Makalah Hospitality [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A.



LATAR BELAKANG Menurut Lashley dan Morrison (2000), Hospitality adalah suatu cara untuk memberikan apa yang tamu butuhkan sebagai fokus utama dalam hubungan antara tuan rumah dan tamu. Hospitality ini sangat penting terutama bagi rumah sakit yang selalu menjadi pusat rujukan, bukan saja rujukan lokal namun juga internasional. Hal ini



sangat



penting



karena



hospitality



terhadap



pasien



akan



sangat



mempengaruhi performa dari rumah sakit itu sendiri. Terkadang ada pasien yang sengaja berangkat ke luar negeri untuk berobat sambil berwisata. Rumah Sakit sebagai tempat berobat harus bisa menangkap sinyal ini, bahwa pasien yang berobat tersebut ingin diperlakukan di rumah sakit layaknya mereka sedang berwisata. Rumah Sakit juga harus siap memberikan pelayanan setara seperti hotel berbintang dengan tidak mengurangi standar pelayanan kesehatan yang diberikan. Dengan adanya pelayanan yang berbasis hospitality ini, maka diharapkan para pasien akan merasakan pengalaman yang menarik selama perawatan dan akhirnya Rumah sakit tersebut menjadi Rumah Sakit rujukan dan pilihan bagi para wisatawan. B.



TUJUAN 1.



Menjelaskan tentang Pengertian Hospitality



2.



Menjelaskan tentang Macam-macam Hospitality



3.



Menjelaskan tentang Hospitality dalam keperawatan



4.



Menjelaskan tentang Hospitality di Rumah Sakit



5.



Menjelaskan tentang Prinsip-prinsip Hospitality dalam keperawatan



1



BAB II PEMBAHASAN A.



PENGERTIAN HOSPITALITY Definisi bahasa menurut Collins Concise English Dictionary Plus, hospitality berarti “kindness in welcoming strangers or guests” atau disebut juga keramahtamahan saat menerima tamu atau orang asing. Namun, definisi ini tidak memberikan suatu parameter yang jelas tentang hospitality, karena itulah diperlukan suatu definisi yang lebih jelas lagi agar hospitality ini nantinya mempunyai suatu instrumen bisa digunakan untuk memotret dan menilai tingkat hospitality suatu tempat. Cassee and Reuland (1983) mendefinisikan hospitality menjadi “a harmonious mixture of food, beverage, and/or shelter, a physical environment, and the behavior and attitude of people”. Reuland et al. (1985) kemudian menyempurnakan definisi mereka bahwa hospitality yang dimaksud disini adalah suatu proses pertukaran yang menyangkut tiga elemen sekaligus: 1.



produk,



2.



perilaku pegawai,



3.



lingkungan fisik.



Namun istilah hospitality ini pun disempurnakan lagi oleh Brotherton (1999), yang mengklasifikasikan hospitality menjadi empat bagian sebagai berikut: 1.



Pertukaran pelayanan yang diberikan oleh tuan rumah kepada tamunya,



2.



Interaksi yang berkesinambungan dan berkelanjutan antara pemberi dan penerima,



2



3.



Campuran antara faktor tangible (berwujud) dan faktor intangible (tidak berwujud)



4.



Tuan rumah memberikan keamanan kepada tamunya sehingga memberikan kenyamanan baik itu kenyamanan secara fisik maupun psikis.



B.



MACAM-MACAM HOSPITALITY Patten (1994) menjelaskan arti penting dari hospitality dalam pelayanan kesehatan sebagai pelayanan yang paling ideal. Tulisannya menyarankan agar para pelayanan kesehatan menjalankan tiga macam hospitality di rumah sakit yaitu; (1) Public Hospitality, (2) Personal Hospitality, (3) Therapeutic Hospitality. 1.



Public Hospitality Public hospitality bisa diterjemahkan dalam interaksi sehari-hari di lingkunan pelayanan rumah sakit dan pelayanan umum diluar pelayanan rumah sakit seperti bagian pendaftaran, customer service,informasi, kantin dan cafeteria serta minimarket.



2.



Personal hospitality Personal hospitality bisa diterjemahkan dalam interaksi interpersonal dengan tenaga kesehatan misalnya dengan diskusi dan bertukar pikiran. Di Rumah Sakit, personal hospitality wajib di miliki oleh perawat ruangan karena mempunyai waktu kontak yang lebih lama bersama pasien dan perawat di unit gawat darurat karena interaksinya begitu intens dan emosional.



3



3.



Therapeutic hospitality Therapeutic hospitality digunakan dalam rangka menurunkan rasa terpisah dan kesendirian maupun terkucilkan yang dirasakan oleh pasien selama mendapatkan perawatan. Patten (1994) mengatakan bahwa dengan mempraktekkan therapeutic hospitality dalam praktek mereka sehari-hari maka kepuasan pasien akan meningkat dan kesembuhan pasien akan lebih cepat.



C.



HOSPITALITY DALAM KEPERAWATAN Hospitality dalam keperawatan adalah bagaimana seorang perawat atau pemberi asuhan keperawatan mampu menciptakan kondisi yang nyaman serta memenuhi segala kebutuhan pasiennya sehingga mempercepat proses pemulihan pasien tersebut. Profesi perawat memiliki peranan penting dalam upaya menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas bagi pasien. Hal ini dapat dicapai jika perawat maupun seluruh petugas kesehatan memahami prinsip-prinsip hospitality dalam memberikan pelayanan.



D.



HOSPITALITY DI RUMAH SAKIT “Hospital” dan “hospitality” berasal dari etomologi bahasa yang sama, namun mereka jarang sekali digunakan secara bersama-sama dalam menggambarkan pelayanan kesehatan. Menurut Pizam (2007), "perbedaan antara hospital dan hospitality itu terletak pada huruf ‘ity’, namun huruf ‘ity’ ini bisa memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap proses pemulihan dan lama tinggal pasien di rumah sakit. Baru beberapa puluh tahun belakangan ini saja, di Negara Eropa dan Amerika, bahasa hospital dikaitkan 4



dengan hospitality. Pasien dan tenaga di dalam rumah sakit menginginkan sesuatu yang lebih dari hanya sekedar pertukaran jasa kesehatan. Tenaga medis tidak hanya disebut sebagai mesin penyembuh, namun juga ingin tempat kerja yang nyaman dan tenang, sebaliknya pasien juga ingin lebih dari sekedar sembuh saja, mereka ingin diobati secara “holistik” atau keseluruhan, tidak hanya sebatas penyakit yang dideritanya. Sebelumnya rumah sakit selalu digambarkan sebagai tempat yang penuh dengan orang yang sakit. Berpagar tinggi, sepi dan terletak di perbatasan kota. Namun saat ini banyak rumah sakit yang telah mengintegrasikan strategi ini dalam industri rumah sakit modern dimana rumah sakit lebih dari sekedar tempat perawatan dan penyembuhan saja, namun juga menjadi pusat rekreasi, informasi dan pendidikan. Saat ini rumah sakit tidak beda jauh dengan sebuah hotel. Keduanya adalah industri dengan jenis pelayanan yang hampir sama, mulai dari shift kerja, pemeliharaan, keamanan, pelayanan kamar dan pelayanan makanan. Rumah Sakit maupun Hotel harus mempunyai sistem yang jelas dan harus siap membuat sistem yang baru jika itu memang dibutuhkan. Proses integrasi atau penyatuan, komunikasi dan kemampuan dalam mengatur kelas yang berbeda-beda sangatlah penting. Namun perbedaan mendasar antara Rumah Sakit dan Hotel adalah jenis tamu yang mereka hadapi. Jika Hotel menerima tamu yang biasanya telah merencanakan untuk tinggal di sana, Rumah Sakit menerima tamu yang tidak merencanakan sama sekali untuk tinggal di tempat tersebut. Namun hasil akhirnya tetap dihitung dan dievaluasi dengan cara yang sama: 1.



apakah mereka kembali lagi atau tidak



2.



apakah mereka merekomendasikan rumah sakit ini kepada orang lain



atau



5



tidak Hospitality lebih mengedepankan proses dan interaksi individu dari sudut pengalaman pasien, misalnya kualitas pelayanan di mata pasien. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pasien terhadap pelayanan rumah sakit, meningkatkan kualitas psikologi dan emosional dari pasien. Di sini rumah sakit dituntut harus sebisa mungkin membuat para pasien merasa lebih nyaman. Dengan memperbanyak frekuensi interaksi personal maka jarak sosial dengan pasien akan turun dan pada akhirnya akan meningkatkan hubungan antara tuan rumah pasien itu sendiri. Harus diketahui bahwa pasien itu sakit, rapuh dan stress berada di lingkungan baru. Para pengunjung pasien terkadang malah sama stressnya dengan pasien. Para perawat yang menjadi ujung tombak pelayanan keperawatan juga sama stressnya karena mereka secara langsung maupun tak langsung selalu mendengar keluh kesah pasien dan adanya keinginan membuat pasien tersebut sembuh secepat mungkin. Karena itulah dibutukan suatu tata cara yang benar dalam menangani kombinasi beban antara tamu dan perawat. Beberapa rumah sakit telah merasakan keuntungan menggunakan rumah sakit dengan gaya seperti hotel. Hasil studi menunjukkan bahwa pelayanan gaya hotel ini meningkatkan rasa nyaman dan aman bagi pasien walaupun sebenarnya program seperti ini tidak pernah bisa menggantikan standar pelayanan medis terhadap pasien itu sendiri. Walau demmikian, program seperti sebenarnya adalah penyempuna dari pelayanan paripurna sebuah rumah sakit. E.



PRINSIP-PRINSIP HOSPITALITY DALAM KEPERAWATAN 1.



Jasa dan Pengelolaannya



6



Jasa adalah sesuatu yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan terjadinya perpindahan kepemilikan. Kotler (2000) dalam Sitaniapessy (2008), menyebutkan bahwa jasa merupakan produk yang tidak berwujud, mempunyai manfaat yang dapat dinikmati oleh customer dan dapat memberikan kepuasan. Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tidak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain. Oleh karena itu, pengelolaan jasa merupakan suatu upaya yang penting dilakukan untuk mengorganisir sumber daya perusahaan guna mewujudkan pelayanan yang baik dan terpadu. Fokus sentral perusahaan jasa ialah bagaimana memberikan pelayanan kepada pelanggan yang memenuhi dimensi mutu jasa fisik, andal, tanggap, terpercaya, dan empati agar pelanggan menjadi puas (Chase dan Aquilano, 1995 dalam Palilati, 2007) Untuk itu sistem usaha jasa yang berkaitan dengan aspek aturan, prosedur perlengkapan dan fasilitas pelayanan semuanya itu harus diorganisir dan dikelola dengan baik untuk mewujudkan tujuan. Selain itu sumber daya manusia yang memberikan pelayanan kepada pelanggan juga harus ditingkatkan untuk mendapatkan loyalitas dari pelanggan. 2.



Dimensi Kualitas Jasa Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pasuraman, Zeithmal, dan Berry (1985) dalam Sitaniapessy (2008), didapatkan bahwa antara hasil dan proses mempengaruhi evaluasi konsumen tentang kualitas jasa. Ada lima dimensi yang disebut dengan SERQUAL (kualitas jasa) yang terdiri atas : a.



Tangibles (berwujud) Aspek ini menjadi penting karena jasa tidak dapat dilihat tetapi dirasakan. Hal ini dapat berupa penampilan secara fisik, peralatan, karyawan, serta sarana komunikasi



7



b.



Reliabilitas (keandalan) Dimensi ini mengukur keandalan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya



c.



Daya tanggap Aspek ini merupakan dimensi yang sangat dinamis karena membantu dan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat.



d.



Jaminan Jaminan merupakan dimensi kualitas pelayanan yang menentukan kepuasaan pelanggan yang sangat berhubungan dengan kemampuan perusahaan



dan



menanamkan



perilaku



rasa



karyawan



percaya



dan



baris



terdepan



keyakinan



kepada



dalam para



pelanggannya. e.



Empati Dimensi ini untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan.



3.



Mengukur Kualitas Jasa Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variable yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan maka konsumen akan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan. Sedangkan abila yang terjadi adalah sebaliknya (yang dirasakan lebih tinggi dibandingkan dengan yang diharapkan ) aka nada kemungkinan para konsumen akan menggunakan penyedia jasa tersebut lagi. Penelitian mengenai kualitas yang dipersepsikan pelanggan pada industry jasa oleh Parasuman dkk (1985 dalam Sitaniapessy, 2008) mengidentifikasikan lima kesenjangan yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa yaitu :



8



a. Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami



secara



tepat



apa



yang



diinginkan



oleh



para



pelanggannya b. Kesejangan



antara



persepsi



manajemen



terhadap



tingkat



kepentingan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini karena tiga faktor yaitu tidak adanya komitmen terhadap kualitas jasa, kurangnya sumberdaya atau karena adanya kelebihan permintaan. c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini misalnya karyawan kurang terlatih atau belum menguasai tugasnya, beban kerja yang melampaui batas, ketidakmampuan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal. Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko dihadapi oleh perusahaan adalah apabila janji yang diberikan tidak dapat dipenuhi, yang menyebabkan terjadinya persepsi negative terhadap kualitas jasa perusahaan. e. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dengan jasa yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berbeda atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. 4.



Customer Behaviour



9



Perilaku konsumen mensyaratkan adalah aktivitas proses individu pengambilan



untuk



keputusan



mengevaluasi,



yang



mencari,



menggunakan barang dan jasa (Loundon dan Bitta, 1993 dalam Hurriyati,



2008). Terdapat tiga tingkatan yang dikembangkan oleh



Bateson (1995) dalam Sitaniapessy (2008), yaitu : a.



Tingkatan sebelum membeli. Pada tingkatan ini manajemen harus berusaha memahami kenapa konsumen memilih dan menggunakan jasa tertentu. Ini juga merupakan aktifitas konsumen sebelum menggunakan jasa. Proses ini dimulai ketika individu membutuhkan pelayanan. Setiap keinginan atau permasalahan memerlukan suatu solusi dan biasanya menunjukkan potensi untuk membeli. Konsumen akan mencari informasi (sumber dari dalam/luar) untuk mengembangkan suatu rangkaian pemikiran pemecahan masalah dan pada akhirnya memilih alternatif pertimbangan demi kepuasaanya.



b.



Tingkatan konsumsi Pada tingkatan konsumsi, manajemen berusaha memahami reaksi konsumen pada proses interaksinya. Dalam proses ini dengan mempertimbangkan segala informasi produk yang tersedia, konsumen mengambil keputusan untuk membeli.



c.



Evaluasi setelah membeli. Pada tingkatan ini perlu dipahami sumber kepuasan dan ketidakpuasan



yang



terjadi



pada



konsumen



setelah



mengkonsumsikan produk/jasa tersebut. Konsumen mengevaluasi jasa dengan membandingkan jasa yang mereka terima (perceived service) dengan jasa yang diharapkan (expected service) 5.



Customer Value Rumah Sakit perlu melakukan kreasi atau penciptaan value yang mampu menarik hati customernya, sehingga mau membayar dengan tingkat tarif



10



atau harga yang menguntungkan bagi rumah sakit, Penciptaan customer value merupakan landasan bagi usaha sukses, karena penciptaan nilai mampu membangun pertumbuhan, laba dan nilai lebih lainnya. Secara sederhana, customer value didefinisikan sebagai semua manfaat atau kualitas



yang



diperoleh



oleh



konsumen



relative



terhadap



pengorbanannya (Irawan, 2008) 6.



Job Performance Kehandalan karyawan merupakan variable yang penting dalam memperoleh konsumen yang setia melalui kepuasan dan kepercayaan. Dalam perusahaan atau organisasi jasa, produksi dan konsumsi dilakukan secara bersama sehingga interaksi antara karyawan dan konsumen selama proses pemberian jasa menjadi sangat berpengaruh terhadap persepsi konsumen pada kualitas jasa. Oleh karena itu, kinerja karyawan dapat mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap jasa yang diberikan kepadanya. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas begitu juga sebaliknya. Job performance atau kinerja adalah perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi dan dapat diukur pada leel professional perilakunya (Campbell, 2007) Performance individu secara umum dapat dilihat dari tiga faktor yaitu motivasi, kemampuan mengerjakan pekerjaan, dan lingkungan kerja. Dimensi



penampilan



kerja



terlihat



pada



professional



terhadap



pekerajaan dan tugas yang spesifik dan pekerjaan yang non spesifik, komunikasi lisan dan tulisan, usaha, disiplin, penampilan, dan fasilitasi dalam tim, supervisor/kepemimpinan, manajemen dan administrasi. Sedangkan performance perawat yang diharapkan oleh konsumen adalah perawat yang komunikatif, ramah, dapat memberikan pelayanan yang cepat dan efisien serta mempunyai daya tanggap dan empati yang tinggi.



11



7.



Customer Loyality Customer loyality merupakan komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk / jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi un tuk menyebabkan perubahan perilaku (Oliver, 1996 dalam Hurriyati, 2008). Tahapan loyalitas menurut Griffin (2002) dalam Hurriyati (2008), adalah : a. Suspect Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan tetapi belum tahu apapun b. Prospect Merupakan orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. c. Disqualified Prospect Merupakan prosepect yang telah mengetahui keberadaan barang atau



jasa tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang atau jasa tersebut.



d. First time Customers Pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya e. Repeats Customers Pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. f.



Clients Orang yang membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan, membeli secara teratur, hubungan sudah kuat dan berlangsung lama yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.



g. Advocates



12



Orang yang membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan, mereka melakukan pembelian secara teratur dan mendorong orang lain untuk membeli atau merekomendasikan perusahaan tersebut pada orang lain, secara tidak langsung telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan. BAB III PENUTUP A.



KESIMPULAN Menurut Lashley dan Morrison (2000), Hospitality adalah suatu cara untuk memberikan apa yang tamu butuhkan sebagai fokus utama dalam hubungan antara tuan rumah dan tamu. Profesi perawat memiliki peranan penting dalam upaya menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas bagi pasien. Hal ini dapat dicapai jika perawat maupun seluruh petugas kesehatan memahami prinsip-prinsip hospitality dalam memberikan pelayanan.



B.



DAFTAR PUSTAKA https://dokterharry.com/2012/11/19/hospitality-in-hospital/ (19 November 2012) https://text-id.123dok.com/document/wyevkgrz-hospitality-danaplikasinya-pada-tatanan-pelayanan-keperawatan-di-rumah-sakit.html (15 Agustus 2011)



13