Makalah Integritas Timor-Timur Ke Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INTEGRASI TIMOR-TIMUR KE INDONESIA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas perkuliahan mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Orde Baru dan Reformasi yang diampu oleh: Drs. Suwirta, M.Hum., Iing Yulianti, S.Pd, M.Pd., Nour Muhammad Adriani, S.Hum., MAPS.



Oleh: Afiq Galih Pratama



1601554



Muhamad Fahri Azri



1701117



Siti Nurmila



1701236



Cahya



1701378



Futry Rahayu G



1703058



Natasa Elnimenta Br.G



1703394



Andrianei Arhamah



1703577



Hanna



1705872



DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2019



KATA PENGANTAR



Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatNya. Kami bisa menyelasaikan sebuah makalah yang merupakan tugas kelompok dari mata kuliah sejarah Indonesia pada masa orde baru dan refomari mengenai “Integrasi Timor-Timur ke Indonesia”. Makalah ini berisikan mengenai proses terjadinya integrasi Timor-timur ke Indonesia dan apa saja dampak terjadinya integrasi tersebut, demikian semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita dan pembelajaran untuk selanjutnya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik beserta saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini sampai akhir. Dan semoga Allah meridhai usaha kita, Amin.



Bandung, Oktober 2019



Penyusuun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. I DAFTAR ISI...........................................................................................................II BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 1.1. Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................3 2.1 Latar Belakang ............................................................................................3 2.2 Proses Integrasi Timor-Timur ke Indonesia ...............................................7 2.3 Dampak Intergasi Timor Timur ke Indonesia ...........................................10 1. Sosial .....................................................................................................11 2. Politik ....................................................................................................12 3. Ekonomi ................................................................................................12 4. Dunia Internasional ...............................................................................13 BAB III PENUTUP................................................................................................15 3.1. Simpulan ..................................................................................................15 3.2. Sara....... .................................................................................................. 16 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................17



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik Timor Timur sendiri dimulai setelah terjadinya Revolusi Bunga di Portugal, 25 April 1974, yang digerakkan para perwira muda revolusioner untuk menggulingkan dictator Admiral Americo Thomas yang sedang berkuasa. Riakriak keberhasilan perjuangan mereka menggema hingga ke koloninya di Timor Portugis. Hasrat untuk merdeka rakyat Timor Portugis begitu bergelora, namun mungkin karena belum siap merdeka sendiri, atau atas dasar pertimbangan politik lain, maka dibentuklah partai politik untuk mencapai proses menuju merdeka tersebut. Partai politik di Timor Portugis ada UDT, ASDT yang kemudian menjelma menjadi Fretilin (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente), kemudian ada Apodeti, KOTA dan Trabalhista. Singkat cerita terjadilah konflik antara UDT dan fretilin, perbedaan antara mereka atas tujuan perjuangan mereka adalah penyebab konflik itu, Fretilin ingin merdeka murni, UDT ingin merdeka tetapi tetap menginduk ke Portugis, sedang Apodeti sebagai parpol terkecil ingin bergabung dengan Indonesia. Diawal tahun 1975 seiring makin berkembangnya situasi ke arah pergolakan, Bakin (BIN sekarang) mulai mengirimkan personilnya untuk tugas intelijen dalam rangka persiapan masuk ke wilayah Timor Portugis. Diantaranya sejumlah tim Kopassandha (Kopassus sekarang) dengan nama sandi “Tim Flamboyan” dipimpin Kolonel Infantri Dading kalbuadi, Perwira lulusan Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat, kawan seangkatan Benny Moerdani, Tim Flamboyan terdiri dari 3 subtim. Pertama “Tim Susi” dikomandani Mayor Infantri Yunus Yosfiah, lulusan AMN 1965, wakilnya Kapten Infantri Sunarto, AMN 1968. Tim kedua bernama “Tim Umi” dipimpin Mayor Sofyan Effendi, kawan seangkatan Yunus Yosfiah, wakilnya Kapten Infantri Sutiyoso, kawan seangkatan Sunarto. Dan tim ketiga “Tim Tuti” dikomandani Mayor Infantri Tarub.



1



1.2. Rumusan Masalah Melalui paparan di atas, penulis ingin merumuskan beberapa permasalahan yang akan diuraikan. Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah: 1. Latar belakang terjadinya integrasi Timor Timur. 2. Proses jalannya integrasi Timor Timur. 3. Dampak dari adanya integrasi Timor Timur.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Latar Belakang



Timor Timur atau yang sekarang dikenal dengan Negara Demokratic Republic Timur-Leste merupakan daerah bekas jajahan Portugis. Selama kurang lebih empat ratus tahun daerah ini berada di bawah pengaruh kekuaasaan Portugis, dimana Portugis adalah terkenal sebagai penjajah yang paling jelek, karena tidak pernah memperdulikan nasib rakyat jajahannya. Hal inilah yang terjadi pada terjadi Timor Timur. Sejak masuknya bangsa Barat seperti Portugis dan Belanda ke Nusantara, Pulau Timor juga menjadi daerah tujuan persinggahan mereka setelah berdagang ke Maluku untuk mencari rempah-rempah. Pulau Timor adalah penghasil kayu cendana, terutama kayu cendana putih yang paling tinggi mutunya dan yang paling banyak peminatnya. Yang pada akhirnya Portugis menjadikan wilayah Timotr Timur sebagai daerah jajahannya. Pada tahun 1960, pemerintah Portugis terpengaruh oleh Resolusi PBB, yang kemudian mengubah status negeri-negeri jajahannya menjadi propinsi seberang lautan. Kebijakan yang diambil tersebut merupakan suatu strategi politik kolonial, yang tujuannya adalah untuk menciptakan dan membentuk suatu kelompok elite yang tetap loyal kepada penjajah. Adapun cara yang digunakan adalah mendorong masyarakat jajahannya agar selalu berasimilasi ke dalam struktur sosial dan tatanan masyarakat penjajah. Akan tetapi pada akhirnya prinsip penjajah tersebut menumbuhkembangkan dalam diri masyarakat sikap-sikap anti penjajah. Dengan hal tersebut lah lahir hasrat untuk melepaskan diri dari penjajah Portugal termasuk Timor Timur. Portugis melakukan kolonisasi terhadap Timor Timur memakan waktu yang sangat lama, disaat Indonesia sudah merdeka dari kolonisasi Belanda dan Jepang pada tahun 1945, mirisnya pada saat itu Timor Timur masih juga belum merdeka. Kemudian baru pada tahun 1974 permasalahan mengenai Timor Timur mulai muncul ke dalam perkembangan politik global. Hal tersebut merupakan akibat dari revolusi bunga atau revolusi anyelir yang terjadi di Lisabon Portugis, revolusi



3



bunga yang terjadi di Portugis pada 25 April 1974 menyebabkan perubahan yang sangat besar terhadap kebijakan politik kolonisasi Portugis di Afrika dan di Timor Timur (Suartika, 2015, hlm. 16). Dampak dari revolusi bunga tersebut turut memengaruhi sikap Portugis terhadap daerah jajahan. Sikap Portugal tersebut adalah dekolonisasi terhadap daerah jajahannya termasuk Timor Timur. Sebagai negara yang tidak tanggap terhadap jeritan, tangisan, permintaan, kebutuhan serta kepentingan warga daerah jajahan, hal ini memicu banyaknya perlawanan di daerah jajahan, hingga Portugis kewalahan menghadapi perang kolonial. Keadaan yang semakin buruk ini menyadarkan para perwira-perwira muda menghadapi kenyataan beratnya perang kolonial. Hal tersebut menimbulkan kebencian kepada rezim Salazar dan berencana mengadakan kudeta. Mereka mendirikan Movemento sebagai wadah gerakan. Terdapat dua versi politik dekolonisasi mengenai daerah-daerah jajahan Portugal, yaitu versi Spinola dan versi Movemento, sebagai berikut : a. Politik Dekolonisasi Versi Spinola Gagasan Spinola tentang dekolonisasi pada dasarnya adalah usaha pembentukan negara federal yang terdiri dari Portugal dan negara-negara jajahannya, yang masing-masing memiliki otonomi intern secara penuh. Dalam hal ini setiap anggota federal mempunyai wewenang penuh untuk mengatur dalam negeri masing-masing. Daerah-daerah jajahan Portugis yang berstatus propinsi diubah menjadi negara bagian dengan otonomi penuh. Dengan asumsi bahwa mayoritas penduduk di daerah jajahan akan memilih persatuan dengan Portugis dalam bentuk federasi, dengan begitu Spinola mengusulkan supaya diadakan referendum yang tujuannya memberi kesempatan kepada rakyat menentukan hari depan negerinya masing-masing. Dengan hal tersebut jelas bahwa politik dekolonisasi yang dilakukan oleh Spinola pada hakekatnya hanya sekedar usaha untuk menghentikan perang kolonial yang sangat memberatkan Portugal (Neonbasu, 1997: 42). b. Politik Dekolonisasi Versi Movemento Latar belakang konsep politik Movimento adalah sama dengan konsep Spinola, akan tetapi konsep Movimento lebih radikal. Dalam hal ini, Movimento menginginkan agar dekolonisasi dilaksanakan secara konsekuen, dengan tidak 4



melalui gagasan federasi seperti konsep Spinola. Namun mereka menyetujui diadakan referendum yang akan memberi kesempatan kepada rakyat untuk menyatakan keinginan dan menentukan hari depan negerinya masing-masing. Movimento beraksud menciptakan iklim politik bagi daerah-daerah koloni untuk dapat merdeka dengan cara membentuk satuansatuan kekuatan politik sendiri (Neonbasu, 1997: 42). Terdapat perbedaan menyolok antara kedua kubu kekuatan. Konsepsi Spinola ternyata bertolak belakang dengan konsepsi Movimento. Bahkan kubu Movimento menyatakan bahwa, visi Spinola bukanlah suatu proses dekolonisasi, melainkan sebuah usaha neokolonialisme. Dengan adanya perbedaan pendapat tersebut akhirnya melahirkan polarisasi politik nasional Portugal yang semakin tidak menentu arahnya. Namun pada akhirnya konsepsi Movimento tampil lebih dominan menghadapi kenyataan tersebut. Pada akhirnya Presiden Spinola pun mengundurkan diri pada bulan September 1974, dan digantikan oleh Jenderal Fransisco da Costa Gomes sebagai Presiden, dan Brigjen Vasco Goncalves sebagai perdana menteri. Brigjen Goncalves adalah tokoh utama di balik kudeta militer tahun 1974. Ia mempunyai hubungan yang dekat dengan tokoh Partai Komunis Portugal (Partido Comunista de Portugal), yaitu Alvaro Cunhal. Kedekatan hubungan ini membuat kebijakan pemerintah lebih dekat ke kiri, sehingga kelompok komunis mendapat dukungan kuat dari pemerintah. Pada akhirnya, pengaruh kekuatan kaum komunis Portugal ini sampai juga ke Timor Timur, baik di bidang birokrasi maupun di kalangan perwira militer Portugal di Timor Timur (Neonbasu, 1997: 43). Pemerintah Portugis memberikan tiga opsi kepada rakyat Timor Timur dalam menentukan nasibnya sendiri. Ketiga opsi tersebut adalah: pertama, asosiasi Timor Timur dengan Portugis; kedua, Timor Timur merdeka; dan opsi ketiga, integrasi Timor Timur dengan negara tetangga yaitu Indonesia. Bagi wilayah Timor Timur, semangat kemerdekaan bukanlah hal yang baru, upaya untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan sudah lama terpendam dalam keinginan masyarakat Timor Timur. Adanya jiwa untuk merdeka atau semangat integrasi ini, sesekali ditunjukkan dalam beberapa perjuangan rakyat Timor Timur pada kurun waktu tertentu.



5



Sikap dan garis besar politik Portugis terhadap Timor Timur adalah dilaksanakannya dekolonisasi, artinya Pemerintah Portugis yang baru memberikan kelonggaran kepada rakyat Timor Timur untuk mendirikan partai-partai politik guna menyalurkan aspirasi mereka tentang bagaimana dekolonisasi itu harus dilaksanakan (Iskandar, 2016, hlm. 1). Proses dekolonisasi dilakukan Portugis berdasarkan prinsip hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa jajahan (Resolusi Majelis Umum PBB 1514/1960) pada tanggal 13 Mei 1974 Gubernur Portugis untuk Timor Portugis Dr. Lemos Pires membentuk komisi untuk penentuan nasib sendiri Timor Portugis (Suartika, 2015, hlm. 17). Berbanding lurus dengan kebijakan tersebut, pada Mei 1974 Portugis memberikan izin kepada rakyat Timor Timur untuk mendirikan partai-partai politik agar dapat menentukan masa depannya melalui referendum yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 1975. Referendum tersebut meliputi tiga pilihan yaitu: Pertama, menjadi daerah otonomi dalam federasi dengan Portugal. Kedua, menjadi negara bebas dan merdeka. Ketiga, berintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan yang diberikan oleh Portugis mendapat sambutan yang baik yang terlihat dengan terbentuknya partai-partai politik yang mempunyai ideologi dan aspirasinya sendiri. Kebijakan Portugis tersebut disambut baik dengan dibentuknya partai-partai politik yang mempunyai ideologi dan aspirasinya sendiri. Partai-partai tersebut adalah : Pertama, UDT (Unio Democratica de Timorense/Uni Demokrasi Rakyat Timor) partai UDT sudah ada sejak tahun 1974 dan memiliki kepentingan agar Timor Timur bergabung menjadi bagian dari federasi Portugal (Indrawan, 2015, hlm. 180). Kedua, Fretilin (Fretilin Revolucioner de Timor Leste Independence/front revolusioner untuk kemerdekaan rakyat Timor Timur). Ketiga, Apodeti (Associaco Populer Democratica de Timorense/Asosiasi Rakyat Timor Demokrat). Selain ketiga partai itu, masih ada partai KOTA (Klibur Oan Timor Asua’in/Liga Pejuang Timor Timur) yang menghendaki sistem pemerintahan monarki dan dibentuk pada tanggal 5 September 1974, partai buruh Trabalhista yang muncul tanggal 9 Juli 1974, serta ALDILTA (Asociacao Democratica da Integraciao de Timor Leste a Australian/Asosiasi Integrasi Demokratis Rakyat Timor Timur ke Australisa). Namun, partai KOTA dan Trabalhista tidak banyak berpengaruh, mereka hanya menjadi underbow salah satu partai UDT. Sedangkan



6



Aldilta, karena tidak mendapatkan dukungan dari Australia dan masyarakatnya sendiri, segera membubarkan diri. 2.2 Proses Integrasi Timor-Timur ke Indonesia



Dengan terbentuknya partai-partai politik, untuk menentukan nasib dan kedudukan Timor Timur, maka di kemudian hari diadakan referendum dengan ketiga partai organisasi sebagai wadah pembawa aspirasi rakyat dan sebagai suatu kenyataan yang hidup untuk menentukan nasib sendiri. Rencana akan diadakannya referendum tersebut gagal dilaksanakan. Sebagai gantinya untuk menghilangkan pertentangan itu Pemerintah Portugis mengajak partai-partai berunding di Macau. Pada saat itu hanya partai Fretilin yang tidak hadir. Perundingan tetap berlangsung dan semua sepakat untuk mendirikan pemerintahan sementara Timor Timur sampai pada kemerdekaannya (Iskandar, 2016, hlm. 2). Menyadari kedudukannya yang semakin terdesak, pada tanggal 24 November 1975 Fretilin meminta bantuan kepada PBB agar Indonesia menarik mundur pasukannya dari Timor Timur. Kemudian pada tanggal 28 November 1975 Fretilin mencetuskan proklamasi kemerdekaan sepihak di Dili. Dalam proklamasi itu dinyatakan berdirinya suatu negara merdeka dengan nama “Republik Demokrasi Timor Timur”. Selain pembacaan proklamasi dalam upacara tersebut juga dilakukan penurunan bendera Portugal dan diganti dengan bendera Republik Demokrasi Timor Timur, kemudian menetapkan pemimpin Fretilin Fransisco Xavier do Amaral sebagai Presiden Timor Timur. Pada tanggal 28 November 1975, Fretilin



memproklamasikan



kemerdekaan



Timor



Timur



sebagai



wujud



ketidasepakatanya pada hasil perundingan yang diadakan di Macau (Hardiyani, 2013, hlm. 26). Tindakan Fretilin ini dibalas oleh partai U.D.T, Apodeti, KOTA, dan Trabalhista keesokan harinya, sebagai upaya untuk mengimbangi proklamasi kemerdekaan Fretilin. Mereka memproklamasikan bahwa Timor Timur merupakan bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan deklarasi Balibo. Dikeluarkan deklarasi sebagai bentuk untuk berintegrasi dengan Indonesia pada tanggal 30 November 1975 di Balibo. Deklarasi itu adalah pernyataan kesepakatan mereka atas nama rakyat Timor Timur memproklamasikan pengintegrasian Timor Timur ke



7



negara kesatuan RI sebagai provinsi ke-27. Teks proklamasi keempat organisasi politik tersebut dibuat dalam bahasa Inggris dan bahasa Portugis (Iskandar, 2016, hlm. 3). Perbedaan pandangan kelima partai politik ini tidak jarang menimbulkan bentrokan antar partai politik, bahkan perbedaan pandangan ini mulai meningkat menjadi konflik bersenjata dan perang saudara di Timor Timur. Perang saudara yang terjadi di Timor Timur telah memberikan situasi yang menjadikan wilayah tersebut sebagai wilayah yang rawan. Kedua proklamasi tersebut membawa Timor Timur ke dalam perang saudara yang memaksa Pemerintah Indonesia untuk ikut campur dalam menyelesaikan masalah di daerah ini (Hardiyanti, 2013, hlm. 15). Deklarasi Balibo ini dijadikan dasar bagi kelompok anti-fretilin untuk mengimbangi proklamasi kemerdekaan Timor Timur secara sepihak oleh Fretilin. Berdasarkan permohonan ini maka pemerintah Indonesia memperkuat pasukannya di wilayah perbatasan dan kemudian pada tanggal 7 Desember 1975 mendaratkan pasukannya di Dili. Dalam operasinya Indonesia melancarkan serangan militer ke Dili dengan nama Operasi Seroja. Dibentuknya operasi seroja dengan pertimbangan dan analisa lapangan setelah melihat pergerakan pasukan Fretilin yang semakin kejam. Operasi ini melibatkan hampir 10.000 tentara. Dalam operasi ini, pasukan Kopassanda bersama pasukan dari divisi Brawijaya dan Siliwangi mendarat di Dili. Pendaratan itu dipimpin oleh Jenderal L.B. Moerdani dan Brigjen Dading Kalbuadi. Dalam pertempuran di Dili, menewaskan wartawan asal Australia Roger Ernst (Suartika, 2015, hlm. 16). Timor Timur semakin bergejolak seiring dengan masuknya perubahan politik di wilayah ini. Kebijakan dekolonisasi yang telah direncanakan oleh Portugal tidak mempunyai kesatuan konsep yang pasti, hal ini mengakibatkan janjijanji untuk mengembalikan hak-hak sipil dan demokrasi, serta kebebasan membentuk partai politik di Timor Timur tidak sepenuhnya dapat dijalankan. Akibat dari kegagalan dekolonisasi ini menimbulkan perang saudara yang memuncak pada bulan Agustus tahun 1975. Pergolakan di Timor Timur akhirnya membawa Indonesia untuk turun tangan menyelesaikan permasalahan ini karena ketidakmampuan pemerintah Portugal menyelesaikan konflik dalam wilayah



8



tersebut. Sebagai upaya menghentikan perseteruan di wilayah yang bergejolak, pemerintahan Indonesia memutuskan untuk mengirimkan pasukan ABRI supaya menstabilkan wilayah perbatasan yang terkena dampak dari perang saudara tersebut setelah sebelumnya telah melancarkan Operasi Komodo sejak bulan Januari 1975. Operasi Komodo merupakan operasi intelijen yang dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan di Timor Timur tanpa operasi militer. Tugas utama yang dibebankan kepada tim Operasi Komodo adalah mempersiapkan segala langkah yang diperlukan untuk bisa menghadapi perubahan masyarakat di wilayah Timor Timur dan berusaha untuk menjalin kontak dengan rakyat setempat yang ingin berintegrasi dengan Indonesia. Operasi Komodo ini dipimpin oleh Kepala BAKIN Letnan Jenderal Yoga Soegomo. Partai Sosial Demokrat yang sebelumnya bersifat demokratis dan moderat, kemudian berubah nama menjadi Fretilin yang bersifat revolusioner dan condong kepada komunis. Fretilin mempunyai prinsip perjuangan kemerdekaan penuh bagi Timor Timur, tanpa bergantung pada salah satu negara manapun. Fretilin menolak keras prinsip otonomi luas dalam lingkungan negara Portugis yang dicita-citakan partai UDT dan juga menantang keras ide Apodeti untuk berintegrasi dengan Indonesia. Partai ini berkembang dengan pesat karena dukungan para pegawai rendah, penduduk kota, dan mahasiswa yang bersifat radikal untuk menuntut kemerdekaan bagi Timor Timur. Partai Fretilin berhaluan komunis dengan anggotaanggotanya yang menganut ideologi kiri dan beberapa dari mereka adalah aktivis komunis dari Portugal. Untuk menghindari integrasi dengan Indonesia yang diusulkan oleh Apodeti, maka dibentuk koalisi antara Fretilin dan UDT pada tanggal 21 Januari 1975. Namun, koalisi di antara keduanya tidak berlangsung lama. Hubungan koalisi ini semakin lama semakin merosot karena UDT tidak menginginkan adanya orang-orang komunis. Menurut laporan intelijen UDT, partai Fretilin dipimpin oleh tokoh-tokoh komunis dan disokong penuh oleh rezim militer Portugal untuk dijadikan penguasa tunggal di Timor Timur. Akhirnya, pada tanggal 27 Mei 1975, pimpinan UDT mengeluarkan komunike yang mengumumkan mundur dari koalisi.



9



Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang penggabungan Timor Timur ke wilayah Indonesia pun diajukan kepada DPR-RI pada tanggal 1 Juli 1976. RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang tentang Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia Tingkat I Timor Timur. Kemudian pada tanggal 17 Juli 1976, Presiden Soeharto menandatangani UU No.7 Tahun 1976 yang menyatakan bahwa Timor Timur adalah bagian dari Indonesia dan secara resmi menetapkan daerah tersebut sebagai Provinsi Daerah Tingkat I yang ke-27 dari NKRI. Proses integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara resmi telah disahkan oleh Undang-undang No.7 tahun 1976 tentang penyatuan ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat 1 Timor Timur, wilayahnya pun menjadi provinsi ke-27 Indonesia pasca pendudukan militer Indonesia tahun 1976 (Indrawan, 2015, hlm. 178). Hal ini merupakan peristiwa sejarah yang belum pernah dialami oleh bangsa Indonesia. Peristiwa ini tidak dapat disamakan dengan apa yang yang pernah bangsa ini alami mengenai Irian Jaya dahulu yang secara de Jure memang telah termasuk wilayah Indonesia sejak proklamasi 17 Agustus 1945. Sedangkan mengenai wilayah Timor Timur sebelum berlakunya undang-undang no.7 tahun 1976 jelas bahwa wilayah bekas jajahan Portugis di Timor itu berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan secara hukum wilayah tersebut merupakan bagian Negara Portugal yang diberi nama “Provincia Ultramarina” yang berarti provinsi sebrang lautan. 2.3 Dampak Intergasi Timor Timur ke Indonesia



Pada tanggal 27 Juli 1976 ditandatangani UU No. 7 tahun 1976 yang mengesahkan penyatuan Timor Timur ke dakam Negara Kesatuan Republik Indonesia



dan



pembentukan



provinsi/daerah



tinggkat



I



Timor



Timur



(Poesponegoro, 2010, hlm. 636). Timor Timur menjadi provinsi ke-27 dari Republik Indonesia. Selama pendudukannya, Indonesia berusaha memenangkan hati masyarakat Timor timur, melalui pembangunan infrastruktur, sistem pendidikan yang baik, penggunaan bahasa Indonesia di sekolah, dll sehingga pembangunan di Timtim tumbuh lebih baik daripada pulau-pulau lain di timur Indonesia.



10



1. Sosial Timor Timur memang telah masuk menjadi propinsi termuda Indonesia, namun dari integrasi tersebut melahirkan kelompok Pro-integrasi dan Pro-kemerdekaan. Kontak senjata antara ABRI dengan Fretilin terus berlangsung pada awal bergabungnya Timor Timur ke Indonesia terutama pada Operasi Militer. Beberapa pemberontakan masih sering terjadi di berbagai tempat dalam skala yang kecil. Di lain pihak, Fretilin merupakan musuh paling utama bagi ABRI dan kelompok pro integrasi. Pertempuran antara ABRI dan Fretilin mengalami pasang surut pertempuran tidak semata-mata terus dimenangkan oleh satu pihak saja. Ada kalanya ABRI dan tenaga bantuannya terdesak, tetapi seringkali dari pihak Fretilin juga terdesak. Upaya pemulihan keamanan di Timor Timur terus di lakukan, meskipun faktanya terdapat kelompok kelomok pemeberontak yang masih berkeliaran. Potensi konflik yang ada di wilayah timor timur tentunya merupakan sebuah ancaman terhadap stabilitas Indonesia. Masyarakat Timor Timur pada saat berada dibawah Indonesia banyak mengalami perkembangan yang siknifikan terutama dalam bidang sosial, pendidikan, kesehatan, serta sarana dan prasarana.Pembangunan di bidang kesejahteraan



sosial.



Peningkatan



kesejahteraan



tersebut



didukung oleh



peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Propinsi Timor Timur yang makin merata dan makin luas jangkauannya. Dibandingkan pada masa pendudukan Portugis tingkat pendidikan rakyat Timor sangat rendah, itu dikarenakan pada masa itu penduduk tidak bebas dan hanya pada golongan tertentu saja yang dapat menikmati pendidikan, seperti para pegawai pemerintahan, polisi atau tentara, dan anak kepala suku saja yang dapat merasakan pendidikan. Sedangkan masyarakat biasa tidak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Timor timur dibiarkan tetap terputus dari ekspos dunia luar selama bertahuntahun demi meminimalisir liputan tentang apa yang sesungguhnya terjadi disana. (Ricklefs, 2008, hlm 631). Pada faktanya pemerintah terutama ABRI memang menjaga ketat kawasan Timor Timur, mereka membatasi dunia internasional untuk masuk dan mengakses informasi Timor timur pada masa itu.



11



2. Politik Kepentingan nasional Indonesia di Timor Timur memperlihatkan kekhawatiran yang mendalam terhadap kemungkinan ancaman terhadap keamanan republik yang mungkin timbul dari perubahan politik yang tidak menentu di Timor. Setelah Timor Timur berada di bawah pemerintahan Indonesia dan menjadi provinsi yang ke 27, otomatis kontrol keamanan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, dengan demikian kegiatan politik Timor Timor tidak sebebas ketika sebelum pendudukan Indonesia. Setelah Timor Timur resmi berintegrasi dengan Indonesia pada 17 Juli 1976, maka pimpinan-pimpinan pro integrasi menduduki jabatan-jabatan dalam pemerintahan Timor Timur. Contohnya Arnaldo dos Reis Araujo (ketua Apodeti) menduduki jabatan sebagai gubernur Timor Timur, Lopes da Cruz (pimpinan UDT) diangkat sebagai wakil gubernur. Pada pertengahan tahun 1978, Arnaldo dos Reis Araujo digantikan oleh Guiherme Maria Goncalves pada tahun 1978. Keberadaan para penentang termasuk Fretilin tentu menjadi salah satu penyebab kondisi politik Timor timur tidak stabil. Pada tahap ini langkah diplomasi menjadi salah satu senjata bagi Fretilin untk mencapai tujuannya. Usaha diplomasi ini dilakukan oleh partai UDT dan Fretilin, akan tetapi yang lebih dominan selama dekade pertama setelah invasi Indonesia sebagian besar dilakukan oleh Fretilin. Tujuan diplomatik Fretilin adalah memperkenalkan Republik Demokratik TimorLeste secara internasional, aktifitas merekan menjadi dasar kuat bagi kampanye penentuan nasib sendiri di masa depan. 3. Ekonomi Pada awal bergabungnya Timor timur ke Indonesia lebih tepatnya masa operasi militer Seroja, kelaparan hebat terjadi dimana-mana, pemukiman dan lahan pertanian hancur akibat pertempuran. Seiring bejalannya waktu perekonomian di dorong agar berkembang namun perekonomian di wilayah ini masih bergantung pada uluran tangan Jakarta. Pembangunan berjalan amat lambat di salah satu provinsi Indonesia tersebut. Indonesia mengeluarkan dana yang relatif banyak untuk Timor Timur, bahkan melebihi provinsi-provinsi lain guna mengejar



12



ketertinggalan dan mengimbangi daerah-daerah lain. Indonesia telah mengucurkan dana sebesar 4 miliar rupiah selama bulan Juli 1976 hingga 3 Maret 1977. Dana ini digunakan untuk pembangunan perumahan, rumah sakit, gedung sekolah, serta proyek air minum dan listrik. Upaya pembangunan di bidang sarana dan prasarana sebagaimana yang diajukan RAPBN periode 1996/1997, yang oleh sebagian kalangan dipahami sebagai bentuk komitmen pemerintahan untuk pembangunan sosial dan ekonomi di Timor Timur, karena terlihat dari jumlah dana pembangunan yang disalurkan oleh pemerintah ke propinsi tersebut tampak selalu mengalami peningkatan. Disamping penyaluran dana yang dikeluarkan oleh pemerintah guna mempercepat proses pembangunan, tercatat sejumlah perusahaan milik swasta yang bergerak diberbagai sektor juga beroperasi di wilayah ini. Menurut catatan Aditjondro, hingga tahun 1997 perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, perumahan, kontraktor maupun di sector industri, jumlahnya mencapai 24 perusahaan (Siregar, 2002, hlm. 55). Namun disisi lain, masyarakat tidak bisa bebas bergerak dan mengusahakan mata pencaharian, ini merupakan dampak dari pengawalan masyarakat yang ketat oleh Indonesia. Segala barang yang masuk maupun keluar harus melalui semacam lembaga khusus untuk urusan ekonomi. 4. Dunia Internasional Integrasi timor timur ke Indonesia nampaknya menadapat perhatian dari dunia Internasional. Indonesia juga harus berjuang keras untuk mendapatkan pengakuan atas integrasi Timor Timur namun. Kekhawatiran Indonesia muncul atas tuduhantuduhan dunia internasional terutama yang kontra dengan tindakan Integrasi Timor timur ke Indonesia. Selain itu juga Majelis umum PBB berkali – kali menegur Indonesia untuk menarik diri dari wilayah Timor timur. Mereka beranggapan bahwa tidak setuju akan kekuasaanya secara kolonial atas Timor timur. Pada tahun 1985, perdana mentri Australia Bob Hawke mnegakui kedaulatan Indonesia atas Timor timur dan memblokir hubungan radio luar Fretilin dengan Australia (Ricklefs, 2008, hlm 655). Hal tersebut menjadi sebuah bentuk dukungan bagi Indonesia atas integrasi Timor timur. Seiring berjalanya waktu, suara anti-



13



Indonesia di PBB melemah setiap tahunya. perhatian terhadap nasib timor timur sudah mulai memudar walaupun secara diam diam Indonesia sering di tuntut untuk memperbaiki perlakuanya terhadap masayarakat Timor-timur. Pada tahun 1991, dunia internasional menaruh perhatian pada Timor timur ketika pembunuhan massal di Dili, yang dikenal sebagai insiden Santa Cruz, terjadi dengan tertuduh utamanya pihak militer Indonesia. Peristiwa 12 November 1991 merupakan titik balik dalam perjuangan rakyat Timor Timur untuk diakui secara internasional, Untuk pertama kali sejak invasi 1975, kebrutalan militer Indonesia terhadap warga sipil terekam dalam media internasional. Film yang diselundupkan keluar dari wilayah tersebut beberapa hari setelah pembantaian awal yang dilakukan oleh militer Indonesia, ditayangkan oleh berbagai televisi di seluruh dunia dan menyingkap keadaan sebenarnya tentang pendudukan Indonesia yang selama itu disembunyikan oleh Jakarta. Di bawah rezim Orde Baru ketika itu, pemerintah banyak melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), terutama terhadap mereka yang menolak integrase yang mengakibatkan konflik tak bisa dihindari.



14



BAB III PENUTUP 3.1. Simpulan



Timor-Timur atau Negara Demokrastis Republik Timur-Leste adalah salah satu negara yang dulunya merupakan bagian dari negara Indonesia. Setelah melepaskan diri, lalu wilayah ini kemudian mendirikan sebuah negara yang dikenal sebagai Timor Leste. Berdasarkan garis lintang, Timor Leste berada pada 8° LS – 10° LS Sedangkan berdasarkan garis bujurnya, Timor Leste berada pada 124° BT -127° 30’ BT. Portugal tercatat sebagai bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kaki di daerah Timor-Timur dan mulai dikolonisasi oleh Portugis pada tahun 1642. Sistem kolonialisme yang dilakukan oleh Portugis adalah faktor tantangan kepada Belanda yang mana saat itu hampir menguasai selutuh pulau di Nusantara. TimorTimur kemudia dibagi menjadi dua wilayah bagian yaitu wilayah Timor bagian barat dikuasai oleh Belanda sedangkan wilayah Timor Timur dikuasai oleh Portugis. Akibat kesuksesan revolusi Anyelir lalu di ikuti dengan merdekanya wilayah-wilayah jajahan Portugis. Fenomena "merdeka massal" tersebut tak lepas dari kebijakan pemerintahan baru Portugis yang berpikir bahwa mempertahankan wilayah-wilayah jajahannya terutama wilayah jajahan yang sedang dilanda pemberontakan hanya akan membebani perekonomian Portugis ke depannya. Proses integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara resmi telah disahkan oleh Undang-undang No.7 tahun 1976 tentang penyatuan ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat 1 Timor Timur, wilayahnya pun menjadi provinsi ke-27 Indonesia pasca pendudukan militer Indonesia tahun 1976.



15



3.2. Saran



Permasalahan yang terjadi di Timor-Timur merupakan permasalahan yang begitu kompleks, sebab itu penyusun harus ,elihat Timor-Timur dari berbagai sisi sehingga mendapatkan suatu penjelasan yang jelas. Permasalahan yang terjado antara pemerintah dengan kelompok yang ingin merdeka, pro integrasi dan konflik internasional. Melihat kondisi tersebut diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam tentang permasalahan di Timor-Timur.



16



DAFTAR PUSTAKA Hardiyani, NT. (2014) . Dinamika Hubungan Indonesia-Australia Pasca Integrasi Timor-Timur ke Wilayah Indonesia. FKIP . Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Japesa, RP. (2015) . Integrasi TimorTimur ke dalam Pemerintahan Indonesia Tahun 1976-1999. FKIP. Universitas Sanata Dharma. Simatupang, AN. (2017) . Peran Commission Of Truth And Friendship dalam Normalisasi Hubungan Bilateral Indonesia-Republik Demokrat Timor-Leste. JOM Fisip, Vol 4 No.2. Iskandar, I. 2016. Peristiwa Santa Cruz 12 November 1991: Dinamika Sejarah Timor Timur Pasca Integrasi Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artikel diakses dari: http://repository.upi.edu/24492/4/S_SEJ_1104869_Chapter1.pdf Indrawan, J. 2015. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konflik di Timor Timur Sebelum Kemerdekaannya dari Indonesia. Artikel diakses dari: http://journal.unpar.ac.id/index.php/JurnalIlmiahHubunganInternasiona/article/vie w/1616 Suartika, T. 2015. Korban Jajak Pendapat di Timor Timur 1999. Artikel diakses dari: http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id Hardiyani, NT. (2014) . Dinamika Hubungan Indonesia-Australia Pasca Integrasi Timor-Timur ke Wilayah Indonesia. FKIP . Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Artikel diakses dari: http://repository.ump.ac.id/6619/2/BAB%20I_NILA%20TRI%20HARDIYAANI _SEJARAH%2714.pdf Poesponegoro, Marwati Djoened. (2010). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka. Siregar, Hortun. (2002). Timor Timur di Penghujung Integrasi. Tanggerang: Mega Kreasi Media.



17



Ricklefc, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi. Indrawan, Jerry. (2015). Analsis faktor-faktor Penyebab Terjaidnya Konflik di Timor Timur sebelum Kemerdekaan dari Indonesia. Artikel [Daring] diakses dari: http://journal.unpar.ac.id/index.php



18