6 0 506 KB
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
0
KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
Pendahuluan Subsidi pemerintah menjadi sebuah jaringan penting dalam sebuah negara. Yang berperan sebagai bukti nyata adanya tanggung jawab pemerintah dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya. Dampak dari sebuah kesejahteraan tidak semata-mata terkandung permasalahan ekonomi saja. Mengapa pemerintah begitu konsen terhadap permasalahan ekonomi, karena kondisi ekonomi yang mapan dapat memberikan jaminan sehatnya kondisi non-ekonomi lainnya. Misalnya saja pendidikan, kriminalitas, kesehatan bahkan iklim politik. Isu-isu yang terkait dengan sektor-sektor tersebut tidaklah terlepas dari keberadaan kondisi ekonomi suatu negara. Manusia sebagai pelaku ekonomi tentunya memiliki kemampuan yang berbedabeda dalam rangka memenuhi kebutuhan. Hal ini tentu saja dapat menciptakan kemiskinan dan ketimpangan secara masif pada suatu wilayah perekonomian. Di sinilah bahasan subsidi masuk ke dalam permasalahan sebagai sebuah solusi. Subsidi dianggap mampu berfungsi sebagai alat peningkatan daya beli masyarakat serta dapat meminimalisasi ketimpangan akan akses barang dan jasa. Oleh karena itu, cita-cita kemakmuran suatu bangsa dapat dicapai salah satunya dengan kebijakan subsidi tersebut. Terlihat jelas bahwa peran pemerintah sangatlah memegang posisi penting akan keberlangsungan program subsidi. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
1
Namun, dalam perjalanannya, subsidi tidak luput dari berbagai kritikan. Mulai dari aspek kepentingan politik hingga ketepatan sasaran pihak penerima subsidi. Subsidi pemerintah juga dipengaruhi oleh aspek politik. Contohnya: Bantuan tunai langsung itu dipengaruhi oleh politik, karena adanya janji-janji presiden dulu saat kampanye pemilu. Begitu juga dengan subsidi BBM, dulu mereka menjanjikan untuk harga BBM selalu murah. Studi kasus tentang subsidi di Indonesia sendiri telah menyeruak dalam berbagai argumen di kalangan elit. Tentunya permasalahan ini sangat menarik untuk diangkat, dengan mencari sebuah jawaban akan eksistensi subsidi yang lebih baik. Subsidi
merupakan
perusahaan/lembaga
yang
alokasi
anggaran
memproduksi,
yang
menjual
disalurkan
barang
dan
melalui
jasa,
yang
memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat.
Belanja subsidi terdiri dari subsidi energi (subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV serta subsidi listrik) dan subsidi nonenergi (subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak/DTP). Wacana pembahasan subsidi dalam kebijakan publik yang dilakukan pemerintah
Indonesia
seringkali
menciptakan
pro-kontra
dalam
tahap
penyusunannya ataupun pembahasannya. Hal ini terjadi pula di seluruh negara yang masih menerapkan kebijakan subsidi. Malah tidak jarang kebijakan subsidi sering berdampak meningkatnya suhu politik pemerintahan. Apalagi kebijakan subsidi tersebut pada umumnya akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan sebagian besar masyarakat. Pada umumnya pergolakan di negeri mereka akibat wacana untuk pengurangan ataupun penghapusan subsidi. Makalah ini akan membahas bagaimana kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan dana subsidi secara khusus dalam APBN 2016.
Pengertian Subsidi TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
2
Arti kata subsidi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bantuan uang dan sebagainya kepada yayasan, perkumpulan, dan sebagainya (biasanya dari pihak pemerintah). Menurut Milton H. Spencer dan Orley M. Amos, Jr. Dalam bukunyaContemporary Economics Edisi ke-8 halaman 464 sebagaimana dikutip oleh Rudi Handoko dan dan Pandu Patriadi menulis bahwa subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output). Selanjutnya, menurut Suparmoko, subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barangbarang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang atau subsidi innatura (in kind subsidy). Adapun menurut Nota Keuangan dan RAPBN 2016, subsidi merupakan alokasi
anggaran
yang
disalurkan
melalui
perusahaan/lembaga
yang
memproduksi, menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Belanja subsidi terdiri dari subsidi energi (subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV serta subsidi listrik) dan subsidi nonenergi (subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak ditanggung pemerintah/DTP). Dengan demikian, subsidi merupakan upaya pemerintah melalui penyaluran anggaran kepada produsen barang dan jasa dalam rangka pelayanan publik sehingga masyarakat dapat memenuhi hajat hidupnya dengan harga beli yang lebih terjangkau atas barang dan jasa publik yang disubsidi tersebut. Jadi bisa disimpulkan bahwa subsidi adalah bantuan pemerintah dalam bentuk bantuan
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
3
keuangan yang dibayarkan kepada produsen dan konsumen suatu bisnis atau sektor ekonomi atas barang/jasa tertentu. Teori Program Subsidi Pemerintah Sebenarnya kapan subsidi pertama kali muncul dan diterapkan oleh siapa? Subsidi pertama kali dipakai di Inggris pada abad 10-11 di bawah kekuasaan Raja Charles II. Namun, subsidi baru berkembang/meluas pada abad 20. Sejak saat itu program-program subsidi menjadi sebuah cara yang lazim digunakan pemerintah dalam anggaran keuangannya. Adapun beberapa landasan pokok dalam penerapan subsidi antara lain: 1.
Suatu bantuan yang bermanfaat yang diberikan oleh pemerintah kepada kelompok-kelompok atau individu-individu yang biasanya dalam bentuk cash payment atau potongan pajak.
2.
Diberikan dengan maksud untuk mengurangi beberapa beban dan fokus pada keuntungan atau manfaat bagi masyarakat.
3.
Subsidi didapat dari pajak. Jadi, uang pajak yang dipungut oleh pemerintah akan kembali lagi ke tangan masyarakat melalui pemberian subsidi.
Dapat dilihat di sini bahwa subsidi menjadi sebuah alat pemerintah dalam melakukan distribusi pendapatan masyarakat. Adapun untuk Indonesia, beberapa macam subsidi: 1.
Price distorting subsidies: merupakan bantuan pemerintah kepada masyarakat dalam bentuk pengurangan harga di bawah harga pasar sehingga menstimulus masyarakat untuk meningkatkan konsumsi atau pembelian komoditi tersebut. Harga yang dibayarkan lebih rendah dari harga pasar, dan pemerintah yang menanggung atau membayar selisih harga tersebut. Contoh dari subsidi ini antara lain : 1. potongan harga/tarif listrik 2. potongan harga untuk sewa rumah 3. potongan harga pupuk 4. beras miskin 5. biaya sekolah (BOS) 6. potongan harga BBM TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
4
2.
Cash grant: merupakan bantuan pemerintah kepada masyarakat dalam dengan memberikan sejumlah uang tunai dan alokasi konsumsi akan uang tersebut diserahkan sepenuhnya oleh masyarakat. Contohnya: bantuan tunai langsung dan kelonggaran atau potongan pajak.
Selain, itu subsidi itu diberlakukan hanya jika keuntungan (manfaat) yang diperoleh lebih besar daripada jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pemberian subsidi. Meskipun subsidi ada untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, mereka mengakibatkan pajak yang lebih tinggi atau peningkatan harga untuk barang-barang konsumen. Logikanya: karena subsidi meningkat maka pajak yang dipungut juga meningkat karena pajak merupakan sumber dana untuk subsidi, sehingga harga-harga barang pun juga akan meningkat karena adanya tuntutan pajak yang semakin naik. Ini semua tentu saja menuntut kehati-hatian pemerintah dalam memutuskan kebijakan subsidi. Karena bila tujuan subsidi yang pada awalnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan berubah menjadi sebuah keputusan yang hanya memberikan keuntungan bagi segelintir golongan. Di Indonesia sendiri, kebijakan subsidi yang paling santer terdengar adalah subsidi harga BBM. Hal ini mengingat BBM sebagai sebuah komoditi yang strategis dan berkenaan akan kepentingan publik. Tingginya harga pasar minyak tidak diikuti dengan daya beli masyarakat yang baik. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meredistribusi pendapatan guna mengurangi kesenjangan antar anggota masyarakat. Program-program yang ditetapkan tidak jarang menuai kritikan di antara pihak yang berseberangan dan kepentingan.
Manfaat Subsidi Kebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa yang memiliki positif eksternalitas dengan tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak sumber daya yang dialokasikan ke barang dan jasa tersebut. Dalam ini meliputi pula bidang pendidikan dan teknologi tinggi.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
5
Secara umum pelaksanaan subsidi yang dilakukan oleh pemerintah, dirasakan manfaatnya oleh masyarakat konsumen maupun produsen antara lain: 1. Membantu peningkatan kualitas ekonomi; 2. Membantu golongan yang berpendapatan rendah dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi; 3. Mencegah terjadinya kebangkrutan bagi pelaku usaha. Dampak Negatif dari Subsidi Namun, pelaksanaan subsidi juga punya dampak negatif antara lain: 1. Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar maka ada kecenderungan konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi. Karena harga yang disubsidi lebih rendah daripada biaya kesempatan (opportunity cost) maka terjadi pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang yang disubsidi. 2. Subsidi menyebabkan distorsi harga. Menurut Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidak well-targeted akan mengakibatkan : a. Subsidi besar yang digunakan untuk program populis cenderung menciptakan distorsi baru dalam perekonomian b. Subsidi menciptakan suatu inefisiensi c. Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak (Basri, 2002) 3. Subsidi dapat mengganggu pasar dan memakan biaya ekonomi yang besar. 4. Mematikan para pesaing, dalam arti pihak swasta yang dirugikan.
Konsep Subsidi dalam APBN Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada konsumen atau produsen agar barang dan jasa yang dihasilkan harganya lebih rendah dan jumlah yang dibeli masyarakat lebih banyak. Subsidi (government transfer payment) merupakan alat kebijakan pemerintah untuk redistribusi dan stabilisasi. Subsidi yang dibayarkan oleh Pemerintah dalam membuat suatu barang/jasa menjadi lebih murah untuk dibeli, digunakan, atau dihasilkan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Subsidi
tetap
diberikan
untuk
membantu menstabilkan harga barang dan jasa yang berdampak luas ke TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
6
masyarakat. Pelaksanaannya diupayakan untuk mempertajam sasaran subsidi agar lebih terarah dan menyentuh kehidupan masyarakat miskin. Namun, tetap memperhitungkan sisi efisiensi dan kemampuan keuangan negara.
Arah Kebijakan Subsidi Anggaran Program Pengelolaan Subsidi dalam belanja negara dialokasikan dalam rangka meringankan beban masyarakat untuk memperoleh kebutuhan dasarnya, dan sekaligus untuk menjaga agar produsen mampu menghasilkan produk, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan harga yang terjangkau. Pemberian subsidi ditujukan untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa di dalam negeri, memberikan perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah, meningkatkan produksi pertanian, serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan masyarakat. Dengan subsidi tersebut diharapkan bahan kebutuhan pokok masyarakat tersedia dalam jumlah yang cukup, dengan harga yang stabil, dan terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, penyaluran subsidi diupayakan lebih tepat sasaran kepada masyarakat. Dalam rangka meningkatkan efisiensi subsidi menuju pencapaian belanja yang berkualitas, maka arah kebijakan subsidi tahun 2016 mencakup antara lain : 1. menjaga stabilisasi harga; 2. membantu masyarakat miskin dan menjaga daya beli masyarakat; 3. meningkatkan produktivitas dan menjaga ketersediaan pasokan dengan harga terjangkau; 4. meningkatkan daya saing produksi dan akses permodalan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Berdasarkan
berbagai
kebijakan
tersebut,
maka
anggaran
Program
Pengelolaan Subsidi dalam APBN Tahun 2016 mencapai Rp182.571,1 miliar. Jumlah tersebut menurun Rp29.533,3 miliar bila dibandingkan dengan pagu Program Pengelolaan Subsidi dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp212.104,4 miliar. Sebagian besar anggaran tersebut akan dialokasikan untuk subsidi energi sebesar Rp102.080,2 miliar, yaitu subsidi BBM, LPG tabung 3 kg, dan LGV sebesar Rp63.692,8 miliar, dan subsidi listrik sebesar Rp38.387,4 miliar. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
7
Sementara itu, untuk subsidi nonenergi sebesar Rp80.490,9 miliar, terdiri atas: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
subsidi subsidi subsidi subsidi subsidi subsidi
pangan sebesar Rp20.993,4 miliar; pupuk sebesar Rp30.063,2 miliar; benih sebesar Rp1.023,8 miliar; PSO sebesar Rp3.752,5 milar; bunga kredit program sebesar Rp16.474,5 miliar; pajak ditanggung pemerintah (DTP) sebesar Rp8.183,6 miliar.
Jenis Subsidi Dalam APBN, belanja subsidi terdiri dari subsidi energi dan subsidi nonenergi yang masing-masing terdiri dari : A. Subsidi Energi Subsidi
energi
perusahaan/lembaga
adalah
alokasi
yangmenyediakan
anggaran dan
yang
disalurkan
mendistribusikan
melalui
bahan
bakar
minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN), liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram, dan liquefied gas for vehicle (LGV) serta tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat.
Kebijakan subsidi BBM dan penghapusannya.
BBM dan gas merupakan energi yang dibutuhkan masyarakat. BBM dan gas merupakan komoditas yang bersinggungan langsung dengan hajat hidup masyarakat. Besarnya pengaruh perubahan harga pada komoditas ini, memiliki
dampak
besar
dan
langsung
pada
kebutuhan
pokok
dan
kesejahteraan masyarakat. Selain hal tersebut, fluktuasi harga menyebabkan, perlunya pengaturan oleh pemerintah, maka opsi subsidi diambil. Subsidi BBM sudah dijalankan sejak puluhan tahun lalu. Pola subsidi, yang diterapkan antar periode pemerintahan juga berbeda-beda. Pada masa kepemerintahan Presiden Abd. Wahid beban subsidi ditanggung pemerintah sebesar 50%, pada era kepemerintahan Presiden Megawati beban subsidi yang ditanggung adalah 75% dari harga BBM. Pola subsidi kembali berubah
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
8
pada masa kepemerintahan presiden SBY, dimana subsidi yang ditanggung
pemerintah berdasarkan Kuota BBM yang dikonsumsi. Subsidi BBM merupakan salah satu langkah dalam pelaksanaan kebijakan energi nasional. Energi memiliki peran dalam peningkatan kegiatan ekonomi, disamping itu energi merupakan sarana dalam menciptakan ketahanan nasional. Kebijakan energi berdasarkan UU energi no. 30 tahun 2007, menitikberatkan pada kebijakan supply dan kebijakan terkait permintaan. Pada sisi supply, jaminan ketersediaan pasokan menjadi tanggungjawab pemerintah. Hal ini dilakukan melalui eksplorasi produksi serta konservasi (optimasi produksi), yang dilakukan baik oleh badan usaha negara maupun kerjasama
dengan
perusahaan
mengurangi kebutuhan akan
asing.
bahan
Pada
sisi
permintaan
bakar yang semakin
dalam
berkurang,
dilakukan melalui diversivikasi dan konservasi. Sedangkan kebijakan terkait harga, dalam menjebatani antara pasokan dan permintaan, diambil kebijakan subsidi langsung dan atau penentuan harga keekonomian. Berikut diagram terkait kebijakan energi nasional.
Berdasarkan data kementerian ESDM subsidi ini terbagi menjadi BBM dan Gas. Porsi terbesar dari subsidi adalah BBM, dimana subsidi gas hanya TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
9
untuk kebutuhan gas 3 kg. Dari subsidi BBM ini, berdasar jenis BBM terbagi dalam minyak solar (35%), premium (61%), minyak tanah (4%). Sedangkan dari sisi pengguna terbagi kepada transportasi darat (97,33%), transportasi air (0,12%), usaha kecil (0,2%), perikanan (0,11) dan rumah tangga (2,25%). Premium merupakan bahan bakar penerima subsidi terbesar,apabila dilihat dari jenis pemakai pada transportasi darat, maka mobil pribadi pengguna
terbesar (53%), motor (40%), mobil barang (4%) dan umum (3%) Pemberian subsidi BBM ini, merupakan bentuk amanat UUD 1945, pasal 33, mengingat BBM merupakan komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta kewajiban pemerintah mewujudkan kesejahteraan masyarakat. UU no 22/2001 pasal 8 (2) tentang migas “Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak.”
Dalam perkembangan terakhir penerapan subsidi BBM, ini mengalami prokontra dari berbagai pihak. Pemerintah sebagai pihak eksekutif yang menjalankan
berbagai
kebijakan
dalam
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat, menghadapi kenyataan bahwa ruang fiscal untuk pembangunan menjadi kecil akibat anggaran yang tersedot pada alokasi subsidi BBM. Peningkatan subsidi ini semakin terlihat sejak tahun 2012-2014 (137,4 T, 193 T, 209,9 T) oleh sebab itu mulai tahun 2015 pemerintah memutuskan melakukan pencabutan subsidi BBM untuk jenis premium, dan memberikan subsidi tetap sebesar Rp.1000 pada solar. Hal ini sebenarnya sesuai dengan roadmap penghapusan dan pengurangan subsidi BBM yang telah disusun Kementerian ESDM pada tahun 2012, sebagai bentuk amanat pengaturan subsidi
oleh
pemerintah
melalui
UU
No
22/2011
mengamanatkan
Pemerintah untuk melakukan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap agar alokasi dapat terlaksana dengan tepat volume dan tepat sasaran. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
10
Beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar pemerintah per 1 januari 2015 menghentikan subsidi BBM antara lain : 1. Produksi dan lifting minyak terus mengalami penurunan.
2. Beban subsidi BBM yang semakin meningkat dan membebani APBN 3. Subsidi BBM dinilai tidak tepat sasaran, hanya 25% masyarakat berpenghasilan terendah hanya menerima subsidi 15%,
4. Rencana
pengalihan
kebelanja
infrastruktur
dan
peningkatan
kesejahteraan social. 5. Disparitas harga menyebabkan penyelundupan dan penimbunan. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
11
Tujuan kebijakan ini adalah : Pengurangan BBM akan memberikan tambahan dana sebesar Rp. 120 T, dana ini akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Konsep realokasi atau pengalihan subsidi BBM ditujukan kepada sektor usaha yang produktif, seperti benih dan pestisida untuk petani, serta solar untuk nelayan. Pengalihan dana subsidi BBM perlu difokuskan pada program untuk masyarakat menengah ke bawah, seperti dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan beras miskin (Raskin), pengembangan sektor pendidikan dan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur diharapkan dapat mendukung pembangunan industri manufaktur. Pembangunan ini dapat menghasilkan lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga terdidik. Rencana pencabutan subsidi BBM, yang akan dialihkan untuk pembangunan sektor-sektor produktif, seperti irigasi, infrastruktur jalan, kesehatan, pendidikan, pangan, serta peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, jauh lebih produktif menunjang kepentingan rakyat miskin. Penggunaan subsidi ditujukan dalam rangka memberikan pelayanan dasar terhadap masyarakat. Karena itu, subsidi yang tepat sasaran akan membawa efek ekternalitas. Subsidi sektor pendidikan dan kesehatan diyakini akan mampu meningkatkan kualitas SDM, mendorong meningkatnya daya saing dan produktivitas, serta menjamin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
12
Kebijakan Subsidi Listrik Kebijakan fiskal terkait subsidi listrik tahun 2016 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. meningkatkan
rasio
elektrifikasi,
khususnya
melalui
program
listrik
perdesaan dan instalasi listrik gratis bagi masyarakat tidak mampu dan nelayan; 2. meningkatkan efisiensi penyediaan tenaga listrik, melalui optimalisasi pembangkit listrik berbahan bakar gas dan batu bara, dan menurunkan komposisi pemakaian BBM dalam pembangkit tenaga listrik; 3. memberikan subsidi untuk pelanggan rumah tangga miskin dan rentan miskin dengan daya 450 VA dan 900 VA; 4. mengembangkan energi baru dan terbarukan khususnya di pulau-pulau terdepan yang berbatasan dengan negara lain dan untuk mensubstitusi PLTD di daerah-daerah terisolasi; 5. meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan investasi pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Selain berbagai kebijakan di atas, perhitungan beban subsidi listrik dalam tahun 2016 juga didasarkan pada asumsi dan parameter-parameter, antara lain yaitu ICP, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan penjualan tenaga listrik. Berdasarkan berbagai kebijakan dan parameter tersebut di atas, maka alokasi anggaran subsidi listrik dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp38.387,4 miliar atau turun Rp34.761,9 miliar apabila dibandingkan dengan anggaran belanja subsidi listrik dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp73.149,2 miliar. Subsidi tersebut terdiri atas subsidi listrik tahun berjalan sebesar Rp38.387,4 TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
13
miliar. Penurunan
tersebut
disebabkan
karena
ada perbaikan
mekanisme
pemberian subsidi listrik terutama untuk rumah tangga miskin dan rentan miskin pada tahun 2016 secara lebih tepat sasaran dan perkiraan kekurangan tahun sebelumnya yang dicarry over ke tahun berikutnya. Pengurangan alokasi subsidi listrik
pada APBN 2016 sejalan dengan
kebijakan fiskal pemerintah yaitu memberikan subsidi untuk pelanggan rumah tangga miskin dan rentan miskin dengan daya 450 VA dan 900 VA. Subsidi listrik diharapkan menjadi lebih tepat sasaran. Alasan lain pengurangan subsidi adalah dalam rangka melakukan efisiensi anggaran pemerintah dan secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk berhemat dalam menggunakan pasokan listrik (Disampaikan oeh Sofyan Basyir - Dirut PT. PLN). Pada Tahun 2016, subsidi listrik hanya akan diberikan bagi 24,7 juta rumah tangga miskin dan rentan miskin sesuai dengan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Data PLN menunjukkan, per September 2015 jumlah pelanggan 450 VA dan 900 VA mencapai 45,36 juta dengan rincian R1 450 VA sebanyak 22,9 juta dan R1 900 VA sebanyak 22,47 pelanggan. Dengan demikian, pencabutan subsidi akan dilakukan terhadap sekitar 20,66 juta pelanggan. Namun, pemerintah masih harus memverifikasi ulang data terkait jumlah penduduk miskin yang layak menerima subsidi. Jumlah pelanggan yang akan dicabut subsidinya bisa saja bertambah atau berkurang. Pasalnya, ada penduduk yang masuk data di TNP2K, tetapi tidak masuk sebagai identitas pengguna listrik PLN karena statusnya sebagai penyewa rumah. Selain
rekomendasi
dari
Tim
Nasional
Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K), pencabutan untuk berkurang menjadi Rp38,387 besaran subsidi listrik tersebut didasari pertimbangan membengkaknya alokasi subsidi listrik setiap tahunnya dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir. Jika di tahun 2005, besaran alokasi subsidi listrik hanya sebesar Rp10,6 triliun, maka pada tahun 2010, angkanya sudah melonjak hingga Rp58,11 triliun serta sempat mencapai puncaknya di tahun 2012 sebesar Rp103,3 triliun. Dalam tahun 2015 sendiri, besaran alokasi subsidi listrik tersebut sudah berkurang signifikan hingga menjadi Rp56,6 triliun dan diupayakan triliun di 2016. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
14
Subsidi listrik mulai dapat dikendalikan pada pertengahan 2014, karena pemerintah tidak lagi memberikan subsidi pada beberapa pelanggan, seperti industri besar, hotel, mal dan rumah mewah. Di sisi lain, sejak tahun 2003, pemerintah tidak pernah menaikkan tarif listrik untuk rumah tangga R1/450 VA dan R1/900 VA, meskipun biaya produksi listriknya sudah meningkat. Akibatnya, subsidi untuk kedua kelompok tersebut kemudian bertransformasi menjadi bom waktu,
ditambah
dengan
persoalan
ketepatan
dan
efektivitas
kelompok
pengguna.Pencabutan subsidi listrik tentunya akan berdampak baik terhadap perekonomian secara langsung maupun tidak langsung serta berdampak sosial. Dampak Langsung Pencabutan Listrik Kenaikan
TDL
merupakan
dampak
langsung
pencabutan
subsidi
listrik.
Pencabutan subsidi listrik dapat menyebabkan kenaikan 150% untuk daya 450 VA dan 900 VA dan secara rata-rata TDL akan naik 58%. Selama ini untuk tarif 450 VA, pelanggan rumah tangga membayar dengan tariff subsidi Rp415,5 per KWh dan untuk pelanggan listrik 900 VA tariff subsidinya adalah Rp605 per KWh Dampak Tidak Langsung Pencabutan Subsidi Listrik Sebagai Lanjutan Akibat Kenaikan TDL 1. Peningkatan Inflasi Menurut BPS, rencana pemangkasan subsidi listrik untuk pengguna rumah tangga golongan terendah dalam jangka pendek dalam rentang waktu 3 hingga 6 bulan setelah migrasi pengguna listrik akan menyumbang inflasi nasional 0,3 hingga 0,4 persen. Sedangkan secara global akan menyebabkan kenaikan inflasi sebesar 1,74%. 2. Pertumbuhan Ekonomi Dapat Mengalami Penurunan Dengan adanya kebijakan untuk menghilangkan subsidi listrik akan memukul daya beli masyarakat dimana konsumsi masyarakat merupakan komponen pendorong pertumbuhan ekonomi paling besar. 3. Peningkatan Angka Kemiskinan Berdasarkan analisis LPEM UI yan menyatakan 23 juta pelanggan yang terkena dampak pencabutan subsidi listrik, sebanyak 3 sampai dengan 5 juta pelanggan golongan 450VA-900VA akan jatuh ke kelompok rentan miskin.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
15
Mempertimbangkan berbagai dampak yang ditimbulkan dari pencabutan subsidi listrik, maka kebijakan pencabutan subsidi listrik direncanakan pada bulan Juli 2016 dan diharapkan pemerintah menverifikasi data jumlah penduduk yang layak menerima subsidi listrik serta mereformulasikan kembali subsidi listrik agar lebih tepat sasaran.
Subsidi Non Energi Subsidi
nonenergi
adalah
alokasi
anggaran
yang
disalurkan
melalui
perusahaan/lembaga yang memproduksi dan/atau menjual barang dan/atau jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah selain produk energi (BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, LGV, dan tenaga listrik), sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat berpendapatan rendah. Berdasarkan Nota Keuangan dan APBN 2016, arah kebijakan subsidi nonenergi tahun 2016 akan difokuskan pada beberapa kebijakan sebagai berikut : 1. Memberikan subsidi pangan (raskin) kepada rumah tangga sasaran (RTS) yang didukung dengan peningkatan akuntabilitas pengelolaan dan alokasi anggaran subsidi pangan. 2. Memberikan subsidi pupuk dan benih untuk membantu petani memperoleh pupuk dan benih dengan harga terjangkau. 3. Memperbaiki pelayanan umum bidang transportasi dengan memberikan bantuan subsidi/public service obligation (PSO) untuk angkutan penumpang kereta api, angkutan kapal laut kelas ekonomi, serta Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara untuk penugasan informasi publik bidang pers. 4. Meningkatkan daya saing usaha dan akses permodalan bagi UMKM dan petani melalui penyempurnaan bantuan subsidi bunga kredit program dan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap akses air minum. 5. Menyediakan dukungan bagi pelaksanaan Program Sejuta Rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). 6. Mendukung perluasan dan penajaman program kredit usaha rakyat (KUR). 7. Memberikan subsidi pajak DTP sebagai insentif atas pengembangan sektor panas bumi dan untuk menarik minat investor asing atas obligasi pemerintah, serta pemberian fasilitas bea masuk. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
16
Belanja subsidi nonenergi terdiri atas alokasi anggaran untuk subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP). Dalam APBN Tahun 2016, subsidi nonenergi
sebesar
Rp80.490,4
miliar
lebih
tinggi
Rp6.210,5
miliar
bila
dibandingkan dengan alokasi anggaran subsidi nonenergi dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp74.280,3 miliar.
1. Subsidi Pangan Subsidi pangan adalah subsidi yang diberikan dalam bentuk penyediaan beras murah untuk masyarakat miskin (Raskin) melalui program operasi pasar khusus (OPK) beras Bulog. Subsidi pangan bertujuan untuk menjamin distribusi dan ketersediaan beras dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat miskin. Subsidi ini disalurkan melalui Bulog. Perkembangan realisasi anggaran subsidi pangan dipengaruhi oleh beberapa parameter, antara lain : 1. 2. 3. 4. 5.
jumlah RTS yang diberi hak untuk membeli raskin; harga tebus raskin; kuantum raskin yang diberikan per RTS per bulan; durasi penyaluran raskin; dan harga pembelian beras (HPB) oleh Perum Bulog.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
17
Kenaikan realisasi anggaran subsidi pangan dalam kurun waktu tersebut berkaitan dengan : 1. 2. 3. 4.
bertambahnya volume raskin yang disalurkan; makin tingginya RTS penerima raskin; makin tingginya subsidi harga raskin; dan adanya kebijakan tambahan durasi penyaluran raskin. Dalam APBN Tahun 2016, anggaran subsidi pangan sebesar Rp20.993,4
miliar, atau lebih tinggi Rp2.053,5 miliar bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp18.939,9 miliar. Dalam tahun 2016, program subsidi pangan ini disediakan untuk menjangkau 15,5 juta RTS, dalam bentuk penyediaan beras murah melalui Perum Bulog. Penyaluran beras kepada RTS akan diberikan untuk 12 kali penyaluran, dengan kuantum sebanyak 15 kg per RTS per bulan dan harga jual sebesar Rp1.600,00 per kg. Kenaikan alokasi anggaran subsidi pangan terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) Gabah/Beras per 17 Maret 2015, dari semula Rp6.600,0 per kg menjadi Rp7.300,0 per kg sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2015 dan pembayaran kekurangan bayar subsidi tahun 2013. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setelah melakukan pemeriksaan kinerja atas pengelolaan raskin 2014 oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Perum Bulog, TNP2K dan instansi terkait lainnya menyatakan pelaksanaan program penyaluran subsidi beras untuk rakyat miskin (raskin) belum sepenuhnya efektif karena data penerima yang tidak mutakhir dan kualitas beras yang meragukan. Pemeriksaan tersebut dilakukan di 10 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Lampung, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua Barat. Pemeriksaan kinerja atas penyaluran raskin Tahun Anggaran 2014 ditujukan untuk mengetahui efektivitas program tersebut dalam menanggulangi kemiskinan melalui bantuan langsung raskin dimana hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pelaksanaan program penyaluran subsidi beras raskin belum sepenuhnya efektif untuk
mencapai
tujuan-tujuan
program
karena
masih
terdapat
sejumlah
permasalahan, yaitu : TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
18
1. Data penerima manfaat raskin belum mutakhir. Terdapat 196 desa/kelurahan di 50 kabupaten/kota yang tidak melakukan pemutakhiran data. Data yang digunakan masih data 2011. Hal ini berakibat sebagian penerima program raskin berisiko tidak tepat sasaran. 2. Mekanisme pengujian kualitas beras raskin belum jelas. Terdapat pengembalian raskin ke Perum Bulog karena kualitas beras yang diterima tidak baik, karena berwarna hitam, berkutu, banyak bubuk dan berbau
apek.
Hal
tersebut
mengakibatkan
risiko
penyimpangan
atas
pembayaran subsidi raskin oleh pemerintah kepada Perum Bulog.
Berkenaan dengan masalah tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan selaku penanggung jawab program raskin agar menetapkan pihak pelaksana perekaman data dan menyempurnakan pedoman khusus dalam pelaksanaan program raskin serta menginstruksikan Tim Koordinasi Raskin untuk berkoordinasi dengan Perum Bulog untuk menetapkan dan menyepakati mekanisme pengujian raskin pada saat penyaluran.
2. Subsidi Pupuk Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi pupuk, beban subsidi ini timbul sebagai konsekuensi dari adanya kebijakan pemerintah dalam rangka penyediaan pupuk bagi petani dengan harga jual pupuk yang lebih rendah dari harga pasar. Tujuan utama subsidi pupuk adalah agar harga pupuk di tingkat petani
dapat
tetap
terjangkau
oleh
petani,
sehingga
dapat
mendukung
peningkatan produktivitas petani, dan mendukung program ketahanan pangan. Volume pupuk bersubsidi tahun 2016 direncanakan sebanyak 9,55 juta ton. Subsidi pupuk tetap diberikan dengan sistem tertutup melalui mekanisme rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Namun, mekanisme pelaksanaan subsidi langsung kepada petani akan dilakukan secara bertahap. Di samping itu, Pemerintah terus berupaya agar HPP ditetapkan mendekati harga keekonomian dan
mengusulkan
rencana
kenaikan
harga
eceran
tertinggi
(HET)
untuk
mengurangi disparitas harga pupuk. Selain itu, Pemerintah terus mendorong TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
19
peningkatan penggunaan pupuk organik dan pupuk majemuk berimbang, serta penyempurnaan basis data yang berbasis orang dan lahan. Untuk mendukung kebijakan tersebut, anggaran subsidi pupuk dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp30.063,2
miliar.
Jumlah
tersebut
lebih
rendah
Rp9.412,5
miliar
bila
dibandingkan pagunya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp39.475,7 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran subsidi pupuk tersebut dikarenakan pada tahun 2016 hanya dialokasikan bagi pembayaran subsidi pupuk tahun berjalan. Sementara itu, untuk tahun 2015 sebagian anggarannya dialokasikan untuk pembayaran kurang bayar tahun sebelumnya. Dalam kaitannya dengan ketataniagaan, pupuk bersubsidi tidak dapat diperjualbelikan sebagaimana halnya barang umum, misalnya barang kebutuhan pokok.
Hal ini terkait dengan adanya Peraturan Presiden No.77/2005, kemudian diubah melalui Peraturan Presiden No.15/2011 yang telah menetapkan pupuk bersubsidi sebagai barang dalam pengawasan. Pengawasan mencakup pengadaan dan penyaluran, termasuk jenis, jumlah, mutu, wilayah pemasaran dan harga eceran tertinggi, serta waktu pengadaan dan penyaluran. Poin tersebut diatas kembali diterangkan melalui Permentan No. 130 Tahun 2014, yakni bahwa pupuk bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan
dan
penyalurannya
mendapat
subsidi
dari
pemerintah
untuk
kebutuhan kelompok tani dan/atau petani di sektor pertanian. Di sisi lain, mengenai
produksi
dan
penyaluran
diatur
dalam
Permendag
No.
15/M-
DAG/PER/4/20135. Pupuk bersubsidi diadakan oleh produsen pupuk BUMN yang ditetapkan pemerintah, yaitu PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Pupuk Sriwijaya, PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik, dan PT Pupuk Kaltim. Adapun pupuk bersubsidi yang dimaksud terdiri dari Urea, SP 36, ZA, NPK, dan jenis pupuk bersubsidi lainnya yang ditetapkan oleh menteri pertanian. Pupuk bersubsidi disalurkan kepada kelompok tani/petani mealui Lini IV (pengecer resmi sesuai
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
20
ketentuan yang berlaku) berdasarkan RDKK dan mengacu pada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditentukan. Adapun tahapan penyediaan dan penyaluran subsidi pupuk adalah sebagai berikut : 1. Penyusunan RDKK. Pertemuan petani atau pengurus kelompok tani yang terdiri dari kontak tani/ketua kelompok tani, kelompok tani, sekretaris, bendahara dan kepala-kepala seksi, melakukan musyawarah menyusun daftar kebutuhan riil yang digunakan dari tiap anggota kelompok tani dan menetapkan jumlah, jenis, dan waktu pupuk dibutuhkan. Daftar yang disusun berfungsi sebagai pesan petani untuk membahas dan merumuskan RDKK dengan menampung hasil musyawarah. Kemudian hasil musyawarah dibuat dalam berita acara untuk diteliti kelengkapannya oleh kepala desa dan disetujui KCD. 2. Pengiriman RDKK. Proses pengiriman RDKK dibuat tiga rangkap. Lembar pertama dikirimkan ke pengecer resmi sebagai pesanan pupuk, lembar kedua dikirim kepada KCD/ PPL dan lembar ketiga merupakan arsip di kelompok tani. Selanjutnya, pengecer resmi menyusun rekapitulasi RDKK untuk diajukan ke distributor pupuk yang ditunjuk oleh produsen pupuk. Penilaian atas rekapitulasi RDKK disesuaikan dengan rencana/sasaran areal tanam setempat oleh KCD/PPL dan diketahui oleh kepala desa untuk disampaikan kepada Dinas Pertanian guna melakukan penyesuaian kuota atau alokasi kebutuhan pupuk yang ditetapkan dalam keputusan kepala daerah. 3. Penyaluran pupuk. Penyaluran pupuk dapat dilakukan pengecer resmi dan kelompok tani/koperasi tani sepanjang terdaftar ditunjukkan sebagai pengecer resmi dengan tahapan yakni, pengecer resmi mengatur jadwal pertemuan dengan ketua kelompok tani dan petani untuk menyalurkan pupuk bersubsidi. Pengecer resmi melakukan konfirmasi ulang terhadap data yang tercantum dalam RDKK guna mengantisipasi adanya perubahan usulan petani dan penyalahgunaan peruntukan pupuk bersubsidi. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
21
4. Penerimaan pupuk oleh petani. Petani menerima pupuk dari pengecer resmi dalam bentuk pupuk sesuai dengan kesepakatan yang telah diputuskan bersama sebelumnya.
Pada Periode 1970-1993, sistem subsidi yang diberlakukan adalah subsidi harga, sumber pembiayaan berasal dari APBN, pupuk yang disubsidi adalah harga pupuk yang berasal impor dan produksi dalam negeri. Periode 1999-2001; sejak 1998 subsidi harga pupuk dicabut karena dipicu oleh terjadinya krisis ekonomi saat itu, sistem subsidi pada kurun ini adalah subsidi harga bahan baku untuk pembuatan pupuk yakni subsidi gas. Pada Periode 2003-2005, sistem subsidi berlaku merupakan kombinasi subsidi gas dan subsidi harga, subsidi gas untuk pupuk urea, sementara subsidi harga untuk pupuk non urea. Periode 2006sekarang, subsidi yang berlaku adalah subsidi harga, yang dihitung dengan formula, selisih antara HET dengan HPP dan biaya produksi dikalikan volume produksi yang merupakan angka subsidi yang ditanggung oleh pemerintah. Sumber subsidi adalah APBN. Meskipun regulasi yang dikeluarkan dalam kebijakan pupuk bersubsidi sudah ketat, detail, dan terus diperbaharui seiring berjalannya waktu, tetap saja masih menghadapi berbagai permasalahan. Kementerian pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian dalam Evaluasi Kegiatan Fasilitasi Pupuk dan Pestisida tahun 2013 menyebutkan permasalahan yang dihadapi antara lain : 1. Pengawalan RDKK belum optimal, masih ada petani yang belum tergabung dalam kelompok tani. 2. Masih ditemukan penyaluran pupuk oleh pengecer tanpa RDKK. 3. Rendahnya harmonisasi kerja antara dinas pertanian dan institusi/lembaga penyuluhan. 4. Pengecer atau Distributor belum optimal melakukan pencatatan/ tertib administrasi. 5. Harga pupuk bersubsidi di beberapa daerah di atas HET. 6. Penyelewengan penyaluran pupuk bersubsidi. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
22
7. Lemahnya pengawasan oleh pemerintah daerah cq KP3.
Sementara itu, permasalahan lainnya adalah: a. Kenaikan
harga
akibat
isu
miring.
Selalu
saja
ada
oknum
yang
memanfaatkan isu minimnya supply terhadap demand untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam waktu yang singkat. Dalam kaitannya dengan pupuk
bersubsidi,
oknum
tersebut
menyebarkan
isu
bahwa
terjadi
kelangkaan pupuk di waktu dan wilayah tertentu. Dengan minimnya pengawasan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, isu tersebut cepat merebak. Akibatnya petani menjadi panik. Dengan situasi seperti itu, oknum tersebut dapat menaikkan harga dengan alasan kelangkaan pupuk. Petani yang membutuhkan pupuk untuk keberlangsungan usahataninya, terpaksa membeli, meskipun di atas HET. b. Lemahnya
Pengawasan.
Sebagian
pupuk
bersubsidi
yang
seharusnya
disalurkan kepada petani kecil ternyata mengalir kepada para pengusaha dan petani bermodal. Hal ini diakui oleh Muhlizar Sarwani selaku Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, bahwa terdapat indikasi perembesan pupuk bersubsidi yang seharusnya untuk tanaman pangan, namun masuk ke sektor perkebunan. Hal ini umumnya terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Penyebab terjadinya hal tersebut adalah berlakunya dua harga, yakni subsidi dan non subsidi. Harga pupuk bersubsidi (ditujukan ke petani) lebih murah jika dibandingkan harga pupuk non subsidi (ditujukan ke perusahaan perkebunan dan industri). c. Penyelundupan. Disparitas antara harga pupuk bersubsidi (urea,red) dalam negeri (domestik) dan harga internasional memicu oknum tertentu untuk menjual pupuk tersebut ke luar negeri (ekspor) secara ilegal. Ekspor pupuk bersubsidi banyak terjadi melalui pelabuhan-pelabuhan kecil milik individu terutama di Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Kalimantan. d. Pemerintah hutang kepada produsen. Seringkali produsen harus repot mencairkan subsidi pupuk ke pemerintah. Sehingga tidak jarang produsen TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
23
mengalami gangguan arus kas akibat pencairan subsidi pupuk yang cukup lama. e. Pupuk palsu. Petani terpaksa menggunakan pupuk yang terindikasi palsu akibat langkanya pupuk bersubsidi.
3. Subsidi Benih Untuk
mendorong
peningkatan
produksi
pertanian,
Pemerintah
mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih. Seperti pola pelaksanaan tahun 2015, pemberian subsidi benih tersebut dalam rangka menyediakan benih padi dan
kedelai
yang
berkualitas
dengan
harga
terjangkau
oleh
petani
dan
ketersediaan benih varietas unggul bersertifikat menjadi lebih terjamin, serta mudah diakses petani/kelompok tani. Besaran subsidi benih dialokasikan berdasarkan daftar usulan pembeli benih bersubsidi (DUPBB). Anggaran subsidi benih dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp1.023,8 miliar. Jumlah tersebut lebih tinggi Rp84,4 miliar bila dibandingkan pagunya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp939,4 miliar. Permasalahan yang dihadapi pada tahun 2015 adalah PT Pertani dan PT Sang Hyang Seri (SHS) yang merupakan BUMN yang bertugas menyalurkan benih subsidi mengalami kondisi keuangan yang buruk sehingga penyaluran benih menjadi terhambat. Namun pemerintah tetap bertanggung jawab untuk menjamin ketersedian bantuan benih subsidi di tingkat petani, yaitu dengan memaksimalkan progran desa mandiri benih dengan membantu benih pada para penangkar benih secara langsung tanpa perantara BUMN. Untuk tahun 2016 kedua BUMN berkomitmen membenahi teknis penyaluran benih yang sebelumnya memiliki kendala.
4. Subsidi Public Service Obligation (PSO) Kebijakan subsidi nonenergi selain bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan nasional, juga ditujukan untuk meningkatkan pelayanan umum di bidang transportasi dan penyediaan informasi publik. Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi/bantuan dalam rangka kewajiban pelayanan publik TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
24
(public service obligation/PSO) kepada BUMN tertentu, sehingga harga jual pelayanan yang diberikan dapat terjangkau masyarakat. Pemerintah dapat menggunakan BUMN untuk menyediakan barang dan jasa kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Penugasan ini disebut juga sebagai kewajiban pelayanan umum atau public service obligation (PSO). Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Ini berarti BUMN wajib menyisihkan sebagian pendapatannya untuk membiayai penugasan PSO. Jadi biaya penugasan PSO berasal dari subsidi silang (cross-subsidy) unit usaha BUMN yang menguntungkan atau subsidi pemerintah. Terdapat intervensi politik dalam penetapan harga. Contoh penugasan PSO adalah jasa transportasi di daerah terpencil, pendidikan kejuruan,
pelayanan
kesehatan,
reforestasi
di
Sumatera
dan
Kalimantan,
penyediaan vaksin di bawah ongkos produksi untuk sistem kesehatan masyarakat, menyediakan pelayanan pengiriman yang tidak menguntungkan, mengoperasikan pelabuhan udara dan laut di daerah terpencil. (Rudi & Pandu, 2005) Alokasi anggaran untuk subsidi PSO dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp3.752,5 miliar. Jumlah tersebut lebih tinggi Rp491,2 miliar bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp3.261,3 miliar. Anggaran belanja subsidi PSO tersebut dialokasikan kepada : 1. PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta api (KA Ekonomi Jarak Jauh, KA Ekonomi Jarak Sedang, KA Ekonomi Jarak Dekat, KRD Ekonomi, KRL Ekonomi, KA Ekonomi Angkutan Lebaran serta KRL AC Commuterline Jabodetabek) sebesar Rp1.827,4 miliar. 2. PT Pelni (Persero) untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang kapal laut kelas ekonomi dan angkutan ke daerah-daerah terpencil sebesar Rp1.787,0 miliar;
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
25
3. Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara untuk penugasan layanan informasi publik bagi masyarakat terutama di daerah terpencil, tertinggal, dan rawan konflik sebesar Rp138,1 miliar.
5. Subsidi Bunga Kredit Program Sementara itu, subsidi bunga kredit program adalah subsidi yang disediakan untuk menutup selisih antara bunga pasar dengan bunga yang ditetapkan lebih rendah oleh pemerintah untuk berbagai skim kredit program seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA),Kredit Usaha Tani, Kredit Koperasi, Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (KPRS) dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), termasuk beban resiko (risk sharing) bagi kredit yang tidak dapat ditagih kembali (default). Tujuan subsidi bunga kredit program adalah untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pendanaan dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari bunga pasar. Anggaran subsidi bunga kredit program dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp16.474,5 miliar. Jumlah tersebut lebih tinggi Rp13.990,4 miliar bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp2.484,0 miliar. Peningkatan anggaran subsidi bunga kredit program dalam APBN Tahun 2016 terutama disebabkan adanya 3 (tiga) jenis subsidi baru untuk mendukung Program Sejuta Rumah bagi MBR dan program kredit usaha rakyat (KUR). Pemerintah
mengalokasikan
anggaran
untuk
subsidi
bunga
kredit
perumahan dan subsidi bantuan uang muka perumahan untuk mendukung pelaksanaan Program Sejuta Rumah bagi MBR. Selain itu, dalam rangka mendukung kebijakan program KUR, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk subsidi bunga KUR. Pada tahun 2016, Pemerintah berupaya menurunkan suku bunga KUR pada kisaran 9 persen sehingga dapat terjangkau oleh UMKM. Di samping itu, coverage KUR juga ditingkatkan agar semakin banyak UMKM yang dapat dibantu oleh program KUR. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
26
Subsidi Pajak DTP Selain berbagai jenis subsidi tersebut, pemerintah juga mengalokasikan anggaran subsidi pajak untuk mendukung program stabilisasi harga kebutuhan pokok dan perkembangan industri nasional yang strategis. Perkembangan realisasi subsidi pajak ini sangat tergantung kepada jenis komoditas atau sektor-sektor tertentu yang diberikan fasilitas pajak dalam bentuk pajak ditanggung pemerintah (DTP). Kebijakan pemberian subsidi pajak DTP akan terus dilaksanakan di tahun 2016 sebagai insentif atas pengembangan sektor panas bumi dan untuk menarik minat investor asing atas obligasi pemerintah. Subsidi pajak DTP diberikan untuk : PPh DTP atas komoditas panas bumi, dan PPh DTP atas bunga, imbal hasil dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada Pemerintah, dalam penerbitan SBN di pasar internasional, serta pemberian Bea Masuk DTP yang ditujukan antara lain untuk penyediaan barang/jasa bagi kepentingan umum dan peningkatan daya saing industri tertentu di dalam negeri. Selain itu diberikan juga PPh DTP atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh masyarakat yang terkena luapan lumpur Sidoarjo serta PPh DTP atas penghasilan dari penghapusan secara mutlak piutang negara non pokok yang bersumber dari penerusan pinjman luar negeri, rekening dana investasi, dan rekening pembangunan daerah yang diterima oleh perusahaan daerah air minum (PDAM). Dalam APBN Tahun 2016, Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi pajak DTP untuk pajak penghasilan (PPh) dan fasilitas bea masuk yang sebesar Rp8.183,6 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2015 yang mencapai Rp9.180,0 miliar. Arah kebijakan subsidi nonenergi tahun 2016 akan difokuskan pada beberapa kebijakan sebagai berikut : 1. Memberikan subsidi pangan (raskin) kepada rumah tangga sasaran (RTS) yang didukung dengan peningkatan akuntabilitas pengelolaan dan alokasi anggaran subsidi pangan. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
27
2. Memberikan subsidi pupuk dan benih untuk membantu petani memperoleh pupuk dan benih dengan harga terjangkau. 3. Memperbaiki pelayanan umum bidang transportasi dengan memberikan bantuan subsidi/public service obligation (PSO) untuk angkutan penumpang kereta api, angkutan kapal laut kelas ekonomi, serta Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara untuk penugasan informasi publik bidang pers. 4. Meningkatkan daya saing usaha dan akses permodalan bagi UMKM dan petani melalui penyempurnaan bantuan subsidi bunga kredit program dan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap akses air minum. 5. Menyediakan dukungan bagi pelaksanaan Program Sejuta Rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). 6. Mendukung perluasan dan penajaman program kredit usaha rakyat (KUR). 7. Memberikan subsidi pajak DTP sebagai insentif atas pengembangan sektor panas bumi dan untuk menarik minat investor asing atas obligasi pemerintah, serta pemberian fasilitas bea masuk.
Benchamark Kebijakan Subsidi Berikut ini merupakan beberapa benchmark terkait subsidi pemerintah beberapa negara yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan subsidi pemeritah Indonesia: a. Subsidi BBM di Malaysia Di kawasan ASEAN, hanya Indonesia dan Malaysia yang masih memberikan subsidi
BBM
bagi
rakyatnya.
Memang
Malaysia
sampai
sekarang
masih
memberikan subsidi BBM ke rakyatnya, tapi kondisi mereka berbeda dengan kita, produksi minyak Malaysia banyak, melebihi dari kebutuhan seluruh rakyatnya, Sedangkan Indonesia hampir 50% kebutuhan BBM nasional dipasok dari impor, membeli menggunakan pakai dolar, harganya berdasarkan harga internasional, dan dalam penggunaanya masih disubsidi BBM hal ini sangat membebani APBN. Anggaran subsidi BBM yang makin membesar karena mahalnya harga minyak dunia. Saat ini Malaysia menyesuaikan harga BBM dengan
subsidinya,
jadi kalau harga minyak naik tinggi, harga BBM-nya naik juga disesuaikan, mereka mematok besaran subsidi, tujuannya agar anggaran subsidi BBM tetap sesuai yang dianggarkan dalam APBN-nya sedangkan di Indonesia ketika harga
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
28
minyak dunia naik belanja subsidi BBM juga akan ikut naik sehingga anggaran belanja subsidi di APBN membengkak. b. Subsidi Asuransi Pertanian di AS Salah satu kebijakan yang baru saja dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
sesuai
amanah
UU
no.13
Tahun
2013
tentang
Perlindungan
dan
Pemberdayaan Petani. sebagai bentuk paket kebijakan ekonomi III Jokowi-Jusuf Kalla adalah pembentukan asuransi pertanian khusus tanaman padi dimana 80% premi disubsidi pemerintah. Permasalahan terkait Pasar Asuransi, adalah adverse selection sebagai akibat penentuan premi dari perusahaan asuransi yang terlalu tinggi
untuk
memanfaatkan
petani dengan fasilitas
risiko
sehingga
rendah partisipasi
sehingga semakin
banyak
petani
menurun
tidak
otomatis
mengakibatkan premi akan semakin mahal dan moral hazard akibat klaim asuransi atas kegagalan panen yang disebabkan kesengajaan petani memilih lahan pertanian yang sesungguhnya tidak cocok untuk pertanian. Sebagai benchmark, asuransi pertanian di negara lain, seperti Amerika Serikat, mencakup berbagai produk pertanian seperti jagung, gandum, dan lainnya sehingga coverage lebih luas. Semenjak 1994, pemerintah AS mengambil inisiatif dengan meningkatkan subsidi premi dengan harapan tingkat partisipasi akan
semakin
meningkat.
Sejumlah
penelitian
justru
menunjukkan
hasil
sebaliknya. Permintaan akan asuransi pertanian tidak dipengaruhi oleh tingkat premi (Danoghue, 2014; Shaik et al, 2008; Goodwin, 2004; Serra et al, 2003). Tidak hanya gagal meningkatkan partisipasi, kebijakan subsidi ini semakin membebani belanja pemerintah AS. Pada akhirnya asuransi pertanian merupakan amanat undang-undang yang harus dijalankan. Berbagai permasalahan yang akan muncul setidaknya dapat diminimalisir dengan sejumlah kebijakan. Sebagai berikut: Pertama, memperluas cakupan asuransi, tidak hanya untuk petani padi, tapi juga untuk pertanian lain. Hal ini dapat memperbaiki portofolio dari perusahaan asuransi. Kedua, besaran subsidi perlu ditinjau ulang. Memberikan subsidi 80% dari total premi sama saja mempersilakan munculnya moral hazard. Sebagai perbandingan, pemerintah AS saja 'hanya' menanggung 60% dari total premi, itu pun sudah menyebabkan
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
29
munculnya perilaku moral hazard. Hal tersebut perlu dikaji ulang oleh pemerintah Indonesia ke depannya. Pendekatan analisis kebijakan publik Pendekatan dalam memahami dan melaksanakan kebijakan publik tentang desa yang disarankan oleh penulis antara lain: a. Pendekatan Inkremental Model ini pada hakikatnya memandang kebijakan publik suatu negara sebagai
kelanjutan
dari
kegiatan-kegiatan
yang
telah
dilaksanakan
oleh
pemerintah di masa lalu.. Kebijakan pembatasan subsidi energi seperti BBM-Gas dan
listrik
serta
pengembangan
kebijakan
subsidi
non
energi
seperti
menambahkan dua program baru Subsidi KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan Subsidi Perumahan melalui Program Sejuta Rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) merupakan kelanjutan dari program pemerintah sebelumnya sebagaimana diketahui bahwa perubahan inkremental tersebut salah satunya tren perubahan alokasi belanja subsidi dalam APBN dari tahun ke tahun. Selanjutnya
pendekatan
ini
dalam
tataran
mplementasi
diharapkan
memperhatikan risiko terkait penyerapan anggaran yang tidak efektif dan potensi korupsi,
untuk
itu
kebijakan
pengendalian
diperlukan
dengan
mendesain
mekanisme penyaluran subsidi yang menjamin keberhasilan program terutama ketepatan sasaran. Misalnya pengaturan jalur distribusi BBM dan Gas LPG dari Pertamina kepada perusahaan penyalur sampai kepada pengecer sehingga dapat dihindari praktik penimbunan oleh spekulan.
b. Pendekatan Kelembagaan Model Kelembagaan ini pada dasarnya memandang kebijakan publik suatu negara
sebagai
kegiatan-kegiatan
yang
dilakukan
oleh
lembaga-lembag
pemerintah. Pengaturan tugas dan wewenang antar lembaga dalam pendekatan ini memberikan rekomendasi penguatan tanggungjawab serta koordinasi diserahkan kepada satu pemangku dibawah Kementerian Koordinator Perekonomian dengan regulasi
pokok
yang
utama,
sedangkan
peraturan
yang
lainnya
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
bersifat 30
mendukung, misalnya dengan peraturan bersama terkait teknis penyaluran dan pengaturan agar terhindar dari tumpang tindih peraturan serta kurang tepat sasarannya penyaluran belanja subsidi misalnya: 1. Belanja Subsidi Energi berupa BBM (premium dan solar), Gas (LPG) serta listrik melalui Sumberdaya
peraturan bersama Menteri Keuangan, Menteri Energi Mineral
(ESDM)
dengan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan. Untuk menjamin kesesuaian kebijakan dengan mekanisme distribusi dengan menggandeng Pertamina dan PT. PLN (Persero). Selanjutnya agar dapat dipastikan tepat sasaran, perlu ada mekanisme uji validitas data masyarakat yang menjadi sasaran subsidi dengan menggandeng Badan Pusat Statistik sebagai sumber data tunggal misalnya rumah tangga tidak mampu untuk memperoleh subsidi listrik serta nelayan untuk subsidi solar. 2. Belanja Subsidi Non Energi, melalui
peraturan bersama Menteri Teknis
dengan lembaga penyalur. Misalnya: a) Subsidi
Pupuk,
maka
perlu
adanya
peraturan
bersama
antara
Kementerian Keuangan dengan Menteri Pertanian dengan menggandeng penyedia barang seperti
PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Pupuk
Sriwijaya, PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik, dan PT Pupuk Kaltim dan sebagainya. b) Subsidi
Benih,
maka
perlu
adanya
peraturan
bersama
antara
Kementerian Keuangan dengan Menteri Pertanian dengan menggandeng penyedia barang seperti PT. PT Sang Hyang Sri (SHS) dan PT Pertani dan sebagainya. c) Subsidi Pangan melalui beras murah untuk masyarakat miskin (Raskin) melalui program operasi pasar khusus (OPK), perlu adanya peraturan bersama antara Kementerian Keuangan dengan Menteri Peranian serta menggandeng penyalur yakni Perum Bulog. Khusus unutk subsidi pangan kepada Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan selaku penanggung jawab program raskin agar menetapkan pihak pelaksana perekaman data dan menyempurnakan pedoman khusus dalam
pelaksanaan
program
raskin
serta
menginstruksikan
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
31
Tim
Koordinasi Raskin untuk berkoordinasi dengan Perum Bulog untuk menetapkan dan menyepakati mekanisme pengujian raskin pada saat penyaluran d) Subsidi
PPh-PPN
DTP
dan
BM
DTP
(Pajak
Penghasilan,
Pajak
Pertambahan Nilai dan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah) dalam usaha mendorong industri dalam negeri, maka perlu adanya peraturan bersama antara
Kementerian Keuangan disinkronisasikan
dengan
program stimulus fiskal dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan terutama dalam menyeleksi sektor usaha yang berhak memperoleh subsidi tersebut sehingga tepat sasaran. Selain itu kebijakan subsidi tersebut juga dapat dikaitkan dengan dengan kasus tertentu misalnya proses pengalihan properti (ganti rugi) masyarakat yang diambil oleh pemerintah (sebagai jaminan atas bantuan talangan pinjaman kepada PT. Lapindo Brantas) perlu koordinasi yang baik dengan
Badan
Penanggulangan
Badan
Bencana
Lumpur
Lapindo
Sidoarjo
dan
Pertanahan Nasional.
e) Subsidi Kredit Program dan subsidi bunga kredit program dalam bentuk Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA),Kredit Usaha Tani, Kredit Koperasi, Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (KPRS) dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS),
perlu
adanya
peraturan
bersama
antara
Kementerian
Keuangan dengan Kementerian teknis seperti Kemenperindag dalam menentukan kriteria penerima fasilitas kredit Program, selain itu terdapat program baru sebagaimana berikut:
Kebijakan Kredit Program hubungannya dengan Subsidi KUR (Kredit Usaha Rakyat) bagi UMKM maka perlu pengaturan bersama Kementerian
Keuangan
dengan
Kemenperindag,
dengan
penyalurannya bersama Bank Nasional /BUMN dan atau Kantor
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
32
Pos serta Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dengan memperhatikan luas cakupan layanan sampai ke pelosok daerah.
Subsidi
Perumahan
masyarakat
melalui
berpenghasilan
Program rendah
Sejuta (MBR)
Rumah perlu
bagi
adanya
pengaturan bersama Kementerian Keuangan dengan Kementerian Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat, dengan menggandeng Bank Nasional /BUMN. f)
Subsidi/public service obligation (PSO), perlu pertauran bersama antara Menteri
Keuangan
Komunikasi dan
dengan
Menteri
Perubungan
serta
Menteri
Informatika menggandeng penyedia jasa seperti PT
Kereta Api Indonesia (Persero), PT Pelni (Persero) dan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara untuk penugasan layanan informasi publik bagi masyarakat terutama di daerah terpencil. g) Subsidi
Masyarakat
pengaturan
bersama
terhadap
akses
Kementerian
air
minum,
Keuangan
dengan
perlu
adanya
Kementerian
Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat serta menggandeng PDAM setempat. Kebijakan penyaluran subsidi maupun pengalihannya tidak akan efektif apabila tidak didampingi kebijakan lain yang mendukung, terlebih apabila ternyata kebijakan sektor lain malah terkesan bersifat berlawanan, misalnya terkait pembatasan BBM bersubsidi seharusnya juga didukung oleh kebijakan dari Kementerian Perindustrian dalam membatasi produsen mobil. Fakta di lapangan, keberadaan LCGC (Low Cost Green Car) tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang terus berusaha menekan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hal itu tidak bisa dipungkiri di mana mobil kecil tersebut lebih banyak mengerubuti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang menyalurkan BBM bersubsidi, pembatasan produksi mobil murah tersebut juga perlu diikuti kebijakan pelarangan penggunaan BBM bersubsidi bagi mobil pribadi. Apabila ternyata pembatasan produksi mobil sulit dilaksanakan setidaknya masih ada kebijakan lain misalnya mensyaratkan spesifikasi produksi mobil LCGC yang hanya dapat diisi BBM non subsidi. TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
33
Selanjutnya terakhir perlu adanya Penguatan fungsi lembaga seperti BPKP hal pengawasan dan pengendalian penyaluran belanja subsidi. Aspek pengawasan dan pengendalian ini penting karena dapat menjadi umpan balik bagi evaluasi kebijakan sehingga pada masa yang akan datang kebijakan dapat disempurnakan. c. Pendekatan Rasional Pendekatan ini dipandang sebagai bagaimana mencapai tujuan secara efisien, definisi keputusan didefniskan sebagai suatu pemilihan diantara alternatifalternatif yang kondusif bagi tercapainya tujuan-tujuan yang telah dipilih sebelumnya. Pemilihan sektor-sektor yang layak mendapatkan subsidi merupakan hasil dari pemilihan alternatif kebijakan yang sudah memperhitungkan manfaat terbesar yang akan diterima oleh masyarakat. Pengalihan belanja subsidi energi kepada belanja yang lain merupakan pilihan-pilihan yang rasional. Selanjutnya dibuatlah kebijakan kompensasi atas pilihan pengalihan belanja subsidi energi misalnya dengan kenaikan harga BBM tersebut dirupakan dalam bentuk BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada masyarakat miskin. Kesimpulan Mekanisme kebijakan subsidi sangat memperhatikan arah ketepatan sasaran. Melihat fokus kebijakan subsidi pemerintah saat ini dapat diketahui bahwa secara gradual subsidi energi akan dikurangi dan dialihkan kepada belanja subsidi non energi ataupun belanja non subsidi lainnya.
Pengalihan Subsidi Energi pada
hakikatnya adalah agar penyaluran belanja subsidi energi yang besar dan selama ini tidak tepat sasaran mengingat kesulitan dan kerumitan dalam pengendaliannya bahkan dalam kenyataanya lebih banyak dinikmati oleh kalangan kelas berpunya, maka dengan pengalihan tersebut diarahkan kepada belanja lain misalnya infrastruktur yang lebih mudah dalam mengendalikan fokus sasarannya dapat lebih efektif dan tepat sasaran. Kebijakan pengalihan subsidi BBM yang merupakan belanja subsidi terbesar saati ini memang memiliki periode waktu yang panjang untuk dapat dinikmati tetapi dalam jangka panjang masyarakat akan
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
34
merasakan manfaat yang luar biasa jika dibandingkan untuk mensubsidi BBM yang habis dibakar Kebijakan subsidi sangat diperlukan bagi masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah dan tidak menentu misalnya nelayan dan petani atau pekerja serabutan lainnya. Permasalahan ketepatan sasaran dalam penyaluran subsidi sangat berkaitan dengan penentuan kriteria calon penerima subsidi yang menuntut pemerintah agar mampu dengan tegas mengatur kriteria tersebut serta menjamin validitas data penduduk. Sehingga pendekatan yang dilakukan adalah lintas sektoral seperti menggandeng BPS sebagai rujukan data bagi penduduk miskin. Permasalahan juga disebabkan kurangnya kesadaran aparat desa atau pemerintah daerah dalam penyaluran subsidi sehingga di lapangan penyaluran subsidi banyak ditemukan praktik KKN misalnya subsidi diberikan kepada keluarga atau teman dekat aparat desa. Untuk itu perlunya pengawasan dan pengendalian penyaluran subsidi dengan memberdayakan lembaga desa seperti LKD (Lembaga Kemasyarakatan Desa) dan penguatan fungsi pengawasan BPKP dalam lingkup kebijakan subsidi nasional. Pemerintah dituntut konsisten
dalam menjalankan kebijakan terutama
berkaitan dengan sinkronisasi dengan kebijakan yang bersifat lintas sektoral, seperti pada kasus LCGC yang ditetapkan bersamaan dengan pengalihan subsidi BBM
agar tidak terjadi adanya dua arah kebijakan yang terkesan saling
berlawanan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat unur politik dalam kebijakan lintas sektoral sehingga seharusnya dewan legislatif juga perlu berhatihati dan lebih menekankan aspek manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dalam menetapkan kebijakan strategis subsidi.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
35
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK “ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI”
36