MAKALAH Infeksi Post Partum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFEKSI POST PARTUM Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II



DISUSUN OLEH : Kelompok 3 Ade Putri Andani



(130317447)



Iwan Setiawan



(13017460)



Suci Dewi Utami



(130317472)



Dosen Pengampu : Ns. Yuli Erlina, S.Kep., M.kes



PROGRAM STUDI NERS AKADEMIK INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN Jalan Raya Pasir Gombong, Jababeka Cikarang – Bekasi Telp. (021) 8904160 (Hunting) Fax. (021) 8904159 E-mail: [email protected] Website: www.imd.ac.id Tahun 2019



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah mungkin ada sedikit hambatan. Namun berkat bantuan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pengampu Ibu Ns. Yuli Erlina, S.Kep., M.Kes sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan, dukungan dan doanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini dan dapat mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Infeksi Post Partum. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.



Bekasi, 26 Maret 2019



Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...........................................................................................



i



DAFTAR ISI ..........................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................



1



1.1 Latar Belakang ..................................................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 1.3 Manfaat Penulisan .............................................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................



3



2.1 Infeksi Postpartum .............................................................................................



3



2.2 Infeksi Lepas Operasi (ILO) ............................................................................. 2.3 Asuhan Keperawatan ......................................................................................... BAB III PENUTUP ................................................................................................ 3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 3.2 Saran .................................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara paripurna dalam upaya pemeliharaan kesehatan (Kemenkes RI dalam Sihombing, 2014). Disisi lain, selama pasien dirawat di rumah sakit atau segera setelah pasien dipulangkan juga dapat terjadi transmisi berbagai mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Infeksi yang diperoleh pasien selama dirawat di rumah sakit disebut infeksi nosokomial atau hospital associated/acquired infection (HAI) (Bereket et al dalam Sihombing, 2014). Infeksi Luka Operasi atau Surgical site infeksion (SSI) adalah infeksi pada tempat operasi merupakan salah satu komplikasi utama operasi yang meningkatkan morbiditas dan biaya perawatan penderita di rumah sakit, bahkan meningkatkan mortalitas penderita. SSI merupakan angka kejadian tersering infeksi nosokomial, meliputi 38% dari seluruh infeksi nosokomial. Angka kejadian SSI pada suatu institusi penyedia pelayanan kesehatan mencerminkan kualitas pelayanan institusi tersebut.SSI di Amerika Serikat merupakan penyebab utama angka kesakitan pasien setelah menjalani operasi (Sihombing, 2014). Survey oleh WHO menunjukkan bahwa tingkat internasional SSI berkisar 5 sampai 34%. SSI di United Kingdomsekitar 10%, dan biaya Kesehatan Nasional untuk menangani SSI sekitar 1 juta pound (1,8 juta dollar) per tahun. Lama rawat inap meningkat 7–10 hari dan biaya meningkat sekitar 20%. SSI tidak hanya berkaitan dengan morbiditas akan tetapi juga mortalitas. Sekitar 77% dari kematian pasien bedah berhubungan dengan infeksi luka operasi (SSI). Angka kejadian yang sesungguhnya diperkirakan dapat lebih besar daripada angka yang dilaporkan.1,2 Kartadinata (2007) melaporkan bahwa angka kejadian infeksi luka operasi pada kasus bedah digestif selama bulan januari dan Februari 2007 adalah sebesar 15% (125 pasien) (Kartadinata dalam Sihombing, 2014). Bobie Thene dalam Sihombing (2014) pada penelitian SSI pada kasus bedah di Instalasi Gawat



1



2



Darurat RSCM untuk laparotomi angka SSI didapatkan 48,5%, dan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan Surgical Site Infection secara statistik adalah waktu penundaan operasi, nilai ASA, komorbid DM, sifat operasi, durasi operasi, dan cedera vaskuler. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar, 1998). Masih tingginya prevalensi infeksi luka yang dialami ibu pasca melahirkan (postpartum) menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan terutama perawat sebagai orang yang memberikan asuhan dua puluh empat jam dan berperan dalam merawat luka ibu pasca melahirkan. Maka dari itu kami membuat makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Infeksi Postpartum”. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan infeksi postpartum? 2. Apa saja jenis infeksi postpartum? 3. Apa etiologi dari infeksi postpartum? 4. Apa saja tanda dan gejala dari infeksi postpartum? 5. Bagaimana patofisiologi dari infeksi postpartum? 6. Apa saja komplikasi dari infeksi postpartum? 7. Bagaimana pencegahan dari infeksi postpartum? 8. Bagaimana penatalaksanaan infeksi postpartum? 9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi postpartum 1.3 Manfaat Penulisan Bagi pembaca, dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi postpartum.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Postpartum 2.1.1 Definisi Infeksi Postpartum Infeksi Post partum merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin (Saifuddin dalam Themone, 2014). Infeksi post partum atau puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genitalia pada waktu persalinan dan perawatan masa post partum. Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa post partum (Prawirohardjo dalam Themone, 2014) yang terjadi dalam 28 hari setelah persalinan (Bobak dalam Themone, 2014). Jadi yang dimaksud dengan infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu dan terjadi dalam 28 hari pasca persalinan. 2.1.2 Jenis-Jenis Infeksi Postpartum 1. Infeksi uterus a. Endometritis Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim. Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi paska persalinan yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Infeksi ini juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim,



3



4



mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva (Anonym, 2008). Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, yaitu sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadangkadang keluar nanah dari vagina dengan berbau khas



yang



tidak



enak,



menunjukkan



adanya



infeksi



pada



endometrium. Infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut, susah buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali peningkatan suhu tubuh. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh paska persalinan harus segera dilakukan pemeriksaan (Anonym, 2008). Infeksi endometrium dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan, dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur (Anonym, 2008). b. Miometritis (infeksi otot rahim) Miometritis adalah radang miometrium. Miometrium adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, nyeri tekan pada uterus, perdarahan pada vagina dan nyeri perut bagian bawah, lokea berbau. c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim) Parametritis atau disebut juga sellulitis pelvika adalah radang yang terjadi pada parametrium yang disebabkan oleh invasi kuman. Penjalaran kuman sampai ke parametrium terjadi pada infeksi yang lebih berat. Infeksi menyebar ke parametrium lewat pembuluh limfe atau melalui jaringan di antara kedua lembar ligamentum latum.



5



Parametrium dapat juga terjadi melalui salfingo-ooforitis. (Sarwono, 2007). Penyebab



parametritis



yaitu



kuman–kuman



memasuki



endometrium (biasanya pada luka insersio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran (Anonym, 2008). 2. Syok bakteremia Infeksi kritis, terutama yang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septik). Ibu hamil, terutama mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang menderita endometritis selama periode post partum. 3. Peritonitis Peritonitis



post



partum



bisa



terjadi



karena



meluasnya



endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelviks. Kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelviks mengeluarkan nanah ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis. Peritonitis yang bukan peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejalagejalanya antara lain penderita mengalami demam, nyeri pada perut bagian bawah, tetapi keadaan umum tetap baik, namun gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Tanda dan gejalanya antara lain, suhu tubuh meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan terlihat kecil, perut kembung dan nyeri. Muka



6



penderita yang mula-mula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit di daerah wajah teraba dingin. Mortalitas peritonitis umum tinggi. 4. Septikemia dan piemia Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah adalah septikemia, piemia dan tromboflebitis. Infeksi ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas Pada septikemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke peredaran darah dan menyebabkan infeksi. Adanya septikemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena di uterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uteri, vena hipogastrika, dan vena ovary (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat trombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke peredaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paruparu, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat-tempat tersebut. 2.1.3 Etiologi Infeksi Postpartum Penyebab infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah Streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :



7



a. Streptococcus haematilicus aerobic Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alatalat yang tidak steril, tangan penolong dan sebagainya. b. Staphylococcus aurelis Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit. c. Escherichia coli Sering berasal dari kandung kemih dan rektum menyebabkan infeksi terbatas. d. Clostridium welchii Kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit. Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi post partum antara lain demam, nyeri di daerah infeksi, terdapat tanda kemerahan pada daerah yang terinfeksi, fungsi organ terganggu. 2.1.4 Tanda dan Gejala Infeksi Postpartum Gambaran klinis infeksi post partum adalah sebagai berikut: a. Infeksi lokal Warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada luka, lokea bercampur nanah, mobilitas terbatas, suhu tubuh meningkat. b. Infeksi umum Sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah menurun, nadi meningkat, pernafasan meningkat dan sesak, penurunan kesadaran hingga koma, gangguan involusi uteri, lokea berbau, bernanah dan kotor. 2.1.5 Patofisiologi Infeksi Postpartum Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, terdapat benjolan-benjolan karena banyak vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum yang semuanya merupakan tempat masuknya kumankuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau



8



menyebar di luar luka asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut : a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman. b. Droplet infeksi. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya yang berada di ruang tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernapasan dilarang memasuki kamar bersalin. c. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu post partum. d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, apabila mengakibatkan pecahnya ketuban. e. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intra partum biasanya berlangsung pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejalanya antara lain, kenaikan suhu tubuh biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardi, denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin. 2.1.6 Komplikasi Infeksi Postpartum 1) Peritonitis (peradangan selaput rongga perut).



9



2) Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya emboli pulmoner. 3) Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan menyebabkan kematian. 2.1.7 Pemeriksaan Penunjang 1. Hitung darah lengkap 2. Kultur uterus dan vagina Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada ibu. 3. Urinalisis Untuk mengetahui jumlah urine, dan untuk memastikan apakah ada kerusakan kandung kemih atau tidak. 4. USG Penting dilakukan jika infeksi pada ibu diduga terjadi karena tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus. 2.1.8 Pencegahan Infeksi Postpartum Pencegahan infeksi selama post partum antara lain: 1) Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik. 2) Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus steril. 3) Penderita dengan infeksi post partum sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu post-partum yang sehat. 4) Membatasi tamu yang berkunjung. 5) Mobilisasi dini. 2.1.9 Penatalaksanaan 1) Segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat. 2) Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.



10



3) Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil laboratorium. 4) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang ada.



2.2 Infeksi Lepas Operasi Infeksi luka operasi (ILO) merupakan infeksi nosokomial yang terjadi pada pasien pascabedah. Infeksi ini dapat disebabkan kurangnya tingkat sterilitas tenaga kesehatan, ruang bedah, dan peralatan medis (Rudiman dalam Labibah, 2016). National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health dalam Labibah (2016) menjelaskan bahwa infeksi luka operasi (ILO) atau Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi dimana organisme patogen berkembang atau bermultipikasi di suatu luka operasi yang menyebabkan tanda dan gejala lokal seperti panas, kemerahan, nyeri, dan bengkak dalam kurun waktu 30 hari pasca persalinan. Surgical Site Infection (SSI) insisional superfisialis adalah infeksi yang terjadi pada tempat insisi dalam 30 hari pasca operasi yang mengenai kulit dan subkutis tempat operasi dan dijumpai satu diantara kriteria berikut ini: 



Adanya drainase purulen dari insisi superfisialis







Organisme yang diisolasi dari kultur cairan atau jaringan dari insisi superfisialis yang diambil secara asepsis.







Setidaknya dijumpai satu dari tanda dan gejala infeksi berikut ini :nyeri, edema lokal, eritema, atau rabaan hangat dan insisi supefisialis dibuka dengan sengaja oleh ahli bedah, kecuali hasil kulturnya negatif.







Diagnosa SSI insisional superfisialis ditegakkan oleh dokter bedah atau dokter yang memeriksa. Hal-hal berikut ini bukan termasuk SSI insisional superfisialis yaitu:







Stitch abses (peradangan minimal dan discarge pada lobang tempat tusukan jarum jahit)



12







Infeksi pada luka episiotomi atau tempat sirkumsisi neonatus.







Infeksi pada luka bakar.







SSI insisional yang meluas ke dalam lapisan fasia dan otot. (Sihombing, 2014).



2.2.1 Definisi Sectio Caesarea Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro et al, 2007). Sectio Caesarea adalah proses persalinan yang dilakukan dengan cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Gurusinga, 2015). 2.2 .2 Tujuan Sectio Caesarea Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati. 2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2009) adalah : 1. Indikasi Mutlak A. Indikasi Ibu a) Panggul sempit absolut. b) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuat stimulasi. c) Tumor-tumor jalan lahir yang membuat obtruksi. d) Stenosis serviks atau vagina. e) Plasenta previa.



12



f) Disproporsi sefalopelvik.



12



g) Ruptur uteri membakat. B. Indikasi Janin a) Kelainan letak. b) Gawat janin. c) Prolapsus plasenta. d) Perkembangan bayi yang terhambat. e) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia. 2. Indikasi Relatif a) Riwayat seksio sesarea sebelumnya. b) Presentasi bokong. c) Distosia. d) Preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler, dan diabetes. e) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu. f) Gemeli,sectio caesarea di anjurkan : o Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu. o Bila terjadi interlock. o Distosia oleh karen tumor. o IUFD (Intra Uterine Fetal Death). 3. Indikasi Sosial 1) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya. 2) Wanita yang ingin Sectio Caesarea elektif karena takut bayinya mengalami cidera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi risiko kerusakan dasar panggul. 3) Wanita yang takut perubahan pada tubuhnya atau sexuality image setelah melahirkan. Sedangkan kontra indikasi dari sectio caesarea menurut Rasjidi (2009) adalah : 1. Janin mati. 2. Syok. 3. Anemia Berat.



12



4. Kelainan Kongenital Berat. 5. Infeksi Piogenik Pada Dinding Abdomen. 6. Minimnya Fasilitas Operasi Sectio Caesarea.



2.2.4 Komplikasi a. Infeksi Infeksi memiliki 5 tanda utama yaitu calor (panas), dolor (nyeri), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), functiolaesa (gangguan fungsi). Antibiotik profilaktis biasanya diberikan untuk sectio caesarea, terutama jika operasi dilakukan setelah ketuban pesah.. Chamberlian, dkk (2012) b. Infeksi Puerperalis Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda. c. Hemoragik Hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah pada otak. Paling buruk dari sudut insisi atau pada plasenta previa.. Chamberlian, dkk (2012) d. Trombosis Trombosis adalah proses koagulasi dalam pebuluh darah yang berlebihan



sehingga



menghambat



aliran



darah



atau



bahkan



menghentikan aliran darah. Risiko 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelahiran melalui vagina. Biasanya terjadi pada vena tungkai



12



atau panggul. Risiko berupa embolisme trombus pada pembuluh darah paru. Antikoagulan profilaktik diberikan, terutama pada ibu yang berisiko tinggi (usia diatas 35 tahun, anemia, riwayat trombosit, obesitas) . Chamberlian, dkk (2012). e. Ileus Ileus adalah keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara terhenti. Ileus ringan dapat berlangsung selama 1 hari setelah operasi. Tangani secara konservatif dengan memberikan cairan intravena dan jangan berikan cairan oral hingga ibu flatus. . Chamberlian, dkk (2012) f. Gangguan rasa nyaman Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini 16 menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Nyeri yang dirasakan klien merupakan gejala sisa yang diakibatkan oleh operasi sectio caesarea yang dilakukan (Tazkiyah, 2014). g. Luka kandung kemih Emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonealisasi terlalu tinggi (Yuli, 2017). h. Kemungkinan ruptur Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.Chamberlian, dkk (2012) i. Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri j. Komplikasi - komplikasi lain seperti : 1) Luka kandung kemih 2) Embolisme paru - paru



12



2.2.5 Patofisiologi Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, preeklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi. 2.2.6 Pemeriksaan Penunjang a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan. b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah



12



d. Urinalisis / kultur urine e. Pemeriksaan elektrolit 2.2.7 Penatalaksanaan Medis Post SC a. Pemberian cairan Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. b. Diet Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh. c.



Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : 1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi 2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar 3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. 4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler) 5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan.



d. Kateterisasi



12



Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. e. Pemberian obat-obatan 1) Antibiotik Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi 2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu 3) Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C f. Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti g. Perawatan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi, dan pernafasan (Manuaba, 1999).



2.3 Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas klien dan penanggung b. Keluhan utama klien saat ini c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara d. Riwayat penyakit keluarga e. Keadaan klien meliputi : 1) Sirkulasi



12



Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL 2) Integritas ego Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan. 3) Makanan dan cairan Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan). 4) Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinalepidural. 5) Nyeri / ketidaknyamanan Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada. 6) Pernapasan Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas. 7) Keamanan Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh. 8) Seksualitas Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.



2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Kemungkinan diagnosa yang muncul menurut Huda & Kusuma (2015) adalah : a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akut berkurang atau hilang. Kriteria hasil :



12



1) Mampu mengontrol nyeri. 2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan menejemen nyeri. 3) Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi : 1) Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas dan skala nyeri 2) Berikan tindakan kenyamanan dasar : relaksasi, distraksi, imajinasi, massage. 3) Awasi atau pantau TTV. 4) Berikan posisi yang nyaman. 5) Ajarkan ambulasi dini. 6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik Rasional : 1) Mengetahui tingkat nyeri klien dan menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. 2) Mengurangi rasa nyeri. 3) Mengetahui tanda kegawatan. 4) Memberikan kenyamanan dan membantu mengurangi nyeri. 5) Mengurangi rasa nyeri. 6)



Mengontrol



nyeri



dengan



menggunakan



terapi



farmakologi.



Implementasi: 1) Melakukan pengkajian riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas dan skala nyeri. 2) Memberikan tindakan kenyamanan dasar : relaksasi, distraksi, imajinasi, massage. 3) Mengawasi atau pantau TTV. 4) Memberikan posisi yang nyaman. 5) Mengajarkan ambulasi dini. 6) Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik



12



Evaluasi: Nyeri klien berkurang, klien tampak rileks, klien tidak mengeluh nyeri.



b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan integritas kulit dapat teratasi. Kriteria Hasil : 1) Perfusi jaringan normal. 2) Tidak ada tanda-tanda infeksi 3) Ketebalan dan tekstur jaringan normal 4) Menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka. Intervensi : 1) Monitoring kulit yang mengalami integritas. 2) Berikan perawatan luka. 3) Ajarkan klien untuk konsumsi tinggi protein. 4) Ajarkan klien untuk menggunakan baju longgar. 5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi sesuai kebutuhan. Rasional : 1) Mengetahui perkembangan penyembuhan luka atau munculnya infeksi. 2) Mempercepat penyembuhan luka. 3) Membantu dalam penyembuhan luka dengan nutrisi. 4) Agar terhindar dari munculnya infeksi dan nyeri akibat penekanan pakaian. 5) Membantu penyembuhan luka dengan nutrisi. Implementasi : 1) Memonitoring kulit yang mengalami integritas. 2) Memberikan perawatan luka. 3) Mengajarkan klien untuk konsumsi tinggi protein.



12



4) Mengajarkan klien untuk menggunakan baju longgar. 5) Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi sesuai kebutuhan.



Evaluasi : Masalah keperawatan kerusakan integritas kulit dapat teratasi.



c. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah konstipasi dapat teratasi. Kriteria Hasil : 1) Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari. 2) Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi. 3) Mengidentifikasi indikator untuk mencegah konstipasi 4) Feses lunak dan berbentuk. Intervensi : 1) Monitoring tanda dan gejala konstipasi. 2) Monitoring bising usus. 3) Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi. 4) Ajarkan klien untuk konsumsi makanan yang berserat tinggi 5) Kolaborasi dengan dokter dalam mengatasi konstipasi. Rasional : 1) Mengetahui seberapa berat masalah konstipasi yang dialami klien. 2) Mengetahui bising usus klien. 3) Mengetahui faktor penyebab dan kontribusi konstipasi. 4) Mengatasi konstipasi dengan makanan yang berserat. 5) Mengatasi konstipasi dengan terapi farmakologi. Implementasi : 1) Memonitoring tanda dan gejala konstipasi.



12



2) Memonitoring bising usus. 3) Mengidentifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi. 4) Mengajarkan klien untuk konsumsi makanan yang berserat tinggi 5) Melakuan Kolaborasi dengan dokter dalam mengatasi konstipasi. Evaluasi : Masalah keperawatan konstipasi dapat teratasi. d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penanganan post partum Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah defisiensi pengetahuan dapat teratasi. Kriteria Hasil: 1) Klien dan keluarga mengatakan paham tentang suatu penyakit yang di hadapi klien. 2) Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali yang dijelaskan perawatn. Intervensi : 1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien tentang proses penyakit. 2) Sediakan informasi pada klien tentang kondisi dengan cara yang tepat. 3) Jelaskan patofisiologi masalah penyakit dan hal-hal yang berhubungan dengan penyakit tersebut. 4) Kolaborasi dengan keluarga dalam pemahaman masalah penyakit Rasional : 1) Mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang dipahami klien. 2) Untuk memberikan informasi kepada klien dan keluarga, 3) Agar klien dan keluarga paham masalah kondisi klien. 4) Agar keluarga paham masalah yang dihadapi klien. Implementasi :



12



1) Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien tentang proses penyakit. 2) Menyediakan informasi pada klien tentang kondisi dengan cara yang tepat. 3) Menjelaskan patofisiologi masalah penyakit dan hal-hal yang berhubungan dengan penyakit tersebut. 4) Melakukan kolaborasi dengan keluarga dalam pemahaman masalah penyakit. Evaluasi : Masalah keperawatan tentang defisit pengetahuan dapat teratasi.



e. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko infeksi dapat teratasi. Kriteria Hasil : 1) Klien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi. 2) Suhu tubuh normal (36,5-37,5 °C). 3) Nadi normal (60-100 x atau menit). 4) Frekuensi napas normal (16-20 x atau menit). 5) Tekanan darah normal ( tekanan sistolik 100-140 mmHg dan tekanan diastolik < 85 MmHg) Intervensi : 1) Monitoring sel darah putih. 2) Pantau tanda dan gejala infeksi. 3) Berikan lingkungan yang bersih kepada klien. 4) Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala munculnya infeksi dan kapan harus lapor ke petugas kesehatan. 5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiinflamasi. Rasional :



12



1) Untuk mengetahui munculnya infeksi dengan cek laboraturium. 2) Untuk mengetahui munculnya infeksi dengan inspeksi dan palpasi. 3) Untuk menghindari terjadinya infeksi. 4) Untuk dapat meminimalisir infeksi yang parah. 5) Mencegah infeksi dengan terapi farmakologi. Implementasi : 1) Memonitoring sel darah putih. 2) Memantau tanda dan gejala infeksi 3) Memberikan lingkungan yang bersih kepada klien. 4) Mengajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala munculnya infeksi dan kapan harus lapor ke petugas kesehatan. 5) Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiinflamasi. Evaluasi : Masalah keperawatan risiko infeksi dapat teratasi.



12



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Jadi dapat disimpulkan, infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu dan terjadi dalam 28 hari pasca persalinan. Salah satu jenis infeksi postpartum adalah endometritis yang lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar. Infeksi luka operasi (ILO) merupakan infeksi nosokomial yang terjadi pada pasien pascabedah. Infeksi ini dapat disebabkan kurangnya tingkat sterilitas tenaga kesehatan, ruang bedah, dan peralatan medis (Rudiman dalam Labibah, 2016). Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan infeksi adalah nyeri akut, kerusakan integritas kulit, konstipasi, defisiensi pengetahuan, serta resiko infeksi. 3.2 Saran Alangkah lebih baik memperbanyak studi lietratur dan studi kasus mengenai infeksi post partum.



12



DAFTAR PUSTAKA



Nurholis, Nora. https://www.academia.edu. Di akses pada tanggal 27 Maret 2019. Sihombing, Remson .2014. Infeksi Luka Operasi. Departemen Bedah FK Unsri / RS dr Moh Hoesin Palembang, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya. Themone, MA. 2014. Infeksi Post partum. https://www.repository.uksw.edu. Di akses pada tanggal 26 Maret 2019. https://www.academia.edu/27579425/Asuhan_Keperawatan_Pada_Pasien_Post_Secti o_Caesaria. Di akses pada tanggal 26 Maret 2019. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/repo/disk1/33/01-gdl-atnatikawi-1603-1ktiatna-a.pdf. Di akses pada tanggal 26 Maret 2019.