Makalah Interaksi Obat Dengan Penyakit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah INTERAKSI OBAT “Interaksi obat –penyakit dan obat-obat: pemeriksaan sistematis rekomendasi dalam 12 pedoman klinis nasional Inggris” “Drug-disease and drug-drug interactions: systematic examination of recommendations in 12 UK national clinical guidline”



OLEH : NAMA KELOMPOK : Dewa Gede Sujana



(821418061)



Wulandari F. Zakaria



(821418005)



Tri Bella A. Suwandi



(821418011)



Siti Ngatisa



(821418016)



Asrin Mahmud



(821418022)



Anggun Juwinten M. Harun (821418031) Nur Fadillah Ainun Habibie (821418035) KELAS KELOMPOK DOSEN



: A-S1 FARMASI 2018 : IV (Empat) : Endah Nurrohwinta Djuwarno, M.Sc.,Apt



JURUSAN FARMASI FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2021



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah mengenai “Interaksi Obat”. Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang terdekat, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Kami menyadari masih banyak kekurangan, baik dalam sistematika penyusunan maupun penggunaan kata-kata. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai cerminan dalam penyusunan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat khususnya bagi kelompok, dan umumnya bagi para pembaca. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.



Gorontalo, April 2021



Penyusun



DAFTAR ISI i



KATA PENGANTAR....................................................................................i DAFTAR ISI...................................................................................................ii BAB I



PENDAHULUAN............................................................................1



1.1



Latar Belakang....................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah...............................................................................2



BAB II PEMBAHASAN................................................................................3 2.1



Definisi Interaksi Obat........................................................................3



2.2



Jenis-Jenis Interaksi Obat...................................................................3



2.3



Mekanisme Interaksi Obat..................................................................3



2.4



Interaksi Obat dengan Penyakit..........................................................4



BAB IIIPENUTUP.........................................................................................8 3.1



Kesimpulan.........................................................................................8



3.2



Saran...................................................................................................8



DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Farmasi memegang peran penting dalam peningkatan mutu pelayanan yang berorientasi kepada pasien, dengan melakukan suatu kajian terhada masalah terkait obat (Drug Related Problem) dari setiap terapi yang dipertimbangkan serta diberikan kepada pasien. Salah satunya terkait dengan interaksi obat-obat yang digunakan dalam suatu terapi (Drug Interaction). Interaksi obat merupakan perubahan atau efek samping obat yang disebabkan oleh pemberian bersamaan. Menurut laporan instate of Medicine, angka kejadian dari interaksi obat dalam klinik cukup besar. Dari data, diketahui bahwa 44.000 - 98.000 kematian terjadi setiap tahunnya akibat berbagai kesalahan dalam klinis, dan sekitar 7.000 kematian terjadi karena efek samping dari pengobatan yang dilakukan (termaksuk akibat dari interaksi obat) (Almeida, et al, 2007). Interaksi obat-penyakit relatif jarang terjadi dengan pengecualian interaksi ketika pasien juga menderita penyakit ginjal kronis. Gagal ginjal kronik merupakan suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang progresi, yang dapat menimbulkan kerusakan ginjal yang irreversible. Oleh karena itu, harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih sistematis mengenai potensi interaksi obat-penyakit, berdasarkan pengetahuan epidemiologis tentang komorbiditas orang dengan penyakit yang menjadi fokus pedoman, dan harus secara khusus mempertimbangkan apakah penyakit ginjal kronis umum terjadi yang mnyebabkan kematian (Suwitra, 2006). Dalam jurnal internasioanal Dumbreck, S., Flynn, A., et, al (2015) dengan judul “Drug-disease and drug-drug interactions: systemic examination of recommendations in 12 UK national clinical guidelines” tentang interaksi obat Rekomendasi berikut untuk resep dalam 12 pedoman klinis nasional akan menghasilkan beberapa interaksi obat yang berpotensi serius. Ada 32 interaksi obat-penyakit yang berpotensi serius antara obat yang direkomendasikan dalam 1



pedoman untuk diabetes tipe 2 dan 11 kondisi lain dibandingkan dengan enam untuk obat. Direkomendasikan dalam pedoman untuk depresi dan 10 untuk obat-obatan yang direkomendasikan dalam pedoman untuk gagal jantung. Dari interaksi obat-penyakit ini, 27 (84%) dalam pedoman diabetes tipe 2 dan semua dari dua pedoman lainnya berada di antara obat yang direkomendasikan dan penyakit ginjal kronis. Interaksi obat-obat yang lebih serius diidentifikasi antara obat-obatan yang direkomendasikan oleh pedoman untuk masingmasing dari tiga kondisi indeks dan obat-obatan yang direkomendasikan oleh pedoman untuk 11 kondisi lain: 133 interaksi obat-obat untuk obat-obatan yang direkomendasikan dalam pedoman diabetes tipe 2, 89 untuk depresi, dan 111 untuk gagal jantung. Beberapa dari interaksi



obat-penyakit atau obat-



obat ini disorot dalam pedoman untuk tiga kondisi indeks. Banyaknya interaksi yang berpotensi serius membutuhkan pendekatan interaktif yang inovatif untuk produksi dan penyebaran pedoman untuk memungkinkan dokter dan pasien dengan multimorbiditas untuk membuat keputusan tentang pemilihan obat. Berdasarkan masalah diatas maka perlu untuk mengidentifikasi jumlah interaksi obat-penyakit dan obat-obat untuk kondisi indeks contoh dalam pedoman klinis National Institute of Health and Care Excellence (NICE). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi dari interaksi obat dan apa saja jenis-jenis interaksi obat 2. Bagaimana mekanisme dari interaksi obat 3. Bagaimana gambaran bentuk interaksi obat dengan penyakit?



2



BAB II DASAR TEORI 2.1



Definisi Interaksi Obat Interaksi obat dikatakan terjadi ketika efek suatu obat berubah karena



keberadaan suatu obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau karena adanya agen kimia lingkungan (Baxter, 2008). Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi (Setiawati, 2007). 2.2



Jenis-Jenis Interaksi Obat Menurut Yuliani (2013), Interaksi obat terdiri dari beberapa jenis yaitu :



1)



Interaksi Obat dengan Obat



2)



Interasi Obat dengan Makanan dan Minuman



3)



Interaksi Obat dengan Obat herbal



4)



Interaksi Obat dengan Penyakit



5) Interaksi Obat dengan Uji laboratorium 2.3



Mekanisme Interaksi Obat Menurut Setiawati (2007), mekanisme interaksi obat dapat terjadi secara



farmaseutik atau inkompatibitas, farmakokinetik dan farmakodinamik. 1)



Interaksi Farmaseutik Interaksi farmaseutik atau inkompatibilitas terjadi di luar tubuh sebelum



obat diberikan antara obat yang tidak dapat bercampur (inkompatibel). Pencampuran obat tersebut menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan mungkin juga tidak terlihat secara visual. Interaksi ini biasanya mengakibatkan inaktivasi obat 2)



Interaksi Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi absorbsi,



distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua, sehingga kadar plasmaobat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut.



3



3)



Interaksi Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari suatu obat



diubah oleh obat lain pada tempat aksinya. Terkadang obat-obat tersebut bersaing secara langsung pada reseptor tertentu, tetapi reaksi sering kali terjadi secara tidak langsung dan melibatkan mekanisme fisiologis. Interaksi ini juga dapat diartikan sebagai interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma. 2.4



Interaksi Obat Dengan Penyakit Interaksi obat dengan penyakit dikatakan terjadi ketika suatu obat yang



digunakan memiliki potensi untuk membuat penyakit yang telah ada sebelumnya menjadi semakin parah. Pasien geriatri sangat rentan terhadap interaksi ini karena mereka sering memiliki beberapa penyakit kronis dan menggunakan beberapa jenis obat (Lindblad at al., 2005). Menurut Shimp and Masan (1993), dalam pustaka medik interaksi obat dengan penyakit sering disebut sebagai kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut adalah risiko terapi yang menyebabkan penyakit tertentu, jelas



kerugiannya



melebihi



manfaatnya.



Dengan



kontraindikasi



realtif,



keseimbangan risiko dan manfaat harus dikaji secara individu. Contoh umum dari kotraindikasi relatif mencakup kehamilan, menyusui, gagal ginjal dan gagal hati (Siregar dan Kumolosasi, 2006). Beberapa obat akan mengalami interaksi dengan penyakit tertentu yang dialami oleh pasien. Menurut Dumbreck et al 2015, terdapat 11 penyakit yang dapat berinteraksi dengan obat obatan. 11 penyakit tersebut adalah Diabetes tipe 2, Depresi, Gagal jantung, Fibrilasi atrium, Demensia, Pencegahan sekunder pasca-MI, Osteoartritis, Penyakit ginjal kronis, Artritis reumatoid, Nyeri neuropatik, Paru obstruktif kronik, penyakit, Hipertensi. Untuk diabetes tipe 2, rekomendasi ini berkaitan



dengan kebutuhan untuk menghindari pengobatan



dengan thiazoli- dinedion pada orang dengan gagal jantung komorbid. Pada gagal jantung, teridentifikasi bahwa amlodipine harus dipertimbangkan untuk pengobatan hipertensi komorbid dan / atau angina pada pasien dengan gagal 4



jantung, tetapi verapamil, diltiazem, atau agen dihydropyridine kerja pendek harus dihindari. Menurut Dumbreck et al, 2015, untuk diabetes tipe 2, kategori yang paling umum adalah cedera kardiovaskular terkait seperti hipotensi atau bradikardia yang signifikan, diikuti oleh "lainnya" (yang meliputi peningkatan konsentrasi litium atau digoksin yang menyebabkan risiko toksisitas, dan miopati dengan pengobatan statin), dan kalium ginjal atau serum bahaya terkait. Untuk depresi, bahaya yang paling umum diidentifikasi adalah risiko perdarahan, terutama dengan penghambat reuptake serotonin selektif yang direkomendasikan sebagai lini pertama, diikuti oleh bahaya "lainnya" (paling umum terkait dengan toksisitas litium), dan toksisitas sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat. Sebagian besar efek samping kardiovaskular dalam pedoman depresi terkait dengan peningkatan risiko aritmia ventrikel. Interaksi obat yang berpotensi serius yang paling umum untuk pedoman gagal jantung adalah untuk peristiwa perdarahan, tetapi interaksi yang menyebabkan hipotensi parah atau terkait dengan peningkatan konsentrasi digoksin atau litium yang menyebabkan risiko toksisitas (Dumbreck et a,l 2015).



Dari tabel diatas menunjukkan jumlah obat atau kelas obat yang direkomendasikan sebagai lini pertama (untuk semua atau hampir semua pasien) dan lini kedua (untuk beberapa pasien dalam keadaan tertentu) untuk setiap kondisi. Ada 23 obat yang direkomendasikan dalam pedoman diabetes tipe 2 5



(empat lini pertama), 13 obat dalam pedoman depresi (lini pertama), dan 11 obat dalam pedoman gagal jantung (dua lini pertama).



Dar tabel diatas menunjukkan berapa kali obat yang direkomendasikan untuk masing-masing dari tiga kondisi penyakit akan dikontraindikasikan atau harus dihindari dengan adanya salah satu dari 11 kondisi lainnya. Interaksi obatpenyakit bukan masalah umum. Obat-obatan terhadap suatu penyakit harus dipertimbangkan dengan baik dan tepat. Karena jika tidak dapat menyebabkan terjadinya interaksi obat penyakit, yang nantinya akan memberikan efek samping serta akan memperparah kondisi pasien. Contoh lainnya, pemberian sitoksin pada beberapa penyakit dapat menyebabkan depresi. Menurut Kenneth et al (2006) Peningkatan ekspresi sitokin dan gejala kejiwaan bersamaan awalnya diamati setelah pemberian sitokin pada pasien yang menderita kanker, hepatitis, dan sklerosis multipel. Sitokin adalah kelompok beragam protein kurir larut yang terlibat dalam regulasi, perbaikan sel, dan pengendalian kejadian imun. Pasien yang diberikan sitokin umumnya mengalami gejala mirip flu seperti demam, malaise, sakit kepala, mialgia di itu awal dari imunoterapi yang biasanya berkurang saat pengobatan dilanjutkan. Gangguan kejiwaan (misalnya, disforia, anhedonia, kecemasan, dan gangguan kemampuan kognitif) umumnya terjadi kemudian yang menunjukkan gejala penyakit kejiwaan bukan akibat ketidaknyamanan fisik. Pemberian sitokin telah dikaitkan dengan berbagai kondisi 6



kejiwaan mulai dari ingatan halus dan gangguan perhatian hingga delirium, psikosis dan bunuh diri. Perubahan mood dan gangguan kognitif pada beberapa individu bahkan dapat berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulanbulan setelah menyelesaikan atau menghentikan pengobatan.



7



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 1.



Kesimpulan Interaksi obat dikatakan terjadi ketika efek suatu obat berubah karena keberadaan suatu obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau karena adanya agen kimia lingkungan



2.



Mekanisme interaksi obat dapat terjadi secara farmaseutik atau inkompatibitas, farmakokinetik dan farmakodinamik.



3.



Interaksi obat dengan penyakit dikatakan terjadi ketika suatu obat yang digunakan memiliki potensi untuk membuat penyakit yang telah ada sebelumnya menjadi semakin parah. Seperti pada penyakit diabetes tipe 2, rekomendasi ini berkaitan



dengan kebutuhan untuk menghindari



pengobatan dengan thiazoli- dinedion pada orang dengan gagal jantung komorbid. 3.2



Saran Pengetahuan mengenai interaksi obat sangat penting untuk menghindari



adanya reaksi yang tidak diinginkan. Oleh karena itu penulis menyarankan untuk pembaca agar dapat memperhatikan interaksi obat sehingga obat dapat bekerja dengan efektif dan menghasilkan efek terapi yang baik.



8