Makalah Jci [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Manajemen 2.1.1.      Definisi Manajemen Manajemen merupakan suatu proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui upaya orang lain. Menurut Liang Lie, manajemen adalah suatu ilmu dan seni perencanaan, pengarahan, pengorganisasian, dan pengontrol dari benda dan manusia untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya (Liang Lie, 2008 dalam Nursalam, 2011). Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Didalam manajemen tersebut mencakup kegiatan POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) terhadap staf, sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey, 1999 dalam Nursalam, 2011). 2.1.2.      Fungsi Manajemen Manajemen berasal dari Manage, yaitu mengatur. Dimana dalam hal mengatur ada beberapa pertanyaan; mengapa harus diatur dan apa tujuan pengaturan tersebut diadakan. Manajemen merupakan usaha dari orang-orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan (Visi dan Misi) sehingga akan ada hubungan antara administrasi, manajemen, dan organisasi. Manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen, semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan  akan lebih sulit. Ada tiga alasan utama diperlukannya manajemen: a. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan pribadi b. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak berkepentingan dalam organisasi, seperti pemilik dan karyawan, maupun kreditur, pelanggan, konsumen, supplier, serikat kerja,  asosiasi perdagangan, masyarakat dan pemerintah c. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas suatu kerja organisasi dapat diukur dengan banyak cara yang berbeda. Salah satu cara yang umum adalah efisiensi dan efektivitas. Fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut: a. Perencanaan (Planning), perencanaan merupakan: 1) Gambaran apa yang akan dicapai 2) Persiapan pencapaian tujuan 3) Rumusan suatu persoalan untuk dicapai 4) Persiapan tindakan-tindakan 5) Rumusan tujuan tidak harus tertulis 6)   Tiap-tiap organisasi perlu perencanaan



b.



c.



d.



e.



Pengorganisasian (Organizing), merupakan pengaturan setelah rencana, mengatur dan menentukan apa tugas pekerjaannya, macam, jenis, unit kerja, alat-alat keuangan dan fasilitas.  Penggerak (Actuating) Menggerakkan orang-orang agar mau/suka bekerja. Ciptakan suasana bekerja   bukan hanya karena perintah tetapi harus dengan kesadaran sendiri dan termotivasi. Pengendalian/pengawasan (Controlling) merupakan fungsi pengawasan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan rencana. Pengendalian juga berfungsi agar kesalahan dapat segera diperbaiki. Penilaian (Evaluasi) Merupakan proses pengukuran dan perbandingan hasilhasil pekerjaan yang seharusnya dicapai.



2.2 Konsep Manajemen Keperawatan 2.2.1.      Definisi Manajemen Keperawatan Manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan serta mengawasi sumber yang ada, baik sumber daya maupun dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif baik kepada pasien, keluarga dan masyarakat (Suyanto, 2008). Menurut Swanburg (2000), ketrampilan manajemen dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu: 1) Keterampilan intelektual, yang meliputi kemampuan atau penguasaan teori, keterampilan berfikir. 2) Keterampilan teknikal meliputi: metode, prosedur atau teknik. 3) Keterampilan interpersonal, meliputi kemampuan kepemimpinan dalam berinteraksi dengan individu atau kelompok. 2.2.2.     Fungsi Manajemen Keperawatan Pada fungsi manajemen keperawatan terdapat beberapa elemen utama yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian),Saf fing (Kepegawaian), Directing (Pengarahan), Controlling(Pengen dalian/Evaluasi). a. Planning (Perencanaan) Dibidang kesehatan perencanaan dapat didefenisikan sebagai proses untuk menumbuhkan, merumuskan masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut. 1) Tujuan Perencanaan



a. Untuk menimbulkan keberhasilan dalam mencapai sasaran dan tujuan b. Agar penggunaan personel dan fasilitas yang tersedia lebih efektif c. Membantu dalam koping dengan situasi kritis d. Meningkatkan efektivitas dalam hal biaya e. Membantu menurunkan elemen perubahan, karena perencanaan berdasarkan masa lalu dan akan datang f. Dapat digunakan untuk menemukan kebutuhan untuk berubah g. Penting untuk melakukan kontrol yang lebih efektif 2) Tahap Dalam Perencanaan a) Penting untuk melakukan kontrol yang lebih efektif b) Analisis situasi, bertujuan untuk mengumpulkan data atau fakta. c) Mengidentifikasi masalah dan penetapan prioritas masalah d) Merumuskan tujuan program dan besarnya target yang ingin dicapai e) Mengkaji kemungkinan adanya hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program f) Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO) 3) Jenis Perencanaan a) Perencanaan Strategi b) Perencanaan Operasional 4) Manfaat Perencanaan a) Membantu proses manajemen dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan b) Memberikan cara pemberian perintah yang tepat untuk pelaksanaan c) Memudahkan kordinasi d) Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasional secara jelas e) Membantu penempatan tanggungjawab lebih tepat f) Membuat tujuan lebih khusus, lebih rinci dan lebih mudah dipahami g) Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti h) Menghemat waktu dan dana 5) Keuntungan Perencanaan a) Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif b) Dapat dipakai sebagai alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai c) Memberikan suatu landasan pokok fungsi manajemen lainnya terutama fungsi keperawatan



d) e)



Memodifikasi gaya manajemen Fleksibilitas dalam pengambilan keputusan



6) Kelemahan Perencanaan a) Perencanaan mempunyai keterbatasan dalam hal ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan datang b) Perencanaan memerlukan biaya yang cukup banyak c) Perencanaan mempunyai hambatan psikologis d) Perencanaan menghambat timbulnya inisiatif e) Perencanaan menyebabkan terhambatnya tindakan yang perlu diambil b. Organizing (Pengorganisasian) Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, penetapan tugastugas dan wewenang seseorang, pendelegasian wewenang dalam rangka mencapai tujuan. Fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan semua kegiatan yang beraspek personil, finansial, material dan tata cara dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Muninjaya, 1999). Berdasarkan penjelasan tersebut, organisasi dapat dipandang sebagai rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha kerjasama dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menyusun jalinan hubungan kerja di antara para pekerjanya. 1). Manfaat Pengorganisasian a) Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok b) Hubungan organisatoris antara orang-orang di dalam organisasi tersebut melalui kegiatan yang dilakukannya c) Pendelegasian wewenang d) Pemanfaatan staff dan fasilitas fisik 2). Langkah-langkah Pengorganisasian a) Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. Tugas ini sudah tertuang dalam fungsi perencanaan b) Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan pokok untuk mencapai tujuan c) Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan-satuan kegiatan yang praktis d) Menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan menyediakan fasilitas yang diperlukan e) Penugasan personil yang tepat dalam melaksanakan tugas f) Mendelegasikan wewenang c. Staffing (Kepegawaian) Staffing merupakan metodologi pengaturan staff, proses yang teratur, sistematis berdasarkan rasional yang diterapkan untuk menentukan jumlah personil suatu organisasi yang dibutuhkan dalam situasi tertentu (Swanburg, 2000). Proses pengaturan staff bersifat kompleks. Komponen pengaturan staff adalah sistem kontrol termasuk studi pengaturan staff, penguasaan rencana



pengaturan staff, rencana penjadwalan, dan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan (SIMK). SIMK meliputi lima elemen yaitu kualitas perawatan pasien, karakteristik dan kebutuhan perawatan pasien, perkiraan suplai tenaga perawat yang diperlukan, logistik dari pola program pengaturan staf dan kontrolnya, evaluasi kualitas perawatan yang diberikan. Dasar perencanaan untuk pengaturan staff pada suatu unit keperawatan mencakup personil keperawatan yang bermutu harus tersedia dalam jumlah yang mencukupi dan adekuat, memberikan pelayanan pada semua pasien selama 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, 52 minggu dalam setahun. Setiap rencana pengaturan staff harus disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit dan tidak dapat hanya dicapai dengan rasio atau rumusan tenaga/pasien yang sederhana. Jumlah dan jenis staff keperawatan yang diperlukan dipengaruhi oleh derajat dimana departemen lain memberikan pelayanan pendukung, juga dipengaruhi oleh jumlah dan komposisi staff medis dan pelayanan medis yang diberikan. Kebutuhan khusus individu, dokter, waktu dan lamanya ronde, jumlah test, obat-obatan dan pengobatan, jumlah dan jenis pembedahan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas personel perawat yang diperlukan dan mempengaruhi penempatan mereka. Pengaturan staff kemudian juga dipengaruhi oleh organisasi divisi keperawatan. Rencana harus ditinjau ulang dan diperbaharui untuk mengatur departemen beroperasi secara efisien dan ekonomis dengan pernyataan misi, filosofi dan objektif tertulis, struktur organisasi, fungsi dan tanggung jawab, kebijakan dan prosedur tertulis, pengembangan program staff efektif, dan evaluasi periodik terencana. Komponen yang termasuk dalam fungsi staffing adalah prinsip rekrutmen, seleksi, orientasi pegawai baru, penjadwalan tugas, dan klasifikasi pasien. Pengrekrutan merupakan proses pengumpulan sejumlah pelamar yang berkualifikasi untuk pekerjaan di perusahaan melalui serangkaian aktivitas. Tujuan orientasi pegawai baru adalah untuk membantu perawat dalam menyesuaikan diri pada situasi baru. Produktivitas meningkat karena lebih sedikit orang yang dibutuhkan jika mereka terorientasi pada situasi kerja. Penjadwalan siklus merupakan salah satu cara terbaik yang dipakai untuk memenuhi syarat distribusi waktu kerja dan istirahat untuk pegawai. Pada cara ini dibuat pola waktu dasar untuk minggu-minggu tertentu dan diulang pada siklus berikutnya. Jadwal modifikasi kerja mingguan menggunakan shift 10-12 jam dan metode lain yang biasa. d. Directing (Pengarahan) Pengarahan adalah hubungan antara aspek-aspek individual yang ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat dipahami dan pembagian pekerjaan yang efektif untuk tujuan perusahaan yang nyata. Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam keberhasilan manajemen. Seorang manajer yang ingin kepemimpinannya lebih efektif harus mampu  untuk memotivasi diri sendiri untuk bekerja dan banyak membaca, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan organisasi, dan menggerakkan (memotivasi) staffnya agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas pokok



organisasi. Menurut Lewin dalam Swanburg (2000), terdapat beberapa macam gaya kepemimpinan yaitu: 1) Autokratik 2) Demokratis 3) Laissez faire e. Controlling (Pengendalian/Evaluasi) Fungsi pengawasan atau pengendalian (controlling) merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen, yang memiliki kaitan yang erat dengan fungsi yang lainnya. Pengawasan merupakan pemeriksaan terhadap sesuatu apakah terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan/disepakati, instruksi yang telah dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang telah ditentukan, yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki (Fayol, 1998). Pengawasan juga diartikan sebagai suatu usaha sistematik untuk menetapkan standard pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi timbal balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan yang digunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan (Mockler, 2002). Pengontrolan atau pengevaluasian adalah melihat bahwa segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disepakati, instruksi yang telah diberikan, serta prinsip-prinsip yang telah diberlakukan (Urwick, 1998). Tugas seorang manajemen dalam usahanya menjalankan dan mengembangkan fungsi pengawasan manajerial perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut: 1) Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staff dan hasilnya mudah diukur, misalnya menepati jam kerja 2) Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang amat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi 3) Standard unjuk kerja yang akan diawasi perlu dijelaskan kepada semua staf, sehingga staf dapat lebih meningkatkan rasa tanggung jawab dan komitmen terhadap kegiatan program 4) Kontrol sebagai pengukuran dan koreksi kinerja untuk meyakinkan bahwa sasaran dan kelengkapan rencana untuk mencapai tujuan telah tersedia, serta alat untuk memperbaiki kinerja 5) Terdapat sepuluh karakteristik suatu sistem control yang baik: a) Harus menunjukkan sifat dari aktivitas b) Harus melaporkan kesalahan-kesalahan dengan segera c) Harus memandang ke depan d) Harus menunjukkan penerimaan pada titik kritis e) Harus objektif f) Harus fleksibel g) Harus menunjukkan pola organisasi h) Harus ekonomis i) Harus mudah dimengerti j) Harus menunjukkan tindakan perbaikkan



Untuk fungsi-fungsi control dapat dibedakan pada setiap tingkat manajer. Sebagai contoh, manajer perawat kepala dari satu unit bertanggung jawab mengenai kegiatan operasional jangka pendek termasuk jadwal harian dan mingguan, dan penugasan, serta pengunaan sumber-sumber secara efektif. Kegiatan-kegiatan control ditujukan untuk perubahan yang cepat. Dua metode pengukuran yang digunakan untuk mengkaji pencapaian tujuan-tujuan keperawatan adalah: 1) Analisa tugas: Kepala perawat melihat gerakan, tindakan dan prosedur yang tersusun dalam pedoman tertulis, jadwal, aturan, catatan, anggaran. Hanya mengukur dukungan fisik saja, dan secara relatif beberapa alat digunakan untuk analisa tugas dalam keperawatan. 2) Kontrol kualitas: Kepala perawat dihadapkan pada pengukuran kualitas dan akibat-akibat dari pelayanan keperawatan. Apabila fungsi pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan dengan tepat, maka akan diperoleh manfaat: 1) Dapat diketahui apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan sesuai dengan standard atau rencana kerja 2) Dapat diketahui adanya penyimpangan pada pengetahuan dan pengertian staf dalam melaksanakan tugas-tugasnya 3) Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya lainnya telah mencukupi kebutuhan dan telah digunakan secara benar 4) Dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan atau bentuk promosi dan latihan lanjutan 2.2.3.      Prinsip Dasar Manajemen Keperawatan a. Manajemen keperawatan berlandaskan perencanaan b. Tahap perencanaan terdiri atas pembuatan tujuan, pengalokasian anggaran, identifikasi kebutuhan pegawai, dan penetapan struktur organisasi c. Selama proses perencanaan, yang dapat dilakukan oleh pimpinan keperawatan adalah menganalisis dan mengkaji system, mengatur strategi organisasi dan menentukan tujuan jangka panjang dan pendek, mengkaji sumber daya organisasi, mengidentifikasi kemampuan yang ada dan aktivitas yang spesifik serta prioritasnya d. Manajemen keperawatan dilandaskan melalui penggunaan waktu yang  efektif e. Manajemen keperawatan melibatkan pengambilan keputusan f. Manajemen keperawatan harus terorganisasi g. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif h. Komunikasi yang dilakukan secara efektif mampu mengurangi kesalahpahaman, dan akan memberikan persamaan pandangan arah dan pengertian diantara pegawai dalam suatu tatanan organisasi i. Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan 2.2.4.      Komponen Manajemen Keperawatan a. Input Dalam proses manajemen keperawatan antara lain berupa informasi, personel, peralatan dan fasilitas.



b. Proses Pada umumnya  merupakan kelompok manajer dari tingkat pengelola keperawatan tertinggi sampai keperawatan pelaksana yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Proses merupakan kegiatan yang cukup penting dalam suatu system sehingga mempengaruhi hasil yang diharapkan suatu tatanan organisasi. Bagan 2.1. Komponen Manajemen Keperawatan Pengka jian



Pengu mpulan data



Perenc anaan



Diagn osa



Penge lolaan



Perenca naan



Pelaksa naan



Evalu asi



Kepeg awaian



kepemi mpinan



Penga wasan



Sumber: Nursalam (2011) c. Output Umumnya dilihat dari hasil atau kualitas pemberian askep dan pengembangan staf, serta kegiatan penelitian untuk menindaklanjuti hasil atau keluaran. d.   Kontrol Diperlukan dalam proses manajemen keperawatan sebagai upaya meningkatkan kualitas hasil. Control dalam manajemen keperawatan dapat dilakukan melalui penyusunan anggaran yang proporsional, evaluasi penampilan kerja perawat, pembuat prosedur yang sesuai standard akreditasi. e.   Mekanisme umpan balik Mekanisme umpan balik diperlukan untuk menyelaraskan hasil dan perbaikan kegiatan yang akan dating. Mekanisme umpan balik dapat dilakukan melalui laporan keuangan, audit keperawatan, dan survey kendali mutu, serta penampilan kerja perawat. 2.3.1. Umur Semakin tua usia seseorang karyawan semakin kecil kemungkinan keluar dari pekerjaan, karena semakin kecil alternatif untuk memperoleh kesempatan pekerjaan lain. Di samping itu karyawan yang bertambah tua biasanya telah bekerja lebih lama, memperoleh gaji yang lebih besar dan berbagai keuntungan lainnya. Hubungan usia dengan kinerja atau produktivitas dipercaya menurun dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan karena ketrampilan-ketrampilan fisiknya sudah mulai menurun. Tetapi produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada ketrampilan fisik serupa itu. Karyawan yang bertambah tua, bisa meningkat produktivitasnya karena



pengalaman dan lebih (Mangkunegara, 2006).



bijaksana



dalam



mengambil



keputusan



2.3.2. Jenis Kelamin Beberapa isu yang sering diperdebatkan, kesalahpahaman dan pendapatpendapat tanpa dukungan mengenai apakah kinerja wanita sama dengan pria ketika bekerja. Misalnya ada/tidaknya perbedaan yang konsisten pria-wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan, analisis, dorongan, motivasi, sosiabilitas atau kemampuan bekerja (Robbins, 2001). Secara umum diketahui ada perbedaan yang signifikan dalam produktifitas kerja maupun dalam kepuasan kerja, tapi dalam masalah absen kerja karyawati lebih sering tidak masuk kerja daripada laki-laki (Anonim, 2005). Alasan yang paling logis adalah karena secara tradisional wanita memiliki tanggung jawab urusan rumah tangga dan keluarga. Bila ada anggota keluarga yang sakit atau urusan sosial seperti kematian tetangga dan sebagainya, biasanya wanita agak sering tidak masuk kerja. 2.3.3. Masa Kerja Banyak studi tentang hubungan antara senioritas karyawan dan produktivitas. Meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari prestasi kerja sebelumnya, tetapi sampai ini belum dapat diambil kesimpulan yang meyakinkan antara dua variabel tersebut. Hasil riset menunjukkan bahwa suatu hubungan yang positif antara senioritas dan produktivitas pekerjaan. Masa kerja yang diekspresikan sebagai pengalaman kerja, tampaknya menjadi peramal yang baik terhadap produktivitas karyawan. Studi juga menunjukkan bahwa senioritas berkaitan negatif dengan kemangkiran. Masa kerja berhubungan negatif dengan keluar masuknya karyawan dan sebagai salah satu peramal tunggal paling baik tentang keluar masuknya karyawan (Mangkunegara, 2003). 2.3.4.      Pendidikan Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005) yaitu tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya keperawatan adalah melalui pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti pelatihan perawatan keterampilan teknis atau keterampilan dalam hubungan interpersonal. Sebagian besar pendidikan perawat adalah vokasional (D3 Keperawatan). 2.3.5. Pelatihan Kerja Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan, dan pengembangan



tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya diupayakan agar sumberdaya manusia dapat diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi. 2.3.6. Bed Occuption Rate (BOR) BOR adalah indikator tinggi rendahnya pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit. Rumus untuk mencari BOR adalah sebagai berikut: BOR/hari         = Jumlah pasien  x 100%                                                 TT BOR/bulan      = Jumlah pasien dalam 30 hari  x 100% TT  x 30 hari    BOR/tahun      = Jumlah pasien dalam 1 tahun  x 100% TT x 365 2.3.7. Kebutuhan Tenaga Keperawatan a. Metode Gillies Prinsip perhitungan rumus Gillies: Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu: 1)  Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat maka dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care. Menurut Minetti Huchinson, kebutuhan keperawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari sedangkan untuk: a) Self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam b) Partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam c) Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam d) Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam 2)  Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan, memasang/ menyiapkan alat, ,konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit = 38 menit/  pasien/ hari, sedangkan menurut Wolfe & Young = 60 menit/ pasien/ hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hpokins dibutuhkan 60 menit/ pasien (Gillies, 1994) 3) Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi: aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer  dalam Gillies (1994), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ pasien/ hari.  Rata-rata pasien per hari adalah jumlah pasien yang dirawat di suatau unit berdsasarkan rata-ratanya atau menurut “ Bed Occupancy Rate” (BOR) dengan rumus Jumlah hari perawatan rumah sakit dalam waktu tertentu x 100% Jumlah tempat tertentu x 365



 Jumlah hari pertahun, yaitu 365 hari  Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu 128 hari, hari minggu= 52 hari dan hari sabtu = 52 hari. Untuk hari sabtu tergantung kebijakan RS setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan, begitu juga sebaliknya, hari libur nasional = 12 hari dan cuti tahunan = 12 hari  Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam, kalu hari kerja efektif 6 hari per minggu maka 40/6 jam = 6,6 jam perhari)  Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit harus ditambah 20% (untuk antisiapasi kekurangan/ cadangan) Contoh Perhitungannya: Dari hasil observasi dan sensus harian selama enam bulan di sebuah rumah sakit A yang berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, didapatkan jumlah rata-rata pasien yang dirawat (BOR) 15 orang perhari. Kriteria pasien yang dirawat tersebut adalah 5 orang dapat melakukan perawatan mandiri, 5 orang perlu diberikan perawatan sebagian, dan 5 orang lainnya harus diberikan perawatan total. Tingkat pendidikan perawat yaitu, SPK dan D III Keperawatan. Hari kerja efektif adalah 6 hari perminggu. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sebagai berikut: 1) Menetukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari, yaitu: a)      Keperawatan Langsung  Keperawatan Mandiri 5 Orang Pasien              :  5 X 2 Jam =       10 Jam  Keperawatan Parsial 5 Orang Pasien                :  5 X 3 Jam =       15 Jam  Keperawatan Total 5 Orang Pasien                  :  5 X 6 Jam =       30 Jam a) b)



Keperawatan Tidak Langsung 15 Orang Pasien :  5 X 1 Jam =       15 Jam Penyuluhan Kesehatan 15 Orang Pasien : 15 X 0,25 Jam = 3,75 Jam Total Jam Keperawatan Secara Keseluruhan                                      73,75 Jam 2)  Menetukan jumlah jam keperawatan per pasien per hari = 73,75 jam / 15 pasien = 4,9 jam 3)  Menetukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan  pada ruangan tersebut: 4)  Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan ketentuan menurut Warstler ( dalam Swansburg, 1990). Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%. Maka pada kondisi di atas jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift adalah:  Shift pagi: 5,17 orang (5 orang)  Shift sore: 3,96 orang (4 orang)  Shift malam: 1, 87 orang (2 orang) 5)  Kombinasi jumlah tenaga menurut Intermountain Health Care Inc. adalah:  58% = 6,38 (6 orang) S I keperawatan  26% = 2,86 (3 orang) D III keperawatan



 16% = 1,76 (2 orang) SPK Kombinasi menurut Abdellah dan Levinne adalah:  55% = 6,05 (6 orang) tenaga professional  45% = 4,95 (5 orang) tenaga non professional       b. Metode Douglass Klasifikasi Pasien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Dengan Metode Douglas ( 1984 ). Tabel 2.1. Tingkat Ketergantungan Pasien No . 1



2



3



Klasifikasi dan Kriteria Minimal Care (1-2 jam) 1.      Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, mandi, ganti pakaian dan minum 2.      Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan 3.      Observasi Tanda vital setiap shift 4.      Pengobatan minimal, status psikologi stabil 5.      Persiapan prosedur pengobatan Parsial Care (3-4 jam) 1.      Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi 2.      Observasi tanda vital tiap 4 jam 3.      Pengobatan lebih dari 1 kali 4.      Pakai foley kateter 5.      Pasang infuse, intake out-put dicatat 6.      Pengobatan perlu prosedur Total Care (5-6 jam) 1.      Dibantu segala sesuatunya 2.      Posisi diatur 3.      Observasi tanda vital tiap 2 jam 4.      Pakai NG tube 5.      Terapi intravena, pakai suction 6.      Kondisi gelisah / disorientasi / tidak sadar



KLASIFIKASI PASIEN Minimal P Si Ma a an la g g m i 0 0, 0,1 , 14 0 1 7



Parsial P a g i 0 , 2 7



Si an g



Ma la m



0, 15



0,0 7



Total P a g i 0 , 3 6



Si an g



Ma la m



0, 30



0,2 0



Contoh Perhitungan: Di ruang bedah RSU “Sehat” dirawat 20 orang pasien dengan kategori sebagai berikut: 5 pasien dengan perawatan minimal, 10 pasien dengan perawatan parsial dan 5 pasien dengan perawatan total. Maka kebutuhan tenaga perawatan adalah sebagai berikut: 1. untuk shift pagi: -          5   ps x 0,17 = 0,85 -          10 ps x 0,27 = 2,70 -          5   ps x 0,36 = 1,80 total tenaga pagi      = 5,35



2. untuk shift siang: -          5   ps x 0,14 = 0,70 -          10 ps x 0,15 = 1,50 -          5   ps x 0,30 = 1,50 total tenaga siang     = 3,70



3. untuk malam: -          5   ps x 0,50 -          10 ps x 0,70 -          5   ps x 1,00 total tenaga = 2,20



shift 0,10 = 0,07 = 0,20 = malam 



Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan adalah: 5,35 + 3,70 + 2,20 = 11,25 (11 orang perawat). c. Metode DEPKES Pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat dan bidan menurut direktorat pelayanan keperawatan Dirjen Yan-Med Depkes RI (2001) dengan memperhatikan unit kerja yang ada pada masing-masing rumah sakit. Model pendekatan yang digunakan adalah tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus, rata-rata pasien per hari, jumlah perawatan yang diperlukan / hari / pasien, jam perawatan yang diperlukan/ ruanagan / hari dan jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari. Contoh Perhitungan: Jumlah Rata-rata Jumlah jam jumlah jam perawatan No Kategori* pasien/ perawat/ ruangan/ hari hari** hari (c x d) A b c d e 1 Askep 7 2,00 14,00 Minimal 2 Askep sedang 7 3,08 21,56 3 Askep agak 11 4,15 45,65 berat 4 Askep 1 6,16 6,16 maksimal Jumlah 26 87,37



Keterangan: *    : Uraian ada pada model Gillies di halaman depan **  : Berdasarkan penelitian di luar negeri Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:               Jumlah jam perawatan ruangan/ hari    =  87,37  =  12,5 perawat         Jam kerja efektif perawat                        7 Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (factor koreksi) dengan:  Hari libur/ cuti/ hari besar (loss day) Jumlah hari miggu dalam setahun + cuti + hari besar x Jumlah perawat tersedia Jumlah hari kerja efektif                 52 +12 + 14   x  12,5  = 3,4                 286  Perawat yang mengejakan tugas-tugas non-profesi (non-nursing jobs) Seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain. Diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan. non-nursing jobs 25% (Jumlah tenaga perawat + loss day)  x 25% = (12,5 + 3,4) x 25% = 3,9 Jadi jumlah tenaga yang diperlukan= tenaga yang tersedia + factor koreksi = 12,5 + 3,4 + 3,9 = 19,8 (dibulatkan menjadi 20 orang perawat/) 2.4. Metode (M2/ METHODE) Berdasarkan pengalaman mengembangkan model PKP di RSUPN Cipto Mangunkusumo sejak 1996, dan masukan dari berbagai pihak telah dipikirkan untuk mengembangkan suatu MPKP, sebagai transisi menuju model PKP yang disebut model praktek keperawatan professional pemula (PKPP). Disamping itu  sehubungan dengan adanya pola pengembangan pendidikan tinggi keperawatan antara lain rencana pembukaan pendidikan spesialis keperawatan, maka perlu dipikirkan pemanfaatan tenaga ini nantinya di klinik. Oleh karena itu direncanakan terdapat beberapa jenis MPKP, yaitu: a) Model Praktek Keperawatan  Profesional III Melalui pengembangan MPKP III dapat diberikan asuhan keperawatan professional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan dokter dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset serta memanfaat hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. b). Model Praktek Keperawatan Profesional II Pada model ini, akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan



spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang  asuhan keperawatan  kepada perawat primer pada area spesialisasinya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawatan spesialis direncanakan  1 orang untuk 10 perawat primer (1:10). c.    Model Praktek Keperawatan Profesional I Model praktek keperawatan professional pemula (MPKP), merupakan tahap awal untuk menuju MPKP. Pada model ini  mampu diberikan asuhan keperawatan professional tingkat pemula. Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional I dan untuk  ini diperlukan penataan 3 komponen utama, yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan. Model ini merupakan model yang akan dikembangkan secara bertahap (Developmental model) dan telah telah diuji coba di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSUP Persahabatan.             Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP), yakni: 2.3.1.   Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Ada 5 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan. Untuk memberikan asuhan keperawatan yang lazim dipakai meliputi metode fungsional, metode tim, metode kasus, modifikasi metode tim-primer. a.   Metode Fungsional (Bukan MAKP) Metode fungsional merupakan manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan pengawasan yang baik. Metode ini sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga. Perawat senoir menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman. Kelemahan dari metode ini adalah pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan. Setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya merawat luka). Metode ini tidak memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat dan persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja. Bagan 2.3. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional a. Metode Tim Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu. Metode ini memungkinkan pemberian pelayanan keperawatan



yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, dan memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim. Namun, komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk. Hal pokok dalam metode tim adalah ketua tim sebagai perawat profesonal harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan, pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin, anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim, model tim akan berhasil bila didukung oleh kepala ruang. Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk memberikan perawatan yang berpusat pada klien. Perawatan ini memberikan pengawasan efektif dari memperkenalkan semua personel adalah media untuk memenuhi upaya kooperatif antara pemimpin dan anggota tim. Melalui pengawasan ketua tim nantinya dapat mengidentifikasi tujuan asuhan keperawatan, mengindentifikasi kebutuhan anggota tim, memfokuskan pada pemenuhan tujuan dan kebutuhan, membimbing anggota tim untuk membantu menyusun dan memenuhi standard asuhan keperawatan. Walaupun metode tim keperawatan telah berjalan secara efektif, mungkin pasien masih menerima  fragmentasi pemberian asuhan keperawatan jika ketua tim tidak dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan pasien, keterbatasan tenaga dan keahlian dapat menyebabkan kebutuhan pasien tidak terpenuhi. Bagan 2.4. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Team  Nursing Kepala Ruangan  



Ketua Tim  



Ketua Tim  



Ketua Tim  



Staf Perawat  



Staf Perawat  



Staf Perawat  



Pasien  



Pasien  



Pasien  



 



           b. Metode Primer Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, malakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Konsep dasar metode primer adalah ada tanggung jawab dan tanggung gugat, ada otonomi, dan ketertiban pasien dan keluarga. Metode primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan keterampilan manajemen, bersifat kontinuitas dan komprehensif, perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan memungkinkan pengembangan diri sehingga pasien merasa dimanusiakan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas setiap kebutuhan klien, mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan mengevaluasi keefektifan keperawatan. Sementara perawat yang lain memberikan tindakan keperawatan, perawat primer mengkoordinasikan keperawatan dan menginformasikan tentang kesehatan klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Bagan 2.5. c. Metode Kasus Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti: isolaso,intensivecare. Kelebihannya adalah perawat lebih memahami kasus per kasus, sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah. Kekurangannya adalah belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab, perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.



Bagan 2.6. Sistem Asuhan Keperawatan Case Method Nursing Kepala Ruangan  



Staf Perawat  



Staf Perawat  



Staf Perawat  



Pasien  



Pasien  



Pasien  



d. Metode Modifikasi Tim-Primer Pada model MAKP tim digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan: 1)   Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 Keperawatan atau setara. 2)   Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim. 3)   Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer. Disamping itu, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan. Contoh: untuk ruang model MAKP ini diperlukan 26 perawat. Dengan menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan 4 (empat) orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping seorang kepala ruang rawat juga Ners. Perawat associate (PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat asosiasi terdiri atas lulusan D3 Keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang). Pengelompokan Tim pada setiap shift jaga terlihat pada gambar di bawah. Sistem Asuhan Keperawatan Metode Primary Tim (Modifikasi) Adapun tugas dari Kepala Ruangan, Perawat Primer, dan Perawat Asociate menurut MPKP Pemula adalah sebagai berikut ini: a. Kepala Ruang Rawat



Ada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruang rawat adalah perawat dengan kemampuan D3 keperawatan yang berpengalaman dan pada MPKP tingkat satu adalah perawat dengan kemampuan SKP atau Ners yang berpengalaman. Kepala ruang rawat bertugas sesuai jam kerja yaitu dinas pagi. 1)  Mengatur pembagian tugas jaga perawat (jadwal dinas) 2)  Mengatur dan mengendalikan kebersihan dan ketrampilan ruangan 3)      Mengadakan diskusi dengan staf untuk memecahkan masalah diruangan 4)      Bimbingan membimbing siswa atau mahasiswa (bekerja sama dengan pembimbing klinik). Dalam pemberian askep diruangan, dengan mengikuti sistim MPKP yang sudah ada 5)       Melakukan kegiatan administrasi dan surat menyurat 6)       Mengorientasikan pegawai baru residen, mahasiswa kedokteran atau keperawatan yang akan melakukan praktik diruangan 7)       Menciptakan dan memelihara hubungan kerja yang harmonis dengan klien/keluarga dan tim kesehatan lain, antara lain kepala ruang rawat mengingatkan kembali pasien dan keluarga tentang perawat tim yang bertanggung jawab terhadap mereka di ruangan yang bersangkutan 8)       Memeriksa kelengkapan persediaan status keperawatan minimal lima set setiap hari 9)       Melaksanakan pembinaan terhadap PP dan PA dalam hal implementasi MPKP termasuk sikap dan tingkah laku profesional 10)     Bila PP cuti, tugas dan tanggung jawab PP dapat didelegasikan kepasa PA senior (wakil PP pemula yang ditunjuk) tetapi tetap dibawah pengawasan kepala ruang rawat dan CCM 11)     Merencanakan dan memfasilitasi ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan diruangan 12)     Memantau dan mengevaluasi penampilan kerja semua tenaga yang ada diruangan, membuat DP3 dan usulan kenaikan pangkat 13)     Merencanakan dan melaksanakan evaluasi mutu asuhan keperawatan (bersama dengan CCM) 14)     Membuat peta resiko diruangan b. Perawat Primer/Ketua Tim             Perawat rimer (PP) pemula adalah perawat lulusan DIII kepewatan dengan pengalaman minimal 4 tahun dan pada MPKP minimal 1 tahun. PP dapat bertugas pada pagi, sore atau malam  hari. Namun sebaiknya PP hanya bertugas pada pagi atau sore saja karena bila bertugas pada malam hari, PP akan libur beberapa hari sehingga sulit untuk menilai perkembangan pasien. Melakukan konrak dengan klien/keluarga pada awal masuk ruangan sehingga tercipta hubungan terapeutik. Hubungan ini dibina secara terus menerus. Pada saat melakukan pengkajian/tindakan pada pasien/ keluarga. 1)       Melakukan pengkajian terhadap klien baru atau melengkapi pengkajian yang sudah dilakukan oleh PP pada sore, malam atau hari libur 2)       Menetapkan rencana asuhan  keperawatan berdasarkan analisis standar renpra sesuai dengan hasil pengkajian 3)       Menjelaskan renpra yang sudah ditetapkan kepada PA dibawah tanggung jawabnya sesuai klien yang dirawat



4)       Menetapkan PA yang bertangung jawab ada setiap pasien, setia kali giliran jaga. Pembaggian klien berdasarkan jumlah pasien, tingkat ketergantungan pasien 5)       Melakukan bimbingan dan evaluasi (mengecek) PA dalam melakkan tindakan keperawatan, apakah sesuai dengan SOP 6)       Memonitor dokumentasi yang dilakukan oleh PA 7)       Membantu tindakan keperawatan yang bersikap terapi keperawatan dan tindakan keperawatan yang tidak dapat dilakukan oleh PA 8)       Mengatur pelaksanaan konsul dan pemeriksaan laboratorium 9)       Melakukan kegiatan serah terima pasien dibawah tanggung jawabnya besama PA 10)     Mendamingi dr visite klien dibawah tanggung jawabnya. Bila PP tidak ada, visite didampingi oleh PA sesuai dengan timnya 11)     Melakukan evaluasi asuha keperawatan dan membuat catatan perkembangan klien setiap hari 12)     Melakukan pertemuan dengan pasien/ keluarga minimal setiap dua hari untuk membahas kondisi keperawatan klien (bergantung pada kondisi klien) 13)     Bila PP cuti /libur, tugas-tugas PP didelegasikan kepada PA yang telah ditunjuk (wakil PP) dengan bimbingan kepala ruang rawat atau CCM 14)     Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien/ keluarga 15)     Membuat perencanaan pulang pasien 16)     Bekerja sama denganCCM dalam mengidentifikasi isu yang memerlukan pembuktian sehingga tercipta Evidence Based Practice (EBP) c. Perawat Acocciate/ Perawat Pelaksana PA pada MPK pemula atau MPKP tingkat satu, sebaiknya adalah perawat dengan kemampuan DIII Keperawatan. Namun, pada  beberapa kondisi bila belum semua tenaga mendapat pendidikan tambahan, beberapa MPKP, PA adalah perawat dengan pendidikan dengan SPK tetapi memiliki pengalaman  yang cukup lama dirumah sakit. 1) Membaca ranpra yang telah ditetakan  PP 2) Membina hubungan tarapeutik dengan pasien/ keluarga, sebagai lanjutan kontrak yang sudah dilakukan PP 3) Menerima klien baru (kontrak dan memberikan informasi berdasarkan format orientasi klien/keluarga jika PP tidak ada di tempat 4) Memeriksa kerapian dan kelengkapan status keperawatan 5) Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan mendokumentasikannya pada format yang tersedia 6) Mengikuti visite dokter jika PP tidak ada di tempat 7) Melakukan tinadakn keperawatan pada pasiennya berdasarkan renpra 8) Membuat laporan pergantian dinas setelah selesai dinas diparaf 9) Mengkomunikasikan kepada PP /PJ dinas bila menemukan masalah yang perlu diselesaikan 10) Berperanserta dalam memberikan pendidikan kesehatan pada klien/keluarga yang dilakukan oleh PP 11) Melakukan inventarisasi fasilitas yang terkaitan dengan timny 12) Membantu tim lainyan yang membutuhkan



13)



Memberikan resep dan meneria obat dari keluarga klien yang menjadi tanggung jawabnya dan berkoordinasi dengan PP



Sedangkan menurut JCIA (Joint Comition International Acreditation) tugas dari Kepala Ruangan, Perawat Primer, dan Perawat Asociate adalah sebagai berikut ini: a. Kepala Ruang Rawat 1) Mengobservasi dan memberi masukan kepada PP terkait dengan bimbingan yang diberikan PP kepada PA. Apakah sudah baik 2) Memberikan masukan pada diskusi kasus yang dilakukan PP dan PA 3) Mempresentasikan isu-isu baru terkait dengan asuhan keperawatan 4) Mengidentifikasi fakta dan temuan yang memerlukan pembuktian 5) Mengidentifikasi masalah penelitian, merancang usulan dan melakukan penelitian 6) Menerapkan hasil-hasil penelitian dan memberikan asuhan keperawatan 7) Bekerjasama dengan kepala ruangan dalam hal melakukan evaluasi tentang mutu asuhan keperawatan, mengarahkan dan mengevaluasi tentang implementasi MPKP 8) Mengevaluasi pendidikan kesehatan yang dilakukan PP dan memberikan masukan untuk perbaikan 9) Merancang pertemuan ilmiah untuk membahas hasil evaluasi/penelitian tentang asuhan keperawatan b. Kepala Group 1) Bersama anggota group melaksanakan ASKEP sesuai standar 2) Bersama anggota group mengadakan serah terima dengan group.tim (group petugas ganti) mengawasi: kondisi pasien/anggota keluarga, logistik keperawatan, administrasi rekam medik, pelayanan pemeriksaan penunjang, kolaborasi program pengobatan 3) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh group sebelumnnya 4) Merundingkan pembagian tugas dengan anggota groupnya 5) Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter 6) Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program pengobatan dokter 7) Membantu pelaksanaan rujukan 8) Melakukan orientasi terhadap pasien/anggota keluarga baru mengenai: tata tertib ruangan RS, perawat yang bertugas 9) Menyiapkan orientasi pulang dan memberi penyuluhan kesehatan 10) Memelihara kebersihan ruang rawat dengan: mengatur tugas cleaning service, mengatur tugas peserta didik, mengatur tata tertib ruangan yang ditunjukkan kepada semua petugas, peserta didik dan pengunjung ruangan 11) Membantu karu membimbing peserta didik keperawatan 12) Membantu karu untuk menilai mutu pelayanan ASKEP serta tenaga keperawatan 13) Menulis laporan tim mengenai klien/anggota keluarga dan lingkungan c. Perawat Pelaksana 1) Melakukan asuhan keperawatan sesuai standar



2)



3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15)



Mengadakan serah terima dengan group/tim lain (group petugas ganti) mengenai kondisi pasien/anggota keluarga, logistik keperawatan, administrasi rekam medik, pelayanan pemeriksaan penunjang, kolaborasi program pengobatan Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh group sebelumnya Merundingkan pembagian tugas dalam groupnya Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program pengobatan dokter Membantu pelaksanaaan rujukan Melakukan orientasi terhadap klien/anggota keluarga/keluarga baru mengenai: tata tertib ruangan/RS, perawat yang bertugas Menyiapkan pasien/anggota keluarga pulang dan memberikan penyuluhan kesehatan Memelihara kebersihan ruang rawat dengan: mengatur tugas cleaning service dan peserta didik Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua petugas, peserta didik dan pengunjung ruangan Membantu kepala ruangan membimbing peserta didik keperawatan Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan keperawatan serta tenaga keperawatan Menulis laporan tim/group mengenai kondisi pasien/anggota keluarga dan lingkungannya Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/anggota keluarga/keluarga



Menurut fungsi-fungsi manajemen tugas dari Kepala Ruangan, Perawat Primer, dan Perawat Asociate adalah sebagai berikut ini: A. Kepala Ruangan  Perencanaan  Menunjukkan ketua TIM akan bertugas di ruangan masing-masing mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya  Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi dan persiapan pulang, bersama ketua TIM  Mengidentifikasi jumlah  perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien bersama ketua TIM, mengatur penugasan atau penjadwalan  Merencanakan strategi pelaksanaan perawatan  Mengikuti Visite dokter untukmnegetahui kondisi,patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien  Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan  Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri  Membantu membimbing peserta didik keperawatan  Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan Rumah Sakit 2. Pengorganisasian  Merumuskan metode penugasan yang digunakan



          3.



      



4.



 



Merumuskan tujuan metode penugasan Membuat rincian tugas ketua TIM dan anggota TIM secara jelas Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 3 ketua TIM, dan ketua TIM membawahi 2-3 perawat Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuatproses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lainnya Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan Mengatur dan mengendalikan dituasi tempat praktek Mendelegasikan tugas, saat kepala ruangan tidak ada di tempat kepada ketua TIM Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien Mengatur penugasan jadwal post dan pakarnya Identifikasi masalah dan penanganannya Pengarahan Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua TIM Memberi pujian kepada anggota TIM yang melakukan tugas dengan baik Memberi motifasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan ASKEP pasien Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya Meninggkatkan kolaborasi dengan anggota TIM lain Pengawasan Melalui Komunikasi Mengawasi dan berkomunikasi lansung dengan ketua TIM maupun pelaksanaan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien Melalui Supervisi Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki atau mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga. Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua TIM, membacadan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laoran ketua TIM tentang pelaksanaan tugas. Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua TIM dan Audit keperawatan.



b. Ketua TIM 1) Bertanggung jawab terhadap pengelolaan asuhan keperawatan klien sejak masuk sampai pulang 2) Mengorientasikan pasien yang baru dan keluarganya 3) Mengkaji kondisi kesehatan pasien dan keluarganya 4) Membuat diagnose keperawatan dan rencana keperawatan



5) Mengkomunikasikan rencana keperawatan kepada anggota tim 6) Mengarahkan dan membimbing anggota tim dalam melakukan tindakan keperawatan 7) Mengevaluasi tindakan dan rencana keperawatan 8) Melaksanakan tindakan keperawatan tertentu 9) Mengembangkan perencanaan pulang 10) Memonitor pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan oleh anggota tim 11) Melakukan/mengikuti pertemuan dengan anggota tim/tim kesehatan lainnya untuk membahas perkembangan kondisi pasien  12) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan memberikan bimbingan melalui konfrensi 13) Mengevaluasi pemberian ASKEP dan hasil yang di capai serta pendokumentasiannya c. Anggota TIM 1) 2) 3)



4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14)



Menjalankan asuhan keperawatan sesuai standar Membina hubungan terapeutik dengan pasien/keluarga Mengikuti serah terima dengan group/tim lain (group petugas ganti) mengenai kondisi pasien/anggota keluarga, logistic keperawatan, administrasi rekam medik, pelayanan pemeriksaan penunjang, kolaborasi program pengobatan Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh group sebelumnya Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program pengobatan dokter bila Kepala Group tidak ditempat Membantu pelaksanaaan rujukan dan menyiapkan pasien untuk pemeriksaan diaganostik, laboratorium, pengobatan, dan tindakan Melakukan orientasi terhadap pasien/anggota keluarga/keluarga baru mengenai: tata tertib ruangan/RS, perawat yang bertugas Membuat laporan pergantian dinaas dan setelah selesai diparaf Menyiapkan pasien/anggota keluarga pulang dan memberikan penyuluhan kesehatan Memelihara kebersihan ruang rawat dengan: mengatur tugas cleaning service dan peserta didik Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua petugas, peserta didik dan pengunjung ruangan Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan keperawatan serta tenaga keperawatan Menulis laporan tim/group mengenai kondisi klien/anggota keluarga dan lingkungannya



15) 16) 17) 18)



Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/anggota keluarga/keluarga Mengkomunikasikan kepada Kepala Ruangan/Kepala Group jika ada masalah yang belum terselesaikan Memeriksa kelengakapan status keperawatan Memberikan resep dan menerima obat dari keluarga pasien yang menjadi tanggung jawabnya dan berkoordinasi dengan kepala group



2.1.1.      Timbang Terima A. Pengertian Adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu ( laporan ) yang berkaitan dengan keadaan pasien (Nurslama, 2011). B. Tujuan 1) Menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum  pasien 2) Menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindak lanjuti oleh dinas berikutnya 3) Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya C. Langkah-Langkah 1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap 2) Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu mempersiapkan hal – hal apa yang akan disampaikan 3) Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab shift yang    selanjutnya meliputi:  Kondisi atau keadaan pasien secara umum  Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan  Rencana kerja  untuk dinas yang menerima operan 4) Penyampaian operan diatas harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu–buru 5) Perawat primer dan anggota kedua shift dinas bersama-sama langsung melihat  keadaan D. Prosedur 1.) Persiapan Sarana Prasarana  Saat timbang terima perawat menyiapkan status pasien  Perawat telah menyiapkan buku catatan dan peralatan tulis 2.) Perawat  Kedua kelompok dalam keadaan siap  Timbang terima di pimpin oleh kepala ruangan pada pergantian shift dan malam ke pagi dari pagi ke sore. Sedangkan pergantian shift dari sore ke malam dipimpin oleh ketua tim atau perawat primer 3.) Pelaksanaan Urutan Pelaksanaan  Dilaksanakan setiap pergantian shift



  



Pelaksanaan dimulai dari nurse station Timbang terima di lanjutkan melihat langhsung kondisi pasien Hal-hal yang sifatnya khusus dicatat dan di serah terimakan pada perawat shift berikutnya  Perawat shift berikutnya validasi data kepasien  Perawat menyapa pasien dan menanyakan kondisi/ keluhan yang dirasa saat ini  Waktu untuk timbang terima tidak lebih dari 5 menit kecuali pasien kondisi khusus  Penyampaian dilakukan singkat dan jelas Isi Timbang Terima Perawat menyebutkan identitas pasien Perawat menyebutkan diagniosa medis Perawat menyebutkan data obyektif Perawat menyebutkan data penunjang lain Perawat menyebutkan masalah keperawatan yang belum dilaksanakan Perawat menyebutkan intervensi kolaboratif Perawat menyebutkan persiapan yang perlu dilakukan  dalam kegiatan selanjutnya 3)   Post Timbang Terima  Perawat kembali ke nurse station untuk mendiskusikan hasil validasi data langsung  Perawat yang memimpin timbang terima menyebutkan rencana kerja bagi shift berikutnya  Mendokumentasikan pelaksanaan timbang terima di buku laporan oleh perawat primer atau ketua tim 2.1.2. Pendokumentasian Asuhan Keperawatan a.   Pengertian Dokumentasi adalah bukti bahwa tanggung jawab hukum dan etik perawat terhadap pasien sudah dipenuhi dan bahwa pasien menerima asuhan keperawatan yang bermutu (Lyer, 2005). Menurut Tungpalan (1983) dalam Handayaningsih (2009), dokumentasi adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan proses pendokumentasian merupakan pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa baik dari objek maupun pemberi jasa yang dianggap berharga dan penting. Menurut Fisbach (1991) dalam Hartati (2010), pelaksanaan dokumentasi keperawatan adalah sebagai salah satu alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan suatu pelayanan asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit. b.   Tujuan dan Manfaat Tujuan pencatatan dalam dokumentasi asuhan keperawatan adalah untuk mengidentifikasi status kesehatan klien (pasien) dalam rangka mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan asuhan keperawatan,



dan mengevaluasi tindakan, serta untuk penelitian, keuangan, hukum, dan etika. Dokumentasi asuhan keperawatan harus dibuat dengan lengkap, jelas, obyektif, ada tanggal, dan harus ditandatangani oleh perawat, karena mempunyai manfaat yang penting bila dilihat dari berbagai aspek, yaitu: 1) Hukum: Data-data harus diidentifikasi secara lengkap, jelas, objektif, dan ditandatangani oleh tenaga kesehatan (perawat), tanggal, dan perlu dihindari adanya penulisan yang dapat menimbulkan interprestasi yang salah 2) Jaminan Mutu Pelayanan: Pendokumentasian data pasien yang lengkap dan akurat akan memberikan jaminan mutu pelayanan 3) Komunikasi: Dokumentasi keadaan pasien merupakan alat “perekam” terhadap masalah yang berkaitan dengan pasien 4) Keuangan: Semua asuhan keperawatan yang belum, sedang, dan telah diberikan yang didokumentasikan dengan lengkap dan dapat dipergunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan bagi pasien 5) Pendidikan: Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran 6) Penelitian: Data yang terdapat didalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau obyek riset dan pengembangan profesi keperawatan 7) Akreditasi: Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien (Nursalam, 2009). c.   Komponen Dokumentasi Asuhan Keperawatan Komponen dokumentasi asuhan keperawatan meliputi komponen isi dokumentasi dan komponen dalam konsep penyusunan dokumentasi. Komponen isi dokumentasi meliputi: pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan, evaluasi, tanda tangan dan nama terang perawat, catatan keperawatan, resume keperawatan, dan catatan pasien pulang atau meninggal dunia (Nursalam, 2009). Sedangkan komponen model dokumentasi yang digunakan mencakup tiga aspek, yaitu: 1) Keterampilan berkomunikasi yang baik memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada profesi kesehatan lainnya mengenai apa yang sudah, sedang, dan yang akan dikerjakan oleh perawat 2) Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, intervensi. Perawat kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respons klien terhadap intervensi yang diberikan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada profesi kesehatan lainnya 3) Perawat memerlukan suatu standar dokumentasi untuk memperkuat pola pendokumentasi, sebagai pedoman praktik pendokumentasian. (Nursalam, 2009).



d.   Tahap-Tahap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan 1. Dokumentasi Pengkajian Keperawatan Standar dokumentasi untuk pengkajian keperawatan adalah perawat mendokumentasikan data pengkajian keperawatan dengan cara yang sistematis, komprehensif, akurat, dan terus-menerus (Nursalam, 2009). Berikut adalah kriteria penulisan dokumentasi pengkajian keperawatan:  Gunakan format yang sistematis untuk mendokumentasikan pengkajian  Gunakan format yang telah tersusun untuk mendokumentasikan pengkajian  Kelompokkan data-data berdasarkan model pendekatan yang digunakan  Tulis data objektif tanpa bias dan memasukkan pendapat pribadi  Sertakan pernyataan yang mendukung interprestasi data objektif  Jelaskan observasi dan temuan secara sistematis  Ikuti aturan atau prosedur yang dipakai dan disepakati oleh instansi  Tuliskan secara jelas dan ringkas 2) Dokumentasi Diagnosis Keperawatan Pendokumentasian diagnosis keperawatan merupakan daftar masalah kesehatan klien yang menyertakan catatan keperawatan (Nursalam, 2009). Kriteria penulisan diagnosis keperawatan adalah sebagai berikut:  Memakai PE dan PES (Problem, Etiologi, Sign/Symptom)  Catat diagnosis keperawatan potensial dalam sebuah problem/format etiologi  Memakai istilah yang telah distandarkan oleh NANDA  Merujuk pada daftar yang dapat diterima  Memulai penulisan pernyataan  diagnosis sesuai dengan penulisan diagnosis  Pastikan definisi karakteristik telah didokumentasikan  Pernyataan awal dalam perencanaan keperawatan ditulis pada daftar masalah  Hubungkan tiap-tiap diagnosis keperawatan bila saling merujuk  Gunakan diagnosis keperawatan sebagai pedoman untuk pengkajian, intervensi, dan evaluasi  Catat bahan perawatan adalah dasar untuk pertimbangan dari langkah-langkah proses keperawatan  Pendokumentasian semua diagnosis keperawatan harus merefleksikan dimensi dalam masalah yang berorientasi pada sistem pendokumentasian perawat  Suatu agenda mungkin diperlukan untuk membuat diagnosis keperawatan dan sistem pendokumentasian yang relevan 3. Dokumentasi Rencana Keperawatan



Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien dengan kriteria penulisan rencana asuhan keperawatan yang efektif, yaitu:  Sebelum menulis rencana asuhan keperawatan, kaji ulang data yang ada  Daftar dan jenis masalah aktual, risiko, dan potensial  Berilah gambaran dan ilustrasi khususnya diagnosis  Kriteria hasil harus ditulis dengan jelas, khusus, dan terukur  Rencana keperawatan harus selalu ditandatangani dan diberi tanggal  Mulai rencana intervensi dengan menggunakan kata kerja (action verb)  Alasan prinsip kekhususan (specificity)  Tuliskan rasionalisasi dari rencana intervensi  Rencana intervensi harus selalu tertulis dan ditandatangani  Rencana intervensi harus didokumentasikan sebagai hal permanen  Sertakan klien dan keluarganya dalam perencanaan jika memungkinkan  Rencana intervensi harus sesuai dengan waktu yang ditentukan dan diusahankan untuk selalu diperbaharui (Nursalam, 2009). 4. Dokumentasi Intervensi Keperawatan Komponen penting pada dokumentasi intervensi adalah mengidentifikasi mengapa sesuatu terjadi terhadap klien, apa yang terjadi, kapan, bagaimana, dan siapa yang melakukan intervensi (Nursalam, 2009).  Why. Harus dijelaskan alasan intervensi harus dilaksanakan  What. Ditulis secara jelas ringkas dari pengobatan/intervensi  When. Pendokumentasian ketika melaksanakan intervensi sangat penting  How. Intervensi dilaksanakan dalam penambahan pendokumentasian  Who. Siapa yang melaksanakan intevensi harus selalu dituliskan pada dokumentasi serta tanda tangan sebagai pertanggung jawaban 5. Dokumentasi Evaluasi Keperawatan Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yang terjadi saat itu.  Sedangkan evaluasisomatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan (Nursalam, 2009). e. Standar Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Standar dokumentasi asuhan keperawatan menurut Departemen Kesehatan (1995) dalam Nursalam (2011) sebagai berikut:



Tabel 2.2. Standar Dokumentasi Asuhan Keperawatan No A. 1. 2. 3. 4. B. 1. 2. 3. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. D. 1. 2. 3. 4. E. 1. 2. F. 1. 2. 3. 4. 5.



Standar Dokumentasi Asuhan Keperawatan PENGKAJIAN Mendokumentasikan data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian Data dikelompokkan (bio-psiko-sosio-spriritual) Data dikaji sejak klien masuk sampai pulang Masalah dirumuskan berdasarkan masalah kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan DIAGNOSIS Diagnosis keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan Diagnosis keperawatan mencerminkan PE/PES Merumuskan diagnosis keperawatan aktual/potensial PERENCANAAN Berdasarkan diagnosis keperawatan Disusun menurut urutan prioritas Rumusan tujuan mengandung komponen klien/subjek, perubahan, perilaku, kondisi klien, dan/atau kriteria Rencana intervensi mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci, dan jelas, dan/atau melibatkan klien/keluarga Rencana intervensi menggambarkan keterlibatan klien/keluarga Rencana intervensi menggambarkan kerja sama dengan tim kesehatan lain INTERVENSI Intervensi dilaksanakan mengacu pada rencana asuhan keperawatan Perawat mengobservasi respons klien terhadap intervensi keperawatan Revisi intervensi berdasarkan hasil evaluasi Semua intervensi yang telah dilaksanakan didokumentasikan dengan ringkas dan jelas EVALUASI Evaluasi mengacu pada tujuan Hasil evaluasi didokumentasikan CATATAN ASUHAN KEPERAWATAN Menulis pada format yang baku Pendokumentasian dilakukan sesuai dengan intervensi yang dilaksanakan Pendokumentasian ditulis dengan jelas, ringkas, istilah yang baku dan benar Setiap melakukan intervensi/kegiatan perawat mencantumkan paraf dan nama dengan jelas, serta tanggal dan waktu dilakukannya intervensi Berkas catatan keperawatan disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku Sumber: Nursalam (2009)



2.1.3. Ronde Keperawatan a.



Pengertian Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, di samping pasien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan atau konsulen, kepala ruangan, perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim (Nursalam, 2009). Karakteristik:  Pasien dilibatkan secara langsung  Pasien merupakan fokus kegiatan  Perawat associate, perawat primer dan konsulen melakukan diskusi bersama  Konsulen memfasilitasi kreatifitas  Konsulen membantu mengembangkan kemampuan perawat associate, perawat primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah. b.



c.



Tujuan 1. Tujuan Umum Menyelesaikan masalah keperawatan yang ada pada pasien melalui pendekatan berpikir kritis 2. Tujuan Khusus  Memudahkan cara berpikir kritis dan sistematis  Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan  Memudahkan pemikiran tentang keperawatan yang berasal dari masalah pasien  Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana asuhan masalah pasien  Meningkatkan kemampuan justifikasi  Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja Peran 1) Perawat Primer dan Perawat Associate Dalam melaksanakan pekerjaan perlu adanya sebuah peranan yang dapat memaksimalkan kebersihan antara lain:  Menjelaskan  keadaan dan data demografi klien  Menjelaskan masalah keperawatan utama  Menjelaskan intervensi yang belum akan dilakukan  Menjelaskan tindakan  selanjutnya  Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil 2.) Peran Perawat Primer Lain dan Konsulen  Memberikan justifikasi



   



Memberikan reinforcement Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan yang rasional Mengarahkan dan koreksi Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari



d.   Pelaksanaan 1)      Persiapan  Penetapan kasus minimal sehari sebelum waktu pelaksanan ronde  Pemberian informed consent kepada pasien dan keluarga  Melakukan pengkajian  Melakukan analisa data  Membuat rencana keperawatan  Melakukan implementasi asuhan keperawatan  Membuat catatan perkembangan 2)      Pelaksanaan Ronde  Penjelasan tentang ronde pasien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana yang akan atau dilaksanakan dan memiliki prioritas yang akan didiskusikan  Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut  Pemberi justifikasi oleh perawat primer atau perawat konselor/manajer tentang masalah klien serta rencana tindakan yang akan dilakukan  Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah ada yang akan ditetapkan 3)      Pasca Ronde  Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada pasien tersebut serta menetapkan tindakan yang perlu dilakukan  Bagaimana peran perawat primer dan perawat associate dalam pelaksanaan pengorganisasian ronde 2.1.4.      Pengelolaan Sentralisasi Obat a.   Pengertian Kontroling terhadap penggunaan dan konsumsi obat, sebagai salah satu peran perawat perlu dilakukan dalam suatu pola/ alur yang sistematis sehingga penggunaan obat benar – benar dapat dikontrol oleh perawat sehingga resiko kerugian baik secara material maupun secara non material dapat dieliminir (Nursalam, 2009). b.    Tujuan 1)



Meningkatkan mutu pelayanan kepada klien, terutama dalam pemberian obat



2) 3) 4) 5) 6)



Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat secara hukum maupun secara moral Mempermudah pengelolaan obat secara efektif dan efesien Menyeragamkan pengelolaan obat Mengamankan obat – obat yang dikelola Mengupayakan ketepatan pemberian obat dengan tepat klien, dosis, waktu, dan cara



c.  Teknik Pengelolaan Tehnik pengelolaan obat kontrol penuh ( sentralisasi) adalah pengelolaan obat dimana seluruh obat yang akan diberikan pada pasien diserahkan sepenuhnya pada perawat. Pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh perawat. 1)   Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruangan yang secara operasional dapat didelegasikan pada staf yang ditunjuk. 2)   Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat. 3)   Penerimaan Obat:  Obat yang telah diresepkan dan telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada perawat dengan menerima lembar serah terima obat  Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah dan sediaan dalam kartu kontrol dan diketahui oelh keluarga / pasien dalam buku masuk obat. Keluarga atau klien selanjutnya mendapatkan penjelasan kapan/ bilamana obat tersebut akan habis  Pasien/ keluarga untuk selanjutnya mendapatkan salinan obat yang harus diminum beserta sediaan obat  Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat dalam kotak obat 4)      Pembagian Obat  Obat yang diterima untuk selanjutnya disalin dalam buku daftar pemberian obat  Obat – obat yang telah disiapkan untuk selanjutnya diberikan oleh perawat dengan memperhatikan alur yang etrcantum dalam buku daftar pemberian obat, dengan terlebih dahulu dicocokkan dengan terapi di instruksi dokter dan kartu obat yang ada pada pasien  Pada saat pemberian obat, perawat menjelaskan macam obat, kegunaan obat, jumlah obat dan efek samping  Sediaan obat yang ada selanjutnya dicek tiap pagi oleh kepala ruangan/ petugas yang ditunjuk dan didokumentasikan dalam buku masuk obat. Obat yang hampir habis diinformasikan pada keluarga dan kemudian dimintakan kepada dokter penanggung jawab pasien 5)      Penambahan Obat Baru  Informasi ini akan dimasukkan dalam buku masuk obat dan sekaligus dilakukan perubahan dalam kartu sediaan obat  Obat yang bersifat tidak rutin maka dokumentasi hanya dilakukan pada buku masuk obat dan selanjutnya diinformasikan pada keluarga dengan kartu khusus obat



6)      Obat Khusus  Sediaan memiliki harga yang cukup mahal, menggunakan rute pemberian obat yang cukup sulit, memiliki efek samping yang cukup besar  Pemberian obat khusus menggunakan kartu khusus  Informasi yang diberikan kepada keluarga/ pasien: nama obat, kegunaan, waktu pemberian, efek samping, penanggung jawab obat, dan wadah obat. Usahakan terdapat saksi dari keluarga saat pemberian obat. 2.1.5.    Supervisi Keperawatan a.    Pengertian Supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling). Swanburg (1990) melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan (Muninjaya, 1999 dalam Universitas Sumatera Utara, 2012). Dalam bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat (Suyanto, 2008 dalam Universitas Sumatera Utara, 2012). b.   Prinsip Supervisi Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan (Nursallam, 2011) antara lain: 1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi, 2) Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan antar manusia dan kemempuan menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan, 3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan dinyatakan melalui petunjuk, peraturan urian tugas dan standard, 4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan perawat pelaksana. 5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik, 6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas dan motivasi, 7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan manajer. c.   Sasaran Supervisi Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati berdasarkan struktur dan hirearki tugas. Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan, maka disebut supervisi langsung, sedangkan



jika sasaran berupa bawahan yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli dan Bachtiar, 2009). Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain: pelaksanaan tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, system dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang, penyimpangan/penyeleengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto, 2008 dalam Universitas Sumatera Utara, 2012). d.   Manfaat Supervisi Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan 2) Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah. 2.1.6.   Perencanaan Pulang (Discharge Planning) a.    Pengertian             Perencanaan pulang meruakan suatu proses yang dinamis dan sistematis dari penilaian, persiapan, serta koordinasi yang dilakukan untuk memberikan kemudahan pengawasan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan sesudah pulang.             Perencanaan pulang di dapatkan dari proses interaksi dimana perawat profesional, pasien dan keluarga berkolaborasi untuk memberikan dan mengatur kontinuitas keperawatan yang di perlukan oleh pasien di mana perencanaan harus berpusat pada masalah pasien, yaitu pencegahan, teraupetik, rehabilitatif, serta perawatan rutin yang sebenarnya (Swenberg, 2000). b.      Tujuan 1) Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial 2) Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga 3) Meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien 4) Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain 5) Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan serta sikap dalam memperbaiki  serta mempertahankan status kesehatan  pasien 6) Melaksanakan rentang perawatan antar rumah sakit dan masyarakat



c.       Manfaat 1) Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada pasien yang dimulai dari rumah sakit. 2) Dapat memberikan tindak lanjut yang sistematis yang digunakan intuk menjamin kontinuitas perawatan pasien 3) Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru 4) Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan perawatan rumah (Spath, 2003). d.    Prinsip 1) Pasien  merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu di kaji dan di evaluasi 2) Kebutuhan dari pasien  diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang tumbul di rumah dapat segera diantisipasi 3) Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif, perencanaan pulang merupakan pelayanan multi disiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama 4) Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada. Tindakan atau rencana yang akan di lakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat 5) Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan. Setiap klien masuk tatanan pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan e.   Jenis-Jenis 1) Conditioning Discharge (pulang sementara atau cuti), keadaan pulang ini dilakukan apabila kondisi pasien baik dan tidak terdapat komplikasi. Pasien untuk sementara dirawat dirumah namun harus ada pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat 2) Absolute Discharge (pulang mutlak atau selamanya), cara ini merupakan akhir dari hubungan pasien dengan rumah sakit. Namun apabila pasien perlu di rawat kembali, maka prosedur perawatan dapat dilakukan kembali. 3) Judicial Discharge (pulang paksa), kondisi ini di perbolehkan pulang, tetapi pasien harus di pantau dengan melakukan kerja sama dengan perawat puskesmas terdekat. Menurut Neylor (2003), beberapa tindakan keperawatan yang dapat di berikan pada pasien sebelum pasien di perbolehkan pulang antara lain: a.       Pendidikan kesehatan, diharapkan bisa mengurangi angka kambuh atau komplikasi dan meningkatkan pengetahuan serta  keluarga tentang perawaytan asien pulang



b.      Program pulang bertahap, bertujuan untuk melatih pasien untuk kembali ke lingkung keluarga dan masyarakat antara lain apa yang harus dilakukan  pasien di rumah sakit dan apa yang harus dilakukan keluarga c.       Rujukan, integritas pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan langsung antara perawat komunitas atau praktik mandiri perawat dengan rumah sakit sehingga dapat mengetahui perkembangan pasien di rumah 2.2.            Sarana dan Prasarana (M3/ MATERIAL) 2.2.1.      Sarana dan Prasarana Tabel 2.3. Standar Alat Keperawatan Dan Kebidanan Di Ruangan Kebidanan Menurut DEPKES (2001) No Nama Barang Standar . 1 Partus set 70% persalinan/hari 2 Hekting set 50% persalinan/hari 3 Alat vacuum 1 set 4 Alat forceps 1 set 5 Alat kuret 2 set 6 Alat resusitasi ibu dan 2 set bayi 7 Infuse set 6 set 8 Perawatan bayi baru lahir 1 set 9 Bengkok 10 Perdarahan post partum 30% set persalinan/hari



x x



x



Tabel 2.4. Standar Keperawatan Dan Kebidanan Di Ruang Rawat Inap Menurut DEPKES (2001) No Nama Barang Ratio Pasien : Alat . 1 Tensi meter 2/ruangan 2 Stetoskop 2/ruangan 3 Timbangan BB/TB 1/ruangan 4 Irigator set 2/ruangan 5 Sterilisator 1/ruangan 6 Tabung oksigen + flow meter 2/ruangan 7 Slym Zuiger 2/ruangan 8 V C set 2/ruangan 9 Gunting verband 2/ruangan 10 Korentang dan semptung 2 /ruangan 11 Bak instrument besar 2/ruangan



12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26



Bak instrument sedang Bak instrument keci Blas spuit Gliserin spuit Bengkok Pispot Urinal Set angka jahitan Set ganti balutan Thermometer Standar infuse Eskap Masker O2 Nasal kateter Reflek hamer



Tabel 2.5. Alat Tenun Menurut DEPKES (2001) No Nama Barang . 1 Gurita 2 Gordyn 3 Kimono/ baju besar 4 Sprei besat 5 Manset dewasa 6 Manset anak 7 Mitela/ topi 8 Penutup sprei 9 Piyama 10 Selimut wool 11 Selimut biasa 12 Selimut anak 13 Sprei kecil 14 Sarung bantal 15 Sarung guling 16 Sarung kasur 17 Sarung buli-buli panas 18 Sarung eskap 19 Sarung windring 20 Sarung O2 21 Taplak meja pasien 22 Taplak meja teras 23 Vitrase 24 Tutup alat 25 Steek laken 26 Handuk



2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 1: ½ 1: ½ 1: ½ 5/ruangan 5/ruangan 1:1 1: ¼ 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan



Ratio Pasien : Alat 1: 1 ½ 1:2 1:5 1:5 1: ¼ 1: 1/3 1: 1/3 1:5 1:5 1:1 1:5 1:6-8 1:6-8 1: 6 1:3 1:1 1: ¼ 1: ¼ 1: 1/10 1: 1/3 1:3 1:3 1:2 1:2 1:6-8 1:3



27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37



Waslap Banak short Gurita dewasa Handuk fontanin Lap piring Lap kerja Masker Popok bayi Baju bayi Duk Duk bolong



1:5 1: ½ 1: ½ 1: 1/5 1: ¼ 1: ½ 1: ½ 1:15 1:8 1: 1/3 1: 1/3



Tabel 2.6. Alat Rumah Tangga Menurut DEPKES (2001) No Nama Barang Ratio Pasien : Alat . 1 Kursi roda 2-3/ruangan 2 Komot 1/ruangan 3 Lemari obat emergency 1/ruangan 4 Light cast 1/ruangan 5 Meja pasien 1:1 6 Over bed table 1:1 7 Standard infuse 2-3/ruangan 8 Standard Waskom 4-6/ruangan double 9 Waskom mandi 8-12/ruangan 10 Lampu sorot 1/ruangan 11 Lampu senter 1-2/ruangan 12 Lampu kunci duplikat 1/ruangan 13 Nampan 2-3/ruangan 14 Tempat tidur fungsional 1:1ruangan 15 Tempat tidur biasa 1:1/2 /ruangan 16 Troly obat 1/ruangan 17 Troly balut 1/ruangan 18 Troly pispot 1/ruangan 19 Troly suntik 1/ruangan 20 Timbangan BB/TB 1/ruangan 21 Timbangan bayi 1/ruangan 22 Dorongan O2 1/ruangan 23 Plato/ piring makan 1:1/ruangan 24 Piring snack 1:1/ruangan 25 Gelas 1:2/ruangan 26 Tatakan dan tuutp gelas 1:2/ruangan 27 Sendok 1:2/ruangan 28 Garpu 1:2/ruangan 29 Kran air 1:1/ruangan



30 31 32 33



Baki Tempat sampah pasien Tempat sampah besar tertutup Senter



5/ruangan 1:1/ruangan 4/ruangan 2/ruangan



Tabel 2.7. Alat Pencatatan dan Pelaporan di Ruang Rawat Inap Menurut DEPKES (2001) No Nama Barang . 1 Formulir  pengkajian  awal 2 Formulir  rencana  keperawatan 3 Formulir  catatan  perkembangan pasien 4 Formulir  observasi 5 Formulir  resume  keperawatan 6 Formulir  catatan  pengobatan 7 Formulir  medik  lengkap 8 Formulir  laboratorium lengkap 9 Formulir  rontgen 10 Formulir  permintaan darah 11 Formulir  keterangan kematian 12 Resep 13 Formulir  konsul 14 Formulir  permintaan makanan 15 Formulir  permintaan obat 16 Buku ekspidisi 17 18 19 20 21 22 23 24



Buku register pasien Buku folio White  board Perforator Steples Pensil Pensil merah biru Spidol  White  board



Ratio Pasien: Alat 1:1 1:5 1:10 1:10 1:1 1:10 1:1 1:3 1:2 1:1 5 lambar /bulan 10 buku / bulan 1;5 1:1 1:1 10 / ruangan / tahun 4 / ruangan / tahun 4/ ruangan / tahun 1/ ruangan 1/ruangan 2/ ruangan 5/ ruangan 2/ ruangan 6/ ruangan



2.3.            Pembiayaan (M4/ MONEY) 2.3.1.      Kompensasi Kompensasi merupakan terminologi luas yang berhubungan dengan imbalan finansial. Terminologi dalam kompensasi adalah: a.       Upah dan Gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam. Gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan



b.      Insentif. Insentif (incentive) adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang diberikan organisasi c.       Tunjangan d.      Fasilitas (Simamora, 2004). 2.3.2.      Reward Hazli (2002) mendefinisikan reward yaitu hadiah dan hukuman dalam situasi kerja, hadiah menunjukkan adanya penerimaan terhadap perilaku dan perbuatan, sedangkan hukuman menunjukkan penolakan perilaku dan perbuatannya. Wahyuningsih (2009) juga mendefinisikan reward  adalah penghargaan/hadiah untuk sesuatu hal yang tercapai. Francisca (2006) memfokuskan definisi reward sebagai hadiah atau bonus yang diberikan karena prestasi seseorang. Reward dapat berwujud banyak rupa. Paling sederhana berupa kata-kata seperti pujian adalah salah satu bentuknya.Reward biasanya digunakan untuk mengendalikan jam kerja seseorang dalam organisasi (Raharja, 2006). Artinya, dengan reward seseorang bekerja dapat dilakukan tanpa ada kendali langsung dari pimpinan, melainkan dapat berjalan apa adanya sesuai evaluasi kinerja sebelumnya. Selebihnya, dengan reward seseorang dapat meningkatkan cara kerjanya tanpa harus dikendalikan pimpinan. Hal ini juga ditegaskan Gouillart & Kelly dalam Raharja (2006) bahwa rewardyang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai konsekwensi dari apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia secara fundamental. 2.3.3.      Punishment Punishment  adalah hukuman atas suatu hal yang tidak tercapai/ pelanggaran. Hukuman seperti apa yang harus diberikan. Setiap orang pasti beda persepsi dan beda pendapat (Wahyuningsih, 2009). Punishment  merupakan penguatan yang negatif, tetapi diperlukan dalam perusahaan. punishment yang di maksud disini adalah tidak seperti hukuman dipenjara atau potong tangan, tetapi punishment yang bersifat mendidik. Selain itu punishment juga merupakan alat pendidikan regresif, artinya punishment  ini digunakan sebagai alat untuk menyadarkan karyawan kepada hal-hal yang benar. Ngalin purwanto (1988:238) membagipunishment menjadi dua macam yaitu: a.       Hukuman prefentif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud atau supaya tidak terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud untuk mencegah agar tidak terjadi pelanggaran, sehingga hal ini dilakukannya sebelum terjadi pelanggaran dilakukan. Contoh perintah, larangan, pengawasan, perjanjian dan ancaman b.      Hukuman refresif yaitu hukuman yang dilakukan, oleh karena adanya pelanggaran, oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi hukuman itu terjadi setelah terjadi kesalahan. 2.4.            Pemasaran (M5/ MARKETING) 2.4.1.      Indeks Kepuasan Masyarakat



Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat adalah konsumen dari produk yang dihasilkannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Hoffman dan Beteson (1997), yaitu: ”weithout custumers, the service firm has no reason to exist”. Definisi kepuasan masyarakat menurut Mowen (1995,): ”Costumers satisfaction is defined as the overall attitudes regarding goods or services after its acquisition and uses”.  Oleh karena itu, badan usaha harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga mencapai kepuasan masyarakat dan lebih jauh lagi kedepannya dapat dicapai kesetiaan masyarakat. Sebab, bila tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat sehingga menyebabkan ketidakpuasan masyarakat mengakibatkan kesetiaan masyarakat akan suatu produk menjadi luntur dan beralih ke produk atau layanan yang disediakan oleh badan usaha yang lain. Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut: a. Efektif b. Sederhana c. Kejelasan dan kepastian d. Keterbukaan e. Efisiensi f. Ketepatan waktu g. Responsif h. Adaptif Berkembangnya era servqual juga memberi inspirasi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan sektor publik. Salah satu produk peraturan pemerintah terbaru tentang pelayanan publik yang telah dikeluarkan untuk melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kinerja unit pelayanan publik instansi pemerintah adalah Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP25/M.PAN/2/2004 tanggal 24 Pebruari 2004 tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Ke-14 indikator yang akan dijadikan instrumen pengukuran berdasarkan keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara di atas adalah sebagai berikut: a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya. c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan, serta kewenangan dan tanggung jawab). Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. Tanggung jawab petugas



d. e. f. g. h. i. j. k. l.



pelayanan yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.



HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN Hak Pasien: a.  Hak untuk memperoleh informasi meliputi: 1) Diagnosa penyakit yang di deritanya 2) Tindakan medis yang akan atau telah dilakukan 3) Kemunginan penyakit yang timbul sebagai akibat tersebut serta rencana tindakan untuk mengatasainya 4) Perkiraaan biaya pengobatan b. Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya, sesuaidengan peraturan yang berlaku dirumah sakit Pelabuhan Palembang c. Hak untuk memberikan persetujuan/ menolak untuk tindakan atau pemeriksaan yang akan dilakukan atas dirinya sehubungan dengan penyakit yang dideritanya d. Hak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran e. Hak mendapat pelayanan yang manusiawi tanpa diskriminasi f. Berhak memperoleh asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar profesi keperawatan



g. Hak atas “Privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk rekam medisnya Kewajiban Pasien: Pasien, dan keluarga  tau penaggung jawab pasien berkewajiban: a. Mentaati segala peraturan dan tata tertib Rumah Sakit Pelabuhan Palembang b. Memberikan informasi yang jujur dan lengkap tentang penyakit yang diderita kepada dokter dan para medis c. Mematuhi segala petunjuk dokter, para medis, bidan yang merawat d. Pasien dan atau penanggung jawabnya wajib melunasi semua biaya pelayanan pengobatan e. Wajib mematuhi hal-hal yang telah disepakati bersama pihak Rumah Sakit sebelum dan selama menjalani pengobatan Akreditasi Internasional akreditasi internasional rumah sakit adalah proses penilaian organisasi kesehatan oleh lembaga akreditasi internasional berdasar standar dan kriteria yang ditetapkan untuk meninngkatkan kualitas pelayanan dan perawatan kesehatan. Di Indonesia akreditasi rumah sakit baik tingkat nasional maupun internasional telah diatur oleh pemerintah melalui Undang – Undang maupun peraturan tertulis lainnya, yaitu: 1. UU no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 40 ayat 1. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali. ayat 2. Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. 2. Permenkes No. 659 tahun 2009 tentang rumah sakit kelas dunia 3. SK Menkes No.436 tahun 1993 menyatakan berlakunya standar pelayanan rumah sakit dan standar pelayanan medis. 4. Tujuan Akreditasi Internasional JCI Tujuan dariakreditasi internasional JCI rumah sakit adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien tanpa meningkatkan biaya. Akreditasi Rumah sakit JCI versi terbaru ini sudah disosialisasikan oleh kemenkes RI. Beberapa hal yang harus dipelajari dan di mengerti dalam menerapakan Akreditasi JCI untuk rumah sakit di Indonesia yaitu: 1. 2. 3. 4.



Daftar kebijakan Akreditasi JCI rumah sakit di indonesia Buku Petunjuk Survey pelasanaan akreditasi JCI Bimbingan akreditasi JCI rumah sakit di Indonesia Buku Standar Akreditasi Rumah Sakit Terbaru- Versi JCI



5. Langkah penerapan dan persiapan Akreditasi Rumah Sakit Internasional Versi JCI 6. Kendala Persiapan Akreditasi Rumah Sakit akreditasi JCI rumah sakit di Indonesia 7. Tujuan Alasan Rumah Sakit Akreditasi Internasional JCI Langkah penerapan Akreditasi Rumah Sakit Internasional Versi JCI Rumah sakit pelayanan kesehatan yang ingin diakreditasi oleh Joint Commission International (JCI) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Rumah sakit tersebut saat ini beroperasi dengan izin sebagai rumah sakit penyedia layanan kesehatan di negara yang bersangkutan. 2. Rumah sakit tersebut harus bersedia dan siap bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas rawatan dan layanannya. Survei di lokasi akan mempertimbangkan faktor budaya dan/atau faktor hukum khas yang dapat mempengaruhi atau menentukan keputusan terkait dengan penyediaan perawatan dan/atau kebijakan dan prosedur rumah sakit. Hasil Survei Akreditasi Komite Akreditasi JCI membuat keputusan akreditasi berdasarkan temuan survei. Rumah sakit dapat menerima salah satu dari dua keputusan akreditasi sebagai berikut Diakreditasi atau Ditolak permohonan akreditasinya. Keputusan akreditasi ini didasarkan atas apakah rumah sakit telah memenuhi amar keputusan atau tidak. Silakan mengacu pada Pedoman Proses Survei atau mengakses peraturan di situs Web JCI untuk deskripsi amar keputusan. Pemberian Akreditasi yaitu untuk memperoleh akreditasi, rumah sakit harus unjuk bukti bahwa seluruh standar dipatuhi dan mencapai skor angka minimal standar sebagaimana tercantum dalam amar keputusan. Rumah sakit yang Terakredirasi menerima Laporan Resmi Temuan Survei dan sertifikat penghargaan. Laporan ini menunjukkan tingkat pemenuhan terhadap standar JCI yang dicapai rumah sakit. Rumah sakit wajib melakukan akreditasi dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan secara berkala. Akreditasi rumah sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada manajemen rumah sakit dan wajib dilakukan setiap 3 (tiga) tahun sekali. Hal ini tercantum dalam Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal, 40 ayat 1. Akreditasi wajib bagi semua rumah sakit baik rumah sakit publik/pemerintah maupun rumah sakit privat/swasta /BUMN. PENGERTIAN PATIENT SAFETY Patient Safety  atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Tujuan utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita



akibat dari terjadinya risiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul karena error. Bila program keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll. Tujuan “Patient safety” adalah 1.      Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS 2.      Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat; 3.      Menurunnya KTD di RS 4.  Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD. Pelaksanaan “Patient safety” meliputi Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient  Safety, 2 May 2007), yaitu: 1)     Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names) 2)      Pastikan identifikasi pasien 3)      Komunikasi secara benar saat serah terima pasien 4)      Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar 5)      Kendalikan cairan elektrolit pekat 6)      Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan 7)      Hindari salah kateter dan salah sambung slang 8)      Gunakan alat injeksi sekali pakai 9)     Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.  LANGKAH LANGKAH SAFETY ADALAH a. 



KEGIATAN



PELAKSANAAN PATIENT



Di Rumah Sakit 1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya. 2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang insiden 3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia 4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit. 5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.



b.  Di Provinsi/Kabupaten/Kota 1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di wilayahnya



2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit. 3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit. c.  Di Pusat 1.



Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia



Sakit



dibawah



2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit 3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan. 4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien. Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensial cedera. WHO Health Assembly ke 55 Mei 2002 menetapkan resolusi yang mendorong (urge) negara untuk memberikan perhatian kepada problem patient safety meningkatkan keselamatan  dan system monitoring. Oktober 2004 WHO dan berbagai lembaga mendirikan “World Alliance for Patient Safety” dengan tujuan mengangkat patient safety Goal “First do no harm” dan menurunkan morbiditas, cidera dan kematian yang diderita pasien (WHO: World Alliance for Patient Safety, Forward Programme, 2004). Kegiatan patient safety ini lebih dari sekedar program-program kegiatan, tetapi lebih kepada suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan yang lebih aman termasuk pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi yang berdampak pasien, keluarga bahkan pada profit rumah sakit itu sendiri. Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien (Mulyati dan Sufyan, 2008).  



DAFTAR PUSTAKA Dadang S. Sistem, proses, mekanisme, dan dokumen perencanaan pembangunan nasional sesuai UU25/2004. Jakarta: Badiklat Depdagri Diklat Perencanaan dan Evaluasi Kinerja Program Pembangunan Jakarta; 2008. David FR. Manajemen strategis: konsep. Edisi ke-12. Paulyn ,S, Harryadin, M,Stefanus, R, editors penterjemah. Jakarta: Penerbit Salemba Empat; 2009. Nurhapna. Pengaruh perencanaan strategis terhadap kinerja di rumah sakit. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. 2014; 2(2). Rumah Sakit Umum Daerah Arosuka. Rencana strategi bisnis 2011-2015. Solok: RSUD Arosuka; 2007. Alimudin A. Manajemen strategis. Surabaya: Universitas Narotama; 2004 Brown, A. (2010). Review of Nursing Shift to Shift Handover at a Regional Hospital. http://www.changechampions.com.au/resource/Andrew_Brown.pdf. Connor, F.,D. (2010).”Nursing’s Role in The Computerization.” Diakses dari http://proquestnursing&alliedhealthsource diakses 6 September 2012-09-08 Dimyati, Vien. (2012). Kompetensi Perawat Perlu Ditingkatkan. http://www.jurnas.com/halaman/9/2012-05-22/209811. (Diakses September 2012, 12.45)



pada



09



IZN. (2012). Perawat Berperan Penting Mewujudkan RS Berakreditasi Internasional. http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&nid=814&catid=2. (Diakses pada 05 September 2012, 11.15)