14 0 327 KB
MAKALAH FRAKTUR FEMUR Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3 Dosen Pengampu : Saiful Nurhidayat, S. Kep. Ners M. Kep.
Disusun Oleh : Kelompok 2 Eka Hadi Pratama (18631727) Rahma Tri Fany (18631675) Aprillia Christine Ambar Sari (18631695) Heny mahirotul Laily (18631681) Tutut Setiowati (18631673) Frisca Nur Afifah (18631689) Hesti Triana Saulistyari (18631654)
PRODI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO 2021 1
KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan anugerah – Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Adapun makalah ini kami susun atas dasar kelengkapan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB) 3. Kami sampaikan terima kasih kepada Bapak Saiful Nurhidayat, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku dosen pengampu Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB) 3 Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini, semua yang telah memberi informasi kepada kami. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dalam kesempurnaan makalah ini dan pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami ucapkan terima kasih.
Ponorogo,
Juni 2021
Kelompok 2
2
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 4 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 5 1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 5 1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 5 BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................ 6 2.1 konsep penyakit ....................................................................................................... 6 2.1.1 definis ............................................................................................................... 6 2.1.2 etiologi ............................................................................................................. 6 2.1.3 klasifikasi ......................................................................................................... 7 2.1.4 manifestasi klinis ............................................................................................... 8 2.1.5 penatalaksanaan ............................................................................................... 9 2.1.6 prognosis .......................................................................................................... 10 2.1.7 patofisiologi ..................................................................................................... 11 2.1.8 pathway ............................................................................................................ 13 2.2 konsep asuhan keperawatan ..................................................................................... 15 2.2.1 pengkajian ........................................................................................................ 15 2.2.2 diagnosa keperawatan ...................................................................................... 22 2.2.3 intervensi .......................................................................................................... 23 2.2.3 implementasi .................................................................................................... 38 2.2.4 evaluasi ............................................................................................................ 38 BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................... 39 3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 39 3.2 Saran ......................................................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 40
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Fraktur adalah kerusakan neuromuskular akibat trauma pada jaringan atau terputusnya jaringan tulang. Fraktur tungkai bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi tertinggi di antara patah tulang lainnya di Indonesia. Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang. Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi. Fraktur femur merupakan hilangnya kontinuitas pada tulang femur atau paha, fraktur femur terbagi dua macam yaitu fraktur femur terbuka dan fraktur femur tertutup. Fraktur femur terbuka merupakan hilangnya kontinuitas tulang paha disertai kerusakan jaringan lunak seperti otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha. Fraktur tertutup merupakan hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa disertai kerusakan jaringan kulit Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan memuntir yang mendadak, dan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh yang dapat mengalami cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau fragmen tulang (Brunner and Suddarth, 2013). Fraktur juga disebabkan oleh kekerasan langusng yang menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan, dan disebabkan oleh trauma langsung pada kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan faktor patologis, biasanya bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring, dan kekerasan tidak langsung juga menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari terjadinya kekerasan, yang patah biasanya adalah yang paling lemah dalam jalur vector kekerasan (Wijaya, 2013). Insiden fraktur femur di Indonesia merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang 4
biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%).4,5% puncak distribusi usia pada fraktur femur adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun) (Risnah et al., 2019). Fraktur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik (Padila, 2012). Komplikasi yang timbul akibat fraktur antara lain perdarahan, cedera organ dalam, infeksi luka, emboli lemak dan sindroma pernafasan. Banyaknya komplikasi yang ditimbulkan contohnya diakibatkan oleh tulang femur adalah tulang terpanjang, terkuat, dan tulang paling berat pada tubuh manusia dimana berfungsi sebagai penopang tubuh manusia. Selain itu pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar sehingga apabila terjadi cedera pada femur akan berakibat fatal (Desiartama & Aryana, 2017).
1.2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana Konsep Penyakit dari Fraktur Femur? 2. Bagaimana Asuhan Keperawatan untuk Pasien dengan Penyakit Fraktur Femur?
1.3
Tujuan 1. Mengetahui Konsep Penyakit Fraktur Femur 2. Mengetahui Asuhan Keperawatan untuk Pasien dengan Penyakit Fraktur Femur
1.4
Manfaat 1. Menambah Pengetahuan Tentang Konsep Penyakit Fraktur Femur 2. Menambah Pengetahuan Tentang Asuhan Keperawatan untuk Pasien Fraktur Femur
5
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 KONSEP PENYAKIT 2.1.1 DEFINIS Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma. Menurut Smeltzer (2018), fraktur adalah gangguan komplet atau tak-komplet pada kontinuitas struktur tulang dan didefinisikan sesuai jenis keluasannya (Smeltzer, 2018). Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki-laki dewasa.
2.1.2 ETIOLOGI Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar. Kebanyak fraktur terjadi pada pra muda yang mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien mengalami trauma multiple. Pada fraktur femur klien mengalami syok hipovolemik karena kehilangan banyak darah maupun syok neurogenic karena nyeri yang sangat hebat (Muttaqin, 2008). Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain : 1. Kekerasan langsung Menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2. Kekerasan tidak langsung Menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Bagian yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan. 3. Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. 6
2.1.3 KLASIFIKASI 1) Fraktur intrakapsuler femur/ fraktur collum femoris Fraktur collum femoris adalah fraktur yang terjadi di sebelah proksimal linea intertrichanterica pada daerah intrakapsular sendi panggul (Hoppenfeld dan Murthy, 2011). 2) Fraktur subtrochanter Fraktur subtrochanter merupakan fraktur yang terjadi antara trochanter minor dan di dekat sepertiga proksimal corpus femur. Fraktur dapat meluas ke proksimal sampai daerah intertrochanter. Fraktur ini dapat disebabkan oleh trauma berenergi tinggi pada pasien muda atau perluasan fraktur intertrochanter kearah distal pada pasien manula (Hoppenfeld dan Murthy, 2011). 3) Fraktur intertrochanter femur Fraktur intertrochanter adalah fraktur yang terjadi diantara trochanter major dan minor sepanjang linea intertrichanterica, diluar kapsul sendi. Trauma berenergi tinggi dapat menyebabkan fraktur tipe ini pada pasien muda. Pada keadaan ini, fraktur introchanter biasanya menyertai fraktur compus (shaft) femoralis (Hoppenfeld dan Murthy, 2011). 4) Fraktur corpus femoris / fraktur batang femur Fraktur corpus femoris adalah fraktur diafisis femur yang tidak melibatkan daerah artikular atau metafisis. Fraktur ini sering berhubungan dengan trauma jaringan lunak yang berat dan pada saat yang bersamaan terjadi luka terbuka (Hoppenfeld dan Murthy, 2011). Batang femur didefinisikan sebagai bagian yang memanjang dari trokanter hingga kondil. Sebagian besar fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau trauma industri, khususnya kecelakaan yang melibatkan kecepatan tinggi atau kekuatan besar (Kneale & Peter, 2011). 5) Fraktur suprakondilar femur Fraktur femur suprakondilar melibatkan aspek distal atau metafisis femur. Daerah ini mencakup 8 sampai 15 cm bagian distal femur. Fraktur ini sering melibatkan permukaan sendi. Pada pasien berusia muda, fraktur ini biasanya disebabkan oleh trauma berenergi tinggi seperti tertabrak mobil (Hoppenfeld dan
7
Murthy, 2011). Fraktur suprakondilar femur lebih jarang dibandingkan fraktur batang femur (Kneale & Peter, 2011). 2.1.4 MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna. Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk. 1) Nyeri terus – menerus dan bertambah beratnya sampai fragmentulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2) Setelah terjadi fraktur, bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada struktu lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. 3) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 – 5 cm (1 – 2 inci). 4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat 5) Pembengkakan dan perubahan warna lokalpada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
8
Selain itu, menurut Wahid (2013) ada beberapa manifestasi klinis fraktur femur : 1) Deformitas daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperi : a. Rotasi pemendekan tulang b. Penekanan tulang 2) Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. 3) Pada tulang traumatic dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri. 4) Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau pendarahan) 5) Pergerakan abnormal biasanya kreapitas dapat ditemukan pergerakan persendian lutut yang sulit digerakkan di bagian distal.
2.1.5 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan
terapi
latihan
menurut
Kuncara
(2011)
dalam
Pramaswary (2016) meliputi : 1) Active exercise Pasien diinstruksikan untuk menggerakkan sendi melalui gerakan penuh atau parsial yang ada sesuai keinginannya sendiri. Tujuan latihan kisaran gerak aktif adalah menghindari kehilangan ruang gerak yang ada pada sendi. Latihan ini diindikasikan pada fase awal penyembuhan tulang, saat tidak ada atau sedikitnya stabilitas 16 pada tempat fraktur. Umpan balik sensorik langsung pada pasien dapat membantu mencegah gerakan yang dapat menimbulkan nyeri atau mempengaruhi stabilitas tempat fraktur. 2) Active assisted (gerak aktif dengan bantuan) Pada latihan ini, pasien dilatih menggunakan kontraksi ototnya sendiri untuk menggerakkan sendi, sedangkan professional yang melatih, memberikan bantuan atau tambahan tenaga. Latihan ini paling sering digunakan pada 9
keadaan kelemahan atau inhibisi gerak akibat nyeri atau rasa takut, atau untuk meningkatkan kisaran gerak yang ada. Pada latihan ini dibutuhkan stabilitas pada tempat fraktur, misalnya bila sudah ada penyembuhan tulang atau sudah dipasang fiksasi frakur. 3) Resisted exercise Latihan penguatan meningkatkan kemampuan dari otot. Latihan ini meningkatkan koordinasi unit motor yang menginvasi suatu otot serta keseimbangan antara kelompok otot yang bekerja pada suatu sendi. Latihan penguatan bertujuan untuk meningkatkan tegangan potensial yang dapat dihasilkan oleh elemen kontraksi dan statis suatu unit otot-tendon. 4) Hold relax Hold rilex adalah suatu latihan yang menggunakan otot secara isometrik kelompok antagonis dan diikuti relaksasi otot tersebut. Dengan kontraksi isometrik kemudian otot menjadi rileks sehingga gerakan kearah agonis lebih mudah dilakukan dan dapat mengulur 17 secara optimal. Tujuan dari latihan hold rilex ini adalah untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS). Indikasi dilakukannya latihan hold rilex ini adalah pasien yang mengalami penurunan lingkup gerak sendi (LGS), dan merasakan nyeri, serta kontra indikasinya adalah pasien yang tidak dapat melakukan kontraksi isometrik. 2.1.6 PROGNOSIS Sebagian besar fraktur batang femur membutuhkan waktu 3 hingga 6 bulan untuk sembuh total. Beberapa membutuhkan waktu lebih lama, terutama jika fraktur terbuka (Jason, 2018). Pasien yang selamat dari trauma awal yang terkait dengan cedera biasanya sembuh dengan baik. Mobilisasi dini setelah pemakuan intra-medulla sangat mengurangi komplikasi. Fraktur femur bilateral memiliki tingkat komplikasi paru yang lebih tinggi dan peningkatan angka kematian, dibandingkan dengan fraktur unilateral. Pasien >60 tahun memiliki angka
kematian
17%
dan
tingkat
komplikasi
keseluruhan
54%
(TeachMeSurgery, 2019). Fraktur batang femur terjadi dalam distribusi bimodal, paling sering terlihat pada laki-laki usia 15-24 (karena trauma) dan wanita berusia 75 tahun atau lebih (fraktur patologis karena osteoporosis, jatuh). (Egol, 10
2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yang et al. (2018) menyatakan bahwa prognosis pasien fraktur femur pasca operasi lebih unggul atau baik pada pasien fraktur femur intertrokanterik yang diobati dengan fiksasi internal reduksi terbuka (ORIF). Fraktur Intertrokhanter memiliki prognosis yang baik dibandingkan fraktur inrakapsular, di mana resiko nekrosis avaskular lebih rendah. Fraktur femur proksimal memiliki tingkat kematian yang tinggi sekitar 20% dalam 1 tahun setelah pengobatan (Van der sijp, 2020). sedangkan kelompok paling rentan terutama dimasa Pandemi covid ini terjadi pada pasien lanjut usia dengan tingkat kematian 20% hingga 40% selama satu tahun dan angka kematian 30 hari naik 1% total kejadian (dari 7% menjadi 8%) (Vives, 2020). Penyebab utama dari kematian adalah infeksi diikuti oleh syok septik. Komplikasi utama, baik sebelum operasi maupun pasca operasi, adalah gangguan hidroelektrolitik. Untuk setiap kenaikan satu unit (satu tahun) umur, peluang rasio untuk kematian meningkat sebesar 4%. Dengan setiap komplikasi pra operasi baru, kemungkinannya rasio kematian meningkat sebesar 28%. Pasien ASA III atau IV memiliki peluang rasio kematian 95% lebih tinggi dibandingkan pasien ASA I atau II (Barbosa, 2020). Bahkan meskipun fraktur femur proksimal bukanlah kondisi darurat, intervensi bedah dini berkontribusi pada prognosis yang lebih baik dan menempatkan pasien pada risiko kematian yang lebih rendah. Jika femoralis proksimal operasi fraktur tertunda terlalu lama, komplikasi patah tulang, bukan karena COVID-19 itu sendiri, dapat menempatkan pasien pada risiko morbiditas yang lebih besar (Song, 2020). Disisi lain Trombosit praoperasi yang tinggi dari rasio limfosit dapat dikaitkan dengan risiko kematian yang tinggi pada pasien yang dioperasi untuk fraktur femur proksimal (Gocer, 2018). 2.1.7 PATOFISIOLOGI Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.tetapi apabila tekanan kesternal datang lebih besar daripada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
11
Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femur individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi karena trauma langsung dan tidak langsung pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis tanpa riwayat trauma, memadai untuk mematahkan tulang femur (Muttaqin, 2012).Kerusakan neurovaskular menimbulkan manifestasi peningkatan risiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak ke dalam jaringan maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat yang dialami klien. Respon terhadap pembengkakan yang hebat adalah sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen adalah suatu keadaan terjebaknya otot, pembuluh darah, jaringan saraf akibat pembengkakan lokal yang melebihi kemampuan suatu kompartemen/ruang lokal dengan manifestasi gejala yang khas, meliputi keluhan nyeri hebat pada area pembengkakan, penurunan perfusi perifer secara unilateral pada sisi distal pembengkakan, CRT (capillary refill time) lebih dari 3 detik pada sisi distal pembengkakan, penurunan denyut nadi pada sisi distal pembengkakan
(Muttaqin,
2012).
Kerusakan
fragmen
tulang
femur
menyebabkan gangguan mobilitas fisik dan diikuti dengan spasme otot paha yang menimbulkan deformitas khas pada paha, yaitu pemendekan tungkai bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang optimal akan menimbulkan risiko terjadinya malunion pada tulang femur (Muttaqin, 2012).
12
2.1.8
PATHWAY
Patologis (Penurunan densitas tulang karena tumor, osteoporosis)
Trauma langsung / tidak langsung
Stress / tekanan tulang
Jarigan tidak kuat / tidak dapat menahan kekuatan dari luar
Fiksasi eksternal
Operatif (ORIF/OREF)
FrkturFemur
Konserv atif Perubahan letak
Luka terbuka
fragmen / depormitas
Kerusakan bagian -
Perubahan status
bagian yang lunak
kesehatan
Kuman masuk kedalam luka Traksi / Gips
Jaringan syaraf rusak
Kelemahan / kehilangan fungsi gerak
Risiko infeksi
Kurangnya informasi
/ fungsi menurun Defisit pengetahuan
Risiko pendarahan Gerak terbatas Penekanan pada
Imobilitas
dibawa ke otak Luka
bagian yang menonjol Gangguan Sirkulasi perifer menurun
Impuls nyeri
Kuman masuk
Otak menterjemahkan impuls nyeri
Kerusakan jaringan pembuluh darah
mobilitas fisik Gangguan integritas Kulit KULITKulit 13
Nyeri Akut
Aliran darah meningkat
Iskemi
Penurunan Aliran darah
Penekanan pada jaringan vasekuler
Edema
Tekanan pembuluh darah meningkat
Nekrosis jaringan
Gangguan
Resiko Disfungsi neurovaskuler
integritas jaringan
14
Produksi Cairan ekstra sel Meningkat
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 2.2.1 Pengkajian 1. Indentitas a. Identitas Pasien Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, alamat . Kebanyakan fraktur femur terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian dan pada lansia juga bisa terjadi karena degenerasi tulang (osteoporosis) b. Identitas Penanggung Jawab Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, alamat, hubungan dengan klien. 2. Keluhan utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Biasanya hasil pemeriksaan pergerakan yang didapat adalah adanya gangguan/keterbatasan
gerak
tungkai,
didapatkan
ketidakmampuan
menggerakkan kaki dan penurunan kekuatan ototekstremitas bawah dalam melakukan pergerakan. Karena timbulnya nyeri dan keterbatasan gerak, semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: a. (P) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri. b. (Q) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. c. (R) Region : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
15
d.
(S) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. (T) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. 3. Riwayat penyakit sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur femur yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien, berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut. Pada pasien fraktur/ patah tulang dapat disebabkan olehtrauma/ kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/ perubahan warna kulit dan kesemutan. 4. Riwayat penyakit dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakitpenyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka sangat beresiko terjadinya osteomielitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang. 5. Riwayat penyakit keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik. Kemungkinan lain anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara langsung dengan gangguan hormonal seperti: a. Obesitas b. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan c. Kelainan pada kelenjar tiroid d. Diabetes melitus e. Infertilitas 16
6. Riwayat psikososial Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari
Mungkin klien akan merasakan cemas yang
diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta ketakutan terjadi kecacatan pada dirinya. 7. Pola kesehatan sehari-hari a) Pola nutrisi Asupan nutrisi yang seimbang, khususnya kalori, protein, kalsium, dan serat tambahan, memungkinkan pemulihan fraktur dan luka bedah serta memberikan energi lebih banyak untuk mobilisasi dan rehabilitasi. Vitamin C diketahui sangat penting dalam proses penyembuhan dan terbukti bahwa suplemen vitamin C mempercepat pemulihan. Cara paling mudah memberikan nutrisi tambahan adalah memotivasi pasien untuk makan lebih banyak dengan memastikan bahwa makanan tersedia dalam bentuk yang sesuai, jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan secara fisik pasien mampu untuk makan. b) Pola eliminasi Pola eliminasi dapat dikaji dengan melihat frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah urine. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak dalam BAK maupun BAB. Masalah perkemihan, khususnya infeksi dan retensi urine, lazim disebabkan oleh imobilisasi dan stasis urine. Retensi urine sering terjadi sesudah pembedahan. c) Pola aktivitas Semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain karena adanya keterbatasan gerak 17
atau kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena (dapat segera atau sekunder, akibat pembengkakan atau nyeri). d) Pola istirahat tidur Pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri dan keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat menimbulkan kesulitan dalam istirahat-tidur akibat dari nyeri. 8. Pemeriksaan fisik Menurut (wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua yaitu, pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan tempat (lokalis). Hal ini perlu untuk melaksanakan total care karena ada kecenderungan di mana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. 1) Gambaran umum a) Keadaan umum Baik atau buruknya yang dicatat merupakan tanda-tanda, seperti: •
Kesadaran
penderita
(apatis,
sopor,
koma,
gelisah,
komposmentis, tergantung pada keadaan klien) •
Kesakitan, keadaan penyakit (akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut)
•
Tanda-tanda vital tidak normal
b) Secara sistemik •
Sistem integumen: Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
•
Kepala:Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan kepala.
•
Leher:Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau getah bening
•
Muka:Biasanya wajah tampak pucat
•
Mata:Biasanya konjungtiva anemis atau sklera tidak ikterik 18
•
Telinga: Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah pada pendengaran
•
Hidung: Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada pernafasan cuping hidung
•
Mulut: Biasanya mukosa bibir kering, pucat, sianosis
•
Thoraks Inspeksi : biasanya pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit pasien yang berhubungan dengan paru-paru Palpasi : biasanya pergerakan sama atau simetris, fermitus teraba sama Perkusi : biasanya suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya Auskultasi : biasanya suara nafas normal, tidak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi
•
Jantung Inspeksi : biasanya tidak tampak iktus kordis Palpasi : biasanya iktus kordis tidak teraba Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur
•
Abdomen Inspeksi : biasanya bentuk datar, simetris tidak ada hernia Palpasi : biasanya turgor baik, hepar tidak teraba Perkusi : biasanya biasanya suara thympani Auskultasi : biasanya bising usus normal ± 20 kali/menit
•
Ekstremitas atas Biasanya akral teraba dingin, CRT < 2 detik, turgor kulit baik, pergerakan baik
•
Ekstremitas bawah Biasanya akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor kulit jelek, pergerakan tidak simetris, terdapat lesi dan edema 19
2) Gambaran Lokal Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler (5P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah a. Inspeksi Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain : •
Jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi.
•
Penampakan kurang lebih besar uang logam. Diameternya bisa sampai 5 cm yang di dalamnya berisi bintik – bintik hitam. Cape au lait itu bisa berbentuk seperti oval dan di dalamnya berwarna coklatnya lebih coklat dari kulit, di dalamnya juga terbentuk bintik – bintik dan warnanya jauh lebih coklat lagi. Tanda ini biasanya ditemukan di badan, pantat, dan kaki.
•
Fistulae warna kemarahan atay kebiruan (livide) atau hipergigmentasi.
•
Benjolan pembengkakan, atau cekungan dengan hal – hal yang tidak biasa (abnormal).
•
Posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas).
•
Posisi jalan.
b. Palpasi Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Yang perlu dicatat adalah : •
Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembaban kulit. Capillary refill time normal ≤ 2 detik.
•
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
•
Nyeri tekan, krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal). Otot : Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat dipermukaan atau melekat pada tulang. 20
Selain itu juga diperiksa status neurevaskuler. Apabila ada benjolan,
maka
sifat
benjolan
perlu
di
deskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya. •
Pergerakan terutama lingkup gerak (Move) Setelah melakukan pemeriksaan palpasi, kemudian diteruskan dengan menggerakkan ekstremitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi di catat dengan ukuran derejat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik O (posisi netral) atau dalam ukuran metric. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang di lihat adalah gerakan aktif dan pasif (Wahid, 2013).
3) Pemeriksaan Penunjang a. X-ray : untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur, mengetahuitempat dan tipe fraktur, biasanya diambil sebelum dan sesudahdilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik. Hal yang harus dibaca pada X-ray : •
Bayangan jaringan lunak.
•
Tipis
tebalnya
korteks
sebagai
akibat
reaksi
periosteum
ataubiomekanik atau juga rotasi. •
Trobukulasi ada tidaknya rare fractiond.
•
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
b. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak c. Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
21
d. Hitung darah lengkap : hemo konsentrasi mungkin meningkat,menurun pada perdarahan, peningkatan leukosit
sebagai
respon
terhadap
peradangan e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati(Nurarif & Kusuma, 2015).
2.2.2
Diagnosa Keperawatan 1. D.0077 Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik di tandai dengan pasien tampak meringgis, gelisah 2. D. 0142 Resiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit. 3. D. 0054 Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang di tandai dengan pasien nyeri saat bergerak. 4. D. 0129 Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kelembabpan di tandai dengan klien tanpak nyeri, perdarahan, kemerahan 5. D. 0067 Risiko Disfungsi Neorovaskuler perifer b.d fraktur, penekanan klinis (balutan) 6. D. 0012 Resiko pedarahan b.d trauma dan tindakan pembedahan 7. D. 0111 Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi di tandai dengan klien tanpak menunjukan prilaku tidak sesuai dengan anjuran dan menunjukan prilaku berlebihan
22
2.2.3 Intervensi No.
TUJUAN & KRITERIA HASIL
INTERVENSI
Dx 1. Luaran Utama: Tingkat Nyeri
Intervensi utama : Manajemen Nyeri
Tujuan:
Observasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
1. Identifikasi
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan keruskan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, frekuensidan intensitas nyeri
jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
2. Identifikasi skala nyeri
berintensitas ringgan hingga berat dan konstan.
3. Identifikasi nyeri non verbal
Ekspetasi : Menurun
4. Identifikasi fartor yang memperberat
Kriteria hasil:
nyeri Menurun
Cukup
Sedang
menurun Kemampuan
1
2
Cukup
Meningkat
1. Berikan
meningkat 3
4
Terapeutik non
farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
5√
2. Kontrol
menuntaskan
teknik
lingkungan
yang
memperberat rasa nyeri
aktivitas
3. Fasiliatasi istirahat dan tidur Edukasi Meningkat
Cukup
Sedang
meningkat
Keluhan
1
2
Cukup
menurun 1.
menurun
3
4
5√
Jelaskan
penyebab,
pemicu
nyeri
meredakan nyeri 23
periode
Jelaskan
dan
strategi
nyeri Meringis 1
2
3
4
5√
Intervensi utama 2 : pemberian analgesic
Sikap
2
3
4
5√
Observasi
1
1. Identifikasi karakteristik nyeri
protektif
(mislanya,pencetus, pereda, kulitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
Luaran Tambahan: Fungsi Gastrointensial Tujuan :
2. Identifikasi riwayat alergi obat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesic
kemampuan saluran cerna untuk memasukan dan mencerna makanan
(misalnya non narkotika, narkotika,
serta menyerap nutrisi dan membuan zat sisa
atau NSAID) dengan tingkat
Ekspektasi: Membaik
keparahan nyeri 4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
Kriteria Hasil:
sesudah pemberian analgesic menurun
Cukup
Sedang
menurun
Toleransi
1
2
Cukup
meningkat
1. Diskusikan jenis analgesic yang
meningkat
3
4
5√
disukai untuk mencapai analgesic optimal, jika perlu
terhadap
2. Perimbangkan penggunaan infus
makana Nafsu
Terapeutik
1
2
3
4
5√
kontinu, atau bolus oploid untuk mempertahankan kadar dalam serum
makan
3. Dokumentasikan rsponsi terhadap 24
efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan Edukasi 1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, sesuai indikasi
2. Luaran Utama: Tingkat Infeksi
Intervensi utama : Pencegahan Infeksi
Tujuan:
Observasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan derajat infeksi berdasarka observasi atau sumber informasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Ekspektasu: menurun
Terapeutik
Kriteria hasil:
1. Batasi jumlah pengunjung Menurun
Cukup
Sedang
menurun Kebersihan 1
2
Cukup
Meningkat
edema
meningkat 3
4
5√
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah dengan pasien maupun kontak dengan
tangan Kebersihan 1
2. Berikan perawatan kulit pada area
2
3
4
5√
lingkungan pasien 4. Pertahankan
badan 25
Teknik
aseptic
pada
pasirn beresiko tinggi Mningkat
Cukup
Sedang
meningkat
Demam
Cukup
Menurun
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
menurun
1
2
3
4
5√
Kemerahan 1
2
3
4
5√
Nyeri
2
3
4
5√
1
Edukasi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 3. Ajarkan etika batuk 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka oprasi 5. Anjrukan meningkatkan asupan nutrisi 6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
26
3. Luaran Utama: Mobilitas Fisik
Intervensi utama : Dukungan Mobilsasi
Tujuan:
Observai :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kemampuan dalam Gerakan fisik ari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri
Gerakan
Kriteria hasil:
c. Monitor Menurun
Cukup
Sedang
menurun Pergerakan 1
2
Cukup
Meningkat
3
4
tekanan
frekuensi darah
jantung
sebelum
dan
memulai
mobilisasi
meningkat 5√
d. Monitor
kondisi
umum
selama
melakukan mobilisasi
ekstermitas 1
2
3
4
5√
Terapeutik : a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
otot Rentang
fisik lainya b. Indentifikasi toleransi fisik melakukan
Ekspektasu: Meningkat
Kekuatan
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
1
2
3
4
5√
alat bantu (misalnya pagar tempat tidur)
gerak
b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika Mningkat
Cukup
Sedang
meningkat
Cukup
Menurun
perlu c. Libatkan keluarga untuk membantu
menurun
1
2
3
4
5√
pasien
Kecemasan 1
2
3
4
5√
pergerakan
Kaku sendi
2
3
4
5√
Nyeri
1
27
dalam
meningkatkan
Edukasi : a. Jelaskan
tujuan
dan
prosedur
mobilisasi b. Anjurkan melakukan mobilisasi din c. Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (misalnya, duduk ditempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
Intervensi utama 2 : Dukungan Ambulansi Observasi 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulansi 3. Monitor tekanan
frekuensi darah
jantung
sebelum
dan
memulai
ambulansi Terapeutik 1. Fasilitasi aktivits ambulansi dengan 28
alat bantu (misalnya, tongkat, kruk) 2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulansi Edukasi 1. Jelaskan
tujuan
dan
prosedur
ambulansi 2. Anjurkan melakukan ambulansi dini 3. Ajarkan ambulansi sederhana yang harus dilakukan (misalnya, berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur kekamar mandi, berjalan sesuai toleransi) 4. Luaran Utama: Intergritas Kulit dan Jaringan
Intervensi utama : Perawatan Integritas Kulit
Tujuan:
Observasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
a. Identifkasi penyebab gangguan integritas
keluhan kulit (dermis atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa,
kulit
kornea, fasia, otot, tulang, kartilago, kapsul sendi, atau ligamen).
Terapiutik
Ekspektasu: Meningkat
a. Ubah posisi 2 jam jika tirah baring
Kriteria hasil:
b. Lakukan pemijatan pada area penonjlan 29
Menurun
Cukup
Sedang
menurun
Cukup
Meningkat
c. Bersihkan perineal dengan air hangat,
meningkat
Elasitisitas 1
2
3
4
5√
Hidrasi
2
3
4
5√
1
tulang, jika perlu
terutama selama periode diare d. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
Mningkat
Cukup
Sedang
meningkat
Keruskan
1
2
Cukup
Menurun
dan hipoalergik pada kulit sensitive
menurun
3
4
e. Gunakan produk berbahan ringan/alami
5√
f. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
jaringan Kerusakan 1
2
3
4
5√
Edukasi
lapisan
a. Anjurkan menggunakan pelembab
kulit
b. Anjurkan minum air yang cukup
Nyeri
1
2
3
4
5√
c. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi d. Anjurkan meningkatkan asupah buah dan sayur
Luaran Tambahan: Pemulihan Pasca Bedah
e. Anjurkan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan proses penyebuhan setelah menjalani pembedahan untuk memulai dan
menghindari
terpapar
suhu
ekstream f. Anjurkan penggunaan tabir surya minimal SPF 30 saat berada di luar rumah
melakukan aktivitas sehari-hari
g. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
Ekspektasi: Meningkat
secukupnya
Kriteria Hasil: 30
menurun
Cukup
Sedang
menurun
Cukup
meningkat
Obeserasi
meningkat
Kenyamanan 1
2
3
4
5√
Selera
2
3
4
5√
1
1. Monitor karakteristik luka (mislanya, drainase, warna, ukuran, bau) 2. Monitor tanda-tanda infeksi
makan Mobilitas
Intervensi utama 2 : Perawatan Luka
1
2
3
4
5√
Terapeutik 1. Lepskan balutan dan plester secara perlahan 2. Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu 3. Bersihka
dengan cairan NaCl atau
pembersih
nontoksik,
sesuai
kebutuhan 4. Bersihkan jaringan nekrotik 5. Berikan salep yang sesuai klit atau lesi, jika perlu 6. Pasang balutan sesuai jenis luka 7. Pertahankan
Teknik
streil
saat
melakukan perawatan luka 8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat 31
dan drainase 9. Jadwalkan perunahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien 10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5 g/kg/hari 11. Berikan
suplemen
vitamin
dan
mineral (misalnya, vitamin A, C, Zinc, asam amino) sesuai indikasi 12. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutaneous), jika perlu Edukasi 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Anjurkan
mengonsumsi
makanan
tinggi kalori dan protein 3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri Kolaborasi 1. Kolaborasi (misalnya,
prosedur
debridement
enzimatik,
mekanis, autolitik) jika perlu 32
biologis,
2. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
5
Luaran Utama: Neurovaskuler Perifer
Intervensi Utama: Managemen Sensasi
Tujuan:
Perifer
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
Observasi
sirkukasi dan sensasi pergerakan ekstermitas adekuat
1. identifikasi penyebab perubahan
Ekspektasu: meningkat
sensasi
Kriteria hasil:
2. identifikasi penggunaan alat pengikat,
Menurun
Cukup
Sedang
menurun Sirkulasi
1
2
Cukup
Meningkat
3. periksa perbedaan sensasi tajam atau
meningkat 3
prostesis, sepatu atau pakaian.
4
tumpul
5√
4. periksa perbedaan sensasi panas atau
Arteri Sirkukasi 1
2
3
4
dingin
5√
5. periksa kemampuan mengidentifikasi
Vena
lokasi dan tekstur benda memburuk
Cukup
Sedang
memburuk
Cukup
membaik
6. monitor perubahan kulit 7. monitor adanya tromboflebitis dan
membaik
Nadi
1
2
3
4
5√
Suhu
1
2
3
4
5√
tromboemboli vena Terapeutik 1. hindari pemakaian benda yang
tubuh 33
Meningkat 1
2
3
4
5√
berlebihan suhunya (terlalu panas atau terlalu dingin) Edukasi
Luaran Tambahan: Perfusi Perifer
1. anjurkan penggunaan termometer
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
untuk menguji suhu air Kolaborasi
aliran darah pembuluh darah distal adekuat Ekspektasi: Meningkat
1. pemberian analgesik, jika perlu
Kriteria Hasil:
2. pemberian kortikosteroid, jika perlu menurun
Cukup
Sedang
menurun
Denyut
1
2
Cukup
meningkat
Intervensi Utama 2: Pengaturan Posisi
meningkat
3
4
5√
Terapeutik; 1. hindari posisi yang menimbulkan
Nadi Perifer
ketegangan pada luka 2. hindari menempatkan pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri 3. meminimalkan gesekan dan tarikan saat mengubah posisi 4. jadwalkan secara tertuis untuk mengubah posisi Edukasi 1. informasikan saat akan dilaksanaka 34
pengubahan posisi 2. ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanika tubuh yang baik selama melakukan perubahan posisi Kolaborasi 1. pemberian pramedikasi sebelum mengubah posisi Jika perlu
6
Luaran utama: Tingkat Perdarahan
Intervensi Utama: Pencegahan Perdarahan
Tujuan :
Observasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
1) monitor tanda dan gejala perdarahan
risiko perdarahan menurun
2) monitor TTV ortostatik
Ekspektasi: Menurun
Terapeutik
Kriteria Hasil:
1) batasi tindakan invasif, jika perlu
meningkat
Cukup
Sedang
meningkat Perdarah- 1
2
Cukup
Menurun
Edukasi
menurun 3
4
2) gunakan kasur pencegah dekubitu
5√
1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan 2. anjurkan segera melapor jika terjadi
an pasca
perdarahan
operasi
35
memburuk
Cukup
Sedang
memburuk
Cukup
membaik
1. Kolaborasi obat pengontrol
membaik
Hemoglobin 1
2
3
4
5√
Hematokrit
2
3
4
5√
1
Kolaborasi
perdarahan, jika perlu 2. kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
7
Luaran utama: Tingkat pengetahuan
Intervensi utama: Edukasi Kesehatan
Tujuan:
Observasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
1. identifikasi kesiapan dan kemampuan
tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit meningkat
menerima informasi
Ekspektasi: Meningkat
Edukasi:
Kriteria hasil:
1. jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan menurun
Cukup
Sedang
menurun
Perilaku
1
2
Cukup
meningkat
Intervensi Pendukung: Edukasi manajemen
meningkat
3
4
5√
sesuai
1. jelaskan penyebab, periode, dan
anjuran Perilaku
nyeri
strategi meredakan nyeri 1
2
3
4
5√
2. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
sesuai
3. ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
dengan 36
mengurangi rasa nyeri
pengetahuan
meningkat
Cukup
Sedang
meningkat Pertanya-an
1
2
Cukup
Menurun
pengobaan
menurun 3
4
Intervensi Pendukung 2: Edukasi prosedur
5√
1. jelaskan tujuan dan manfaat tindakan yang akan dilakukan
tentang masalah
2. jelaskan perlunya dilakukan tindakan
yang
3. jelaskan keuntungan dan kerugian bila tidak dilakukan tindakan
dihadapi Persepsi
1
2
3
4
5√
4. jelaskan langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan
yang keliru terhadap masalah
37
2.2.3 Implementasi Implementasi keperawatan merupakan langkah berikutnya dalam proses keperawatan. Semua kegiatan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien harus direncankan untuk menunjang tujuan pengobatan medis, dan memenuhi tujuan rencana keperawatan. Implementasi rencana asuhan keperawatan berarti perawat mengarahkan, menolong, mengobservasi dan mendidik semua personil keperawatan dan pasien, termasuk evaluasi perilaku dan pendidikan, merupakan supervisi keperawatan yang penting (Hidayah, 2014).
2.2.4 Evaluasi Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap terhadap tindakan keperawatan yangtelah dilakukan.evaluasi proses atau promatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan soap sebagai pola pikirnya, ( Keliat, 2011 ) • S
: Respon subjektif klien terhadap intervensi keperawatan yang telah dilakasanakan
• O : Respon objek terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan • A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiktif dengan masalah yang ada . • P
: Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon keluarga
38
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan Fraktur adalah gangguan komplet atau tak-komplet pada kontinuitas struktur tulang dan didefinisikan sesuai jenis keluasannya (Smeltzer, 2018). Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki-laki dewasa. Fraktur disebabkan oleh kekerasan langusng yang menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan, dan disebabkan oleh trauma langsung pada kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan faktor patologis, biasanya bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring, dan kekerasan tidak langsung juga menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari terjadinya kekerasan, yang patah biasanya adalah yang paling lemah dalam jalur vector kekerasan (Wijaya, 2013). Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna. Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk 3.2 Saran Dalam hal ini penulis memberikan beberapa saran setelah secara langsung mengamati lebih dekat di dalam perkembangan status kesehatan pada Pasien Fraktur Femur maka penulis mengharapakan : a.
Dijadikan sebagai bahan referensi untuk mengembangkan Ilmu Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur Femur
b.
Bagi para tenaga kesehatan untuk menindak lanjuti tindakan keperawatan yang telah dibuat
c.
Bagi institusi sebagai bahan pedoman untuk penilitian selanjutnya yang akan di lakukan oleh para peneliti 39
DAFTAR PUSTAKA Alif Hidayah, (2014) Pengaruh Cooperative NHT dan Think Pair Share (Tps) Terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS, Jurnal Teknologi Pendidikan pasca sarjana unimed. Volume 7, no.1, halaman 1-114. Medan Andri, Juli, dkk. 2020. Nyeri pada Pasien Post OP Fraktur Ekstremitas Bawah dengan Pelaksanan Mobilisasi dan Ambulasi Dini. JOTING. 2 (1). 61 – 70 Antoni, Gemynal. 2019. Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan Post Orif Ec Fraktur Femur di Ruangan Trauma Center Irna Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi D-III Keperawatan. Fakultas Kesehatan. Politeknik Kesehatan Kemenkes RI. Padang Antoni, Gemynal Kurna. 2019. Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan Post ORIF EC Fraktur Femur di Ruangan Trauma Center IRNA Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. Karya Tulis Ilmiah. Prodi D3 Keperawatan. Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang. Asrizal, Rinaldi. 2014. Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra. Medula. 2 (3). 94 – 100 Barbosa, T.D.A., Souza, A.M.F.D., Leme, F.C.O., Grassi, L.D.V., Cintra, F.B. and Gumieiro, D.N., 2020. Perioperative complications and mortality in elderly patients following surgery for femoral fracture: prospective observational study. Revista brasileira de anestesiologia, 69, pp.569-579. Egol, Kenneth A., 2015. Handbook of fractures. Koval, Kenneth J., Zuckerman, Joseph D. (Joseph David), 1952-, Ovid Technologies, Inc. (5th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health. ISBN 9781451193626. OCLC 960851324 Göçer, H., Çıraklı, A., Büyükceren, İ., Kılıç, M., Genç, A.S. and Dabak, N., 2018. Preoperative platelettolymphocyte ratio as a prognostic factor in geriatric patients with proximal femoral fractures. Nigerian journal of clinical practice, 21(1), pp.107110.
40
Jason A. Lowe, 2018. Femur Shaft Fractures (Broken Thighbone). Dikutip dari https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--conditions/femur-shaft-fractures-brokenthighbone. Diakses pada 03 Juni 2021 Keliat, BA, et al. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CHMN (Basic Course).
Jakarta : EGC
Noorisa, Riswanda, dkk. 2017. The Caracteristic of Patients with Femoral Fracture in Department of Orthopaedic and Traumatology RSUD Dr. Soetomo Surabaya 20132016. JOINTS. 6 (1). 1 – 11 Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction Ridwan, Utari, dkk. 2019. Karakteristik Kasus Fraktur Ekstremitas Bawah di Rumah Sakit Daerah Dr. H Chasan Boesoirie Ternate Tahun 2018. Kieraha Medical Journal. 1 (1). 9 – 15 Song, S.K., Choi, W.K. and Cho, M.R., 2020. Surgical intervention in patients with proximal femoral fractures confirmed positive for COVID-19—a report of 2 cases. Acta orthopaedica, pp.1-4. SDKI 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. SLKI 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. SIKI 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan. Tim Pkja SIKI DPP PPNI Vives, J.M.M., Jornet-Gibert, M., Cámara-Cabrera, J., Esteban, P.L., Brunet, L., DelgadoFlores, L., Camacho-Carrasco, P., Torner, P., Marcano-Fernández, F. and Group, S.H.C.I., 2020. Mortality rates of patients with proximal femoral fracture in a worldwide pandemic: preliminary results of the Spanish HIP-COVID observational study. The Journal of bone and joint surgery. American volume. 41
TeachMeSurgery.
2019.
Femoral
Shaft
Fracture.
Dikutip
dari
https://teachmesurgery.com/orthopaedic/hip/femoral-shaft-fracture/ . Diakses pada 03 Juni 2021.
42