Makalah Keindahan Akhlak Dalam Peradaban Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEINDAHAN AKHLAQ DALAM PERADABAN ISLAM



Disusun Oleh:



BAB I PENDAHULUAN



I.



Latar Belakang Akhlak merupakan sesuatu yang tidak pernah habis-habisnya untuk dibicarakan. Karena akhlak termasuk salah satu pokok ajaran agama Islam dan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahkan diutusnya Nabi Muhammad Saw., ke muka Bumi ini tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal tersebut dapat dilihat dalam hadis Nabi yaitu :



Pada hakekatnya dalam diri manusia terdapat dua potensi, yaitu potensi berkelakuan baik dan potensi berkelakuan buruk. Walaupun kedua potensi itu ada pada diri manusia namun ditemukan isyarat dalam Al-Quran maupun hadis Nabi bahwa kebaikan lebih dahulu menghiasi diri manusia dari pada kejahatan. Menurut pendapat Quraish Shihab yaitu,”secara fitrah manusia lebih cenderung kepada kebaikan. Dengan begitu akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan, karena keimanan adalah pengakuan hati dan akhlak adalah perbuatan.” Peradaban islam mulai di bangun oleh Nabi Muhammad saw, ketika berhasil merumuskan masyarakat Madani dan piagam Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh Khulafa Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn Khatab, Ustman Ibn Affan dan Ali Ibn Thalib) sistem yang dikembangkan pada saat itu adalah sistem demokrasi di mana pucuk pimpinan di pilih mulai musyawarah oleh beberapa orang yang di tunjuk oleh kaum muslimin atau khalifah sebelumnya. Pada masa itu umat islam telah mencapai pusat kemuliaan. Baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah brkembang berbagai macam cabang ilmu pengetahuan pasca meninggalnya Ali dan naiknya Muawiyah, sistem pemerintahan dalam Islam berubah dratis dari sistem kekhilafahan ke Monarkhi Absolut. Monarkhi Absolut di buktikan dengan di pilihnya Yazid sebagai putra



mahkota, kemudian mengangkat dirinya sebagai Kholifah fi Allah, mulailah babak baru dalam pemerintahan Islam dan berlangsung terus menerus sampai kepada Khalifah Turki Usmani sebagai konsep pemerintahan Khalifah (penguasa dan pemimpin tertinggi rakyat) terakhir dalam dunia Islam. Dalam makalah ini akan dibahas tentang Keindahan Akhlaq dalam Peradaban Islam II.



Rumusan Masalah 1. Bagaimana Keindahan Akhlaq pada masa Peradaban Islam? 2. Bagaimanan Kedudukan akhlak dalam Syariah Islam?



III.



Tujuan 1. Untuk Mengetahui Keidahan Akhlaq dalam masa Peradaban Islam 2. Untuk mengetahui Kedudukan akhlak dalam Syariah Islam



BAB II PEMBAHASAN



A.



Sejarah Peradaban Islam dan Keindahan Akhlaq 1. Sejarah Peradaban Islam Namun pada dasarnya, sejarah peradaban Islam dibagi menjadi tiga periode. Yaitu, periode klasik, periode pertengahan (jatuhnya Baghdad sampai ke penghujung abad ke-17 M), dan periode modern. Dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Syamruddin Nasution dalam buku "Sejarah Peradaban Islam" yang diterbitkan tahun 2013 menjelaskan tiga periode ini dengan cukup rinci. a. Periode Klasik "Ini merupakan masa kemajuan, keemasan dan kejayaan Islam dan dibagi ke dalam dua fase. Pertama, adalah fase ekspansi, integrasi dan pusat kemajuan (650 – 1000 M). Kedua, fase disintegrasi (1000 – 1250 M)," menurut Syamruddin. Pada masa inilah daerah Islam meluas dari Afrika utara sampai ke Spanyol di belahan Barat dan melalui Persia hingga ke India di belahan Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan Islam. Sejumlah ulama besar bermunculan di fase ini. Seperti Imam Malik, Imam Abu anifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal dalam bidang Fiqh. Imam al-Asya’ri, Imam al-Maturidi, Wasil ibn ‘Ata’, Abu Huzail, Al-Nazzam dan Al-Jubba’i dalam bidang Teologi. Zunnun alMisri, Abu Yazid al-Bustami dan alHallaj dalam bidang Tasawuf. AlKindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Miskawaih dalam bidang Falsafat. Ibn Hayyam, al-Khawarizmi, al-Mas’udi dan al-Razi dalam bidang Ilmu Pengetahuan, dan lain-lainnya. Ilmu pengetahuan baik dalam bidang agama, umum dan kebudayaan juga ikut berkembang. Namun pada fase disintegrasi, keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah.



"Kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu Khan di tahun 1258 M. Khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat Islam hilang," ungkap Syamruddin b. Periode Pertengahan Syamruddin juga membagi periode pertengahan sejarah peradaban Islam dengan dua fase yaitu fase kemunduran dan fase tiga kerajaan besar. Pertama, fase kemunduran (1250 – 1500 M). Di masa ini desentralisasi dan disintegrasi bertambah meningkat. Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah dan juga antara Arab dan Persia bertambah nyata kelihatan. Dunia Islam terbagi dua. Bagian Arab yang berpusat di Mesir terdiri dari Arabia, Irak, Suria, Palestina, Mesir dan Afrika utara. Bagian Persia yang berpusat di Iran terdiri dari Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia tengah. Kebudayaan Persia mendesak kebudayaan Arab. Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500 – 1700 M) dan masa kemunduran (1700 – 1800 M). Tiga kerajaan besar tersebut adalah kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Sama seperti fase sebelumnya, perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali di masa ini. Ujungnya adalah umat Islam semakin mundur dan statis saat tiga kerajaan mendapat banyak tekanan."Masa kemunduran, Kerajaan Safawi dihancurkan oleh serangan-serangan bangsa Afghan. Kerajaan Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-raja India. Kerajaan Usmani terpukul di Eropa," tulis Syamruddin.



c. Periode Modern Syamruddin menyebutkan, "Periode modern (1800 - sekarang) merupakan zaman kebangkitan umat Islam." Umat Islam mulai sadar bahwa di Barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan menjadi ancaman. Itu dimulai sejak jatuhnya Mesir ke tangan Barat. Pada periode modern umat Islam heran melihat kebudayaan dan kemajuan Barat. Raja-raja dan para pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. "Karena umat Islam heran melihat alat-alat ilmiah seperti teleskop, mikroskop, alat-alat untuk percobaan kimiawi, dan dua set alat percetakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani yang dibawa serta oleh Napoleon. Jadi, di periode modern ini, timbullah pemikiranpemikiran, ide-ide mengapa umat Islam lemah, mundur, dan bagaimana mengatasinya, dan perlu adanya pembaharuan dalam Islam," ungkap Syamruddin.



2. Keindahan Akhlaq dalam Peradaban Islam Keberhasilan suatu peradaban bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya sekedar ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi lebih dari itu sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Bahkan dalam beberapa literatur dikatakan bahwa “Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri.” Memahami sejarah sebuah konsep sungguh sangat penting untuk dapat memahami dalam konteks apa konsep itu lahir, dan untuk apa konsep itu diperjuangkan. Merujuk pada pendapat para tokoh , pemimpin, dan pakar pendidikan dunia yang menyepakati pembentukan karakter sebagai tujuan pendidikan, maka sejarah pendidikan karakter sama tuanya dengan itu sendiri. Namun, dalam perjalanannya, pendidikan karakter sempat tenggelam dan terlupakan dari dunia pendidikan , terutama sekolah. Dalam sejarah Islam, sekitar 1400 tahun yang lalu, Nabi Muhammad Saw. Sang Nabi dan Rasul terakhir dalam Islam, juga menegaskan bahwa misi utama beliau dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan karakter manusia yang baik (good character). Berikutnya, ribuan tahun setelah itu, rumusan tujuan utama pendidikan tetap pada wilayah serupa, yakni pembentukan kepribadian manusia yang baik. a) Pendidikan Akhlaq Perkataan “Akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari “khuluqun” yang menurut tata bahasa dan logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (Ya’kub, 1983:11). Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dan makhluk, serta antara makhluk dan makhluk. Perkataan ini bersumber dari kalimat yang tercantum dalam Al-Qur’an surah al-Qalam ayat 4 : “Sesungguhnya Engkau (Muhammad) mempunyai budi pekerti yang luhur.” Demikian juga hadits Rasulullah Saw: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti manusia”. (HR. Ahmad). Atas dasar itu, akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dengan sang Penciptanya dan sesama umat manusia yang lain, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh umat manusia dalam perbuatan mereka dan menunjuk-



kan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Ahmad Amin, dalam bukunya Akhlak). Sedangkan pendidikan akhlak sebagaimana dirumuskan oleh Ibn Miskawaih dan dikutip oleh Abudin Nata, merupakan upaya ke arah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan lahirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini, kriteria benar dan salah untuk menilai perbuatan yang muncul merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber tertinggi ajaran Islam. Dengan demikian dapatlah ditarik pemahaman, bahwa pendidikan akhlak bisa dikatakan sebagai pendidikan moral dalam diskursus pendidikan Islam. Telaah lebih dalam terhadap konsep akhlak telah dirumuskan oleh para tokoh tokoh pendidikan Islam terdahulu seperti Ibn Maskawaih, Ibn Sina, AlGhazali, dan Al-Zamuji, menunjukkan bahwa tujuan puncak pendidikan akhlak adalah terbentuknya karakter positif dalam perilaku anak didik. Karakter positif ini tiada lain adalah penjelmaan sifat sifat mulia Tuhan dalam kehidupan umat manusia. Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam. Dan pentingnya komparasi (perbandingan) antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka untuk diperdebatkan. Bagi kebanyakan muslim segala hal yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, serta keteladanan. Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Terkahir, keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang Muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad Saw. Ketiga nilai inilah yang sejatinya adalah pengejawantahan pilar-pilar pendidikan karakter dalam Islam. Implementasi akhlak dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah Saw. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia lagi agung. Baik Al-Qur’an maupun Sunnah telah menjelaskan bahwa dalam diri Rasul tersimpan dan terpancar suri tauladan yang baik (Al-Ahzab: 21). Perjalanan dakwah Islam yang spektakuler dapat diraih pada masa Rasul,



dikarenakan adalah pancaran akhlak beliau yang berisi keteladanan. Sahabat terlebih musuh Islampun mengagumi akhlak Rasulullah Saw. Pembinaan sekaligus penerapan akhlak sebagai basis pendidikan karakter dimulai dari sebuah gerakan individual, kemudian diproyeksikan menyebar ke individu-individu yang lain. Dengan demikian secara sendirinya mewarnai kehidupan bermasyarakat. Pembinaan akhlak selanjutnya dilakukan dalam lingkungan keluarga dan harus dilakukan sedini mungkin sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. b) Agama dan pembentukan karakter Negara kita berlandaskan Pancasila dimana sila pertama adalah menyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Inilah yang menjadi bahan rujukan bahwa negara kita tidak atheis namun berKetuhanan dengan nilai-nilai ajaran agama yang melahirkan tata prilaku yang baik bagi setiap pemeluk agama-agama di Indonesia. Presiden Soekarno berulang ulang menegaskan : “Agama adalah unsur mutlak dalam pembangunan nasional dan karakter masyarakat”. Tanpa landasan yang jelas, karakter akan hilang, mengambang, sehingga tidak berarti apa-apa. Oleh karenanya, fundamen atau landasan dari pendidikan karakter itu tidak lain haruslah agama. Kehidupan rohani (kejiwaan) yang matang akan membuat manusia semakin manusiawi, dan membuatnya semakin dapat melengkapi fitrahnya sebagai manusia, yaitu manusia yang senantiasa ada bersama orang lain. Jika pendidikan agama itu malah menjadi penghambat integrasi bagi pelaksanaan nilai-nilai moral, maka yang keliru bukanlah ajaran agamanya, melainkan cara menafsirkan ajaran agama itu dalam tatanan praktis. Oleh sebabnya, cara penafsiran atas ajaran agama inilah yang perlu diperbaiki. Keenam agama resmi yang diakui di negeri ini tidak satu pun memiliki ajaran agama yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Untuk inilah, tidak ada alasan bahwa agama menjadi sumber perpecahan dalam kehidupan bersama. Sebaliknya, praksis kehidupan bermoral warga negara semakin kokoh dengan adanya pendasaran dari keyakinan tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan bagi integrasi pendidikan agama dan pendidikan karakter adalah kaitan antara keyakinan agama dan kebersamaan hidup dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia.



Akhirnya, pendidikan karakter yang dalam Islam dikenal juga sebagai pendidikan Akhlak mutlak diperlukan dan dibumikan dalam kehidupan bermasyarakat. Akhlak merupakan identitas penting manusia. Baik dan buruk akhlaknya menunjukkan bahwa ia manusia apa bukan. Sekali lagi, kita diingatkan bahwa para Nabi dan Rasul diutus Tuhan untuk menyempurnakan akhlak manusia, supaya manusia itu dapat melaksanakan tugasnya; tugas manusia ialah menjadi manusia seutuhnya. Sekelompok umat, bahkan negara akan mengalami kehancuran oleh buruknya akhlak. Baik buruk suatu peradaban ditentukan oleh akhlak masyarakatnya. Semoga kelak pendidikan karakter yang jauh sudah dikenal dan digaungkan dalam ajaran Islam menuntun dan mengubah pola pikir kita, bahwa akhlak menjadi garda terdepan untuk kemajuan suatu identitas kaum serta bangsa. 3. Kedudukan Akhlak dalam Islam Islam sangat menjunjung tinggi akhlak dan menyeru seluruh manusia kepadanya. Demikian tingginya kedudukan akhlak dalam Islam hingga ia menjadi barometer keimanan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menegaskan bahwa tujuan diutusnya beliau tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga menginformasikan bahwa tidak ada sesuatu yang lebih berat pada mîzân (timbangan amal) seorang hamba pada hari kiamat kelak selain dari akhlak yang baik. Ini menunjukkan betapa urgennya akhlak dalam pandangan Islam. (Bafadhol, 2017) Abû Hurairah radhiyallahuanhu meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fulanah itu sering disebut-sebut tentang banyaknya shalat, puasa dan sedekahnya, hanya saja ia menyakiti para tetangganya dengan lisannya. Maka beliau bersabda, “Dia di neraka.” Kemudian orang itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fulanah itu sering disebutsebut tentang sedikit-nya puasa, sedekah dan shalatnya, ia bersedekah hanya dengan beberapa potong keju saja. Akan tetapi ia tidak menyakiti para tetangganya dengan lisannya.” Maka beliau bersabda, “Dia di surga.” (HR. Bukhâri dan Ahmad)



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabiat, perangat, karakter manusia yang baik maupun buruk dalam hubungannya dengan khaliq atau dengan sesama makhluk. Akhlak ini menrupakan hal yang paling penting dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah SAW B. Saran



DAFTAR PUSTAKA Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2010. Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2005. Tim Penyusun MUI. Sejarah Sosial Umat Islam Indonesia. Jakarta: Dewan Pimpinan MUI, 1991. Vlekke, Bernard H.M. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008. Woodward, Mark.R; Salim H, Hairus. Islam Jawa: Kesalehan Normativ Versus Kebatinan. Yogyakarta: LKIS, 2004. Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010. Bafadhol, I. (2017). Pendidikan Akhlak dalam Persfektif Islam. Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam, 06(12), 45–61.