Makalah Gizi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERMASALAHAN GIZI PADA ANAK



Disusun Oleh: 1. Elpa Sumiarti 2. Nurfitriyana



PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES) UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU TAHUN 2021 1



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa di tentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia.Bukti empiris menunjukkan bahwa kualitas SDM sangat di tentukan oleh status gizi yang baik.World Organization Health menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Penjabaran tujuan dari SustainableDevelopment Goals (SDGs) yang keempat adalah menurunkan angka kematian anak dengan pencapaian target pada tahun 2030 yaitu mengurangi dua pertiga tingkat kematian anak usia di bawah lima tahun (Sari, 2016). Status Gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan dan nutrisi yang terkandung didalam makanan, yang keberhasilannya diukur dengan berat badan anak sesuai usia. Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas karena penyebabnya tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan lingkungan (Karundeng, 2015). Pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan masih terdapat pantangan, tahayul, bahkan tabuh dalam masyarakat, disamping itu pula jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga (Fajarina, 2017).



2



Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas karena penyebabnya tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan lingkungan (Sari, 2016). United Nations Children´s Fund (UNICEF) 2017, melaporkan Indonesia berada di peringkat kelima untuk negara dengan jumlah anak yang terhambat pertumbuhannya dengan perkiraan 7,7 juta balita. Secara global WHO menyatakan sekitar 45 % kematian balita karena kekurangan gizi dan Indonesia termasuk diantara 36 negara di dunia yang memberi 90% kontribusi masalah gizi dunia, serta 6,6 juta anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun di tahun 2012 (UNICEF, 2017). Riset Kesehatan Dasar (2018) mencatat prevalensi anak dengan gizi berat- kurang di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 19,6 %. terdiri dari 5,7 % gizi buruk 13,9 % gizi kurang. Terjadi peningkatan balita gizi buruk (2010) hanya 4,9 %. Untuk mencapai SustainableDevelopment Goals (SGDs) yaitu 15,5 % maka prevalensi gizi buruk – kurang secara nasional harus diturunkan 4,1 % dalam periode tahun 2018 – 2021. Di Provinsi Bengkulu angka kejadian gizi buruk pada anak usia 0-59 bulan sebesar 2,8%, gizi kurang, 10,4%, gizi baik 82,3% (Rikesdas, 2018). Sementara data yang diperoleh dari dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu tahun 2018 status gizi balita (0-59 bulan) berdasarkan indeks BB/TB. Hasil entry data e-PPGBM yang dilakukan di Provinsi Bengkulu Tahun 2018 mempunyai sasaran balita berjumlah 87.167 balita dengan status gizi sangat kurus sebesar 2.0%, dan yang mempunyai status gizi kurus



3



sebesar, 4%, sehingga persentase Wasting (sangat kurus + kurus ) balita sebesar6% (Dinkes Provinsi Bengkulu, 2019). Gizi kurang banyak menimpa anak pada usia 3-5 tahun, karena pada usia ini anak mulai mengkonsumsi banyak makanan, dan pertumbuhan menjadi lebih pesat sehingga golongan ini disebut golongan rawan gizi. Gizi kurang berdampak langsung terhadap kesakitan dan kematian, gizi kurang juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita, akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan serta perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan (Fajarina, 2017). Status gizi anak dipengaruhi oleh beberapa yaitu faktor inheren (usia balita, jenis kelamin, pantangan makanan dan status kesehatan), faktor distal (tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, peran ibu, pendapatan keluarga, usia ibu,pola makan anak dan askes kesehatan), faktor intermediate (faktor lingkungan dan faktor ibu yang didalamnya menyinggung jarak kelahiran dan jumlah balita), dan faktor ibu (jarak kelahiran, jumlah balita). Dari beberapa faktor diatas, faktor ibu adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh terdapat statu gizi balita, hal ini disebabkan karena tingginya angka kelahiran dan jumlah anak dalam keluarga yang tidak dibatasi (Arisman, 2012). Peran seorang ibu sangat penting atau di butuhkan dalam pemenuhan gizi pada anak.Pengetahuan dan ketrampilan yang memadai seharusnya dimiliki oleh ibu sebagai modal dalam pemenuhan gizi bagi anak.Para ibu khususnya harus dapat membentuk pola makan anak, menciptakan situasi



4



yang menyenangkan dan menyajikan makanan yang menarik untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya (Yendi, 2017). Anak usia 3-5 tahun mempunyai risiko untuk mengalami masalah kekurangan gizi, karena pada masa ini sering terjadi masalah makan yang disebabkan anak sudah mulai menjadi konsumen aktif yang cendrung memilih-milih makanan yang akan dikonsumsi. Faktor makanan merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi. Faktor makanan ini berupa pola makan yang dapat dinilai dari jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi, serta cara pemberian makan (Sari, 2016). Masa anak usia 3-5 tahun merupakan masa yang sangat penting karena merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. 3 tahun pasca kelahiran merupakan masa emas dimana selsel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Menurut UNICEF anak yang menderita kurang gizi (stunted) berat, mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah dibanding rata-rata anak yang tidak stunted (Arisman, 2012). Gizi kurang atau gizi buruk menyebabkan terganggunya pertahanan sistem tubuh, gangguan sistem pertahanan tubuh akan berlangsung secara serentak, sehingga menyebabkan anak mudah terserang penyakit ditambah dengan faktor resiko lingkungan anak yang mendukung. Usia 1-5 tahun merupakan masa keemasan atau golden age, sehingga jika pada usia balita anak mengalami gizi buruk maka dapat berpengaruh pada perkembangan fisik, mental, kemampuan berfikir menurun, dan dapat mengalami penurunan fungsi otak secara permanen (Fajarina, 2017).



5



Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2017) tentang hubungan peran ibu dengan status gizi balita di puskesmas kalasan kecamatan kalasan kabupaten sleman. B. Tujuan Penelitian 1.



Untuk mengetahui konsep kebutuhan gizi anak



2.



Untuk mengetahui Permasalahan gizi pada anak dan kebijakan /peraturanan daerah



3.



Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi gizi terhadap anak



C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan keadaan yang ada di masyarakat terutama tentang Status Gizi Anak. 2. Bagi tenaga kesehatan Dapat memberikan gambaran informasi tentang permasalahan yang terjadi pada balita sehingga dapat memberikan penatalaksanaan kasus status gizi dengan lebih baik dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan pada anak. 3. Bagi institusi pendidikan Dapat dipergunakan sebagai acuan atau studi banding dalam penelitian mahasiswa selanjutnya tentang Faktor yang berhubungan dengan kejadian status gizi pada anak untuk meneliti faktor resiko lain dan menggunakan metode penelitian yang lebih terbaru.



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Status Gizi 1. Pengertian Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan sebagai akibat keseimbangan



antara



konsumsi,



penyerapan



zat



gizi



dan



penggunaannya di dalam tubuh (Aditya, 2015). Status gizi adalah keadaan gizi seseorang yang dapat dilihat untuk mengetahui apakah seseorang tersebut itu normal atau bermasalah (gizi salah).Gizi salah adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan dan atau keseimbangan zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, kecerdasan dan aktivitas atau produktivitas (Arifin, 2015). Status gizi juga dapat merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut (Fitriyanti, 2012). Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menunjukan kualitas hidup suatu masyarakat dan juga memberikan intervensi sehingga akibat lebih buruk dapat dicegah dan perencanaan lebih baik dapat dilakukan untuk mencegah anakanak lain dari penderitaan yang sama.



7



2. Kebutuhan Gizi Anak a. Energi Kebutuhan energi anak secara perorangan didasarkan pada kebutuhan



energi



untuk



metabolisme



basal,



kecepatan



pertumbuhan, dan aktivitas. Energi untuk metabolisme basal bervariasi sesuai jumlah dan komposisi jaringan tubuh yang aktif secara metabolik yang bervariasi sesuai umur dan gender. Namun perbedaan antar gender relatif kecil hingga umur 10 tahun, sehingga Angka Kecukupan Energi tidak dibedakan antar gender sebelum usia ini. b. Protein Kebutuhan protein anak termasuk untuk pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh, dan pembentukan jaringan baru. Pada anak, fungsi terpenting protein adalah untuk pertumbuhan. Bila kekurangan protein berakibat pertumbuhan yang lambat dan tidak dapat mencapai kesehatan dan pertumbuhan yang normal. Kecukupan protein juga esensial untuk membangun antibodi sebagai pelindung dari penyakit infeksi. c. Lemak Lemak merupakan zat gizi esensial yang berfungsi untuk sumber energi, penyerapan beberapa vitamin dan memberikan rasa enak dan kepuasan terhadap makanan. Selain fungsi tersebut, lemak juga sangat esensial untuk pertumbuhan, terutama untuk komponen membran sel dan komponen sel otak. Lemak yang



8



esensial untuk pertumbuhan anak disebut asam lemak linolenat dan asam lemak alpha linoleat. d. Vitamin dan Mineral Vitamin dan mineral dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang jauh lebih kecil daripada protein, lemak dan karbohidrat, tetapi sangat esensial untuk tubuh. Keduanya mengatur keseimbangan kerja tubuh dan kesehatan secara keseluruhan. Beberapa mineral juga merupakan bagian dari jaringan tubuh. 3. Penilaian Status Gizi Ada beberapa cara mengukur status gizi anak yaitu dengan pengukuran klinis, biokimia, biofisik, dan antropometrik (Arifin, 2015). Pengukuran status gizi anak yang paling banyak digunakan adalah pengukuran antropometrik (Kemenkes RI, 2011). 1) Pengukuran Klinis Pengukuran klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.Metode ini didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. 2) Pengukuran Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada



9



berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja, hati, dan otot. 3) Pengukuran Biofisik Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan. 4) Pengukuran Antropometrik Dalam pengukuran antropometrik dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan sebagainya.Standar Antropometri Anak di Indonesia mengacu pada WHO Child Growth Standards untuk anak usia 0-5 tahun dan The WHO Reference 2007 untuk anak 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun. Standar tersebut memperlihatkan bagaimana pertumbuhan anak dapat dicapai apabila memenuhi syarat-syarat tertentu. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dari negara manapun akan tumbuh sama bila gizi, kesehatan dan pola asuh yang benar terpenuhi. Melalui berbagai telaahan dan diskusi pakar, Indonesia memutuskan untuk mengadopsi standar ini menjadi standar yang resmi untuk digunakan sebagai standar antropometri penilaian status gizi anak melalui



Keputusan



Menteri



Kesehatan



Nomor



1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Standar ini memiliki banyak manfaat, diantaranya:



10



a) Sebagai



rujukan



bagi



petugas



kesehatan



untuk



mengidentifikasi anak-anak yang berisiko gagal tumbuh tanpa menunggu sampai anak menderita masalah gizi. b) Sebagai dasar untuk mendukung kebijakan kesehatan dan dukungan publik terkait dengan pencegahan gangguan pertumbuhan melalui promosi program air susu ibu, makanan pendamping air susu ibu, dan penerapan perilaku hidup sehat. (Permenkes RI, 2020). Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari ketiganya.Masing-masing indikator mempunyai makna



sendiri-sendiri.Misalnya



kombinasi



BB



dan



umur



membentuk indikator BB menurut umur yang disimbolkan dengan “BB/U”.Kombinasi TB dan umur membentuk indikator TB menurut umur yang disimbolkan dengan “TB/U”.Kombinasi BB dan TB membentuk indikator BB menurut TB yang disimbolkan dengan “BB/TB” (Permenkes RI, 2020). a) Indikator Indikator BB/U berguna untuk mengukur status gizi saat ini. 1) Cara Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan cara : a. Timbang berat badan anak.



11



b. Siapkan tabel rujukan WHO-NCHS untuk indikator BB/U yang sesuai dengan jenis kelamin anak. c. Perhatikan kolom paling kiri untuk variabel perujuk yaitu umur. d. Bandingkan hasil pengukuran dengan angka yang ada dalam table: (1) Tergolong gizi lebih jika hasil ukur lebih besar atau sama dengan angka pada kolom + 2 SD baku WHONCHS (2) Tergolong gizi baik jika hasil ukur lebih besar atau sama dengan angka pada kolom -2 SD dan lebih kecil dari + 2 SD baku WHO-NCHS (3) Tergolong gizi kurang jika hasil ukur lebih besar atau sama dengan angka pada kolom - 3 SD lebih kecil dari - 2 SD baku WHO-NCHS (4) Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari angka pada kolom -3 SD baku WHO-NCHS 2). Kelebihan indikator BB/U a. Mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum b. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka pendek c. Dapat mendeteksi kegemukan 3). Kelemahan indikator BB/U



12



a. Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat pembengkakan atau oedem b. Data umur yang akurat sulit diperoleh terutama di negara yang sedang berkembang c. Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak tidak dilepas/dikoreksi dan anak bergerak terus d. Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orangtua untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan. b) Indikator TB/U Indikator TB/U berguna untuk mengambarkan status gizi masa lalu.Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur.Pertambahan tinggi badan relative kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat.Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. (Permenkes RI, 2020). 1) Cara Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan cara : a.



Ukur tinggi badan anak



b.



Siapkan tabel rujukan WHO-NCHS untuk indikator TB/U yang sesuai dengan jenis kelamin anak



c.



Perhatikan kolom paling kiri untuk variabel perujuk yaitu Umur



13



d.



Bandingkan hasil pengukuran dengan angka yang ada dalam tabEL: (1) Tergolong normal jika hasil ukur lebih besar atau sama dengan angka pada kolom - 2 SD baku WHONCHS (2) Tergolong Stunted/pendek gizi baik jika hasil ukur lebih kecil dari angka pada kolom -2 SD baku WHONCHS.



2) Kelebihan indikator TB/U a. Dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi masa lampau b. Dapat dijadikan indikator sosial ekonomi penduduk 3) Kekurangan indikator TB/U a. Kesulitan untuk mengukur panjang badan pada usia balita b. Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini c. Memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh negara-negara berkembang d. Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama jika dilakukan oleh tenaga non profesional. c) Indikator BB/TB Merupakan



pengukuran



antropometrik



yang



terbaik.Ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif. Berat badan berkorelasi linear dengan



14



tinggi badan artinya dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan proposional dengan tinggi badannya (Permenkes RI, 2020). 1) Cara Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan cara : a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan anak b. Siapkan tabel rujukan WHO-NCHS untuk indicator BB/TB yang sesuai dengan jenis kelamin anak c. Perhatikan kolom paling kiri untuk variabel perujuk yaitu Tinggi Badan. d. Bandingkan hasil pengukuran dengan angka yang ada dalam tabel: (1) Tergolong gemuk lebih jika hasil ukur lebih besar atau sama dengan angka pada kolom + 2 SD baku WHO-NCHS (2) Tergolong normal jika hasil ukur lebih besar atau sama dengan angka pada kolom -2 SD dan lebih kecil dari + 2 SD baku WHO-NCHS (3) Tergolong kurus/wasted jika hasil ukur lebih besar atau sama dengan angka pada kolom -3 SD lebih kecil dari - 2 SD baku WHO-NCHS



15



(4) Tergolong sangat kurus gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari angka pada kolom -3 SD baku WHONCHS. 2) Kelebihan pemakaian indikator BB/TB a. Independen terhadap umur dan ras b. Dapat menilai status “kurus” dan “gemuk” dan keadaan marasmus atau KEP berat yang lain. 3) Kelemahan pemakaian indikator BB/TB a. Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas dan anak bergerak terus b. Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan pada kelompok usia balita c. Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan d. Kasalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama jika dilakukan oleh petugas non professional e. Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut normal, pendek atau jangkun. 4. Indikator Status Gizi Pada Anak Menurut Permenkes RI, (2020) Penilaian status gizi berdasarkan antropometri dapat diukur menggunakan parameter tunggal seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Pada umumnya, penilaian



16



status gizi menggunakan parameter gabungan seperti: Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dan Indeks Massa Tubuh menurut Umur(IMT/U). Penilaian status gizi menggunakan parameter BB/TB pada penelitian ini dengan kategori ambang batas status gizi dijeaskan pada table sebagai berikut : Tabel 2.1 Indikator Status Gizi Pada Anak



Sumber: Permenkes RI, 2020 Keterangan: 1) Anak yang termasuk pada kategori ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan, perlu dikonfirmasi dengan BB/TB atau IMT/U



17



2) Anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi masalah kecuali kemungkinan adanya gangguan endokrin seperti tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuk ke dokter spesialis anak jika diduga mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang sangat tinggi menurut umurnya sedangkan tinggi orang tua normal). 3) Walaupun interpretasi IMT/U mencantumkan gizi buruk dan gizi kurang, kriteria diagnosis gizi buruk dan gizi kurang menurut pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk menggunakan Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB). 5. Permasalahan Gizi Anak 1.



Gizi Kurang Gizi yang diperoleh seseorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar untuk kehidupan anak tersebut13 . Laporan analisis lanjut data Riskesdas 2010 menyatakan bahwa defisit energi populasi anak sekolah (6-12 tahun) sebesar 294 kkal/hari. Sedangkan hasil review terhadap berbagai penelitian bidang gizi dan kesehatan di Indonesia anak usia sekolah mengalami defisit asupan energi sebesar 35% dan defisit asupan protein sebesar 20% dari Angka Kecukupan Gizi. Selain itu, 20% anak memiliki kebiasan makan kurang dari tiga kali sehari (Analitical and Capacity Development, 2013). Analisis Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan 35.000 anak sekolah dasar, menunjukkan 26,1% anak hanya sarapan dengan minuman, dan 44,6% anak sarapan hanya memperoleh asupan energi kurang dari 15% AKG 14 .



18



2.



Gizi Lebih Kelebihan berat badan yang terjadi akibat asupan energi yang masuk lebih banyak dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan disebut dengan kondisi gizi lebih. Dampak gizi lebih pada anak terutama pada anak sekolah dasar menjadi sangat serius karena dapat berisiko terhadap faktor pemicu berbagai penyakit tidak menular yang timbul lebih cepat, seperti penyakit metabolik dan degeneratif, antara lain diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung, hipertensi, osteoporosis. Selain itu, gangguan kesehatan lain yang dialami anak penderita gizi lebih, seperti masalah pertumbuhan tungkai, gangguan tidur, sleep apnea (henti napas sesaat) dan gangguan pernapasan. Secara rinci permasalahan gizi yang sering timbul di masyarakat



meliputi : 1.



KKP (Kekurangan Kalori Protein) Kekurangan kalori protein (KKP) pada umumnya dialami anak-anak dari keluarga kurang mampu dengan status ekonomi kurang karena makanan hewani relatif mahal sehingga tidak terjangkau.



2.



KVA (Kekurangan Vitamin A) Anak pada umumnya kurang menyukai sayuran dan buah-buahan yang merupakan sumber vitamin utama sehingga sering menyebabkan terjadinya avitaminose A.



19



3.



AGB (Anemia Gizi Besi) Zat besi banyak terdapat pada makanan hewani serta sayuran warna hijau tua. Anak-anak dari keluarga kurang mampu dan mereka yang tidak menyukai sayur akan berisiko kekurangan zat besi (anemia).



4.



GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) Garam



beryodium



merupakan



upaya



untuk



untuk menghindari



masyarakat dari kekurangan iodium. Munculnya permasalahan gizi tersebut disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan yang beraneka ragam, pemahaman yang keliru terhadap jenis makanan, ketidakterkaitan pola makan serta gaya hidup. (Irianto, 2014) 6. Kebijakan Permerintah terkait Gizi Dalam peran pengaturan, pemerintah membuat peraturan Perudangundangan yang mengatur kehidupan bersama. Peran pengaturan disini yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi gizi buruk yaitu dengan membuat Peraturan Pemerintah Walikota Yogyakarta No.181 tahun 2005, tentang fungsi dan tugas Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, pasal 14 serta mengeluarkan



Surat



Keputusan



Menteri



Kesehatan



RI



Nomor.



920/Menkes/SK/VII/2002 pada tanggal 1 Agustus 2002 tentang klasifikasi status gizi anak dibawah lima tahun. Status gizi dibuat untuk mengukur suatu kondisi seseorang baik secara antropometri maupun klinik sebagi respon atas asupan makanan dlam jangka waktu tertentu. Status gizi ini dapat menggambarkan derajat kesehatan masyarakat. Dengan status gizi dapat kita ketahui apakah orang tersebut menderita kekurangan gizi, gizi buruk taupun gizi baik. Klasifikasi status gizi ini digunakan untuk mengetahui gizi anak



20



dibawah lima tahun. Status gizi ini terdiri dari buku rujukan penilaian status gizi anak perempuan dan anak laki-laki menurut umur, berat badan dan tinggi badan. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat luas, banyak pulau besar dan kecil yang tersebar terpisahkan oleh lautan dan tidak mungkin



pemerintah



pusat



untuk



mengatur



kesemuanya



sehingga



pembangunan wawasan tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, salah satu yang terakhir adalah Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah yaitu pemerintah daerah yang mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat, melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing dengan



memperhatikan



prinsip



demokrasi,



pemerataan,



keadilan,



keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Birokrasi Pemerintah sebagai administrasi yang dijalankan oleh pejabat, dimana konsep ini sesungguhnya berhubungan dengan suatu kerangka dari tiga pihak. Didalam struktur tersebut, staf-staf administrasi yang menjalankan otoritas keseharian menjadi bagian penting. Staf-staf itu terdiri dari orang-orang yang diangkat. Mereka inilah yang dapat disebut



dengan



birokrasi-birokrasi.



Sedangkan



fungsi-fungsi



yang



dikhususkan bagi mereka merupakan inti dari teori birokrasi Weber, yang dalam organisasi-organisasi dikenal sebagai administrasi. Negara kita yang masih mengalami lonjakan dalam pemenuhan kebutuhan pangan menjadi



21



kendala dalam pewujudan sumber daya manusia yang berkualitas. Dimana masyarakat kecil tidak dapat membeli makanan pokok karena tidak mempunyai biaya untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Keadaan hidup seperti ini semakin membuat mereka menjadi lebih terbatas dalam segala hal, sehingga mengalami kekurangan gizi. Ini disebut kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan faktor utama dari kekuarangan gizi. Tingkat gizi masyarakat dapat menjadi tolak ukur dari kemajuan program pembangnan suatu Negara, karena itu program pemerataan perbaikan gizi merupakan langkah penting yang perlu dilaksanakan. Dengan desentralisasi



adanya daerah



otonomi termasuk



daerah



maka



desentralisasi



akan



ada



dibidang



kebijakan kesehatan,



desentralisasi bidang kesehatan tesebut merupakan salah asatu dari kebijakan kesehatan nasional, desentralisasi bidang kesehatan sebetulnya sudah disusun bulan januari 2001 tetapi sesuai dengan kebutuhan, maka kebijakan itu dikembangkan menjadi langkah strategis untuk menyelesaikan berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi pusat dan daerah karena berbagai peraturan untuk mendukung pelaksanaan desentalisasi dan berbagai pedoman tekis memang belum semua ada. Pemerintah sebagai pemberi pelayanan utama terhadap masyarakat harus memiliki kebijakan yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada pada saat ini termasuk kebijakan pada bidang kesehatan. Desentralisasi menyebabkan perubahan besar dalam tatanan pemerintah sehingga terjadi juga perubahan peran dan fungsi birokrasi mulai dari tingkat pusat sampai kedaerah. Perubahan yang mendasar itu memerlukan juga pengembangan kebijakan yang mendukung penerapan



22



desentralisasi dalam mewujudkan pembangunan kesehatan sesuai kebutuhan daerah dan diselenggarakan secara efektif, efisien dan berkualitas. Adapun peran birokrasi pemerintah adalah : pertama, Peran Provisi. 7. Upaya Mengatasi gizi pada anak a. Periksakan anak kepada dokter Dokter akan melakukan analisis terhadap kondisi anak dan memberikan rekomendasi yang tepat agar anak kembali pulih dan tidak mengalami gangguan perkembangan. Dokter atau ahli gizi akan melakukan pemeriksaan secara mendalam pada anak, seperti: 1) Mengukur indeks massa tubuh (BMI) anak 2) Melakukan pemeriksaan penyebab anak mengalami kurang gizi 3) Melakukan tes darah 4) Melakukan tes berdasarkan riwayat medis sang anak 5) Jika dokter menemukan hasil pemeriksaan yang mengarah ke anak mengalami kurang gizi maka akan diberikan obat atau vitamin untuk anak kurang gizi demi meningkatkan nafsu makan sang anak. b. Menerapkan pola makan yang baik pada anak Penanganan anak yang mengalami kekurangan gizi haruslah dengan perhatian khusus mengingat tumbuh kembang anak yang terganggu. Memberikan banyak makanan yang mengandung cukup tinggi kalori, serat, mineral, protein dan vitamin dapat membantu anak mendapatkan nutrisi yang dibutuhkannya.Selain itu mengatur pola makan yang baik seperti memperbanyak memberikan asupan makanan juga sangat bagus untuk mengembalikan kondisi anak.



23



c. Pengaturan Makanan Pengaturan makanan adalah upaya untuk meningkatkan status gizi, antara lain menambah berat badan dan meningkatkan kadar Hb. Berikut adalah pengaturan makanan yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi: 1) Kebutuhan energi dan zat gizi ditentukan menurut umur, berat badan, jenis kelamin, dan aktivitas 2) Susunan menu seimbang yang berasal dari beraneka ragam bahan makanan, vitamin, dan mineral sesuai dengan kebutuhan 3) Menu disesuaikan dengan pola makan; Peningkatan kadar Hb dilakukan dengan pemberian makanan sumber zat besi yang berasal dari bahan makanan hewani karena lebih banyak diserap oleh tubuh daripada sumber makanan nabati 4) Selain meningkatkan konsumsi makanan kaya zat besi, juga perlu menambah makanan yang banyak mengandung vitamin C, seperti pepaya, jeruk, nanas, pisang hijau, sawo kecik, sukun, dll. d. Mendampingi perkembangan sang anak Setelah melakukan pemeriksaan ke dokter dan telah juga memberikan pola makan yang baik untuk anak maka proses terakhir adalah selalu memantau perkembangan atau mendampingi tumbuh kembang sang anak secara intensif. Jika Anda tidak mempunyai waktu yang banyak untuk merawat sang buah hati, maka Anda dapat menggunakan



layanan homecare perawat



anak yang



secara



khusus



melakukan perawatan dan pendampingan kepada anak secara professional.



24



8. Penanggulangan MasalahGizi Seperti yang telah kita ketahui, masalah gizi yang salah kian marak di negara kita. Dengan demikian diperlukan penanggulangan guna memperbaiki gizi masyarakat Indonesia. Berikut ini cara-cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi gizi salah, baik gizi kurang maupun gizi lebih. a. Penanggulangan masalah gizi kurang 1) Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi beraneka ragam pangan 2) Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yng diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga 3) Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), hingga Puskesmas dan Rumah Sakit 4) Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) 5) Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat 6) Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas 7) Intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi serta kapsul minyak beriodium 8) Peningkatan kesehatan lingkungan



25



9) Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, Iodium, dan Zat Besi 10) Upaya pengawasan makanan dan minuman 11) Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi. b. Penanggulangan



masalah



gizi



lebih



Dilakukan



dengan



cara



menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makanan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta menghindari tekanan hidup/stress. Penyeimbangan masukan energi dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alkohol. Sedangkan berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam upaya penanggulangan masalah gizi buruk menurut Depkes RI (2005) dirumuskan dalam beberapa kegiatan berikut : 1) Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulanan balita di posyandu. 2) Meningkatkan cakupan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di puskesmas / RS dan rumah tangga. 3) Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin. 4) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI). 5) Memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A) kepada semua balita 9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi antara lainMenurut Arifin (2015) adalah sebagai berikut:



26



a. Kejadian Infeksi Penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui muntahmuntah dan diare. Selain itu penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernapasan dapat juga menurunkan nafsu makan (Arifin, 2015).Beberapa penyakit infeksi yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk adalah Infeksi Saluran Pernapasan bagian Atas (ISPA) dan diare.Darmadi, H. (2013). MenurutKasman,



(2013)



penyakit



paru-paru



kronis



juga



dapat



menyebabkan gizi buruk.ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan bagian Atas) adalah penyakit yang dengan gejala batuk, mengeluarkan ingus, demam, dan tanpa sesak napas (Kozier, 2010).Diare adalah penyakit dengan gejala buang air besar ≥ 4 kali sehari dengan konsistensi cair dengan atau tanpa muntah (Maryunani, A. 2013). b. Tingkat Konsumsi Zat Gizi Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat karena tidak cukup makan dalam jangka waktu tertentu (Maryunani, A. (2013). Menurut Santosa(2010), kurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menurunkan status gizi. Anak yang makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan mudah terserang infeksi. c. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Dasar Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan dasar.Anak balita sulit dijangkau oleh berbagai kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya karena tidak dapat datang



27



sendiri ke tempat berkumpul yang ditentukan tanpa diantar (Sugiyono. 2014). Beberapa aspek pelayanan kesehatan dasar yang berkaitan dengan status



gizi



anak antara



lain:



imunisasi,



pertolongan



persalinan,



penimbangan anak, pendidikan kesehatan anak, serta sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, praktek bidan dan dokter. Makin tinggi jangkauan masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas, makin kecil risiko terjadinya penyakit gizi kurang. d. Ketersediaan Pangan Penyebab masalah gizi yang pokok di tempat paling sedikit dua pertiga dunia adalah kurang cukupnya pangan untuk pertumbuhan normal, kesehatan, dan kegiatan normal.Kurang cukupnya pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan dalam keluarga. Tidak tersedianya pangan dalam keluarga yang terjadi terus menerus akan menyebabkan terjadinya penyakit kurang gizi (Tedi, 2015). e. Higiene Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak lebih mudah terserang penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi (Tedi, 2015). Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga.Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan seharihari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi. f. Pola Makan Anak



28



Status gizi ditentukan oleh kecukupan makanan dan kemampuan tubuh yang mengandung zat gizi untuk kesehatan. Jika kecukupan konsumsi makanan kurang akan mempermudah timbulnya penyakit yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan mengakibatkan status gizi menurun (Soetjiningsih, 2010). Pola makan pada anak usia prasekolah berperan penting dalam proses pertumbuhan pada anak usia prasekolah, karena dalam makanan banyak mengandung zat gizi. Zat gizi memiliki keterkaitan yang erat hubungan dengan kesehatan dan kecerdasan dan juga tumbuh kembang anak. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada anak usia prasekolah maka masa pertumbuhan akan terganggu. Sehingga dapat menyebabkan tubuh kurus, pendek, bahkan bisa terjadi gizi buruk pada anak usia prasekolah (Sadiyah, 2015). Anak dengan pola makan baik yang mengalami kegemukan disebabkan karena faktor konsumsi makanan yang mengandung lemak, gula dan karbohidrat tinggi dan dengan ditambah aktivitas anak yang kurang sehingga menyebabkan kalori yang masuk lebih banyak daripada yang dikeluarkan sehingga menyebabkan anak menjadi gemuk. g. Peran ibu Peran ibu dalam merawat bayi dan anak menjadi faktor penentu. Masalahnya, kesadaran akan pentingnya pemberian gizi yang baik kadang belum sepenuhnya dimengerti (Dewi, 2017). Keadaan gizi juga balita dipengaruhi oleh peran ibu baik dalam pola pengasuhan keluarga karena balita masih bergantung dalam mendapatkan makanan.Studi menunjukkan bahwa orang tua yang memahami pentingnya gizi dapat membantu anak



29



balita memilih makanan sehat.Dalam pengasuhan anak, peran ibu sangatlah sentral karena secara kultural di Indonesia ibu memegang peranan dalam mengatur tata laksana rumah tangga sehari - hari termasuk hal pengaturan makanan keluarga.Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam pengasuhan, perilaku ibu dalam pemberian nutrisi sangat berkaitan dengan indeks masa tubuh atau status gizi dari anak.Orang tua dan lingkungan keluarga memainkan peran penting dalam membentuk preferensi makanan anak-anak, perilaku makan, dan asupan energi.zzz h. Jarak Kelahiran Hasil penelitian membuktikan adanya hubungan antara jarak kelahiran dengan status gizi balita.Penelitian ini didukung oleh Santrock (2013), bahwa jarak kelahiran mempengaruhi pola asuh dalam pemberian makan pada anak.Jarak kelahiran yang cukup membuat ibu dapat pulih dengan sempurna dari kondisi sehabis melahirkan.Saat ibu sudah merasa nyaman dengan kondisinya maka ibu dapat menciptakan pola asuh yang baik dalam mengasuh dan membesarkan anaknya, sehingga memperhatikan pemberian makan pada anak dengan baik. Diperjelas oleh hasil penelitian Prasetyo (2013) bahwa jarak kelahiran mempengaruhi asupan makan, dan asupan makan akan mempengaruhi status gizi, sehingga dikatakan bahwa jarak kelahiran mempengaruhi status gizi secara tidak langsung. i. Jumlah Anak Menurut Suhartono (2015), jumlah anggota keluarga anak dengan status gizi kurang dan gizi buruk sebagian besar lebih pada



30



keluarga dengan jumlah anak 4 anak yaitu sebanyak 44,7 % untuk anak dengan status gizi kurang dan sebanyak 28,9 % untuk anak dengan status gizi buruk. Memiliki anak terlalu banyak menyebabkan kasih sayang orang tua pada anak terbagi.Jumlah perhatian yang diterima per anak menjadi berkurang. Kondisi ini akan memburuk jika status ekonomi keluarga tergolong rendah. Sumber daya yang terbatas, termasuk bahan makanan harus dibagi rata kepada semua anak (Prasetyo, 2008).Terlihat pada hasil penelitian yang dilakukan peneliti bahwa hampir seluruh responden memiliki jumlah balita > 2 balita dengan status gizi sangat kurus sebanyak 3 balita.Rahmadewi (2011), memperlihatkan dalam penelitiannya bahwa ketahanan hidup bayi yang jumlahnya lebih dari satu adalah lebih rendah daripada ketahanan hidup bayi yang hanya ada 1 balita dalam keluarga. Bayi yang dalam keluarganya terdapat lebih 1 balita memiliki resiko untuk mati 6,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang keluarganya hanya memiliki 1 balita. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar responden memiliki > 2 balita dalam keluarganya, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, kurangnya pengetahuan mengenai jumlah anak yang dianjurkan oleh pemerintah (2 anak cukup, laki-laki dan perempuan sama saja), tingkat pendidikan responden dan keluarga yang tidak mencapai pendidikan tinggi, serta keyakinan yang responden anut masih memiliki pandangan bahwa banyak anak banyak rezeki, tanpa melihat justifikasi dari keyakinan tersebut.



31



DAFTAR PUSTAKA Arisman, M.B. (2012). Gizi daur hidup. Jakarta: EGC Andriani Septian. 2018. Pengetahuan Ibu tentang perkembangan pada Anak Usiaprasekolah 3-5 Tahun di Cisarua Kabupaten Bandung Barat. JPKI 2018 volume 4 no. 2 Sari Ihsan M, Hiswan, Jemadi, (2016) Faktor- faktor yang berhubungan dengan di status gizi balita Desa Teluk Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Diakses tanggal 10 Maret 2020.Dari : http://jurnal.usu. ac.id/index.php/9kre/a rticle/view/1207. Aditya W. 2015.Gambaran Program Penanganan Gizi Buruk pada Balita di Rumah Gizi Kota Semarang.Skripsi.Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. Arifin Z. 2015. Gambaran Pola Makan Anak Usia 3-5 Tahun dengan Gizi Kurang di Pondok Bersalin Tri Sakti Balong Tani Kecamatan Jabon – Sidoarjo. Arisman, M.B. (2012). Gizi daur hidup. Jakarta: EGC Dewi.2017. Hubungan Peran Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas Kalasan Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman.eJournal Keperawatan (eKep) Volume 4 Nomor 3 Juli 2018 Fajarina C. A, (2017) Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Sigli Kabupaten Pidie.Diakses tanggal 25 Maret2020.Dari : http://180.241. 122.205 Karundeng Ribka, Ismanto Yudi, Kudre Rina. 2015. Hubungan Jarak Kelahiran Dan Jumlah Anak Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas Kao Kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara.eJournal Keperawatan (eKep) Volume 3 Nomor 1 Maret 2015. Nurjanah Nunung (2016). Hubungan Jarak Kelahiran Dan Jumlah Balita Dengan Status Gizi Di Rw 07 Wilayah Kerja Puskesmas Cijerah Kota Bandung. Jurnal Keperawatan Anak . Volume 1, No. 2, November 2013; 120-126 Permenkes RI. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak.Dalam situs http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No__2_Th_2020 _ttg_Standar_Antropometri_Anak.pd.Diakses tanggal 25Mei 2020.



32



Prasetyo, B.E. dkk. (2016). Hubungan jarak kelahiran dan jumlah anak dengan status gizi anak di taman kanak-kanak. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 4 (3) 133-138 Sari Ihsan M, Hiswan, Jemadi, (2016) Faktor- faktor yang berhubungan dengan di status gizi balita Desa Teluk Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Diakses tanggal 10 Maret 2020.Dari : http://jurnal.usu. ac.id/index.php/9kre/a rticle/view/1207. Sari Gustiva, Lubis, dan Edison.2016. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Usia 3-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(2) Sadiyah Kalimatus Lida. 2015. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Anak Pra Sekolah Di Paud Tunas Mulia Claket Kecamatan Pacet Mojokerto. Midwiferia / Vol. 1 ; No.2 / Oktober 2015. Susilawati, A.2016. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Keperawatan. Jakarta : CV. Trans Info Media. Soetjiningsih, 2011.Tumbuh Kembang Anak, Jakarta, EGC. Yendi Nong, Ni Luh Putu Eka, Neni Maemunah. Hubungan Antara Peran Ibu Dalam Pemenuhan Gizi Anak Dengan Status Gizi Anak Prasekolah Di Tk Dharma Wanita Persatuan 2 Tlogomas Kota Malang. Nursing News Volume 2, Nomor 2, 2017 Yuniati Erni. (2018) .Jarak Kelahiran Mempengaruhi Status Gizi Balita Di Posyandu Dusun Sungai Gambir Kabupaten Bungo.eJournal Keperawatan (e-Kep) Volume 4 Nomor 3 Juli 2018



33