghentikan pertumbuhan primer dan sekunder. Hormon yang dihasilkan pada tunas terminal ini akan
memperlambat
pertumbuhan
dan
memicu
perkembangan primordial daun menjadi sisik yang berfungsi untu melindungi tunas dorman selama musim dingin. ABA juga
akan
menghambat
pembelahan
sel
cambium
pembuluh((Gardner, 1991:52). Model Simpel : Signaling Aba Didalam Sel Penjaga Stomata
1 ABA berikatan dengan reseptor. 2 Resptor mengikat ABA dan
menginduksi
pembentukan oksigen reaktif yang mengaktifkan plasma membran saluran Ca2+. 3 ABA meningkatkan tingkat siklik ADP-ribosa dan IP3 yang mengaktifkan tambahan saluran kalsium pada tonoplast.
34
4 Masuknyakalsium memprakarsai kalsium intraseluler osilasi
dan
mempromosikan
lebih
lanjut
dalam
pelepasan kalsium dari vakuola. 5 Peningkatan intraseluler blok kalsium K+ dalam saluran. 6 Kenaikan intraseluler kalsium untuk membuka jika Clkeluar (anion) dari saluran plasma membrane yang menyebabkan depolarisasi membrane. 7 Pompa proton membrane plasma dihambat oleh ABAinduced dan terjadi peningkatan cytostolic kalsium dan
peningkatan
pH
membrane. 8 Membran depolarisasi
intraselular, mengaktifkan
depolarizing K+
menuju
keluar saluran. 9 K+ dan anion dikeluarkan plasma membran. Pertama dikeluarkan dari vakuola ke sitosol(Taiz, 2002:554). E. Struktur, Biosintesis, dan Pengukuran Ethylene Struktur Ethylen Struktur kimia ethylen sangatlah sederhana sekali yaitu terdiri 2 atom karbon dan 4 hidrogen seperti berikut :
Biosintesis Ethylen Biosintesis ethylen terjadi di dalam jaringan tanaman yaitu terjadinya perubahan dari asam amino Methionin atas bantuan cahaya dari FMN (Flavin Mono Nuclotida) menjadi Methionel. Senyawa tersebut mengalami perubahan atas bantuan cahaya dan FMN menjadi ethylen, methyl disulphide, formic acid.
35
Produksi Ethylen Ethylen diproduksi oleh tanaman dan mikroorganisme. Produksi ethylen tertinggi yaitu pada jaringan pematangan buah ( > 1,0 nL g - segar - berat - 1 h- 1 ), ethylen adalah biologis aktif yang memiliki konsentrasi rendah jika ada jaringan yang terluka pada tanaman maka secara mekanis jaringan tersebut akan terganggu namun produksi ethylen akan meningkat dalam waktu 30 menit untuk kembali memulihkan keadaan jaringan tanaman yang rusak dan ethylen akan kembali normal setelah jaringan diperbaiki. Pengukuran Ethylen dengan Kromatografi Gas Secara historis pengukuran ethylen dilakukan dengan bioessay
tetapi
pada
saat
ini
sudah
diganti
dengan
menggunakan kromatografi gas. Biasanya ethylen yang dihasilkan oleh tanaman dibiarkan menumpuk dalam botol tertutup, dan sampel ditarik dengan jarum suntik lalu disuntikan ke dalam alat kromatografi. Pengukuran dengan metode ini dinilai lebih akurat. F. Perkembangan dan Efek Fisiologis dari Ethylen Seperti yang telah kita ketahui bahwa ethylen sangat berhubungan dalam pertumbuhan bibit dan pematangan buah. Hal ini karena ethylen terbukti bekerja dalam mengatur perkecambahan
biji,
ekspansi
sel,
diferensiasi
sel,
perbungaan, penuaan dan amputasi. Berikut penjelasan rinci mengenai efek dari ethylen. a. Ethylen membantu dalam proses pematangan buah Dalam perspektif keseharian pematangan buah diidentikan dengan buah yang siap makan, sedangkan dari perspektif ilmu tanaman pematangan buah berarti benih siap untuk penyebaran. Namun perspektif yang
36
lebih sering digunakan adalah yang biasa digunakan dalam
keseharian
karena
sebagian
besar
bidang
pertanian sepakat bahwa pematangan buah adalah buah-buahan yang dapat dimakan. Sejak dulu ethylen telah lama dikenal sebagai hormon yang mempercepat proses pematangan buah agar dapat dimakan. Namun tidak semua buah dapat menanggapi kerja dari hormon ethylen. Pengaruh dari hormon ethylen ditandai dengan kenaikan produksi CO2 saat proses respirasi. Seperti yang sudah dikatakan bahwa tidak semua buah menanggapi hormon ethylen. Jika buah matang karena menanggapi hormon ethylen maka disebut dengan klimaterik, dimana ethylen
melonjak
sebelum
proses
respirasi
yang
menyebabkan produksi CO2 meningkat. Contohnya pada buah apel, pisang, alpukat, dan tomat. grafik 1 pengaruh ethylen dalam pematangan buah
Sebaliknya buah buahan seperti jeruk dan buah anggur tidak menunjukan kenaikan produksi CO2 karena tidak adanya kenaikan produksi ethylen pada tanaman ini. dalam hal ini disebut dengan nonklimaterik. tabel 1 buah klimateri dan nonklimaterik
37
Ketika buah klimaterik mentah diperlakukan dengan ethylen,
maka
Sedangkan
pematangannya
ketika
buah
akan
nonklimaterik
dipercepat. diperlakukan
dengan cara yang sama tidak memengaruhi kenaikan proses respirasi yang merupakan salah satu fungsi dari ethylen sehingga pada buah jenis ini ethylen jelas tidak membantu proses pematangan buah. b. Daun Epinasty dan hasil Pengangkutan ACC dari Akar Daun epinasty adalah peristiwa kelengkungan bagian bawah daun yang diakibatkan oleh diferensiasi tingkat pertumbuhan. Peristiwa epinasty ini diakibatkan konsentrasi
auksin
yang
terlalu
tinggi
sehingga
menginduksi produksi ethylen. Peristiwa ini biasanya ditemukan pada tanaman tomat dimana ketika tanaman ini kelebihan air maka prosuksi auksin meningkat dan menginduksi ethylen serta menyebabkan daun menjadi epinasty. Hal ini karena sinyal ACC yang merupakan prekursor ethylen tidak signifikan bekerja di bagian akar sehingga menyebabkan daun mengalami epinasty. c. Induksi Ethylen Terhadap Ekspansi Sel Lateral
38
Pada konsentrasi di atas 0,1 uL L - 1 , ethylen dapat mengurangi
laju
pemanjangan
dan
meningkatkan
ekspansi lateral. Efek dari ethylen ini terdiri dari 3 respon yaitu
pembengkakan
pada
hipokotil,
menghambat
elongasi akar, dan mengurangi pemanjangan apikal pada bagian akar.
gambar kacang
1
pembengkakan
pada
biji
gambar 2 menghambat elongasi akar sehingga menyebabkan peristiwa epinasty
gambar 3 menghambat penuaan pada bunga
d. Pertumbuhan hooks dan bibit
gambar 4 pembentukan akar rambut pada akar dengan air (kiri) dengan ethylen (kanan) dikelola oleh ethylen
Seperti halnya pertumbuhan epinasty pada daun, pertumbuhan hooks pada akar juga merupakan akibat dari pertumbuhan ethylen yang asimetris. Sehingga pemanjangan lebih berkonsentrasi ke luar dibandingkan ke bagian dalam. e. Ethylen Membantu Pemecahan Biji dan Memunculkan Tunas Saat Dormansi pada Beberapa Spesies Ethylen memiliki kemampuan untuk memecahkan biji
dan
memulai
perkecambahan
setelah
proses
dormansi, selain dormansi ethylen juga meningkatkan
39
tingkat perkecambahan pada biji. Ethylen juga dapat mematahkan dormansi tunas yang biasanya ditemukan pada umbi-umbian. Peristiwa tersebut merupakan bukti bahwa ethylen dan perkecambahan biji sangat berjaitan erat. f. Ethylen Membantu Proses Pemanjangan pada Tumbuhan Aquatik Meskipun ethylen biasanya dianggap sebagai penghambat membantu
pemanjangan proses
batang,
elongasi
pada
ethylen
mampu
tanaman
yang
terendam air atau aquatik. Hal ini disebabkan karena ethylen
akan
menumpuk
di
jaringan
dan
karena
kurangnya kandungan oksigen menyebabkan sintesis ethylen
berkurang
terdapat
pada
tetapi jaringan
oksigen
biasanya
aerenkim
yang
hanya juga
menyebabkan sistesis ethylen meningkat pada bagian ini sehingga membantu dalam proses pemanjangan atau elongasi pada tanaman aquatik. g. Ethylen Menginduksi Pembentukan Akar dan Rambut Akar Ethylene mampu merangsang pembentukan akar adventif di daun, batang, bunga batang, dan bahkan akar lainnya. Ethylene juga telah ditunjukkan untuk bertindak sebagai regulator positif pembentukan rambut akar pada beberapa spesies. h. Ethylen Menginduksi Perbungaan Meskipun
pada
beberapa
spesies
ethylen
menghambat perbungaan namun di keluarga Nanas hal ini justru dikomersilkan. Karena pada tanaman yang berumah satu ethylen dapat merubah jenis kelamin
40
bunga. Contohnya dapat ditemukan pada tanaman mentimun. i. Ethylen Mengontrol Penuaan pada Daun Beberapa bukti fisiologis peranan ethylen dan sitokinin
dalam mengontrol penuaan daun sebagai
berikut : 1. Aplikasi eksogen etilen atau ACC yang merupakan prekursor
pada
daun
sehingga
dapat
menunda
penuaan pada daun. 2. Produksi ethylen dapat menunda memudarnya warna daun
akibat
kehilangan
klorofil
yang
merupakan
karakteristik dari penuaan daun. 3. Ethylen merupakan inhibitor yang akan menunda penuaan daun. j. Peran Ethylen Terhadap Respon Pertahanan Produksi ethylen meningkat jika ada suatu infeksi patogen yang masuk. Hal ini didukung oleh penemuan mutan ethylen yang memungkinkan ethylen berperan dalam menghadapi serangan patogen. k. Pengaturan Biosintesis Ethylen di Zona Absisi Penumpahan daun, buah, bunga, dan organ tanaman lain disebut amputasi. Amputasi berlangsung di lapisan tertentu dari sel, yang disebut amputasi lapisan, yang menjadi morfologi dan biokimia dibedakan selama pengembangan organ. Selama fase awal pemeliharaan daun, auksin dari daun mencegah amputasi dengan mempertahankan sel-sel abscis. Selama pembentukan lapisan absisi, dua atau tiga baris sel di zona absisi menjalani dinding sel kerusakan karena peningkatan sel dinding-hidrolisis enzim. Namun, aplikasi auksin ke sisi
41
proksimal dari zona absisi (yaitu, sisi yang paling dekat dengan
batang)
benar-benar
mempercepat
proses
amputasi. Hasil ini menunjukkan bahwa itu bukan jumlah absolut dari auksin di zona amputasi, melainkan auksin gradien, yang mengontrol sensitivitas ethylene dari selsel ini. l. Ethylen sebagai Penggunaan Penting dari Segi Komersial Karena ethylen mengatur begitu banyak fisiologis proses dalam perkembangan tanamanmaka dari itu ethylen merupakan salah satu hormon yang paling banyak digunakan tanaman di bidang pertanian. Auksin dan ACC dapat memicu biosintesis alami etilena dan dalam
beberapa
pertanian.
kasus
Yang paling
digunakan banyak
dalam
praktek
digunakan senyawa
tersebut Ethephon, atau 2-asam chloroethylphosphonic , yang ditemukan di 1960 dan dikenal dengan berbagai nama dagang, seperti Ethrel . Ethephon disemprotkan dalam larutan berair dan mudah diserap dan diangkut di dalam pabrik . Ia melepaskan ethylene perlahan oleh reaksi kimia , yang memungkinkan hormon untuk memberi efek: 1. Mempercepat buah pematangan apel dan tomat dan degreening jeruk, mensinkronisasikan berbunga dan buah diatur dalam nanas, dan mempercepat gugurnya bunga dan buah-buahan. Hal ini dapat digunakan untuk menginduksi menipis buah atau penurunan buah kapas, ceri, dan walnut. 2. Hal ini juga digunakan untuk mempromosikan ekspresi seks
perempuan
di
mentimun,
untuk
mencegah
penyerbukan sendiri dan meningkatkan hasil, dan
42
untuk
menghambat
beberapa
pertumbuhan
tanaman
dalam
terminal rangka
dari untuk
mempromosikan pertumbuhan lateral dan kompak berbunga batang. G. Model atau Tindakan Etilen Seluler dan Molekuler Meskipun berbagai efek etilen pada pengembangan, langkah-langkah utama dalam aksi etilen diasumsikan serupa dalam semua kasus : Mereka semua melibatkan mengikat ke reseptor , diikuti oleh aktivasi satu atau transduksi sinyal lebih jalur ( lihat Bab 14 pada situs web ) yang mengarah ke respon seluler . Pada akhirnya , etilen diberikannya dampaknya terutama dengan mengubah pola ekspresi gen. Ditahun terakhir , kemajuan yang luar biasa telah dibuat dalam kita pemahaman persepsi etilen , sebagai hasil dari molekul Studi genetik
Arabidopsis
thaliana
.
Salah
satu
kunci
untuk
penjelasan etilena sinyal komponen telah menggunakan morfologi triple- respon bibit Arabidopsis etiolated untuk mengisolasi
mutan
terpengaruh
dalam
respon
mereka
terhadap etilen ( lihat Gambar 22.7 ) ( Guzman dan Ecker 1990)
.
Dua
kelas
mutan
memiliki
diidentifikasi
oleh
eksperimen di mana termutasi Arabidopsis benih ditanam pada media agar di hadapan atau tidak adanya etilen selama 3 hari dalam gelap : 1. Mutan yang gagal untuk merespon etilen eksogen ( Etilena tahan atau etilena - sensitif mutan ) 2. Mutan yang menampilkan respon bahkan di tidak adanya ethylene (mutan konstitutif ) Mutan Ethylene - sensitif diidentifikasi setinggi bibit memperpanjang di atas rumput pendek , tripleresponding bibit bila ditanam di hadapan etilen. Sebaliknya , konstitutif
43
etilena mutan respon diidentifikasi sebagai bibit menampilkan respon triple tidak adanya etilen eksogen .
GAMBAR 22,12 Layar untuk mutan etr1 dari Arabidopsis . Bibit ditanam selama 3 hari dalam gelap di etilen . Perhatikan bahwa semua kecuali satu dari bibit memamerkan Tanggapan tiga : berlebihan di kelengkungan apikal hook, penghambatan dan pembengkakan radial dari hipokotil , dan pertumbuhan horisontal . The etr1 mutan adalah benar-benar tidak sensitif hormon dan tumbuh seperti bibit yang tidak diobati . ( Foto oleh K. Stepnitz dari MSU / DOE Tanaman Laboratorium penelitian . ) Reseptor Ethylene Apakah Terkait dengan bakteri DuaKomponen Sistem Histidin Kinase Pertama mutan etilena - sensitif terisolasi adalah etr1 ( Etilena tahan 1 ) ( Gambar 22,12 ) . The etr1 mutan diidentifikasi dalam layar untuk mutasi yang menghalangi Tanggapan bibit Arabidopsis untuk ethylene . amino urutan asam dari karboksi - terminal setengah dari ETR1 mirip dua komponen histidin kinase reseptor bakteri digunakan oleh 44
bakteri untuk memahami berbagai lingkungan isyarat , seperti rangsangan kemo - sensorik , ketersediaan fosfat , dan osmolaritas . Bakteri sistem dua komponen terdiri dari histidin sensor kinase dan regulator respon , yang sering bertindak sebagai faktor transkripsi ( lihat Bab 14 pada situs web ) . ETR1
adalah
contoh
pertama
dari
histidin
kinase
eukariotik , tetapi yang lain sejak ditemukan dalam ragi , mamalia , dan tanaman . Kedua fitokrom ( lihat Bab 17 ) dan reseptor sitokinin ( lihat Bab 21 ) juga berbagi urut kesamaan dengan bakteri dua komponen kinase histidin . Kesamaan reseptor bakteri dan etilena ketidakpekaan mutan etr1 menyarankan bahwa ETR1 mungkin menjadi reseptor etilen . Konsisten dengan hipotesis ini , ETR1 ekspresi dalam
ragi
diberikan
kemampuan
untuk
mengikat
radiolabeled etilena dengan afinitas yang sejajar dengan kurva dosis - respons dari Arabidopsis bibit untuk etilena (Lihat Web Topik 22,5 ) .
GAMBAR 22,13 Skema diagram lima etilena protein reseptor dan fungsional mereka domain . Domain GAF adalah kekal domain ditemukan dalam beragam cGMP – mengikat
45
kelompok protein . Perhatikan bahwa EIN4, ETR2 , dan ERS2 memiliki merosot histidin kinase domain .
GAMBAR 22,14 Model aksi reseptor etilena berdasarkan fenotip mutan reseptor . ( A ) Dalam tipe liar , etilena mengikat menginaktivasi reseptor , yang memungkinkan Menanggapi terjadi . ( B ) Dengan tidak adanya etilena reseptor bertindak regulator negatif dari jalur respon . ( C ) Sebuah mutasi missense yang mengganggu etilena mengikat untuk reseptor , tetapi meninggalkan situs peraturan aktif, hasil dalam fenotipe negatif yang dominan. ( D ) mutasi Gangguan di situs regulasi menghasilkan etilena konstitutif tanggapan. The Arabidopsis genom mengkodekan empat protein tambahan mirip dengan ETR1 yang juga berfungsi sebagai reseptor etilena : ETR2 , ERS1 (ETR1 terkait urut 1 ) , ERS2 ,
46
dan EIN4 ( Gambar 22.13 ) . Seperti ETR1 , reseptor ini telah ditunjukkan untuk mengikat etilena , dan missens mutasi pada gen yang mengkode protein ini , analog dengan aslinya etr1
mutasi
,
mencegah
ethylene
mengikat
reseptor
sementara memungkinkan reseptor untuk berfungsi secara normal sebagai regulator dari jalur respon etilen dalam ketiadaan etilen . Semua protein ini berbagi setidaknya dua domain : 1. Domain
amino
-
terminal
meliputi
membran
di
Setidaknya tiga kali dan berisi etilena mengikat situs . Etilena dapat mudah mengakses situs ini karena hidrofobik nya . 2. Bagian tengah dari reseptor etilena mengandung histidin kinase domain katalitik . Asubset
dari
reseptor
etilen
juga
memiliki
carboxyterminal domain yang mirip dengan bakteri dua komponen domain penerima . Dalam sistem dua komponen lainnya , yang mengikat ligan mengatur aktivitas kinase histidin domain , yang autophosphorylates sebuah histidin kekal residu. fosfat tersebut kemudian ditransfer ke asam aspartat
residu
terletak
di
dalam
receiver
menyatu
domain.Although Kegiatan histidin kinase telah ditunjukkan untuk salah satu etilena reseptor - ETR1 - beberapa lainnya hilang asam amino penting , sehingga tidak mungkin bahwa mereka memiliki nya histidin aktivitas kinase . Dengan demikian
mekanisme
biokimia
reseptor
etilen
ini
tidak
diketahui . Studi terbaru menunjukkan bahwa ETR1 terletak di endoplasma
retikulum
,
bukan
pada
membran
plasma
awalnya diasumsikan . Seperti lokasi intraseluler untuk reseptor etilena konsisten dengan sifat hidrofobik etilena ,
47
yang memungkinkan untuk lewat dengan bebas melalui membran plasma ke dalam sel . Dalam hal ini etilena mirip dengan molekul sinyal hidrofobik hewan , seperti steroid dan nitrat gas oksida , yang juga mengikat reseptor intraselular . Tinggi Affinity Pengikatan Ethylene untuk Receptor itu Membutuhkan Tembaga kofaktor Bahkan sebelum identifikasi reseptor, para ilmuwan telah meramalkan bahwa etilen akan mengikat reseptor melalui logam transisi kofaktor , kemungkinan besar tembaga atau seng . Ini Prediksi ini didasarkan pada afinitas tinggi olefin , seperti etilena , untuk logam transisi ini . Baru-baru ini genetik dan studi biokimia telah ditanggung prediksi ini . Analisis ETR1 etilena reseptor disajikan dalam ragi menunjukkan bahwa ion tembaga dikoordinasikan untuk protein dan tembaga ini diperlukan untuk highaffinity etilena mengikat ( Rodriguez et al . 1999) . ion perak bisa menggantikan tembaga untuk menghasilkan afinitas tinggi mengikat, yang menunjukkan bahwa blok perak aksi etilen tidak dengan mengganggu etilena mengikat, tetapi dengan mencegah perubahan protein yang biasanya terjadi ketika etilena mengikat reseptor . Bukti tembaga yang mengikat diperlukan untuk ethylene fungsi reseptor in vivo berasal dari identifikasi gen RAN1 di Arabidopsis ( Hirayama et al . 1999) . Kuat mutasi ran1 memblokir pembentukan etilen fungsional reseptor ( Woeste dan Kieber 2000) . Kloning RAN1 mengungkapkan bahwa mengkode protein yang mirip dengan protein ragi diperlukan untuk transfer kofaktor ion tembaga besi transportasi protein . Dengan cara analog , RAN1 kemungkinan untuk terlibat dalam penambahan kofaktor ion tembaga yang diperlukan untuk fungsi reseptor etilena .
48
Reseptor Ethylene terikat Apakah Negatif Regulator dari Pathway Response Dalam Arabidopsis , tomat , dan mungkin yang paling tanaman lain spesies , reseptor etilena dikodekan oleh multigene keluarga . Target gangguan ( inaktivasi lengkap ) dari lima reseptor Arabidopsis etilena ( ETR1 , ETR2 , ERS1 , ERS2 , dan EIN4 ) telah mengungkapkan bahwa mereka secara fungsional berlebihan ( Hua dan Meyerowitz 1998) . Artinya, gangguan dari pengkodean gen satu dari protein ini tidak memiliki efek , namun tanaman dengan gangguan di semua lima reseptor gen menunjukkan respon etilen fenotipe konstitutif ( Gambar 22.14D ) . pengamatan
bahwa
tanggapan
etilena
,
seperti
Tanggapan tiga, menjadi konstitutif ketika reseptor yang terganggu menunjukkan bahwa reseptor biasanya " pada " (Yaitu , dalam keadaan aktif ) dalam ketiadaan etilena , dan bahwa fungsi dari reseptor dikurangi ligan ( etilena ) , adalah untuk mematikan jalur sinyal yang mengarah ke respon ( Gambar 22.14B ) . Pengikatan
etilena
mematikan
reseptor
,
sehingga
memungkinkan jalur respon untuk melanjutkan ( Gambar 22.14A ) . Model
agak
berlawanan
untuk
ethylene
reseptor
regulator negatif dari jalur signaling tidak seperti mekanisme reseptor binatang yang paling , yang , setelah mengikat ligan mereka , melayani regulator positif dari jalur transduksi sinyal masing-masing . Berbeda dengan reseptor terganggu , reseptor dengan mutasi missense di etilena situs pengikatan ( seperti yang terjadi di etr1 mutan asli) tidak dapat mengikat etilen , tapi masih aktif sebagai regulator negatif dari etilena
49
Tanggapan jalur . mutasi missense seperti menghasilkan tanaman yang mengekspresikan subset dari reseptor yang tidak bisa lagi dimatikan oleh etilena , dan dengan demikian memberi dominan etilena - sensitif fenotipe ( Gambar 22.14C ) . Bahkan meskipun reseptor yang normal semua bisa dimatikan oleh etilena , reseptor mutan terus sinyal sel untuk menekan respon etilena apakah etilena hadir atau tidak. A Serine / Threonine Protein Kinase Apakah Juga Terlibat di Ethylene Signaling Resesif ctr1 ( konstitutif respon tiga 1 = tiga respon dengan tidak adanya etilena ) mutasi diidentifikasi di layar untuk mutasi yang konstitutif diaktifkan tanggapan etilen ( Gambar 22.15 ) . Fakta bahwa mutasi menyebabkan aktivasi respon etilen menyarankan bahwa tipe liar protein juga bertindak sebagai regulator negatif respon jalur ( Kieber et al . 1993) , mirip dengan reseptor etilen . CTR1 tampaknya terkait dengan RAF - 1 , sebuah serin MAPKKK / protein kinase treonin ( protein mitogen – diaktifkan kinase kinase kinase ) yang terlibat dalam transduksi berbagai sinyal peraturan eksternal dan signaling perkembangan jalur pada organisme mulai dari ragi untuk manusia ( lihat Bab 14 pada situs web ) . Pada sel hewan , produk akhir dalam kaskade MAP kinase adalah terfosforilasi faktor transkripsi yang mengatur ekspresi gen dalam inti . EIN2 Mengkodekan sebuah transmembran Protein The ein2 blok mutasi ( 2 etilena - sensitive) semua etilen tanggapan di kedua bibit dan dewasa tanaman Arabidopsis . Gen
EIN2
mengkode
protein
50
yang
mengandung
12
membranespanning domain yang paling mirip dengan N– RAMP ( Alam resistensi terkait makrofag protein ) keluarga transporter kation pada hewan ( Alonso et al . 1999) , menyarankan yang mungkin bertindak sebagai saluran atau pori . Untuk saat ini, bagaimanapun , peneliti telah gagal untuk menunjukkan transportasi yang kegiatan untuk protein ini , dan lokasi intraseluler dari protein tidak diketahui . Menariknya , mutasi pada gen EIN2 juga telah diidentifikasi dalam layar genetik untuk ketahanan terhadap hormon lainnya , seperti asam jasmonic dan ABA , menunjukkan bahwa EIN2 mungkin menengah umum di transduksi sinyal jalur dari berbagai hormon dan bahan kimia lainnya sinyal .
GAMBAR
22,15
Screen
untuk
mutan
Arabidopsis
yang
konstitutif menampilkan respon tiga. Bibit yang ditanam untuk 3 hari dalam gelap di udara . Sebuah bibit mutan tunggal ctr1 adalah jelas antara tinggi , bibit tipe liar . (Courtesy of J. Kieber . ) Ethylene Mengatur Gene Expression Salah satu efek utama dari etilena signaling adalah perubahan dalam ekspresi berbagai gen target . ethylene mempengaruhi tingkat transkrip mRNA dari berbagai gen ,
51
termasuk gen yang mengkodekan selulase , serta ripeninggen terkait dan gen etilena biosintesis . peraturan urutan disebut elemen respon etilen , atau Eres , telah diidentifikasi dari gen etilena - diatur . komponen kunci mediasi efek etilen pada gen Ekspresi adalah keluarga EIN3 faktor transkripsi ( Chao et al . 1997) . Setidaknya ada empat gen EIN3 -seperti di Arabidopsis , dan homolognya telah diidentifikasi di kedua tomat
dan
tembakau
.
Menanggapi
sinyal
etilena
,
homodimers dari EIN3 atau paralog nya ( protein terkait erat ) , mengikat promotor gen yang disebut eRF1 ( etilena faktor respon 1 ) dan mengaktifkan transkripsi nya ( Solano et Al. 1998) . ERF1 mengkode protein yang dimiliki oleh ERE – mengikat protein ( EREBP ) keluarga faktor transkripsi , yang pertama kali diidentifikasi pada tembakau sebagai protein yang mengikat ERE urutan ( Ohme - Takagi dan Shinshi 1995) . beberapa EREBPs adalah cepat up - diatur dalam menanggapi etilen . EREBP yang gen ada di Arabidopsis sebagai keluarga gen sangat besar , tapi hanya beberapa gen yang diinduksi oleh etilena . Epistasis
genetik
Mengungkapkan
Orde
Ethylene
Signaling Komponen Urutan aksi gen ETR1 , EIN2 , EIN3 , dan CTR1 telah ditentukan
oleh
analisis
berinteraksi
satu
sama
tentang
lain
(
bagaimana
yaitu,
epistatik
mutasi mereka
memesan). Dua mutan dengan fenotipe yang berlawanan menyeberangi , dan garis menyembunyikan kedua mutasi ( ganda mutan ) diidentifikasi pada generasi F2 . Dalam kasus mutan respon etilen , peneliti membangun sebuah garis
52
ganda mutan untuk ctr1 , etilena konstitutif respon mutan , dan salah satu etilena – sensitif mutasi . Fenotip
yang
menampilkan
mutan
ganda
mengungkapkan yang dari mutasi adalah epistatik yang lain . Sebagai contoh, jika etr1 / ctr1 mutan ganda menampilkan mutan ctr1 fenotipe , mutasi ctr1 dikatakan epistatik untuk etr1 . Dari sini dapat disimpulkan bahwa CTR1 bertindak hilir ETR1 ( Avery dan Wasserman 1992) . Dengan cara ini , perintah aksi ETR1 , EIN2 , dan EIN3 ditentukan relatif untuk CTR1 . The ETR1 protein telah ditunjukkan untuk berinteraksi secara
fisik
menyarankan
dengan bahwa
protein reseptor
hilir
diprediksi
etilena
,
dapat
CTR1
,
langsung
mengatur aktivitas kinase dari CTR1 ( Clark et al . 1998) . Model di Gambar 22,16 merangkum ini dan lainnya data. gen yang mirip dengan beberapa gen Arabidopsis sinyal ini telah ditemukan di spesies lain (lihat Web Topik 22,6 ) . Model ini masih belum lengkap karena ethylene lainnya mutasi respon telah diidentifikasi yang bertindak ini jalan. Selain itu, kami hanya
mulai memahami
sifat biokimia
protein
ini
dan
bagaimana mereka berinteraksi . Namun, kita mulai melihat sekilas garis besar dasar molekuler untuk persepsi dan transduksi sinyal hormonal ini .
53
GAMBAR 22,16 Model etilena sinyal di Arabidopsis . Ethylene berikatan dengan reseptor ETR1 , yang merupakan protein membran integral dari membran ER . Beberapa isoform etilena reseptor mungkin ada dalam sel ; hanya ETR1 ditampilkan untuk kesederhanaan . reseptor adalah dimer , yang diselenggarakan bersama oleh ikatan disulfida . Etilena mengikat dalam transmembran domain, melalui tembaga co faktor , yang dirakit menjadi reseptor etilena melalui protein RAN1 .
54
BAB III PENUTUP KESIMPULAN Asam absisat adalah molekul seskuiterpenoid (memiliki 15 atom karbon) yang merupakan salah satu hormon tumbuhan. Selain dihasilkan secara alami oleh oleh tumbuhan, hormon ini juga dihasilkan oleh alga hijau dan cendawan. Fungsi dari Asam absisat adalah membantu proses dormansi biji, membantu tumbuhan
dalam
proses
mengalami
penutupan kekeringan
stomata dan
pada
saat
menghambat
pertumbuhan pada tanaman. Sedangkan proses biosintesis ABA dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan karotenoid, suatu pigmen yang dihasilkan oleh kloroplas. Ada dua jalur metabolisme yang dapat ditempuh untuk menghasilkan ABA, yaitu jalur asam mevalonat (MVA) dan jalur metileritritol fosfat (MEP). Secara tidak langsung, ABA dihasilkan
dari
oksidasi
senyawa
violaxanthonin
menjadi
xanthonin yang akan dikonversi menjadi ABA. Struktur kimia ethylen sangatlah sederhana sekali yaitu terdiri 2 atom karbon dan 4 hidrogen. Biosintesis ethylen terjadi di dalam jaringan tanaman yaitu terjadinya perubahan dari asam amino Methionin atas bantuan cahaya dari FMN (Flavin Mono Nuclotida) menjadi Methionel. Ethylen terbukti bekerja dalam mengatur perkecambahan biji, ekspansi sel, diferensiasi sel, perbungaan, penuaan dan amputasi
55
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zainal. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung : PT. Angkasa. Alonso, J. M., Hirayama, T., Roman, G., Nourizadeh, S., and Ecker, J. R. (1999) EIN2, a bifunctional transducer of ethylene and stress responses in Arabidopsis. Science 284: 2148–2152. Avery, L., and Wasserman, S. (1992) Ordering gene function: The interpretation of epistasis in regulatory hierarchies. Trends Genet. 8: 312–316. Campbell., et al. 2005. Biologi Edisi kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Clark, K. L., Larsen, P. B., Wang, X., and Chang, C. (1998) Association of the Arabidopsis CTR1 Raf-like kinase with the ETR1 and ERS ethylene receptors. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 95: 5401–5406. Chao, Q., Rothenberg, M., Solano, R., Roman, G., Terzaghi, W., and Ecker, J. R. (1997) Activation of the ethylene gas response pathway in Arabidopsis by the nuclear protein ETHYLENE-INSENSITIVE3 and related proteins. Cell 89: 1133– 1144. Davies, W. J., Zhang, J. 1991. Root signals and the regulation of growth and development of plants in drying soil. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 42: 55–76. Emanuel, A.P. 1997. Biologi. Jakarta: PT Galaxy Puspa Mega Gardner, B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Goldsworthy dan N. M. Fisher.(tt). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Guzman, P., and Ecker, J. R. (1990) Exploiting the triple response of Arabidopsis to identify ethylene-related mutants. Plant Cell 2: 513–523.
56
Hirayama, T., Kieber, J. J., Hirayama, N., Kogan, M., Guzman, P., Nourizadeh, S., Alonso, J. M., Dailey, W. P., Dancis, A., and Ecker,
J.
R.
(1999)
Menkes/Wilson
RESPONSIVE-TO-ANTAGONIST1,
disease-related
copper
transporter,
a is
required for ethylene signaling in Arabidopsis. Cell 97: 383– 393. Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. Jakarta: Grapindo Persada. Hopkins William G., P. A. Hu¨ ner, Norman. 2008. Introduction to Plant Physiology Fourth Edition. Ontario: University of Western Ontario. Isbandi, J. 1983. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Yogyakarta: Fakulas Pertanian UGM. Kamarani. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Milborrow, B. V. 2001. The pathway of biosynthesis of abscisic acid in vascular plants: Areview of the present state of knowledge of ABA biosynthesis. J. Exp. Bot. 52: 1145–1164. Moore, Thomas C. 1989. Biochemistry and Physiology of Plant Hormones. New York : Springer-Verlag New York Inc. Ohme-Takagi, M., and Shinshi, H. (1995) Ethylene-inducible DNA binding proteins that interact with an ethylene-responsive element. Plant Cell 7: 173–182. Rodriguez, F. I., Esch, J. J., Hall, A. E., Binder, B. M., Schaller, E. G., and Bleecker, A. B. (1999) A copper cofactor for the ethylene receptor ETR1 from Arabidopsis. Science 283: 396–398. Solano, R., Stepanova, A., Chao, Q., and Ecker, J. R. (1998) Nuclear cascade
events
in
mediated
ethylene by
signaling:
Atranscriptional
ETHYLENE-INSENSITIVE3
and
ETHYLENE-RESPONSEFACTOR1. Gene Dev. 12: 3703–3714. Schurr, U., Gollan, T., and Schulze, E.-D. 1992. Stomatal response to drying soil in relation to changes in the xylem sap
57
composition of Helianthus annuus. II. Stomatal sensitivity to abscisic acid imported from the xylem sap. Plant Cell Environ. 15: 561–567. Srivastava, Lalit M. 2001. Plant Growth and Development Hormones and Environtment. USA : Academic Press. Taiz, Lincoln., Zeiger, Eduardo. 2002. Plant Physiology, 3rd edition. Publisher: Sinauer Associates Wilkinson, S.,
Davies, W. J. 1997. Xylem sap pH increase: A
drought signal received at the apoplastic face of the guard cell that involves the suppression of saturable abscisic acid uptake by the epidermal symplast. Plant Physiol. 113: 559– 573. Woeste, K., and Kieber, J. J. (2000) Astrong loss-of-function allele of RAN1 results in constitutive activation of ethylene responses as well as a rosette-lethal phenotype. Plant Cell 12: 443–455.
58