Makalah Geologi Jawa Tengah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH GEOLOGI INDONESIA STRUKTUR GEOLOGI JAWA TENGAH



Oleh: Putri hamidah( Rosalina alvia(19045040) Sherly novita wardana(



Dosen pengampu: Sari Nova, S.Pd, M.Sc



UNIVERSITAS NEGERI PADANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI 2020



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara fisiografi dan struktural Van Bemelen membagi Pulau Jawa menjadi empat bagian antara lain, sebelah barat Cirebon (Jawa Barat), Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang), Jawa Timur (antara Semarang dan Surabaya), dan cabang sebelah timur Pulau Jawa yang meliputi Selat Madura dan Pulau Madura.



Keempat bagian Pulau Jawa tersebut memiliki karakteristik



kondisi geologis yang berbeda-beda. Begitu juga bagian Jawa Tengah. Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya antara 5°40' dan 8°30' LS dan antara 108°30' dan 111°30' BT (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 263 km dan dari utara ke selatan  226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Luas wilayah Jawa Tengah pada tahun 2009 tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70 persen dari luas Indonesia). Jawa Tengah juga merupakan bagian yang sempit di antara bagian yang lain dari Pulau Jawa, dengan lebar pada arah utaraselatan sekitar 100 – 120 km. Jawa Tengah memiliki karakteristik fisik yang bervariasi. Hal tersebut tidak lepas dari proses geologi yang dialami maupun yang terjadi di Jawa Tengah. Di Jawa Tengah terdapat busur gunung api yang tumbuh pada zona lemah sehingga terdapat beberapa gunung api di atasnya. Selanjutnya juga terdapat tumbukan lempeng tektonik yang berdampak pada terjadinya pengangkatan dan pelipatan lapisan geologi pembentuk pulau sehingga membentuk geomorfologi yang bervariasi seperti dataran landai, perbukitan dan dataran tinggi. Kondisi geologi yang demikian menjadikan Jawa Tengah mempunyai potensi ancaman bencana alam. Bencana gempa bumi di Klaten, tsunami di Pantai Selatan Jawa, erupsi gunung berapi Merapi dan tanah longsor di Banjarnegara merupakan sebagian bukti kebencanaan yang pernah terjadi di Jawa Tengah.



Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang kondisi geologi dan sedikit fisiografi tentang Jawa Tengah. Selain itu juga akan dijelaskan tentang kenampakan-kenampakan alam yang ada di Jawa Tengah akibat proses geologi yang telah terjadi. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kondisi fisiografis Jawa Tengah? 2. Bagaimanakah struktur geologi Jawa Tengah? 3. Bagaimanakah kenampakan alam di Jawa Tengah akibat proses geologi?



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kondisi Fisiografis di Jawa Tengah Buranda (TT:84-89) secara fisiografi, jawa tengah dibagi menjadi 4 bagian: 1.



Pegunungan Selatan



2.



Pegunungan Serayu Selatan



3.



Pengungan Serayu Utara



4.



Dataran Pantai Utara 1. Pegunungan selatan  Pegunungan selatan di Jawa Tengah sisa-sisanya dapat ditemukan di peg.



Progo barat, Karangbolong, Selok atau G. Srandil, dan Nusa Kambangan. Pegunungan Progo Barat terdiri dari batuan vulkanik andesit tua yang tertutup oleh batuan gamping. Di sebelah timur pegunungan Progo barat, sebelah utara Sentolo terdapat bukit Nanggulan yang terdiri dari batuan sedimen eosen. Bukit Nanggulan ini terbentuk sebagai hasil squeezing out lapisan sedimen klastis berumur eosen karena tekana tertutup dengann lapisan breksi yang ada di atasnya. Pegunungan karang bolong terdiri dari batuan breksi andesit tua yang tertutup dengan limestone. Daerah pantai selatan Jawa Tengah dijumpai serangkaian gosong pasir misalnya di Parangtritis dengan ketinggian 5-15 meter dan lebarnya sekitar 100-500 meter. Dataran pantai selatan ini oleh Pannekoeck dikatakan berupa teluk ketika pegunungan selatan meluncur ke dasar lautan Hindia. Endapan sungai di lautan Hindia dihempaskan oleh gelombang ke pantai sehingga lama kelamaan menjadi daratan. Dilihat dari hubungannya dengan unut-unit struktural di Jawa Timur, Van Bemmelen menganggap dataran pantai selatan Jawa Tengah posisinya sama dengan subzone Blitar.



2.



Pegunungan Serayu Selatan Zona Pegunungan Serayu Selatan terletak diantara Pegunungan Serayu



Utara dan Zona Depresi Jawa Tengah yang membentuk kubah dan punggungan. Pegunungan Serayu Selatan memanjang dari arah Timur ke Barat dengan jarak lebih dari 100 kilometer, dengan bagian terlebar daerah ini adalah terletak di daerah Loh Ulo. Loh Ulo terletak di sebelah selatan Banjarnegara dan sebelah utara Kebumen. Di daerah Loh Ulo ini dijumpai singkapan batuan pratersier seperti Jiwo Hill (Bayat) dan Pelabuhan Ratu (Ciletuh). Di daerah Loh Ulo ini juga dijumpai batuan campur aduk (melange) berumur Cretaceous seperti sekis mika di Sadang, lava bantal dan rijang di kali Muncar, Seboro, serpentit di Pucangan, marmer di Totogan, filt di Sungai Loh Ulo, batu gamping numulit di utara kampus LIPI, konglomerat di depan kampus LIPI, rijang di Wagirsambeng, batu pasir greywacke di kali Cacaban, breksi di Waturanda, gabro di sebelah barat sekitar 5 kilometer dan lain-lain. 3.



Pegunungan Serayu Utara Pegunungan Serayu Utara memiliki luas 30-50 km. Zona Serayu Utara ini



pada bagian utara dibatasi oleh Dataran Aluvial Utara Jawa. Pada bagian barat dibatasi oleh Gunung Slamet dan di bagian timur ditutupi oleh endapan gunung api muda dari Gunung Rogojembangan, Gunung Prahu dan Gunung Ungaran. Pegunungan serayu utara merupakan lanjutan dari kendeng ridge di Jawa Timur yang oleh Stille dikatakan terangkat lebih awal yaitu pada plio-pleistosen. Sedimen di geosinklin Jawa Utara mengalami gaya kompresi dari selatan yang menyebabkan terlipat-lipat dan terjadi patahan serta terangkat diatas permukaan laut. Gunung Ungaran merupakan gunung api kuarter yang menjadi bagian paling timur dari Pegunungan Serayu Utara. Daerah Gunung Ungaran ini di sebelah utara berbatasan dengan dataran aluvial Jawa bagian utara, di bagian selatan merupakan jalur gunung api Kuarter (Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Merbabu), sedangkan pada bagian timur berbatasan dengan Pegunungan Kendeng. Bagian utara Pulau Jawa ini merupakan geosinklin yang memanjang dari barat ke timur (Bemmelen, 1970).



Gunung Ungaran mengalami collapse sehingga pecah dan runtuh ke bawah sepanjang patahan-patahan yang tidak beraturan. Akibatnya daerah bukit Candi di Semarang selatan terlipat-lipat. Patahan dan runtuhan di puncak Ungaran bermula di bagian selatan sehingga ketika runtuh menekan lapisan sedimen di kaki utaranya sehingga terlipat. 4.



Dataran pantai utara Dataran pantai utara merupakan hasil sedimentasi dari pegunungan serayu



utara di sebelah selatannya. Dataran pantai ini bersambung dengan depresi Semarang sampai Rembang. Pengendapan di muara-muara sungai mempercepat perluasan pantai misalnya di muara kali pemali, kali comang, kali bodri dan kali semarang mencapai 12 meter/tahun.



2.2 Struktur Geologi Jawa Tengah Struktur geologi Jawa Tengah mengacu kepada Asikin (1974). Seperti umumnya perkembangan tektonik di Jawa, evolusi tektonik di Jawa Tengah juga dapat dibagi tiga, yaitu tektonik akhir paleogen, tektonik intra neogen dan tektonik akhir neogen. Tektonik akhir paleogen seperti di tempat – tempat lain hampir di seluruh Daratan Sunda (Lempeng Mikro Sunda), dicirikan oleh pembentukan sesar – sesar regangan yang menghasilkan tinggian dan deperesi. Berdasarkan data seismik dimana dapat diamati dengan jelas adanya gejala – gejala ketidakselarasan, maka diyakini bahwa pada akhir paleogen hampir sebagian besar daerah mengalami pengangkatan dan muncul dipermukaan dan mengalami pengikisan yang kuat. Juga mengemukakan bahwa pada eosen akhir, pusat kegiatan magma berada di Pegunungan Serayu Selatan hingga ke Bayat dan Parangtritis di selatan. Kegiatan magma eosen ini ditandai dengan dijumpainya singkapan – singkapan batuan beku dan vulkanik berupa aliran lava, jenjang, sumbat vulkanik dan sejumlah korok yang memotong batuan Pra – Tersier dan Eosen. Di Bayat dan Parangtritis, terdapat sejunlah singkapan korok dan intrusi yang sebagian besar bersusunan basaltis yang memotong batuan Pra – Tersier dan batu gamping Eosen. Penentuan umur secara radiometri memberikan angka yang berkisar antara



33,1 – 24,3 Ma. Susunan kimiawinya menunjukkan asosiasi batuan kalk – alkalin andesit basaltis. Pusat kegiatan magma Eosen Akhir-Miosen Awal ini sekaligus merupakan pusat tinggian di Jawa Selatan (Busur magmatis). Kegiatan magma yang lebih muda lagi (Miosen Akhir-Pliosen) nampaknya agak bergeser keutara dengan dijumpainya singkapan batuan volkanik di daerah Karangkobar (sebelah Utara Luh-Ulo, daerah Banjarnegara). Dijumpai dalam bentuk korok-korok, jenjang dan sumbat vulkanik, aliran lava serta intrusi-intrusi dangkal. Umurnya secara radiometrik berkisar antara 11.16 Ma, 8.9 Ma dan 3 Ma. Batuan vulkanik Tersier muda juga didapatkan di daerah Cilacap berupa korok dan sill yang memotong formasi Halang yang berumur N16-N18. Secara petrografis memperlihatkan kesamaan dengan batuan andesit dan basalt di daerah Karangkobar. Penentuan umur memberikan angka 8.7 dan 5.1 Ma. Pada Tersier Awal, pusat pengendapan terjadi di utara (Depresi Bobotsari) sebagai cekungan belakang busur dan di selatan (Depresi Kebumen) sebagai cekungan depan busur dengan diisi oleh endapan gravitasi (turbidit) yang sebagian besar terdiri dari bahan klastika gunung api. Kegiatan vulkanisme Tersier tersebut berlangsung hingga Pliosen dengan pergeseran lebih ke utara. Dari data gaya berat, pola struktur Jawa Tengah memperlihatkan adanya 3 (tiga) arah utama, yaitu : barat laut – tenggara di dekat perbatasan dengan Jawa Barat, timurlaut – barat daya di selatan sekitar G. Muria, dan barat – timur yang umumnya berupa perlipatan. Hal ini juga diungkapkan Putrisiwi dkk, 2014) bahwa pola struktur di Jawa Tengah memperlihatkan adanya 3 arah utama yaitu  baratlaut-tenggara, timurlaut-barat daya, timur-barat. Di daerah loh ulo dimana batuan pra-terser dan tersier tersingkap dapat dibedakan menjadi 2 pola struktur  utama yaitu arah timurlaut-baratdaya, dan barat-timur. Hubungan antar satu batuan dengan yang lainnya mempunyai lingkungan dan ganesa pembentukan yang berbeda yang terdapat didalam melange.  Struktur geologi Jawa Tengah dapat dikenali dengan adanya kenampakan pegunungan yang dikelilingi oleh dataran alluvial. Secara umum struktur geologi yang bekerja adalah sebagai berikut:



1.      Struktur Dome Menurut Van Bemellen (1948) (dalam Anonim, 2012) pegunungan Kulon Progo secara keseluruhan merupakan kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km mengarah NE – SW dan 20 km mengarah SE – NW. Puncak kubah lonjong ini berupa satu dataran yang luas disebut Jonggrangan plateu. Kubah ini memanjang dari utara ke selatan dan terpotong dibagian utaranya oleh sesar yang berarah tenggara – barat laut dan tertimbun oleh dataran magelang, sehingga sering disebut oblong dome. Pemotongan ini menandai karakter tektonik dari zona selatan Jawa menuju zona tengah Jawa. Bentuk kubah tersebut adalah akibat selama pleistosen, di daerah yang mempunyai puncak yang relative datar dan sayap – sayap yang miring dan terjal. Dalam kompleks pegunungan Kulon Progo khususnya pada lower burdigalian terjadai penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan terbentuknya sinklin pada kaki selatan pegunungan Menoreh dan sesar dengan arah timur – barat yang memisahkan gunung Menoreh denagn vulkan gunung Gadjah. Pada akhir miosen daerah Kulon Progo merupakan dataran rendah dan pada puncak Menoreh membentang pegunungan sisa dengan ketinggian sekitar 400 m. secara keseluruhan kompleks pegunungan Kulon Progo terkubahkan selama pleistosen yang menyebabkan terbentuknya sesar radial yang memotong breksi gunung ijo dan Formasi Sentolo, serta sesar yang memotong batu gamping Jonggrangan. Pada bagian tenggara kubah terbentuk graben rendah. 2.      Unconformity Di



daerah



Kulon



Progo



terdapat



kenampakan



ketidakselarasan



(disconformity) antar formasi penyusun Kulon Progo. Kenampakan tersebut berupa formasi andesit tua yang diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi Jonggrangan diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan formasi Sentolo yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jonggrangan (Anonim, 2013).



2.3 Kenampakan Alam Di Jawa Tengah Akibat Proses Geologi 2.3.1



Karangsambung Ilham (2013) mengemukakan bahwa Karangsambung menjadi daerah



yang menjadi perhatian bagi para ahli geologi, karena ada beberapa fenomena geologi yang jarang tersingkap di Pulau Jawa, yaitu antara lain : 1. Tersingkap berbagai jenis batuan mulai dari yang berumur Pra-Tersier (Kapur Atas) hingga Kuarter. Untuk daerah Pulau Jawa, batuan berumur pra-Tersier sangat jarang dijumpai. 2. Adanya percampuran berbagai jenis batuan Pra-Tersier hingga Paleosen, yang



proses



pembentukannya



dikontrol



oleh



aktifitas



tektonik.



Bercampurnya berbagai jenis batuan oleh proses tektonik ini dikenal sebagai batuan bancuh atau Melange. 3. Ukuran dan jenis bongkah di dalam Melange ini sangat bervariasi. Ukuran komponen mulai dari yang berukuran kerikil hingga bongkah bahkan di beberapa lokasi bongkah tersebut membentuk bukit yang soliter. Seluruh bongkah tersebut tertanam dalam masa dasar lempung bersisik yang berwarna hitam dan mengkilap (Scally clay). Selanjutnya jenis batuan (jenis bongkah) di dalam melange ini juga bervariasi, terdiri atas batuan ofiolit (batuan beku basa dan ultra basa), sedimen laut dalam (Pelagik), sedimen laut dangkal hingga transisi dan sedimen darat. Fenomena geologi tersebut diatas sangat jarang ditemukan di Pulau Jawa. Hingga saat ini hanya ada tiga lokasi yang memiliki karaketristik yang sama yaitu daerah Bayat (Jawa Tengah), Ciletuh (Jawa Barat) dan Karangsambung sendiri. Dari seluruh peneliti ini semuanya sepakat bahwa batuan pra-tersier hingga Paleosen



merupakan



batuan



bancuh



(Melange),



yang



pembentukannya



dipengaruhi oleh aktivitas tektonik yang sangat kuat. Dikaitkan dengan teori tektonik lempeng, salah satu proses pembentukan melange ini disebabkan oleh adanya tumbukan dua buah lempeng atau lebih, yang akhirnya di dalam zona tumbukan (Trench) terjadi percampuran berbagai macam batuan yang satu sama lain saling tergeruskan. Berdasarkan peta Geologi Lembar Kebumen, Jawa (S. Asikin, A. Handoyo, H. Busono, S. Gafoer, 1992) (dalam Ilham, 2013) dapat diketahui



bahwa batuan di daerah ini mulai dari yang tertua (Paleosen) hingga termuda (Pliosen) terdiri dari : 1. Kompleks Melange Luk Ulo yang berupa bongkah-bongkah batuan Pra Tersier dengan massa dasar serpih hitam (berumur Kapur Atas) 2. Formasi Karangsambung yang tersusun oleh batulempung bersisik dengan bongkah batugamping , konglomerat, batupasir, batugamping dan basal (berumur Eosen). Dalam formasi ini terdapat pula batugamping terumbu yang berupa olistolit. 3. Formasi Totogan yang tersusun oleh breksi dengan komponen batulempung, batupasir, batugamping dan basal (berumur Oligo-Miosen) 4. Formasi Waturanda yang tersusun oleh batupasir kasar, makin ke atas berubah menjadi breksi dengan komponen andesit, basal dan massa dasar batupasir tuf. Dalam Formasi ini terdapat anggota tuf yang tersusun oleh perselingan tuf kaca, tuf kristal, batupasir gampingan dan napal tufaan (berumur Miosen Awal). 5. Formasi Penosogan yang teridiri dari perselingan batupasir gampingan, batulempung, tuf, napal dan kalkarenit (berumur Miosen Tengah). 6. Diabas yang merupakan batuan beku intrusi hasil aktivitas volkanik (Miosen Tengah) 7. Formasi Halang yang tersusun oleh perselingan batupasir, batugamping, napal dan tuf dengan sisipan breksi (berumur Pliosen) 8. Formasi Peniron yang terdiri dari breksi dengan komponen andesit, batulempung, batugamping, serta massa dasar batupasir tufan bersisipan tuf. 9. Endapan Pantai yang berupa pasir lepas 10. Alluvium yang berupa lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal.



BAB III KESIMPULAN



Secara fisiografi Jawa Tengah dibagi menjadi empat bagian antara lain, Pegunungan Selatan, Pegunungan Serayu Selatan, Pengungan Serayu Utara, dan Dataran Pantai Utara. Masing-masing bagian tersebut terbentuk karena aktivitas geologi khususnya akibat dampak tektonik. Struktur geologi Jawa Tengah berdasarkan masanya dapat dibagi tiga, yaitu tektonik akhir paleogen, tektonik intra neogen dan tektonik akhir neogen. Masa-masa tersebut dapat dikatakan sebagai evolusi tektonik di Jawa Tengah. Karena aktivitas tersebut Jawa Tengah kaya dengan berbagai bentuk atau kenampakan alam hasil dari evolusi tektonik. Sehingga di Jawa Tengah juga banyak ditemui berbagai jenis batuan bahkan jenis batuan melang atau batuan yang bercampur aduk. Secara umum struktur geologi yang bekerja di daerah Jawa Tengah adalah struktur dome dan struktur unconformity (ketidakselarasan). Sehingga di Jawa Tengah memiliki beberapa kenampakan alam yang tidak dijumpai di daerah Jawa lainnya. Karangsambung merupakan kawasan yang menjadi laboratorium alam. Banyak peneliti geologi yang memusatkan perhatian pada daerah tersebut karena kenampakan alam di Karangsambung sangat jarang ditemui di bagian Pulau Jawa lainnya.



DAFTAR RUJUKAN



Anonim. 2012. Geologi Regional Kulon Progo. (Online), (http://geologitfugm.blogspot.com/2012/11/geologi-regional-kulonprogo_13.html), diakses 30 Januari 2015. Buranda, J.P. TT. Geologi Indonesia. Ilham. 2013. Karangsambung-Kebumen-Jawa Tengah. (Online), (http://aingdesob.blogspot.com/2013/01/karangsambung.html), diakses 30 Januari 2015. Putrisiwi, dkk. 2014. Pengaruh Tektonik Terhadap Pembentukan Jawa Tengah. (Online), (http://blog.ub.ac.id/nara/2014/04/14/tugas-anlan-minggu2_tektonik/), diakses 30 Desember 2015.