Makalah Sifilis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SIFILIS UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Keperawatan Medikal Bedah III dibimbing oleh bapak Zainal Abidin Disusun oleh Kelompok 2 Kelas II B: 1. Ajeng Puspitasasari



(03/13.010)



2. Greta Valentina



(18/13.055)



3. Harja Afri S



(19/13.058)



4. Lailatun Ni’mah



(26/13.071)



5. Leli Wahyuningsih S



(27/13.072)



6. Nur Ani Asdinia



(34/13.092)



7. Tri Yuli Puspitasari



(47 /13.128)



8. Ulfatul Hasanah



(48/13.129)



PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG DINAS KESEHATAN AKADEMI KEPERAWATAN Jalan Brigjen Katamso  (0334) 882262 Lumajang 2014



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya makalah Keperawatan Medikal Bedah III tentang “Sifilis“ dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Ucapan terima kasih disampaikan kepada: 1. Bu Nurul Hayati, S.Kep., Ners, MM sebagai Direktur Akper Lumajang. 2. Bapak Zainal. sebagai dosen mata kuliah keperawatan Medikal Bedah III. 3. Teman-teman yang saya cintai. Disadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas dari doa, bimbingan, dorongan, serta bantuan yang tak terhingga nilainya dari berbagai pihak. Diharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat tidak hanya bagi para mahasiswa Akademi Keperwatan Lumajang, tetapi juga bagi semua pihak.Aamiin.



Lumajang, September 2014



Penyusun



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit



Menular



Seksual



(PMS)



sampai



saat



ini



masih



merupakanmasalah kesehatan masyarakat terbesar.Penyakit Sifilis merupakan salah satuPenyakit Menular Seksual yang disebabkan oleh infeksi kuman bakteriTreponema Pallidum yang bersifat akut dan kronis.(CDC, 2010). Penularanpenyakit sifilis diketahui dapat terjadi melalui kontak langsung melaluiperpindahan bakteri Treponema pallidum yang terdapat pada lesi di area genitaldan kulit luar area genital, hubungan seksual dan perilaku serta melalui kontaktidak langsung yang mungkin dapat terjadi seperti penggunaan barang yangbersifat pribadi bersama seperti handuk, pisau cukur, alas tidur dan tinggal dalamkamar yang sama ataupun menggunakan fasilitas toilet secara bersama. Sejumlahpenelitian menyebutkan bahwa Treponema pallidum di kulit manusia danmembran mukosa memiliki kecenderungan untuk masuk menembus kulit normaldan membran mukosa ( WHO, 2011).Secara Global Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwapada Tahun 1999 Jumlah kasus baru sifilis di dunia adalah sebesar 12 juta kasus. Prevalensi Sifilis menurut data STBP Kemenkes Tahun 2011 pada 7 populasikunci adalah sebesar 6% dimana prevalensi Sifilis tertinggi ditemukan padaTransgender Waria (25%) kemudian diikuti WPSL (10%), LSL (9%), WBP (5%),Pria Potensial Risti (4%), WPSTL (3%) dan Penasun (2%). Sifilis padaTransgender Waria meningkat 1% dari 27% pada STBP 2007 menjadi 28% padaSTBP 2011 di kota yang sama. Faktor- faktor yang diduga berhubungan denganinfeksi Sifilis pada Transgender Waria antara lain : Umur, Tingkat Pendidikan,Penggunaan kondom, Penggunaan Napza Suntik, Penggunaan Hormon SuntikSilikon, Status HIV, Datang ke Layanan Klinik IMS, Konsumsi Alkohol danLama melakukan hubungan Seks Komersial dengan mendapat imbalan (Asih Hartanti,2012). .



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi Sifilis adalah adalah suatu penyakit akibat hubungan seksual yang disebabkan oleh treponema (spirochaeta) pallidum yang dapat menjangkit diseluruh organ tubuh. Perjalanan klinis sifilis apabila tidak di obati akan melewati beberapa tahap meliputi tahap primer, sekunder, dan tersier(Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011). Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi Treponema pallidum, menular melalui hubungan seksual atau secara transmisi vertikal.Sifilisbersifat kronik, sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Saiful, 2000).



2.2 Etiologi Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales



dan



Genus



Treponema



yang



dikenal



bernama



Treponemapallidum.Pada Tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema pallidum. Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron dan diameter 0,009-0,5 mikron, setiap lekukan gelombang berjarak 1 mikron dan rata-rata setiap kuman terdiri dari 8-14 gelombang dan bergerak secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya dapat dilihat pada mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik imunnofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranyabersifat patogen pada manusia (STD Guidelines, 2010). Ada tiga macam antigen Treponema pallidum yaitu protein tidak tahan panas, polisakarida, dan antigen lipoid. Dalam keadaan anaerob pada suhu 25°C, Treponema pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap hidup selama 4-7 hari dalam perbenihan cair yang mengandung albumin, natrium karbonat, piruvat, sistein, ultrafiltrat serum sapi. Kuman ini sukar diwarnai dengan zat warna anlilin tetapi dapat mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang tinggal melekat pada permukaan sel kuman. Kuman berkembang



biak dengan cara pembelahan melintang. Waktu pembelahan kuman ini kirakira 30 jam.(Josodiwondo, S. 1994). Secara umum periode masa inkubasi dari 10 hari sampai 3 (tiga) minggu dari biasanya. WHO menyatakan ada perbedaan waktu antara sifilis dini dan sifilis laten yakni selama 2 -4 tahun. Sifilis primer terjadi antara 9 sampai 10 hari setelah terinfeksi dan gejalanya timbul berupa luka nyeri pada alat kelamin. Penularan Sifilis diketahui dapat terjadi melalui : a.



Penularan secara langsung yaitu melalui kontak seksual, kebanyakan 95%- 98% infeksi terjadi melalui jalur ini.



b.



Penularan tidak langsung kebanyakan terjadi pada orang yang tinggal bersama penderita sifilis. Kontak terjadi melalui penggunaan barang pribadi secara bersama-sama seperti handuk, selimut, pisau cukur, bak mandi, toilet yang terkontaminasi oleh kuman Treponema pallidum.



c.



Melalui Kongenital yaitu penularan pada wanita hamil penderita sifilis yang tidak diobati dimana kuman treponema dalam tubuh ibu hamil akan masuk ke dalam janin melalui sirkulasi darah.



d.



Melalui darah yaitu penularan terjadi melalui transfusi darah dari penderita sifilis laten pada donor darah pasien, namun demikian penularan melalui darah ini sangat jarang terjadi.



2.3 Manifestasi Klinis dan Klasifikasi Pembagian penyakit Sifilis menurut WHO ialah Sifilis Dini dan Sifilis Lanjut dengan waktu diantaranya 2-4 tahun.Sifilis Dini dapat menularkan penyakit karena terdapat Treponema pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan Sifilis Lanjut tidak dapat menular karena Treponema pallidum tidak ada. 2.3.1 Sifilis Stadium I (Sifilis Primer) Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadiinfeksi.Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang kemudianmenjadi ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanyamerah dan tidak sakit bila dipalpasi.Sering disertai denganpembengkakan kelenjar getah bening regional.Lokalisasi chancre sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lainseperti bibir, ujung lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu.



Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khasberupa chancre serta ditemuiTreponema pallidum pada pemeriksaanstadium langsung dengan mikroskop lapangan gelap.Apabila pada haripertama hasil pemeriksaan sediaan langsung negatif, pemeriksaan harusdiulangi lagi selama tiga hari berturut-turut dan bila tetap negatip,diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan serologis.Selamadalam pemeriksaan sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres denganlarutan garam faal fisiologis. Tanda klinis yang pertama kali muncul ialah tukak dapat terjadi dimana saja di daerah genetlia eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi dapat khas, akan tetapi bisa juga tidak khas. Jumlah tukak biasnya hanya satu, meskipun dapat juga multiple.Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi.Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi.Ukurannya bervarisi dari beberapa mm sampai dengan 1-2 cm. Bagianyang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain maka akan akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Para pria selalu disertai pembesaran kelenjar limfe inguinal .medial uniteral / bilateral. 2.3.2 Sifilis Stadium II (Sifilis Sekunder) Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan S IIini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala konsistensiseperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada stasium ini kelainanpada kulit, rambut, selaput lendir mulut dan genitalia, kelenjar getahbening dan alat dalam. Kelaianan pada kulit yang kita jumpai pada S IIini hampir menyerupai penyakit kulit yang lain, bisa berupa roseola,papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa dan pustula. Pada SIIyang dini biasanya kelainan kulit yang khas pada telapak tangan dankaki.Kelainan selaput lendir berupa plakula atau plak merah (mucouspatch) yang disertai perasaan sakit pada tenggorokan (angina sifiliticaeritematosa).Pada genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plakyang datar dan basah yang disebut kondilomata lata.Kelainan rambut. Pada Sifilis sekunder yang mengalami relaps, lesi sering unilateral dan berbentuk arsiner. Pada kulit kepala dijumpai alopecia yang disebut motheaten alopecia yang dimulai pada daerah oksipital.Papul basal yang dijumpai



di daerah lembab disebut kondilomata-lata.Lesi pada selaput lendir mulut, kerongkonagan dan serviks berupa plakat.Lesi sifilis sekunder dapat muncul pada waktu lesi sifilis primer masih ada.Pada umunya dijumpai pembesaran kelenjar limfe multiple supervicial pad tubuh, dan sering terjadi pembesaran limpa (splenomegali). 2.3.3 Sifilis stadium III Lesi yang khas adalah guna yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi.Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran miliar sampai berdiameter beberapa sentimeter.Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, membentuk nekrosis sentral dikelilingi jaringan granulasi dan pada bagian luarnya terdapat jaringan fibrosa, sifatnya destruktif.Guma mengalami supurasi dan memecah serta meninggalkan suatu ulkus dengan dinding curam dan dalam, dasarnya terdapat jaringan nekrotik berwarna kuning putih. Sifilis stadium ini dapat merusak semua jaringan, tulang rawan pada hidung dan palatum.Guma juga dapat ditemukan di organ dalam, yakni lambung, hepar, lien, paru, testis, dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, ukuran miliar sampai lentikular, merah, dan tidak nyeri tekan. Permukaan nodus dapat berskuama sehingga menyerupai psoriasis, tetapi tanda AuspitZ negatif. Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yangsirkumskrip.Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan seropurulen dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik sehingga terbentuk ulkus. Gumma ditemukan pada kulit, mukosa mulut, dan organ dalam terutama hati. Dapat pula dijumpai kelainan pada tulang dengan keluhan, nyeri pada malam hari.Pada pemeriksaan radiologi terlihat kelainan pada tibia, fibula, humerus, dan tengkorak berupa periostitis atau osteitis gummatosa.Pemeriksaan TSS positif. 2.3.4 Sifilis kongenital T. pallidum dapat melalui plasenta dan masuk ke peredaran darah janin.Oleh karena itu langsung masuk ke peredarahan darah, pada sifilis kongenital tidak terdapat sifilis stadium I. Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital dini, lanjut, dan sigmata.



Sifilis kongenital dini dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi dilahirkan.Kelainan berupa vesikel dan bula yang setelah memecah membentuk erosi yang ditutupi krusta.Kelainan ini sering terdapat di telapak tangan dan kaki, dan disebut pemfigus sifilitika.Bila kelainan muncul beberapa bulan setelah bayi dilahirkan, kelainan berupa papul dengan skuama yang meyerupai sifilis stadium II.Kelainan pada selput lendir berupa sekret hidung yang sering bercampur darah kelainan pada tulang terutama tulang panjang berupa ostokondritis yng khas pada rontgen. Bisa terdapat splenomegali dan pneomonia alba. Sifilis kongenital lanjut terdapat pada usia lebih dari dua tahun. Manifestasi klinis baru ditemukan pada usia 7-9 tahun dengan adanya trias Hutninson, yakni kelainan pada mata (keratitis intertisian yang dapat menyebabkan kebutaan), ketulian N VIII, dan gigi Hutchinson (incisivus I atas kanan diri bentuknya seperti obeng). Kelainan lain berupa paresis, perforasi palatum durum, seta kelainan tulang tibia dan frontalis. Sigmata terlihat pada sudut mulut berupa garis-garis yang jalanya radier, gigi Hutchinson, gigi molar pertama berbentuk seperti murbai, dan penonjolan tulang frontal kepala (frontal bossing). Gambaran klinis sifilis kongenital sangat bervarasi, dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer.Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan sudah sejak lahir. Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa: a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat. b. Kelainan membra mukosa: mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, larings dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer kemudian menjadi bertambah pekat, purulen dan hemoragik. c. Kelainan kulit: makula, papulaapuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan kaki, makula, papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata dan simetris.



d. Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulangtulang panjang merupakan gambaran yang khas. e. Kelenjar getah bening: limfadenitis generalisata. f. Alat-alat dalam. g. Mata : koreoretinitis, galukoma dan uveitis. h. Susunan saraf pusat: meningitis sifilitika akuta. 2.3.5 Sifilis Kardiovaskuler Umumnya bermanifistasi 10-20 tahun setelah infeksi. Sejumlah 10% pasien sifilis akan mengalami fase ini. Pria dan orang dengan kulit berwarna lebih banyak terkena.Jantung dan pembuluh darah, yang terkena terutama yang besar.Kematian pada sifilis terjadi akibat kelainan sistem ini. Biasanya



disebabkan



oleh



mikrosis



alfa



yang



berlanjut



kearah



katup.Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma, berbentuk kantong pada aorta torakal (aniorisme aorta torakales).Secara teliti harus diperiksa kemungkinan adanya hipetensi, arteriosklerosis,



penyakit



jantung



rematik



sebelumnya.Bila



terdapat



insufisiensi aorta tanpa kelainan katup pada seseorang berusia setengah baya disertai pemeriksaan serologis yang reaktif, pertama kali harus dipikirkan sifilis kardiovaskuler sampai dapat dibuktikan lebih lanjut.Pemeriksaan serologis umumnya reaktif. Berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan pembantu lainnya. Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada jantung, pada pembuluh darah, pada pembuluh darah sedang. Sifilis pada jantung jarang ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis difus atau guma pada jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul di aorta, arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar yang berasal dari aorta. Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens, selain itu juga pada aorta torakalis dan abdominalis.Pembuluh darah sedang, misalnya aorta serebralis dan aorta medulla spinalis paling sering terkena.Selain itu aorta hepatitis dan aorta femoralis juga dapat diserang..



2.3.6



Sifilis neurosifilis Penyakit ini umumya bermanifestasi dalam 10-20 tahun setelah infeksi,



walaupun T. Pallidum langsung bergerak setelah infeksi kesistem otot dan saraf.Kelainan ini lebih banyak didapat pada orang kulit putih.Neorosifilis dibagi menjadi tiga jenis, bergantung kepada tipe dan tingkat kerusakan susunan saraf pusat. 2.3.6.1 Neurosifilis asimtomatik. Pemeriksaan serologis reaktif.Tidak ada tanda dan gejala kerusakan susunan saraf pusat.Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologis reaktif. 2.3.6.2 Neurosifilis meningovaskular. Terdapat tanda dan gejala kerusakan susunan saraf pusat, berupa kerusakan pembuluh darah serebrum, infark dan ensefalomalasia dengan tanda-tanda adanya fokus neurologis sesuai dengan ukuran dan lokasi lesi.Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, proteintotal, dan tes serologis reaktif. 2.3.6.3 Neurosifilis parenkimatosa, yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis. Paresis.Tanda



dan



gejala



paresis



sangat



banyak



dan



selalu



menunjukkan penyebaran kerusakan parenkimatosa.Perubahan sifat diri dapat terjadi, mulai dari yang ringan hingga psikotik.Terdapat tanda-tanda fokus neurologis.Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologis reaktif. Tabes dorsalis.Tanda dan gejala pertama tabes dorsalis akibat degenarasi kolumna posterior adalah parestesia, ataksia, arefleksia, gangguan kandungan kemih, impotensi, dan perasaan nyeri seperti dipotong-potong.Pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang abnormal pada hampir semua penderita dan pemeriksaan serologis sebagian menunjukkan reaktif. 2.4 Patofisiologi Setelah mengalami kontak organisme dengan cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi dapat kulit kecil dan dalam beberapa jam.



Kuman akan memasuki limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi infeksi sistemik. Pada tahap sekunder, SSP merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan menunjukkan sifilis bahwa 30 % dari pasien memiliki temuan abnormal dalam cairan cerebrospinal (CSF).



Selama 5-10 tahun



tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak di obati, penyakit ini akan menginvaksi meninges dan pembuluh darah, mengakibatkan neurosifilis meningovaskuler. Kemudian, parenkim otak dan susum tilang belakang mengalami kerusakan sehingga terjadi kondisi parencymatousneurosifilis. Terlepas dari tahap penyakit dan lokasi lesi, histopatologi dari sifilis menunjukkan tanda-tanda endotelialarteritis.Endotelialartelitis disebabkan oleh peningkatan spirochaeta dengan sel endotel yang dapat sembuh dengan jaringan parut.



Bagan Patofisiologi : Treponema



Selaput lendir yang utuh / kulit dengan lesi



Peredaran darah / semua organ



Masa inkubasi ( ± 3 minggu)



Hipertermi



Makula



Papula



Terjadi Proses Sistemik



Ulkus yang berisi jaringan nekroti



Gangguan Integritas Kulit



SIFILIS



Terjadi perubahan genetalia sekunder Gangguan Gambaran Diri



Menyebab kan terbentuk nya ulkus



Proses Penyakit Nyeri



Cemas



2.5 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis



pasti



sifilis



ditegakkan



bila



dapat



ditemukan



T.pallidum.Pemeriksaan laboratorium dengan mikroskop lapangan gelap samapi 3 kali (3 hari secara berturut-turut). Pemeriksaan lain ialah menurut Burri, kerugiannya dikarenakan kuman telah mati. Tes serologik untuk sifilis (TSS) atau serologic tesforsifilis (STT) yang klasik umumnya masih negatif pada saat lesi primer, dan menjadi positif setelah 1 sampai 4 minggu kemudian. TSS dibagi menjadi dua, yakni nontreponemal (non spesifik ) dan treponemal (spesifik). Sebagai anti gen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya veneral disease research laboratori (VDRL), rapid plasma reagen (RTR), dan ikatan komplemen Wasermann/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya treponema pallidum heamagglutination assay (TPHA) dan Treponema



pallidum



immunobilization



(TPI).



Walaupun



diberikan



pengobatan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna untuk membantu diagnosis. 2.6 Penatalaksanaan 2.6.1. Medikamentosa : 2.6.1.1 Sifilis primer dan sekunder o Penisilin



benzatin



G



dosis



4,8



juta



unit



injeksi



intramuskular (2,4 juta unit /kali) dan diberikan satu kali seminggu atau o Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi intra muskular sehari selama 10 hari, atau o Penisilin prokain +2% aluminium monostrearat, dosis tetap 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak 2 kali seminggu 2.6.1.2 Sifilis laten o Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit atau



o Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari), atau o Penisilin prokain + 2% aluminium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu). 2.6.1.3 Sifilis III o Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit,atau o RPenisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit sehari), atau o Penisilin prokain + 2% aluminium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu). 2.6.1.4 Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan: o Tretrasikin* 500 mg per oral 4Xsehari selama 15 hari, atau o Eritromisin 500 mg per oral 4Xsehari selama 15 hari, atau Untuk pasien sifilis laten lanjut (lebih dari 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan: o Tretrasikin* 500 mg per oral 4Xsehari selama 30 hari, atau o Eritromisin 500 mg per oral 4Xsehari selama 30 hari *obat ini tidak boleh diberika kepada wanita hamil, menyususi, dan anak-anak. 2.6.2. Pemantauan serologik dilakukan pada bulan I, II, VI, dan XII tahun pertama, dan setiap6 bulan pada tahun kedua. 2.6.3. Nonmedikamentosa:Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 



Bahaya PMS dan komplikasinya







Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan







Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya







Hindari hubungan seksual sebalum sembuh, dan memakai kondom jika tidak dapat menghindarkan lagi







Cara-cara menghindari infeksi PMS dimasa datang (Arif Mansjoer,dkk,2000)



2.7 Pengkajian Pada pengkajian anamnesis di dapatkan adanya riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi 3 minggu sebelum munculnya gejala awal.Pasien mengeluh adanya papula merah soliter yang dengan cepat membentuk ulkus tanpa diserta darah dan tanpa rasa sakit (ulkus durum).Ulkus ini biasanya sembuh dalam 4-8 minggu, dengan atau tanpa terapi. Pasien yangtidak di obati akan mengeluh adanya ulkus yang terjadi selama 2-10 minggu setelah pembentukan ulkus pertama dan akan muncul eritema 3-4 bulan setelah infeksi. Pada kondisi ini biasanya di dapatkan keluhan malaise, sakit kepala, anoreksia, mual, nyeri tulang, dan kelelahan sering hadir, setra demam dan leher kaku.Sejumlah kecil pasien mengembangkan meningitis sifilis akut dan hadir dengan keluhan sakit kepala, leher kaku, mati rasa wajah atau kelemahan, dan tuli. Pada pengkajian pasien dengan lesi silfilis tersier, biasanya keluhan berkembang dalam 3-10 tahun setelah infeksi.Keluhan pasien biasanya adalah nyeri tulang, yang di gambarkan sebagai rasa sakit yang mendalam membosankan khas di malam hari. Keterlibatan SSP dapat terjadi, dengan menampilkan gelaja sesuai dengan daerah yang terkena, yaitu keterlibatan otak (sakit kepala, pusing, gangguan mood, leher kaku, penglihatan kabur) dan keterlibatan sumsum tulang belakang (gejala yang berhubungan dengan bengkak, kelemahan dan inkontinensi, impotensi). Beberapa pasien mungkin hadir hingga 20 tahun setelah terinfeksi dengan perubahan perilaku dan tanda-tanda demensia, yang merupakan indikasi neurosifilis. Pengkajian pemeriksaan fisik  Tahan primer Timbul suatu ulkus yang disebut ulkus durum yang mempunyai safat khusus.Sifat-sifat ulkus tersebut, meliputi tidak nyeri (indolen), sekitar ulkus teraba keras (indurasi) dasra ulkus bersih dan berwarna merah, serta bersifat soliter (biasanya hanya 1 ulkus). Lokasi ulkus ini pada laki-laki biasanya terdapat pada preputium, ulkus koronarius, batang penis,dan



skrotum. Sementara itu, pada wanita terdapat di labium mayora dan mminora, klitoris, serta bisa juga pada serviks.Ulkus bisa terdapat ekstra genital misalnya pada anus, rectum, bibir, mulut, lidah, tonsil, jari dan payudara.  Tahap sekunder Lesi sekunder timbul 4-10 minggu setelah timbulnya lesi primer. Lesi di kulit berbentuk macam-macam, seperti roseolae syphilitica merupakan macula yang pertama timbul, papulae yang timbul kemudian yang menyusun diri menjadi setengah lingkaran atau satu lingkaran penuh, korona veneris, gerombolan papulae yang terdapat di dahi/muka dan kondilomata lata (bila 1 lesi, kondiloma latum), banyak papula yang tebal berwarna putih keabu-abuan, basah, berbentuk bulat/bulat lonjong, terdapat di daerah yang lembab seperti : genitalia, perineum, anus, aksila. Bila lesi-lesi di atas menyembuh mungkin meninggalkan bekas berupa macula hipopigmentasi disebut lekoderma sifilitika.  Tahap tesier Sifilis tersier adalah tahap akhir dari riwayat penyakit ini.Sifilis menunjukkan penyakit peradangan lambat yang progresif dengan potensi memengaruhi banyak organ.Manifestasi umum pada tingkat ini adalah arthritis dan neurosifilis, serta ditandai dengan demensia, psikosis, paresis, stroke dan meningitis. 2.8.1 Pengkajian diagnostic Tes serologic untuk penyakit sifilis. Tes antibody treponema mengukur antibody reaktif



T.pallidum. tes nontreponema (VDRI, RPR) mengukur



antibody terhadap fosfolipid kardiolipin. Keduanya menjadi positif sekitar 6 minggu sesudah infeksi dan memberikan hasil yang positif pada sifilis sekunder.Tes nontreponema dapat menjadi negative bersama dengan waktu atau ketika pasien sedang di obati, tetapi tes antibody treponema tetap menunjukkan hasil yang positif. 2.8.2 Pengkajian penatalaksanaan medis Penatalaksanaan yang dilakukan pada tiap tahap sifilis di berikan dengan antibiotic. Penisilin G benzatin adalah pulihan obat untuk sifilis awal atau



sifilis laten kurang dari satu tahun. Diberikan dengan injeksi intramuscular (IM) pada sesi tunggal. Terapi yang sama diberikaan, direkomendasikan dengan sifilis laten awal. Bagaimanapun mereka dengan tahap laten atau laten akhir sifilis dari waktu yang tidak diketahui harus menerima tiga injeksi dalam interval satu minggu. Pasien yang alergi pada penisilin biasanya diberikan doksisiklin.Pasien yang ditangani di pantau selama 30 menit setelah injeksi untuk melihat kemungkinan reaksi alergi.



2.9 Diagnosis keperawatan 1. Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada genitalia 2. Nyeri berhungan dengan kerusakan jaringan sekunder dari ulkus mole, pasca-drainase. 3. Hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari ulkus mole. 4. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan risiko penyebaran infeksi dan infeksi berulang. 5. Gangguan gambaran diri (citra diri) berhungan dengan perubahan struktur kulit genitalia sekunder dari ulkus.



2.10 Intervensi Keperawatan 1. Nyeri kerusakan jaringan sekunder dari ulkus mole, pasca-drainase. Tujuan: nyeri klien hilang dan kenyamanan terpenuhi Kriteria: - Nyeri klien berkurang - Ekspresi wajah klien tidak kesakitan - Keluhan klien berkurang Intervensi: 1. Kaji tingkat nyeri R/ : Untuk mengetahui rasa sakit akut dan ketidaknyamanan. 2. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. R/ : Tekhnik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri. 3. Berikan posisi yang nyaman



R/ : posisi yang nyaman dapat meningkatkan relaksasi sehingga membantu menurunkan nyeri. 4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik R/ : Memberikan penurunan rasa nyeri. 5. Ciptakan lingkungan yang nyaman (mengganti alat tenun) 6. Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan 2. Hipertermi b.d respon sistemik dari ulkus mole Tujuan: klien akan memiliki suhu tubuh normal Kriteria: - Suhu 36–37 °C - Klien tidak menggigil - Klien dapat istirahat dengan tenang Intervensi dan rasional : 1.



Observasi keadaan umum klien dengan tanda vital tiap 2 jam sekali



2.



Anjurkan pasien untuk memakai baju tipis. R/ : Agar terjadi pemindahan panas.



3.



Pantau suhu tubuh pasien R/ : Mengetahui adanya infeksius akut.



4.



Beri pasien kompres hangat. R/ : Untuk menurunkan suhu tubuh.



5.



Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti piretik. R/ : Untuk mengurangi demam / menurunkan suhu tubuh



3. Cemas b.d proses penyakit Tujuan: cemas berkurang atau hilang Kriteria: - Klien merasa rileks - Vital sign dalam keadaan normal - Klien dapat menerima dirinya apa adanya Intervensi: - Kaji tingkat ketakutan dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling percaya



- Pertahankan lingkungan yang tenang dan aman serta menjauhkan benda-benda berbahaya - Libatkan klien dan keluarga dalam prosedur pelaksanaan dan perawatan - Ajarkan penggunaan relaksasi - Beritahu tentang penyakit klien dan tindakan yang akan dilakukan secara sederhana. 4. Gangguan gambaran diri sehubungan dengan perubahan struktur kulit genitalia sekunder dari ulkus. Kriteria hasil : - dapat mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi. - Mengenali penggabungan peruaban dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negatif. Intervensi dan Rasional : 1. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa marah. R/ : Membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan. 2. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik. R/ : Membantu peningkatkan [erasaan harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan. 3. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada klien melakukan sesuatu untuk dirnya sendiri. R/ : membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri sendiri dan meningkatkan proses rehabilitasi. 5.Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis. Kriteria hasil : Kembalinya kulit normal. Intervensi dan rasional : 1. Anjurkan menggunakan baju katun dan hindari baju ketat. R/ : Menurunkan iritasi 2. Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat. R/ : Untuk menyeimbangkan cairan.



3. Berikan dengan latihan rentang gerak. R/ : Mencegah kerusakan lebih lanjut. 4. Kolaborasi dengan tim medis lain. R/ : Untuk mempercepat proses penyembuhan.



BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sifilis adalah adalah suatu penyakit akibat hubungan seksual yang disebabkan oleh treponema (spirochaeta) pallidum yang dapat menjangkit diseluruh organ tubuh. Perjalanan klinis sifilis apabila tidak di obati akan melewati beberapa tahap meliputi tahap primer, sekunder, dan tersier. Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales



dan



Genus



Treponema



yang



dikenal



bernama



Treponemapallidu. Klasifikasi sifilis yaitu Sifilis Stadium I (Sifilis Primer), Sifilis Stadium II (Sifilis



Sekunder),



Sifilis



stadium



III,



Sifilis



congenital,



Sifilis



Kardiovaskuler, Sifilis neurosifilis. Penatalaksanaan penyakit sifilis yaitu Medikamentosa, Pemantauan serologik dilakukan pada bulan I, II, VI, dan XII tahun pertama, dan setiap6 bulan pada tahun kedua, Nonmedikamentosa. Diagnosis keperawatan yang muncul pada penyakit sifilis yaitu : Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada genitalia, Nyeri berhungan dengan kerusakan jaringan sekunder dari ulkus mole, pasca-drainase., Hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari ulkus mole, Kurang pengetahuan tentang penyakit dan risiko penyebaran infeksi dan infeksi berulang, Gangguan gambaran diri (citra diri) berhungan dengan perubahan struktur kulit genitalia sekunder dari ulkus.



3.2 Saran Dalam makalah Keperawatan Medikal Bedah III ini penulis membahas tentang “Sifilis”. Penulis berharap agar tugas Keperawatan Medikal Bedah III ini bermanfaat bagi pembaca yang membacanya maupun yang mempelajari materi tentang penyakit Sifilis. Kritik dan saran diharapkan demi perbaikan makalah-makalah yang akan datang.



DAFTAR PUSTAKA Muttaqin Arif dan Kumala Sari, 2011, Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen, Jakarta : Selemba Medika. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius. Robbins & Cotran, 2009, Buku Saku Dasar Patologis penyakit, Jakarta : EGC.



lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308039-T%2031667-Faktor-faktor...pdf



.