Makalah Jumlah Ismiyah Dan Jumlah Fi Liyah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH JUMLAH ISMIYAH DAN JUMLAH FI’LIYAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah BAHASA ARAB



Dosen Pengampu BAMBANG W, M.H.I Disusun Oleh : M. Hadi Basyaruddin



(51905120032)



PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM MOJOPAHIT MOJOKERTO 2019



1



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah” Makalah ini berisikan tentang informasi Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah atau yang lebih khususnya membahas tentang pembagian Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah, Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Mojokerto, 17 September 2019.



M. Hadi Basyaruddin



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam perjalanan dewasa ini, kita senantiasa di buat bingung oleh pengertianpengertian dari bahasa arab Al-Qur’an dan Hadits yang memakai atau menggunakan bahasa Arab standar sesuai dengan kaidah-kaidahbahasa Arab .Bahasa Arab adalah Bahasa AlQur’an. Salah satu pembahasan dalam ilmu nahwu yang sangat mendasar adalah mubtada’ dan khabar. sebaiknya mengetahui terlebih dahulu bahwa kalimat , baik kalimat sempurna maupun tidak dalam bahasa arab terbagi menjadi dua, yaitu Jumlah Ismiyah adalah kalimat yang didahului oleh isim yang berada di awal kalimat tersebut dinamakan Mubtada dan bagian yang melengkapinya di namakan Khabar yang mana hukum nya dalam I’rab harus mengikuti Mubtada. Dan Jumlah Fi’liyah, yaitu kalimat yang di dahului oleh fi’il. Sebagaimana yang kita ketahui, mubtada’ dan khabar salah satu unsur terpenting dalam konteks bahasa arab. Mubtada dan Khobar adalah bentuk kalimat yang saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga belumlah menjadi kalimat yang sempurna jikalau mubtada belum dilengkapi oleh khobar. Di dalam Bahasa Arab, keberadaan nominal menjadisangat mutlak karena dalam penggunaan bahasa arab, kita senantiasa menggunakannya. Adapun contoh dari nominal yang seringkali digunakan adalah mubtada’ dan khobar. Akan tetapi dalam perjalanan dewasa ini, kita sentiasa dibuat bingung oleh pengertian-pengertian dari bahasa arab, apa itu mubtada’ dan bagaimanakah khabar itu, senantiasa menjadi pertanyaan bagi kita para pemuda yang baru belajar bahasa arab. Pola Struktur kalimat bahasa Arab pada dasarnya terdiri atas dua pola,yaitu jumlah ismiyah atau disebut kalimat nominal dan jumlah fi’liyah atau disebut kalimat verbal. Jumlah ismiyah yaitu susunan kalimat yang mempunyai unsur pokok mubtada dan khabar(dimulai dengan isim /kata benda ), jadi jumlah ismiyah atau kalimat nominal,adalah kalimat yang dimulai dengan nomin (isim). Oleh karena itu di dalam makalah ini akan dijelaskan bangaimana penjelasan mengenai jumlah ismiyyah dan fi’liyah. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana penjelasan mengenai jumlah Ismiyyah? 2. Bagaimana penjelasan mengenai jumlah Fi’liyah? 1.3 Tujuan Penulisan Untuk mengetahui penjelasan tentang Jumlah Ismiyyah dan Jumlah Fi’liyah.



3



BAB II PEMBAHASAN



A. JUMLAH ISMIYAH Jumlah Ismiyah (kalimat nominal) : selain fiil, Dalam bahasa arab istilah kalimat di sebut dengan Jumlah, dan kalimat sempurna disebut dengan Jumlah Mufidah. Sedangkan jumlah sendiri merupakan susunan dari beberapa kalimah yang memahirkan atau pesan yang sempurna.[1] Jumlah ismiyah adalah suatu kalimat yang unsur-unsurnya terdiri dari “mubtada” dan “khobar”. Mubtada’ adalah kata yang diterangkan, berupa isim yang diletakkan di permulaan kalimat, dan kata itu berakhir dengan harakat dhommah, sedangkan “khobar” adalah kata yang menerangkan hal-ihwal mubtada’.[2] a. Mubtada Mubtada adalah isim yang dirofa’kan yang Kosong dari amil-amil sebangsa lafadzh.



َّ " . ‫ع ا َ ْل ُم ْسنَد ُ إالَ ْي اه‬ ُ ‫و ْال َخبَ ُر ُه َو ا َ اِل ْس ُم ا َ ْل َم ْرفُو‬, ‫ان قَائا َم ا‬ ‫الز ْيدَ ا‬ َ ‫"و "زَ ْيد ٌ قَائا ٌم"ن َْح َو قَ ْو ال َك‬ َ ‫ان‬ َّ ‫"و‬ َ َ‫"الز ْيدُونَ َقائا ُمون‬ Mubtada’ adalah isim marfu’ yang biasanya terdapat di awal kalimat (Subyek) dan kosong dari ‘amil lafdy. Tetapi mubtada memiliki ‘amil ma’nawi yaitu mubtada harus beri’rab rofa’ karena menjadi ibtida (awal kalimat atau awal sesuatu yang di ceritakan) Pembagian mubtada’ ada dua bagian, yaitu : 



Mubtada yang berupa isim dhahir Isim dhahir adalah kata benda yang bukan kata ganti, seperti Ahmad, sekolah, singa, dll. Contoh:



ٌ‫سةُ َج ام ْيلَة‬ َ ‫ْال َم ْد َر‬ Sekolah itu indah



‫ْال َبيْتُ َوا اس ٌع‬ Rumah itu luas



‫ا َ ْح َمدُ َما اه ٌر‬ Ahmad itu pintar Dari contoh di atas, yang termasuk Mubtada adalah “ُ ‫سة‬ َ ‫ ْال َم ْد َر‬,



ُ‫ ْال َبيْت‬dan ُ‫اَ ْح َمد‬ 4







Mubtada Yang Berupa Isim Dhamir Isim dhammir adalah kata benda yang berupa kata ganti, saya, dia, mereka, dll. Contoh mubtada yang mudhmar (isim dhamir) ٌ ‫ ه َُو نَ اش ْي‬Dia (laki-laki) rajin ‫ط‬ َ ‫ ُه َما نَ اش ْي‬Mereka berdua (laki-laki) rajin ‫ان‬ ‫ط ا‬ ُ ‫ ُه ْم نَ اش ْي‬Mereka (laki-laki) rajin َ‫ط ْون‬ ٌ ‫طة‬ َ ‫اي نَ اش ْي‬ َ ‫ ه‬Dia (perempuan) rajin َ ‫ ُه َما نَ اش ْي‬Mereka berdua (perempuan) rajin ‫َان‬ ‫طت ا‬ َ ‫ ه َُّن نَ اش ْي‬Mereka (perempuan) rajin ٌ‫طات‬ ٌ ‫ اَ ْنتَ نَ اش ْي‬Kamu (laki-laki) rajin ‫ط‬ َ ‫ اَ ْنتُ َما نَ اش ْي‬Kamu berdua (laki-laki) rajin ‫ان‬ ‫ط ا‬ ُ ‫ اَ ْنت ُ ْم نَ اش ْي‬Kamu semua (laki-laki) rajin َ‫ط ْون‬ ٌ ‫طة‬ َ ‫ت نَ اش ْي‬ ‫ ا َ ْن ا‬Kamu (perempuan) rajin َ ‫ اَ ْنت ُ َما نَ اش ْي‬Kamu berdua (perempuan) rajin ‫َان‬ ‫طت ا‬ َ ‫ ا َ ْنت ُ َّن نَ اش ْي‬Kamu semua (perempuan) rajin ٌ‫طات‬ ٌ ‫ اَنَا نَ اش ْي‬Saya rajin ‫ط‬ ُ ‫ نَحْ نُ نَ اش ْي‬Kami rajin َ‫ط ْون‬



ُ , ‫ ُه َما‬, ‫ ُه ْم‬sampai ‫نَحْ ُن‬. “ Dari contoh di atas, yang termasuk Mubtada adalah “ ‫ه َو‬ Adapun meng-i'rab-nya adalah sebagai berikut: (saya) berkedudukan menjadi mubtada yang di-rafa'-kan, tanda rafa'-nya mabni sukun. Sedangkan lafazh menjadi khabar-nya, di-rafa'kan, tanda rafa'-nya dengan dhammah. Dan (kami berdiri). Lafazh berkedudukan menjadi mubtada, di-rafa'-kan, tanda rafa'-nya dengan mabni dhammah, sedangkan menjadi khabar-nya, juga di-rafa'-kan, tanda rafa'-nya dengan wawu karena jamak mudzakkar salim.



b. Khobar Khobar adalah sesuatu yang menerangkan kondisi mubtada dan dapat menyempurnakan makna mubtada’ yang pada bahasa Indonesia dikenal dengan Predikat. Mubtada tanpa khobar



5



tidaklah jelas ma’nanya begitu juga khobar tanpa didahului mubtada akan menjadi tidak bermakna. Contoh:



‫ستَاذُ َم ِر أيض‬ ‫( أاْل ُ أ‬Ustadz itu sakit) ‫صا ِلح‬ َ ‫س ِل ُم‬ ‫( ا أل ُم أ‬Orang muslim itu sholeh) ‫ش أيط‬ ِ َ‫( ا أل َولَ ُد ن‬Anak itu rajin) Seperti pada contoh di atas, kata ُ ‫ستَاذ‬ ‫ أاْل ُ أ‬berkedudukan sebagai mubtada dan ‫َم ِريأض‬ berkedudukan sebagai khobar. Kalau ُ ‫ستَاذ‬ ‫ أاْل ُ أ‬saja tanpa disertai kata ‫ َم ِر أيض‬jelas tidaklah bermakna. 



Pembagian khabar Khabar terbagi atas dua macam, yaitu khabar mufrad dan khabar ghair mufrad. Khabar mufrad adalah khabar yang bukan berupa jumlah (kalimat) dan bukan pula syibih (serupa) jumlah. Ingat, yang dimaksud mufrad disini tidak sama dengan isim mufrad yang menunjukan bilangan tunggal. Contoh :



‫زَ ْيدٌ قَئا ٌم‬ ‫ان‬ ‫ان قَئا َم ا‬ ‫زَ ْيدَ ا‬ َ‫زَ ْيد ُْونَ قَئا ُم ْون‬ Khabar ghairu mufrad adalah kebalikannya, yaitu khabar yang terdiri dari jumlah dan syibih (serupa) jumlah. Khabar Jumlah itu sendiri ada dua, yaitu jumlah ismiyah (jumlah yang terdiri dari mubtada dan khabar) dan jumlah fi’liyah (jumlah yang terdiri dari fi’il dan fa’il). Sedangkan khabar syibih (serupa) jumlah ada dua juga, yaitu yang terdiri dari jar majrur dan zharaf. Maka khabar ghair mufrad itu semuanya terdiri dari empat bagian yaitu : jumlah ismiyah, jumlah fi’liyah, jar + majrur dan zharaf. Ada ketentuan tertentu dimana jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah bisa jadi khabar. Jika jumlah ismiyah maka pada mubtadanya hrus terdapat dhamir yang kembali pada mubtada pertama. Contoh :



ٌ‫ار َيتُهُ ذَا اهبَة‬ ‫ زَ ْيد ٌ َج ا‬Zaid hamba perempuannya pergi.



Ini bisa jadi khabar jumlah ismiyah karena pada mubtadanya (yaitu lafadz



ُ‫اريَتُه‬ ‫ ) َج ا‬terdapat



dhamir yang kembali pada kata Zaid (mubtada pertama). Jika jumlah fi’liyah maka pada fa’ilnya harus terdapat dhamir yang kembali pada mubtada.



6



Contoh : ُ‫اَب ُْوه‬



‫ام‬ َ َ‫زَ ْيد ٌ ق‬



Ini menjadi khabar jumlah fi’liyah karena pada fa’ilnya (yaitu lafadz ُ‫ )اَب ُْوه‬ada dhamir yang kembali pada zaid (mubtada).[3] B. JUMLAH FI’LIYAH Jumlah Fi’liyah (kalimat verbal) , Jumlah fi’liyah adalah kalimat yang terdiri dari kata kerja/fiil dan pelaku/fail. Failnya berfungsi sebagai subjek dan fiil sebagai predikat. Jumlah Fi’liyah adalah suatu kalimat yang diawali dengan kata kerja, dan Jumlah Fi’liyah terdiri dari dua unsur yaitu Fi’il ( kata kerja ) dan Fa’il ( subjek/pelaku ), apabila fa’il berbentuk muannas mala fi’il juga harus muannas, Begitujuga apabila berbentuk mudzakar. Namun apabila fa’il berbentuk mutsanna ( ganda ) ataupun Jamak ( banyak ) maka fi’il harus tetap mufrod ( tunggal ).[4]



Metode struktur paling sederhana untuk jumlah fi’liyah adalah : Fa’il [ kata kerja ] + fa’il [ pelaku ] atau Fi’il [ kata kerja ] + fa’il [pelaku ] + maf’ul bih [ obyek ] Jika menyesuaikan tata bahasa indonesia, jumlah fi’liyah itu sama dengan susunan S P O, S sebagai Subjek , itu sama dengan fa’il sebegai pelaku, P sebagai Predikat , itu sama dengan fi’il sebagai pekerja, dan O sebagai Objek itu sama dengan Maf’ul Bih sebagai yang di kenai pekerjaan. Kalau maf’lu bih itu adalah isim yang dibaca nashab yang dikenai pekerjaan. Sebuah kalimat yang berpredikat kata kerja transitif harus dilengkapi dengan objek atau maf’ul bih. Obyek tidak harus ada dalam jumlah fi’liyah, karena ada fi’il yang menuntut obyek dana ada yang tidak menuntut obyek.[5] a. Pembagian fi’il berdasarkan bentuk Menurut bentuknya fi’il terbagi menjadi dua. Yaitu ,fi’l sahih dan fi’l mu’tal. Fi’l sahih adalah kata yang semua huruf aslimya bukan huruf ‘illat, (‫و‬,‫ى‬, ‫ )ا‬contohnya



‫ب‬ َ َ ‫ َكت‬,



َ ‫س ْي‬ ‫فَ ار َح‬, ‫ط َر‬ َ , ‫َار َك‬ َ ‫ش‬, dan َ‫ا ْاجلَ َّوذ‬. Sedangkan fi’l mu’tal adalah kata yang salah satu huruf aslinya adalah huruf ‘illat, contohnya



َ ‫عد‬ َ ‫و‬, ‫ َر ا‬.[6] َ ‫ام‬ َ َ‫ق‬, dan ‫ي‬ َ ‫ض‬ 7



b. Pembagian fi’il berdasarkan jenis Menurut jenisnya fi’il terbagi menjadi dua, yaitu fi’il lazim dan fi’il muta’addi. Fi’il lazim adalah kata kerja yang tidak membutuhkan obyek/maf’ul bih. Sedangkan muta’addi adalah kata kerja yang membutuhkan obyek/ maf’ul bih. contoh - contoh jumlah fi’liyah ٌ‫قَ َرأَ ُم َح َّمد‬ ْ َ‫قَ َرأ‬ ٌ‫ت اه ْند‬ ٌ‫َي ْق َرأ ُ زَ ْيد‬



( Muhammad telah membaca ) ( Hindun telah membaca ) ( Zaid sedang membaca )



َّ ‫ ( يَ ْق َرأ ُ ال‬Para siswa sedang membaca ) َ‫طا الب ُْون‬ Pada contoh 1 dan 2 dapat kita lihat kesesuaian antara fi’il dan fa’il dalam jenisnya yaitu mudzakar dan muannast. Sedangkan pada contoh 3 dan 4 dapat kita lihat bahwa berapapun bilangan failnya fi’il harus tetap mufrod.[7]



8



BAB III PENUTUP A.



Kesimpulan Mubtada’adalah



isim



marfu’



yang



biasanya



terdapat



di



awal



kalimat



(Subyek). Mubtada itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu mubtada yang zhahir dan mubtada yang mudhmar (dhamir). Khobar adalah sesuatu yang dapat menyempurnakan makna mubtada’ (Predikat). Khabar itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu khabar mufrad dan khabar ghair mufrad. Penggunaan mubtada’ dan khobar pada kalimat yaitu Mubtada dan khabar harus marfu / rofa. mengenai jumlah fi’liyah, dapat disimpulkan bahwa jumlah fi’liyah adalah kalimat yang terdiri dari fiil dan fa’il. Fa’il adalah kata kerja , sedangkan fa’il adalah subjek atau pelaku. Jumlah Fi’liyah tidak selalu memerluhkan obyek.



9