MAKALAH Hadits Tarbawi (Kewajiban Menuntut Ilmu) [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Q RA
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH HADITS KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU & PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Tarbawi Oleh : Andi Setiawan



(………)



Khodijah



(………)



Qadrian Ramadhani A.



(19862081039)



Santi



(19862081007) Dosen Pengampu : Syukron Ma’mun, M.Pd.



INSTITUT AGAMA ISLAM NASIONAL (IAI-N) LAA ROIBA Jl. Raya Pemda Pajeleran No. 41 Cibinong - Bogor 2020 M / 1442 H



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Pembahasan BAB II PEMBAHASAN 2.1 Hadits tentang Kewajiban Menuntut Ilmu A. Teks Hadits B. Terjemahan Hadits C. Penjelasan Makna Hadits menurut Ulama 2.2 Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat 2.3 Kisah Kegigihan Menuntut Ilmu Para Ulama Salafush Sholih BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Masalah



Ilmu memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Karena itu orang-orang yang berilmu menempati kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT, bahkan mendekati kedudukan para Nabi. Sebagaimana firman Allah SWT.



‫ هّٰللا ُ لَ ُك ۚ ْم َواِ َذا قِ ْي َل‬O‫ح‬ َّ َ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قِ ْي َل لَ ُك ْم تَف‬ َ ‫س ُح ْوا يَ ْف‬ َ ‫س فَا ْف‬ ِ ِ‫س ُح ْوا فِى ا ْل َم ٰجل‬ ِ ‫س‬ ‫هّٰللا‬ ‫ت َوهّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُ ْونَ َخبِ ْي ٌر‬ ُ ‫ش ُز ْوا فَا ْن‬ ُ ‫ا ْن‬ ٍ ۗ ‫ش ُز ْوا يَ ْرفَ ِع ُ الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ِم ْن ُك ۙ ْم َوالَّ ِذيْنَ اُ ْوتُوا ا ْل ِع ْل َم َد َر ٰج‬ “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujadalah ayat 11) Rasulullah SAW. bersabda,



…‫إِنَّ ا ْل ُعلَ َما َء َو َرثَةُ اأْل َ ْنبِيَا ِء إِنَّ اأْل َ ْنبِيَا َء لَ ْم يُ َو ِّرثُوا ِدينَا ًرا َواَل ِد ْر َه ًما إِنَّ َما َو َّرثُوا ا ْل ِع ْل َم فَ َمنْ أَ َخ َذ‬ ٍّ ‫بِ ِه أَ َخ َذ بِ َح‬ ‫ظ َوافِ ٍر‬ “Sesungguhnya ulama adalah pewaris pada nabi dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya mewariskan ilmu, maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Tirmidzi)1 Dari ayat dan hadits di atas dapat kita ketahui bersama betapa tinggi kedudukan ilmu dalam Islam, sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan pendidikan adalah salah satu hal yang harus diutamakan bagi kehidupan seorang muslim. Lalu bagaimana Nabi Muhammad SAW. mengajarkan kita bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim hingga akhir hayatnya? Dengan fakta yang terjadi bahwa orang-orang (khususnya kaum muslimin) saat ini sudah tidak terlalu mementingkan pendidikan.



1.2. 1



Rumusan Masalah



Musthafa Dieb Al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, Al-Wafi : Menyelami Makna 40 Hadits Rasulullah SAW, diterjemahkan oleh Muhil Dhofir, dari Al-Wafi fi syarhil Arba’in An-Nawawiyah, (Jakarta: Al-I’tishom, 2003), hlm. 340.



1. Bagaimana penjelasan hadits tentang kewajiban menuntut ilmu ? 2. Bagaimana konsep pendidikan sepanjang hayat dalam Islam ? 3. Bagaimana kisah kegigihan para ulama salafush sholih dalam menuntut ilmu ? 1.3.



Tujuan Pembahasan Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang: 1. Hadits tentang kewajiban menuntut ilmu; 2. Konsep pendidikan sepanjang hayat dalam Islam; 3. Kisah kegigihan para ulama salafush sholih dalam menuntut ilmu.



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Hadits Kewajiban Menuntut Ilmu A. Teks Hadits



‫ش ْن ِظي ٍر عَنْ ُم َح َّم ِد ْب ِن‬ ُ ُ‫ص بْن‬ ُ ‫َح َّدثَنَا ِهشَا ُم بْنُ َع َّما ٍر َح َّدثَنَا َح ْف‬ ِ ُ‫سلَ ْي َمانَ َح َّدثَنَا َكثِي ُر بْن‬ َ : ‫سلَّ َم‬ Oٌ‫يضة‬ ُ َ‫طل‬ ُ ‫س ْب ِن َمالِ ٍك قَا َل قَا َل َر‬ َ ‫ب ا ْل ِع ْل ِم فَ ِر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ِ ِ َ‫سي ِرينَ عَنْ أَن‬ َّ ‫ض ُع ا ْل ِع ْل ِم ِع ْن َد َغ ْي ِر أَ ْهلِ ِه َك ُمقَلِّ ِد ا ْل َخنَا ِزي ِر ا ْل َج ْو َه َر َواللُّ ْؤلُ َؤ َو‬ ‫َب (رواه‬ ْ ‫َعلَى ُك ِّل ُم‬ َ ‫الذه‬ ِ ‫سلِ ٍم َو َوا‬ )‫ابن ماجه‬ B. Terjemahan Hadits Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar berkata, telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Sulaiman berkata, telah menceritakan kepada kami Katsir bin Syinzhir dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan orang yang meletakkan ilmu bukan pada pada ahlinya, seperti seorang yang mengalungkan mutiara, intan dan emas ke leher babi." (HR. Ibnu Majah nomor 224)2 C. Penjelasan Makna Hadits



Berdasarkan Pemetaan kata-perkata dari hadits di atas dapat diperoleh pemahaman bahwa: kata ‫ب‬ ُ َ‫ طَل‬memiliki makna menuntut, mencari sesuatu maksudnya ilmu itu akan kita peroleh dengan mencari bukan dengan melamun dan berandai-andai. Kata ‫ا ْل ِع ْل ِم‬ bermakna ilmu yang dimaksud oleh hadis di atas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apa pun yang bermanfaat. Selanjutnya kata ‫سلِ ٍم‬ ْ ‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم‬ َ ‫ فَ ِري‬memiliki makna kewajiban dalam arti kata keharusan yang harus dilakukan atas setiap muslim dan muslimah. Kata



‫اض ُع ا ْل ِع ْل ِم ِع ْن َد َغ ْي ِر أَ ْهلِ ِه‬ ِ ‫ َو َو‬yang orangَ meletakkan ilmu kepada selain ahlinya maksudnya adalah dalam realita sekarang ilmu yang digunakan tidak sesuai dengan tempatnya maka ilmu pengetahuan itu tidak akan membawa manfaat.



َّ ‫َك ُمقَلِّ ِد ا ْل َخنَا ِزي ِر ا ْل َج ْو َه َر َواللُّؤْ لُؤَ َو‬ Dan kata ‫َب‬ َ ‫الذه‬



maka ia seperti mengalungi babi



dengan permata, mutiara dan emas. Maksudnya ilmu pengetahuan yang kita peroleh tidak akan membawa manfaat. Dengan demikian, dari keseluruhan hadits di atas menunjukkan makna adanya korelasi antara satu dengan yang lain. Bahwa menuntut ilmu wajib atas 2



Sunan Ibnu Majah nomor 224



setiap mulim dan muslimah, dan orang yang berilmu menempatkan dirinya tidak sesuai dengan keahliannya maka ilmuanya tiada berguna (tidak bermanfaat).3 D. Hukum Menuntut Ilmu 1. Fardhu ‘Ain Semua muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu. Yaitu hal-hal yang harus diketahui setiap muslim, agar aqidahnya tidak sesat, ibadahnya benar, dan perilakunya sesuai dengan syariat Allah SWT. Inilah yang diperintahkan Allah dalam ayat-Nya, “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah….” (QS. Muhammad ayat 19). Dan ini juga yang dimaksud dalam hadits di atas. 2. Fardhu Kifayah Yaitu menuntut ilmu dengan maksud untuk mendalami berbagai ilmu-ilmu syar’I dan mengambil spesialisasi terhadap suatu ilmu yang dibutuhkan masyarakat muslim, untuk menjaga eksistensinya dan demi terciptanya Negara yang penuh dengan kebenaran dan keadilan, hingga menjadi Negara yang kuat dan berwibawa serta tak ada satu pun musuh yang berani mengacaukannya.4 2.2. Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat



‫اُ ْطلُبُوا ال ِع ْل َم ِمنَ ال َم ْه ِد إِلى اللَّ ْح ِد‬ Artinya : “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat” Hadits ini tidak jarang kita dengar dalam ceramah atau kita jumpai ketika membaca buku-buku agama. Apakah hadits tersebut adalah hadits shohih sehingga dapat diyakini sebagai perkataan Rasulullah SAW? Ternyata, setelah dikaji TIDAK ADA satu kitab hadits pun yang mencantumkan hadits tersebut, baik kitab hadits induk yang disebut “al-kutub as-sittah” (yaitu 6 kitab yang menghimpun hadits-hadits Rasulullah SAW yang terdiri dari Shohih Bukhari dan Muslim, Sunan Abi Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan An-Nasa’i) maupun “al-kutub at-tis’ah” (yaitu 9 kitab induk hadits yang terdiri dari al-kutub as-sittah ditambah alMuwatho Imam Malik, Musnad Imam Ahmad dan Sunan Ad-Darimy).



3



Alimron, “STUDI VALIDITAS HADITS TENTANG ILMU PENGETAHUAN DALAM BUKU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI KURIKULUM 2013”, https://media.neliti.com/media/publications/256977-studivaliditas-hadits-tentang-ilmu-peng-6253d683.pdf, hlm. 9. 4 Musthafa Dieb Al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, op.cit., hlm. 341



Bahkan, bukan hanya di kitab-kitab hadits induk. Ungkapan yang diklaim sebagai hadits Nabi SAW di atas sama sekali tidak terdapat pula dalam puluhan kitab-kitab hadits lain yang mencakup berbagai kitab al-jawami’, kitab-kitab sunan, musnad, al-majami’, almuwatho’, kitab-kitab al-ilal was su’alat, sampai kitab-kitab muskyilat wa ghoroibul hadits dan takhrij al-ahadits. Hal ini disimpulkan setelah dilakukan pencarian “searching” dan penelitian (takhrij) dengan bantuan Program al-Maktabah asy-Syamilah al-Ishdar 3.32. Hadits, atau tepatnya ungkapan di atas, hanya ditemukan dalam Kitab Kasyf adzDzunun karya Musthofa bin Abdullah (1/52) tanpa penyebutan sanad periwayatannya. Juga Kitab Abjad al-‘ilmi tulisan Muhammad Shiddiq Hasan Khan al-Qanuji yang juga tanpa menyebutkan sanadnya dan bahkan tanpa menyatakannya sebagai hadits Nabi SAW, tapi hanya menyebut “qiila” (maknanya = “katanya atau dikatakan”) dalam bentuk shighat tamridh (bentuk pasif dalam periwayatan hadits yang digunakan oleh ahli hadits untuk mengutip riwayat yang diragukan sumber dan validitasnya). Karena tidak adanya kitab hadits yang memuat hadits ini dengan sanad yang dapat diteliti, maka Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz rahimahullah menilainya La ashla lahu (tidak ada sumbernya berupa sanad) (Arsip Multaqo Ahli Hadits-3, Al-Maktabah Asy-Syamilah). Syaikh Sholih Alu Syaikh dalam ceramah berjudul “Asbab ats-Tsabat ‘ala Tholibil ‘Ilmi” menyatakan itu sebagai qaul sebagian ulama salaf. Demikian pula, Syaikh Abdurrahman al-Faqih juga menyebutkan bahwa kemungkinan teks tersebut adalah bagian dari nasehat ulama yang disebutkan untuk para penuntut ilmu dan BUKAN HADITS Marfu’ (yang bisa disandarkan) kepada Nabi SAW. (Arsip Multaqo Ahlil hadis-3 AlMaktabah Asy-Syamilah).5 Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahullah (‘ulama hadits kontemporer, lahir tahun 1336 H dan wafat tahun 1417 H) di kitab beliau Qimah az-Zaman ‘inda



al-‘Ulama hal 30 (terbitan Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyah, cetakan ke-10) menyatakan:



: )‫ (طلب العلم من المهد الى اللحد) ويحكى أيضا بصيغة (اطلبوا العلم من المهد الى اللحد‬: ‫هذا الكالم‬ ‫ فال تجوز إضافته إلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬، ‫ وإنما هو من كالم الناس‬، ‫ليس بحديث نبوي‬ ‫ إذ ال ينسب إلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إال ما قاله أو فعله أو أقره‬، ‫كما يتناقله بعضهم‬. 5



Syukrillah, Hadits: Tuntutlah Ilmu sejak dalam buaian sampai liang lahat, https://syukrillah.wordpress.com/2010/08/29/ternyata-bukan-hadis-shohih/.



“Perkataan ini, yaitu ‘menuntut ilmu dari buaian sampai ke liang lahad’, dan disampaikan juga dengan ungkapan ‘tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahad’, bukanlah hadits Nabi. Ia hanyalah perkataan manusia biasa, dan tidak boleh menyandarkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Tidak ada yang boleh dinisbahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali perkataan, perbuatan dan persetujuan beliau.”6 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teks di atas bukanlah hadits, kalau dinilai status haditsnya adalah Hadis Maudhu’ (palsu) dan tidak layak untuk diklaim sebagai hadits Nabi SAW. Oleh karena itu, kalau dianggap makna kata-kata tersebut baik untuk disampaikan kepada khalayak, dalam ceramah atau tulisan cukup dikatakan sebagai KataKata Hikmah. 2.3. Kisah Kegigihan Para Ulama Salafush Sholih dalam Menuntut Ilmu Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya ketika rambut beliau sudah tampak memutih,



‫إلى متى وأنت مع المحبرة‬ ”Sampai kapan Engkau masih bersama dengan wadah tinta?” Maksudnya, orang tersebut heran ketika Imam Ahmad rahimahullah tetap bersama dengan alat-alat untuk mencari ilmu seperti kertas dan wadah tinta, padahal usia beliau tidak lagi muda. Sehingga dikatakan dalam sebuah kalimat yang terkenal,



‫مع المحبرة إلى المقبرة‬ “Bersama wadah tinta sampai ke liang kubur”. Maksudnya, janganlah terputus untuk meraih ilmu agama. Raihlah ilmu agama sampai ajal menjemput. 7 Imam Asy Syafi’i berkata, “saya seorang yatim yang tinggal bersama ibu saya. Ia menyerahkan saya ke kuttab (sekolah yang ada di masjid). Dia tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan kepada sang pengajar sebagai upahnya mengajari saya. Saya mendengar hadits atau pelajaran dari sang pengajar, kemudian saya menghafalnya. Ibu saya tidak memiliki sesuatu untuk membeli kertas. Maka setiap saya menemukan sebuah tulang putih, saya mengambilnya dan menulis di atasnya. Apabila sudah penuh tulisannya, saya menaruhnya di dalam botol yang sudah tua” (Jami’u Bayanil Ilmi wa Fadhilihi, Ibnu ‘Abdil Barr, 1/98). 6



Muhammad Abduh Al-Banjary, Status Hadits : Tuntutlah Ilmu dari Buaian sampai Liang Lahad, https://www.tsaqafah.com/status-hadits-tuntutlah-ilmu-dari-buaian-sampai-liang-lahad/. 7 M. Saifudin Hakim, Perjalanan Panjang Meraih Ilmu, Bersabarlah!, https://muslim.or.id/29061-perjalananpanjang-meraih-ilmu-bersabarlah.html.



Al-Bukhari rahimahullah terbangun dalam satu malam. Kemudian ia menghidupkan lenteranya. Ia menulis pelajaran. Kemudian ia padamkan lenteranya. Lalu terbangun lagi, lagi, dan lagi. Hingga hampir 20 kali (Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, 11/25). Imam an-Nawawi rahimahullah bercerita tentang dirinya, “Pernah selama dua tahun aku tidak pernah membaringkan pungguku di bumi (lantai). Apabila rasa kantuk menghampiriku, aku tersandar pada buku-buku sesaat, kemudian bangun kembali.” (Ibnu Qadhi Syubhah dalam Thabaqat asy-Syafi’iyah).



BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Dari pembahasan makalah “Hadits tentang Kewajiban Menuntut Ilmu dan Pendidikan Sepanjang Hayat”, dapat kita ambil kesimpulan bahwa menuntut ilmu adalah hal yang wajib kita penuhi apabila kita mengaku sebagai seorang muslim. Kewajiban ini terbagi atas fardhu ‘ain atau setiap muslim wajib memiliki ilmu tentangnya yaitu masalah aqidah, ibadah, dan ilmu yang berkaitan dengan pengamalan syariat Islam, dan fardhu kifayah atau ilmu yang boleh diwakili oleh sebagian muslim saja dalam penguasaannya. Dan orang yang berilmu akan bermanfaat ilmunya ketika dia tepat dalam menempatkan ilmunya tersebut tentunya untuk kabaikan umat manusia, tetapi orang yang berilmu namun dia salah menempatkan ilmunya, maka ilmunya tiada bermanfaat baik bagi dirinya maupun orang banyak. Pendidikan dalam Islam pun tiada kata lulus sampai ajal menjemput, selagi Allah masih memberikan kesempatan untuk hidup, maka saat itu pula kewajiban menuntut ilmu masih melekat pada dirinya, tidak seperti konsep pendidikan yang dibuat oleh manusia yang memiliki batas dalam menuntut ilmu. 3.2. Saran Wajib bagi kita sebagai muslim mengikuti apa-apa yang telah Allah dan Rasul-Nya perintahkan kepada kita, termasuk kewajiban menuntut ilmu, kewajiban yang bukan hanya beberapa tahun saja tetapi sampai ajal menjemput. Nasihat ini penulis sampaikan untuk diri penulis sendiri khususnya maupun untuk pembaca pada umumnya agar tidak pernah lelah untuk menuntut ilmu.



DAFTAR PUSTAKA Musthafa Dieb Al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, Al-Wafi : Menyelami Makna 40 Hadits Rasulullah SAW, diterjemahkan oleh Muhil Dhofir, dari Al-Wafi fi syarhil Arba’in AnNawawiyah, (Jakarta: Al-I’tishom, 2003) Situs Internet: https://media.neliti.com/media/publications/256977-studi-validitas-hadits-tentang-ilmu-peng6253d683.pdf https://www.tsaqafah.com/status-hadits-tuntutlah-ilmu-dari-buaian-sampai-liang-lahad/. https://muslim.or.id/29061-perjalanan-panjang-meraih-ilmu-bersabarlah.html. https://syukrillah.wordpress.com/2010/08/29/ternyata-bukan-hadis-shohih/.