Makalah Gonore Sifilis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gonore adalah penyakit seksual yang biasanya dikarenakan hubungan seksual yang tidak memakai pengaman.biasanya sering melanda alat kelamin pria.Tidak hanya pria saja wanita pun bisa terjadi pada vaginanya.Gonore biasanya ditularkan melalui kontang langsung hubungan intim,misanya ciuman dan seperti hubungan suami istri



pada umumnya atau bergonta-ganti pasangan pada saat



berhubungan intim.adapun penularan lainya bisa melalui makanan dan tranfusi darah. Pada pria, gonore akan menimbulkan gejala berupa keluarnya nanah dari penis. Selain itu, penderita gonore akan merasakan perih saat buang air kecil . Pada wanita gonore bisa tidak menimbulkan gejala. Penyakit gonore dapat sembuh dalam beberapa hari, jika diberikan pengobatan yang tepat dan segera. Sifilis atau raja singa adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri bernama Treponema pallidum. Sifilis adalah salah satu infeksi menular seksual (IMS). Umumnya, infeksi ini menyebar melalui hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi. Selain melalui hubungan intim, bakteri penyebab sifilis juga bisa menyebar melalui pajanan cairan tubuh penderitanya, misalnya melalui darah. Pada umumnya, kontak langsung terjadi melalui hubungan seksual. Hubungan seksual ini bisa berbentuk seks vaginal, anal, maupun oral. Selain itu, berbagi jarum juga bisa menularkan infeksi penyakit ini, baik pada pengguna narkoba suntik maupun pada penyuka seni merajah tubuh, misalnya tato dan menindik telinga. B. Rumusan Masalah 1.



Apa penyebab penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis?



2.



Apa gejala penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis?



3.



Bagaimana pengobatan penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis?



4.



Bagaimana pencegahan penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis?



5.



Berapa lama masa inkubasi penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis? 1



6.



Berapa frekunsi penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis?



7.



Apa program penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis?



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui penyebab penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis. 2. Untuk mengetahui gejala penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis. 3. Untuk mengetahui pengobatan penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis. 4. Untuk mengetahui pencegahan penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis. 5. Untuk mengetahui masa inkubasi penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis. 6. Untuk mengetahui frekunsi penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis. 7. Untuk mengetahui program penyakit infeksi menular seksual gonore dan sifilis.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Penyebab 1. Gonore Penyebab gonore adalah infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini paling sering menular melalui hubungan intim, termasuk seks oral dan seks anal. Gonore juga dapat menular dari ibu ke bayinya, yaitu pada saat persalinan. Karena penularannya melalui hubungan intim, seseorang akan lebih mudah terkena gonore bila sering bergonta-ganti pasangan seks atau bekerja sebagai pekerja seks. Menurut data statistik, gonore lebih sering ditemukan pada orang-orang yang: a. b. c. d.



Berusia muda Pernah menderita gonore sebelumnya Menderita penyakit menular seksual lainnya, misalnya HIV. Tinggal di daerah yang banyak kasus gonore. Perlu diingat bahwa gonore tidak menular melalui dudukan toilet,



berbagi pakai peralatan makan dan minum, air dalam kolam renang, dan pelukan. 2. Sifilis Sifilis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri treponema pallidum yang dapat menular. Penyebaran sifilis umumnya melalui hubungan seksual dengan orang yang terkena infeksi. Selain melalui hubungan intim, bakteri penyebab sifilis bisa menyebar dengan melalui cairan tubuh pengidapnya, yaitu darah. Penularan sifilis juga bisa terjadi dari seorang wanita hamil kepada bayi yang dikandungnya. Kondisi ini dikenal sebagai sifilis kongenital. Kematian bayi di dalam kandungan bisa terjadi karena infeksi ini. B. Gejala 1. Gonore Gonore umumnya menimbulkan gejala pada organ kelamin. Seperti telah dikatakan sebelumnya, gejala gonore yang dialami oleh pria berbeda dengan 3



wanita. Dan perlu diingat, penyakit gonore sering kali tidak menimbulkan gejala pada wanita. Gejala gonore pada pria antara lain: a. b. c. d.



Keluar nanah pada ujung penis Nyeri saat buang air kecil Bengkak dan nyeri pada salah satu testis Ujung penis merah dan bengkak.



Gejala gonore pada wanita antara lain: a. b. c. d. e. f. g.



Nyeri saat buang air kecil atau saat melakukan hubungan intim. Bertambahnya frekuensi buang air kecil. Sakit perut dan panggul. Keputihan. Keluar darah dari vagina setelah melakukan hubungan seksual Keluar darah dari vagina ketika tidak sedang menstruasi Menstruasi yang lebih banyak atau lebih lama dari biasanya. Gonore juga dapat terjadi pada organ lain selain kelamin. Masing-masing



organ yang terkena gonore akan memunculkan gejala yang berbeda, seperti: a. Gonore pada anus, gejalanya berupa anus gatal, keluar darah atau nanah dari anus. b. Gonore pada sendi, gejalanya berupa radang sendi, yaitu kemerahan, pembengkakan, dan nyeri saat digerakkan. c. Gonore pada tenggorokan, ditandai dengan sakit tenggorokan yang sulit sembuh dan munculnya benjolan di leher (pembengkakan kelenjar getah bening). d. Gonore pada mata, gejalanya berupa mata merah, keluarnya nanah dari mata, dan menjadi sensitif terhadap cahaya. e. Gonore juga dapat terjadi pada bayi akibat tertular dari ibunya selama proses persalinan normal (melalui jalan lahir). Pada bayi yang baru lahir, penyakit gonore dapat menyebabkan mata bayi merah, bengkak, dan mengeluarkan nanah. Gejala ini akan muncul dalam dua minggu pertama setelah lahir.



2. Sifilis Penderita sifilis bisa dengan mudah menularkan penyakit ini karena banyak di antara mereka yang hanya mengalami gejala-gejala ringan sehingga 4



tidak sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Gejala sifilis berkembang sesuai dengan tahapan sifilis yang dialami. a. Gejala Pada Sifilis Primer Gejala yang paling umum pada sifilis primer adalah munculnya luka atau tukak. Luka ini muncul 10-90 hari setelah bakteri masuk ke dalam tubuh. Luka ini seringkali tidak diacuhkan oleh penderita sifilis karena tidak menimbulkan rasa sakit. Luka ini berkembang pada bagian tubuh di mana bakteri pertama kali masuk, seperti pada penis, vagina, atau sekitar anus. Luka ini juga bisa muncul di bibir atau mulut, amandel, dan jari. Pemulihan luka memakan waktu sekitar tiga hingga enam minggu. Pada sebagian besar penderita sifilis, luka yang muncul hanya satu, namun ada juga yang mengalami lebih dari satu luka. Di samping itu, sifilis primer juga bisa ditandai dengan pembengkakan kelenjar di bagian leher, ketiak, atau pangkal paha. Sifilis akan beralih ke tahap kedua jika tidak ditangani sejak awal. b. Gejala Pada Sifilis Sekunder Beberapa minggu setelah luka menghilang, gejala sifilis sekunder akan muncul. Ruam bisa muncul di bagian tubuh mana pun, terutama pada telapak tangan dan kaki. Gejala lainnya adalah kutil pada kelamin. Khusus pada wanita, kutil bisa muncul di sekitar vagina. Sedangkan kemunculan kutil di sekitar anus bisa dialami pria dan wanita. Gejala yang mirip seperti penyakit flu juga bisa muncul. Penderita akan mengalami rasa lelah, sakit kepala, nyeri pada persendian, serta demam. Selain itu penurunan berat badan dan kerontokan rambut bisa terjadi. Kelenjar limfa juga mengalami pembengkakan. Gejala-gejala ini akan berlangsung selama beberapa minggu, serta bisa muncul dan menghilang secara berulang kali selama beberapa bulan ke depan. Jika sifilis sekunder tidak ditangani dengan tepat, infeksi akan berlanjut ke tahap berikutnya. c. Gejala Pada Sifilis Laten Pada tahapan ini bakteri tetap ada, tapi sifilis tidak menimbulkan gejala apa pun. Selama 12 bulan pertama tahapan sifilis laten, infeksi masih 5



bisa ditularkan. Setelah dua tahun, infeksi masih ada di dalam tubuh, tapi tidak bisa ditularkan kepada orang lain lagi. Tahapan ini bisa berlangsung bertahun-tahun. Jika tidak ditangani dengan benar, sifilis laten bisa berubah menjadi sifilis tersier (tahap sifilis yang paling berbahaya). d. Gejala Pada Sifilis Tersier Sekitar 30 persen penderita sifilis yang tidak diobati akan mengalami tahapan tersier. Gejala sifilis tersier dimulai beberapa tahun setelah infeksi pertama menulari tubuh. Bagian tubuh di mana bakteri sifilis pertama masuk memengaruhi gejala yang dialami. Pada tahap ini, sifilis bisa sangat berbahaya dan bahkan menyebabkan kematian. Sifilis tersier bisa berdampak pada mata, otak, jantung, pembuluh darah, hati, tulang, dan sendi-sendi. Akibatnya, penderita bisa mengalami kebutaan, stroke, atau penyakit jantung akibat infeksi menular seksual ini. e. Gejala Pada Sifilis Kongenital Wanita yang sedang hamil dan menderita sifilis bisa menularkan infeksi pada janinnya. Risiko ini bisa dikurangi jika wanita tersebut diobati sebelum kehamilan mencapai empat bulan. Jika tidak diobati, komplikasi berikut bisa terjadi: 1) 2) 3) 4) 5)



Bayi lahir dengan sifilis Bayi lahir prematur Keguguran Kelahiran mati atau bayi mati dalam kandungan Kematian bayi tidak lama setelah dilahirkan Bayi yang lahir dengan kongenital sifilis dalam keadaan hidup



biasanya tidak memiliki gejala apa pun. Tapi ada kemungkinan munculnya ruam pada telapak tangan dan telapak kaki. Gejala yang mungkin berkembang pada anak yang lahir dengan sifilis adalah:



1) 2) 3) 4) 5)



Masalah pendengaran Batang hidup yang rata Deformasi gigi Tuli Pertumbuhan tulang yang abnormal



6



C. Pengobatan 1. Gonore Pengobatan gonore yang paling utama adalah pemberian antibiotik. Lamanya pengobatan dengan antibiotik tergantung dari tingkat keparahannya. Gonore yang parah dan sudah menyebar ke organ tubuh lain membutuhkan pengobatan lebih lama. Antibiotik yang diberikan dapat berupa tablet minum atau suntikan. Beberapa jenis antibiotik yang umum digunakan untuk mengobati gonore adalah: a. b. c. d. e.



Ceftriaxone Cefixime Azithromycin Doxycycline Erythromycin Selain penderita, pasangan seksual penderita juga perlu diperiksa dan



diobati, karena kemungkinan besar pasangannya juga terkena gonore. Gejala gonore akan mereda dalam waktu beberapa hari setelah pengobatan, tetapi rasa sakit di testis atau panggul membutuhkan waktu yang lebih lama untuk hilang sepenuhnya. Sedangkan perdarahan berlebihan saat menstruasi, akan membaik saat haid berikutnya. Pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan dua minggu setelah pengobatan untuk melihat apakah infeksi tersebut telah hilang sepenuhnya. Gonore yang telah berhasil diobati, tidak membuat penderitanya kebal terhadap penyakit gonore. Penderita yang sudah sembuh masih bisa tertular kembali jika melakukan hubungan intim dengan penderita gonore. Pastikan untuk mengikuti anjuran dokter dalam menggunakan antibiotik, agar pengobatan dapat berhasil. Segera temui dokter kembali jika gejala tidak kunjung membaik. 2. Sifilis Penisilin cukup berhasil dan bisa digunakan untuk mengobati sifilis primer dan sekunder. Penisilin biasanya diberikan melalui suntikan. Tersedia jenis antibiotik lain yang juga bisa membunuh bakteri penyebab sifilis jika penderita alergi terhadap penisilin. Satu suntikan penisilin bisa menghentikan perkembangan penyakit jika penderita terinfeksi kurang dari satu tahun. Untuk infeksi yang berlangsung lebih 7



dari satu tahun, penderita mungkin perlu penambahan dosis. Pengobatan biasanya diberikan selama kurang lebih 14 hari, tapi bisa berjalan lebih lama pada beberapa kasus. Pada kasus sifilis tersier, pengobatan memakan waktu lebih lama dan antibiotik diberikan melalui infus. Pengobatan ini bertujuan untuk menghentikan infeksi, namun tidak bisa memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh sifilis tersier. Pada kasus wanita hamil yang menderita sifilis, penanganan yang dilakukan juga serupa, yaitu dengan menggunakan antibiotik. Obat ini tidak memengaruhi kondisi bayi yang dikandung. Pada masa awal pengobatan antibiotik dimulai, beberapa penderita sifilis bisa merasakan reaksi Jarisch-Herxheimer. Reaksi ini muncul akibat tersebarnya racun dari sel-sel bakteri yang dibunuh oleh obat antibiotik. Gejala yang muncul berupa demam, sakit kepala, dan nyeri pada otot atau persendian. Ini bukan kondisi yang serius dan biasanya hanya berlangsung selama satu hari. Parasetamol bisa digunakan untuk mengatasi rasa sakit. Namun jika gejala memburuk, segera hubungi dokter. Bagi wanita, beberapa obat-obatan antibiotik untuk sifilis bisa mengganggu metode kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan progesteron. Alat kontrasepsi seperti kondom bisa digunakan saat sedang menjalani pengobatan antibiotik. Setelah menyelesaikan pengobatan antibiotik, penderita akan diminta untuk menjalani tes darah guna memastikan bahwa infeksi telah sembuh total.



D. Pencegahan 1. Gonore Mencegah penyakit menular seksual, termasuk gonore, tentu saja jauh lebih baik daripada mengobatinya. Untuk mencegah penyakit gonore, lakukanlah hubungan seks yang aman, yaitu dengan: a. Tidak bergonta-ganti pasangan seksual b. Menggunakan kondom.



8



Bila Penderita sedang menderita gonore atau penyakit menular seksual lainnya, sebaiknya tidak berhubungan intim dulu hingga pengobatan tuntas. Tujuannya adalah untuk mencegah penularan penyakit kepada orang lain. Bila ibu hamil terkena gonore, segeralah berobat ke dokter kandungan. Dokter akan memberikan antibiotik untuk mencegah penularan gonore ke bayi. 2. Sifilis Setia dengan pasangan merupakan cara paling ampuh untuk mencegah infeksi sifilis. Penggunaan kondom bisa dilakukan sebagai langkah pengamanan alternatif dalam upaya mengurangi risiko penularan sifilis, terutama di kalangan pekerja seksual. Meski begitu, alat kontrasepsi ini terbatas dalam mencegah penularan. Sifilis masih bisa menular lewat seks oral. Hal ini terjadi ketika mulut bersentuhan langsung dengan luka pada organ intim seksual yang sudah terinfeksi. Sangat penting untuk memakai kondom pada saat melakukan hubungan seks oral, vagina, maupun anal. Gunakan dental dam ketika melakukan seks oral. Dental dam adalah selembar kain dari lateks. Alat ini berfungsi sebagai penghalang antara mulut dan organ intim sehingga penularan infeksi seksual bisa dicegah. Jangan berhubungan seksual secara oral, vagina, maupun anal hingga pengobatan sifilis selesai dilakukan dengan siapa pun. Ini karena Penderita akan berisiko terinfeksi lagi jika berhubungan dengan orang yang memiliki banyak pasangan seksual atau justru penderita bisa menularkan infeksi ke orang lain. Sifilis juga bisa menular tanpa harus melalui hubungan seks. Jika penderita pengguna narkoba suntik atau penggemar seni merajah tubuh (seperti tindik dan tato), jangan pernah berbagi jarum suntik dengan orang lain. penderita disarankan untuk selalu memakai jarum yang telah disterilkan. Yang terakhir namun tidak kalah pentingnya, penting bagi ibu hamil, terutama yang memiliki riwayat terjangkit sifilis sebelumnya untuk melakukan tes darah guna mendeteksi sifilis. Tes ini biasanya dilakukan ketika usia kehamilan berada di antara tiga sampai lima bulan dan akan diulang secara berkala apabila hasilnya positif.



9



E. Masa inkubasi 1. Gonore Semua orang dapat terinfeksi gonore, Namun orang yang terinfeksi Gonore akan mengalami beberapa gejala. Secara umum gejala dapat muncul, biasanya terjadi 2 s/d 10 hari setelah terpapar bakteri, ada juga yang mencapai sekitar 30 hari. Gejala-gejala yang dirasakan pada wanita dan pria berbeda. Hal yang perlu diingat adalah, walaupun pasien sudah terinfeksi, namun bisa saja tidak menimbulkan gejala apa-apa, celakanya dia sudah bisa menularkan ke orang lain. 2. Sifilis Banyak dari para penderita sifilis yang tidak menyadari jika mereka terkena sifilis dan karena itu mereka tidak mendapat pengobatan yang baik. Infeksi terutama didapat apabila ada kontak langsung dengan luka terbuka sifilis yang sedang aktif. Sifilis mempunyai beberapa stadium infeksi. Setelah terinfeksi dengan sifilis, ada masa inkubasi, yaitu masa sampai sebelum timbulnya gejala luka terbuka yang disebut ”chancre” sekitar 9-90 hari, umumnya rata-rata saat 21 hari sudah terlihat. a. Stadium pertama sifilis bisa ada sebuah luka terbuka yang disebut chancre di daerah genital, rektal, atau mulut. Luka terbuka ini tidak terasa sakit. Pembesaran kelenjar limfe bisa saja muncul. Seorang penderita bisa saja tidak merasakan sakitnya dan biasanya luka ini sembuh dengan sendirinya dalam waktu 4-6 minggu, maka dari itu penderita biasanya tidak akan datang ke dokter untuk berobat, tetapi bukan berarti sifilis ini menghilang, tapi tetap beredar di dalam tubuh. Jika tidak diatasi dengan baik, akan berlanjut hingga stadium selanjutnya. b. Stadium kedua muncul sekitar 1-6 bulan (rata-rata sekitar 6-8 minggu) setelah infeksi pertama, ada beberapa manifestasi yang berbeda pada stadium kedua ini. Suatu ruam kemerahan bisa saja timbul tanpa disertai rasa gatal di bagianbagian tertentu,seperti telapak tangan dan kaki, atau area lembab, seperti skrotum dan bibir vagina. Selain ruam ini, timbul gejala-gejala lainnya, seperti demam, pembesaran kelenjar getah bening, sakit tenggorokan, sakit 10



kepala, kehilangan berat badan, nyeri otot, dan perlu diketahui bahwa gejala dan tanda dari infeksi kedua sifilis ini juga akan bisa hilang dengan sendirinya, tapi juga perlu diingat bahwa ini bukan berarti sifilis hilang dari tubuh Anda, tapi infeksinya berlanjut hingga stadium laten. c. Stadium laten adalah stadium di mana jika diperiksa dengan tes laboratorium, hasilnya positif, tetapi gejala dan tanda bisa ada ataupun tidak. Stadium laten ini juga dibagi sebagai stadium awal dan akhir laten. Dinyatakan sebagai sifilis laten awal ketika sifilis sudah berada di dalam badan selama dua tahun atau kurang dari infeksi pertama dengan atau tanpa gejala. Sedangkan sifilis laten akhir jika sudah menderita selama dua tahun atau lebih dari infeksi pertama tanpa adanya bukti gejala klinis. Pada praktiknya, sering kali tidak diketahui kapan mulai terkena sehingga sering kali harus diasumsikan bahwa penderita sudah sampai stadium laten. d. Sifilis tersier yang muncul pada 1/3 dari penderita yang tidak ditangani dengan baik. Biasanya timbul 1-10 tahun setelah infeksi awal, tetapi pada beberapa kasus bisa sampai 50 tahun baru timbul, stadium ini bisa dilihat dengan tanda-tanda timbul benjolan seperti tumor yang lunak. Pada stadium ini, banyak kerusakan organ yang bisa terjadi, mulai dari kerusakan tulang, saraf, otak, otot, mata, jantung, dan organ lainnya. F.



Distribusi Frekuensi 1. Gonore Infeksi gonore ditularkan melalui hubungan seksual , dapat juga ditularkan kepada janin pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi , tetapi insidensi tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Diantara populasi wanita pada tahun 2000 , insiden tertinggi terjadi pada usia 15-19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000) . Epidemiologi gonore berbeda pada tiap-tiap negara berkembang.Di Swedia , insiden gonore dilaporkan sebanyak 487/100.000 orang yang menderita pada tahun 1970. Pada tahun 1987 dilaporkan sebanyak 31/100.000 orang yang menderita , pada tahun 1994 dilaporkan penderita gonore semakin berkurang yaitu hanya sekitar 31/100.000 orang penderita . Di Amerika Serikat , insiden



11



dari kasus gonore mengalami penurunan. Di dunia diperkirakan terdapat 200 juta kasus baru setiap tahunnya. 2. Sifilis Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis mencapai



5000-10.000



kasus



pertahun.



Sementara



di



China



laporan



menunjukkan jumlah kasus yang dilaporkan naik 0,2 per 100.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis setiap tahunnya , dan angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi pada laki-laki. G. Program 1. Gonore Edukasi dan promosi kesehatan untuk menghindari penyebaran infeksi gonorrhea, atau gonore atau gonorea, sangat penting untuk dilakukan. Pendidikan seksual sejak dini, pembahasan mengenai aktivitas seksual dan risiko yang dapat diderita, penggalakan hubungan seksual yang lebih aman, serta pendekatan dan edukasi pada populasi kunci merupakan edukasi dan promosi kesehatan yang harus dilakukan pada gonorrhea. a. Upaya Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Upaya dalam mengendalikan gonorrhea tergabung dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi menular seksual (IMS) yang memiliki tujuan untuk: 1) Mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan IMS: infeksi menular seksual, dapat menimbulkan beban morbiditas bahkan mortalitas dipengaruhi oleh kurangnya edukasi, terutama pengetahuan kesehatan seksual, dan juga pengobatan yang terbatas, sehingga, memungkinkan terjadinya penyebaran penyakit lebih lanjut, akibat tidak mendapat pengobatan yang optimal 2) Mencegah infeksi HIV: mencegah dan mengobati IMS, dapat membantu mengurangi risiko penularan HIV terutama melalui hubungan seks 3) Mencegah komplikasi serius pada kaum perempuan: salah satu komplikasi yang paling dapat dicegah adalah infertilitas pada perempuan, mengingat 12



bahwa IMS yang tidak ditangani akan dapat menyebabkan penyakit radang panggul atau pelvic inflammatory disease, gangguan pada tuba falopii, serta kehamilan ektopik 4) Mencegah efek kehamilan yang buruk 5) Mengobati dan mencegah IMS diharapkan dapat mencegah gangguan atau infeksi kongeital maupun perinatal pada neonatus Pemerintah melalui kementerian kesehatan RI, melibatkan masyarakat dalam upaya pencegahan terhadap Infeksi Menular Seksual, termasuk gonorrhea, yakni dengan menyediakan layanan IMS pada fasilitas pelayanan kesehatan (faskes), mulai dari tingkat primer seperti puskesmas. Upaya pencegahan dan perawatan IMS yang efektif dapat dicapai dengan melaksanakan Paket Kesehatan Masyarakat, yakni: b. Promosi perilaku seksual yang aman 1) Memprogramkan peningkatan penggunaan kondom, yang meliputi berbagai aktivitas mulai dari promosi penggunaan kondom sampai melakukan perencanaan dan manajemen pendistribusian kondom 2) Peningkatan perilaku upaya mencari pengobatan 3) Pengintergrasian upaya pencegahan dan perawatan IMS ke dalam upaya pelayanan



kesehatan



dasar,



upaya



kesehatan



reproduksi,



klinik



pribadi/swasta serta upaya kesehatan terkait lainnya 4) Pelayanan khusus terhadap kelompok populasi berisiko tinggi, seperti misalnya para wanita dan pria penjaja seks, remaja, pengemudi truk jarak jauh, anggota militer termasuk anggota kepolisian, serta para narapidana 5) Penatalaksanaan kasus IMS secara paripurna 6) Deteksi dini terhadap infeki yang bersifat simtomatik maupun asimtomatik c. Edukasi Edukasi dilakukan dengan memperhatikan komponen-komponen penting yang terkandung di dalamnya, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6)



Identifikasi sindrom Edukasi pasien Pengobatan antibiotik terhadap sindrom Penyediaan kondom Konseling Pemberitahuan dan pengobatan pasangan seksual



d. Promosi Kesehatan 13



Pencegahan IMS seperti gonorrhea dapat dimulai dengan konseling dan pendekatan perilaku. Hal ini dapat mebantu sebagai pencegahan primer terhadap IMS dan juga menghindari kehamilan yang tidak diinginkan. Promosi kesehatan ini mencakup: 1) Edukasi seksual yang komprehensif Konseling seks yang aman dan mengurangi risiko, promosi penggunaan kondom, Intervensi pada populasi kunci seperti: pekerja seks, LSL, pengguna narkoba suntik , Edukasi serta konseling yang diberikan sesuai pada kebutuhan dewasa muda. 2. Sifilis Tingkat penularan HIV dari Ibu dan Anak semakin mengkhawatirkan. Data dari WHO memperkirakan dari 430.000 bayi atau anak baru yang terinfeksi HIV pada 2008, 90 persen dari mereka terinfeksi melalui transmisi dari Ibu ke Anak (Mother to Child Transmission) selama kehamilan, menyusui dan persalinan. Tanpa perawatan, sekitar setengah dari bayi yang terinfeksi akan mati sebelum usia mencapai 2 tahun. Tanpa intervensi resiko, penularan HIV dari ibu ke anak berkisar antara 20 persen hingga 45 persen. Melalui intervensi khusus pada populasi yang tidak menyusui, resiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat dikurangi hingga kurang dari 2 persen dan pada populasi menyusui mencapai reduksi kurang dari 5 persen. Kondisi di Indonesia sejak diketemukannya virus HIV pertama 25 tahun lalu, pada 2012 diperkirakan ada 253.785 orang terinfeksi HIV. Sepertiga (30 persen) dari angka itu adalah perempuan, sekitar 69,761 orang. Kondisi penularannya menunjukkan trend yang mirip, penularan HIV dari Ibu ke Anak mencapai lebih dari 90 persen. Ancaman serius ini perlu penanganan yang komprehensif dan integral dari pemerintah. Pertanyaannya sejauhmana kebijakan penanganan penularan HIV dari ibu ke anak di Indonesia? Kebijakan seperti apa yang sudah ada untuk merespon kondisi tersebut? Mempertimbangkan potensi ancaman yang besar kepada kelompok produktif terutama kaum ibu dari penularan HIV dan AIDS yang dapat mengancam masa depan generasi bangsa, kemenkes mengeluarkan setidaknya 2 regulasi berupa Peraturan Menteri Kesehatan no 51 tentang Pedomoan 14



Pencegahan Penularan HIV dan AIDS dari Ibu ke Anak dan Surat Edaran Nomor GK/Menkes/001/I/2013/Tentang layanan Pencegahan HIV dari Ibu ke Anak sebagai penjabaran lanjut dari dari Peraturan menteri no 33 Tahun 2013 tentang penanggulangan HIV dan AIDS. Subtansi Peraturan Kemenkes No 51 tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dan AIDS dari Ibu ke anak, merupakan acuan bagi tenaga kesehatan, pengelola program, kelompok profesi, dan pemangku kepentingan terkait Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (Pasal 1). Penularan HIV dari Ibu ke Anak dapat terjadi pada masa kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui, intervensinya dilakukan melalui 4 (empat) prong/kegiatan, yakni : a. pencegahan penularan HIV pada perempuan usia produktif; b. pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif; c. pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandung; dan d. pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta anak dan keluarganya. Penjabaran



teknis



lanjut



dari



Peraturan



Kemenskes



dengan



dikeluarkannya Surat Edaran GK/Menkes No. 01/I/2013 menghimbau kepada seluruh kepala Dinas kesehatan Kabupaten/Kota dan Direktur seluruh Rumah Sakit Indonesia melakukan upaya deteksi dini dan pencegahan penularan HIV dan AIDS dari Ibu ke Anak secara komprehensif dan berkesinambungan. Upaya deteksi dini dan Layanan Pencegahan Penularan HIV dan AIDS seperti disebutkan dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan ini dengan ketentuan layanan PPIA dintegrasikan dengan layanan KIA, Keluarga Berencana dan Konseling Remaja di setiap jenjang layanan kesehatan dengan ekspansi secara bertahap dan melibatkan peran swasta, lsm dan komunitas. PPIA dalam KIA merupakan bagian dari Program Nasional Pengendalian HIV dan AIDS dan IMS. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA-KB dan konseling remaja harus mendapatkan informasi tentang PPIA. Di daerah epidemi meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di fasilitas layanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal dan menjelang persalinan.



15



Sedangkan Di daerah epidemi rendah, penawaran tes HIV dipriroitaskan pada Ibu hamil dengan IMS dan TB. Sementara pada daerah yang belum memiliki tenaga layanan kesehatan yang mampu/berwewenang memberikan layanan PPIA, maka dapat dilakukan dengan cara: 1) memberikan rujukan ibu hamil ke fasilitas layanan HIV yang memadai, 2) pelimpahan wewenang kepada tenaga kesehatan yang terlatih (task shifting) berdasarkan keputusan Dinas kesehatan. Setiap Ibu hamil yang positif HIV wajib diberikan obat ARV dan pelayanan Perawatan, dukungan dan pengobatan lebih lanjut (PDP). Dinas kesehatan berkerjasama dengan P2PL, kemensos merencanakan ketersediaan logistik, baik obat ARV maupun pemeriksaan tes HIV. Mencermati Peraturan Menkes dan Surat Edaran Menkes tentang PPIA ini semestinya Tenaga kesehatan kita bergerak pro aktif memberikan layanan PPIA yang terintegrasi dalam sistem layanan kesehatan Nasional terutama KIAKB dan Konseling remaja secara inklusif, komprehensif dan berkelanjutan. Regulasi dari Menkes ini perlu didorong dan diadvokasi lebih lanjut hingga ke tingkat operasional paling bawah untuk memastikan bahwa layanan pencegahan penularan HIV dan AIDS dari Ibu ke Anak dapat dikurangi sampai ke tingkat yang paling minim. PPIA menentukan untuk kesahatan dan kekuatan generasi mendatang sebagai pewaris masa depan.



16



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Gonore dan sifilis adalah 2 infeksi menular seksual yang disebabkan oleh kuman berbeda. Gonore adalah infeksi menular seksual disebabkan kuman yang menimbulkan keluhan nyeri BAK disertai keluarnya cairan seperti nanah (putih kekuningan) dari muara penis setelah riwayat seks resiko tinggi sebelumnya. Sementara sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan treponema pallidum yang menimbulkan gejala adanya luka pada kulit penis yang tidak gatal, tidak nyeri dan luka tersebut mengeluarkan cairan kekuningan disertai nanah. Luka akan sembuh dengan sendirinya namun kuman tersebut akan merusak tubuh penderita dari dalam dan akan kembali aktif beberapa lama kemudian. Untuk pemastian infeksi gonore atau sifilis maka penderita perlu memeriksakan diri ke dokter, dan perlu dilakukan tes medis seperti tes darah, tes urin dll. Untuk gonore dengan pengobatan adekuat maka kesembuhan biasa terjadi 5-7 hari dengan antibiotik oral maupun injeksi dosis tunggal. Sementara sifilis akan dipengaruhi 17



oleh stadium keparahan penyakit, semakin parah penyakit sifilis penderita maka pengobatan akan semakin lama.



DAFTAR PUSTAKA http://siha.depkes.go.id/portal/ppia http://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/artikel/artikel-tematik/340-sejauhmanakebijakan-penanggulangan-hiv-aids-untuk-ppia



18



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual Gonore Dan Sifilis , yang mana makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular. Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu proses pembuatan makalah ini. Dalam makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangannya, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, serta sumber yang penyusun miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya. Padang, 24 Juni 2019



Penyusun 19



DAFTAR ISI i KATA PENGANTAR ................................................................................................i DAFTAR ISI ............................................................................................................ii BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................1 B. Rumusan Masalah ..............................................................................1 C. Tujuan ................................................................................................2



BAB II



PEMBAHASAN A. Penyebab ..............................................................................................3 B. Gejala ...................................................................................................3 C. Pengobatan ...........................................................................................7 D. Pencegahan ..........................................................................................9 E. Masa inkubasi ......................................................................................10 F. Distribusi Frekuensi .............................................................................11 G. Program ................................................................................................12



BAB III



PENUTUP 20



A. Kesimpulan ..........................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA



ii ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN TENTANG WAHANA PULAU ANGSO DUO



Oleh : 21



TUTUT SILVIA WERI 1710104092 Dosen Pembimbing : Ns. FEBRY HANDINY, M.Km



PRODI KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG SUMATERA BARAT TAHUN 2019



22