Makalah Kejang Pada Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK MENINGITIS



Dosen pembimbing : Dwi Elka Fitri S.kep M.KM Disusun oleh: Winda Permata



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEKANBARU MEDICAL CENTER T.A 2021/2022



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam tinggi dapat menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam (Ngastiyah, 2012). Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak (Wong, 2009). Kejang demam terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang biasanya disebabkan oleh proses ekstrakranium sering terjadi pada anak, terutama pada penggolongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Ridha, 2014). Penelitian Gunawan, dkk (2012), menyebutkan hampir 1,5 juta kejadian kejang demam terjadi tiap tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang demam bervariasi diberbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2 sampai 4% angka kejadian kejang demam pertahunnya. Sedangkan di India sebesar 5 sampai 10 % dan di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus Kejang demam adalah kejang demam sederhana (kejang4 kali - Tanpa gejala sisa



MK: Hipertermia



Pireksia (demam)



 Kejang > 15 mnt  Gejala sisa (hemiparis  EEG abnormal



Cairan/ sekret dijalan napas MK : Resiko aspirasi



Penyumbatan jalan napas



2



Apnea, keb O & energi u/ ↑ kontraksi otot skeletal



hipoksemia



Epilepsi MK: resiko keterlambatan perkembangan



Hipotensi, denyut jantung tdk teratur



Hiperkapnia MK : Ketidakefektifan pola napas



sesak



Sesak napas, akral dingin



7



MK: gangguan pertukaran gas



Asidosis



Metabolisme anaerob



MK: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer



Pada anak dengan kejang demam laju metabolisme akan meningkat. Sebagai kompensasi tubuh, pernapasan akan mengalami peningkatan pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan terutama pada jaringan perifer (Brunner & Suddart, 2013). b. Sistem Thermogulasi Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel Hot inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan kejang demam mengalami c. Sistem Neurologis Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada jaringan otak yang beresiko pada abses serebri. Keluhan yang muncul pada anak kejang demam kompleks adalah penurunan kesadaran (Muttaqin, 2008). d. Sistem Muskulosketal Peningkatan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam menyebabkan terjadinya gangguan pada metaboilsme otak. Konsekuensinya, keseimbangan sel otak pun akan terganggu dan terjadi pelepasan muatan listrik yang menyebar keseluruh jaringan, sehingga menyebabkan kekakuan otot disekujur tubuh terutama di anggota gerak. 7. Penatalaksanaan Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa faktor yang perlu dikerjakan yaitu: a. Penatalaksanaan Medis 1) Memberantas kejang secepat mungkin Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis yang diberikan pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB. Biasanya dosis ratarata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar. Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga akan tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.



Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan ialah berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg. Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status konvulsivus yang dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernapasan, tetapi dapat mengganggu frekuensi irama jantung. 2) Pengobatan penunjang Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik. 3) Memberikan pengobatan rumat Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja diazepan sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka panjang. 4) Mencari dan mengobati penyebab Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi didalam otak misalnya meningitis.



b. Penatalaksanaan keperawatan 1) Pengobatan fase akut a) Airway (1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.



(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan (3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt. b) Breathing (1) Isap lendir sampai bersih c) Circulation (1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif. (2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar). Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu pemberian obat penenang. 2) Pencegahan kejang berulang a) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB atau diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat diulang dengan dengan dosis dan cara yang sama. b) Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat.



B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kejang Demam 1. Pengkajian a. Anamnesis 1) Identitas pasien Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.



2) Riwayat kesehatan a) Keluhan utama Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran. b) Riwayat penyakit sekarang Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak. c) Riwayat kesehatan (1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise). (2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza. (3) Riwayat nutrisi Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntahnya b. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis 2) TTV : Suhu : biasanya >38,0⁰C Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12 bulan - 40 kali/menit Nadi : biasanya >100 x/i 3)BB Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berar badan yang berarti 4) Kepala Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak 5) Mata Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva anemis.



6) Mulut dan lidah Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor 7) Telinga Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid. 8) Hidung Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda. 9) Leher Biasanya terjadi pembesaran KGB 10) Dada a) Thoraks (1) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada pernapasan



penggunaan otot bantu



(3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi. b. Jantung Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung I: Ictus cordis tidak terlihat P: Ictus cordis di SIC V teraba P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan. A: BJ II lebih lemah dari BJ I 11) Abdomen biasanya lemas dan datar, kembung 12) Anus biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak 13) Ekstermitas : a) Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin. b) Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2



detik, akral dingin. c. Penilaian tingkat kesadaran 1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14. 2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12. 3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriakteriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10. 4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7. 5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4. 6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3. d. Penilaian kekuatan otot Respon Kekuatan otot tidak ada Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit Terangkat sedikit < 450, tidak mampu melawan gravitasi Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi Kekuatan otot normal



Skala 0 1 2 3 4



5



e. Pemeriksaan penunjang Menurut Dewi (2011) : a) EEG(Electroencephalogram) Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks. b) Lumbal Pungsi Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini



dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia 18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi : (1) Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher ) (2) Mengalami complex partial seizure (3) Kunjungan kedokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya) (4) Kejang saat tiba di IGD (5) Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga 1 jam setelah kejang adalah normal (6) Kejang pertama setelah usia 3 tahun Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan : (1) warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom. (2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80120ml dan dewasa 130-150ml). (3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L). c)



Neuroimaging



Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CTScan, dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya. Pemeriksaan tersebut dianjurkan bila anak menujukkan kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan, gangguan keseimbangan, sakit kepala yang berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal. d) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah. 2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul



a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan sirkulasi otak c. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi d. Gangguan pertukaran



gas



berhubungan dengan



ketidakseimbangan ventilasi perfusi e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksemia f. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran g. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis atau kejang h. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan



dengan



gangguan kejang



BAB III DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS



A. Deskripsi Kasus 1. Pengkajian Partisipan dalam penelitian ini ada 2 orang yaitu An.R (partisipan 1) seorang laki-laki berusia 12 bulan dan An.A (partisipan 2) seorang lakilaki berusia 48 bulan. Hasil pengkajian dapat dilihat pada tabel berikut Partisipan 1 Riwayat Kesehatan



Partisipan 2 Riwayat Kesehatan



Pada tanggal 24 Mei 2017 An.R masuk melalui IGD rumah sakit TK.III Dr.Reksodiwiryo padang. Ibu pasien mengeluhkan An.R demam tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, An.R mengalami kejang 1 kali yang berlangsung sekitar 10 menit.



Pada tanggal 25 Mei 2017 An.A masuk melalui IGD Rumah Sakit Tk.III Dr.Reksodiwiryo Padang. Ibu pasien mengeluhkan An.A demam sejak tadi pagi dan mengalami kejang 1 kali selama ±10 menit, serta muntah ± 5 kali.



Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 24 Mei 2017 pukul 16.00 WIB ibu mengatakan anak demam, ibu mengatakan anaknya tidak mau makan, anak batuk sejak 2 hari yang lalu. Ibu mengatakan cemas akan kondisi anaknya saat ini. Ibu mengatakan ini kejang pertama kali anaknya saat usia 12 bulan, Ibu mengatakan tidak tahu berapa suhu anak saat kejang. Ibu mengatakan anak kejang 1 kali (±10 menit) pada saat kejang badan anak kaku dan tidak sadar, lalu saat kejang berhenti anak sadar kembali. Ibu mengatakan anak rewel dan gelisah, ibu mengatakan tidak memahami tentang penyakit anaknya secara medis, ibu mengatakan saat dirawat anak tidak ada kejang lagi.



Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 25 Mei 2017 pukul 18.00 ibu mengatakan panas badan anaknya naik turun, ibu mengatakan anaknya tidak mau makan, dan malas minum air putih. Ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat ini. Ibu mengatakan anak muntah saat makan. Ibu mengatakan anak kejang 1 kali (±10 menit) pada saat kejang badan anak kaku dan tidak sadar, lalu saat kejang berhenti anak sadar kembali. Ibu mengatakan tidak tahu berapa suhu anak saat kejang. Ibu mengatakan saat dirawat anak tidak ada mengalami kejang lagi. Ibu mengatakan anak pertama kali mengalami kejang pada usia 3 tahun. Pada saat kejang ibu tidak melakukan pengukuran suhu tubuh anak dirumah. Ibu mengatakan An.A



Ibu mengatakan An.R belum pernah dirawat dirumah sakit dan mengalami kejang demam sebelumnya. Ibu mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien. Ibu



sudah pernah dirawat setahun yang lalu dengan penyakit yang sama, yaitu kejang demam. Ibu mengatakan kondisi anak saat kejang dahulu sama dengan sekarang. Ibu



mengatakan satu minggu yang lalu ada saudara dari An.R yang menderita penyakit ISPA.



mengatakan ada anggota keluarga dari ayah An.A yang juga mempunyai riwayat kejang demam.



Lingkungan



Lingkungan Saat peneliti melakukan kunjungan rumah didapatkan data ada 3 orang anggota keluarga yang tinggal bersama An.A terdiri dari ayah, ibu, dan nenek dari An.A. Dirumah klien memiliki ventilasi dan penerangan yang cukup. Ayah An.A memiliki kebiasaan merokok didalam rumah. Diluar rumah terdapat tempat pembakaran sampah dan septitack yang berjarak 3 m dari rumah. Sumber air minum berasal dari air galon.



Saat peneliti melakukan kunjungan rumah didapatkan data ada 4 orang anggota keluarga yang tinggal bersama pasien, terdiri dari ayah, ibu, pasien dan 2 orang saudaranya. Dirumah Ny.Z memelihara beberapa ekor kucing. Ayah dan saudara An.R memiliki kebiasaan merokok didalam maupun luar rumah. Ventilasi dan penerangan rumah cukup. Sumber air minum keluarga adalah air galon. ADL Selama dirawat An.R mendapatkan makanan berupa nasi, lauk, sayur, buah (MB) dan hanya menghabiskan 1/5 dari porsinya. An.R lebih sering menyusu. Ny.Z mengatakan selama sakit anaknya jarang tidur siang dan susah tidur saat malam hari. Ny. Z mengatakan An.R BAK lebih dari 5 kali dengan warna pekat dan BAB 1 x sehari dengan konsistensi lembek dan berwarna kuning. Biasanya anak bermain dengan saudaranya dan selama sakit anak hanya mandi lap. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 24 Mei 2017 didapatkan hasil , Nadi 112 x/i, pernapasan 35x/i suhu 39⁰C, dengan kesadaran compos mentis. Saat ini BB klien 10 kg, TB 75 cm. Bentuk kepala normal, lingkar kepala 45cm. fontanel cekung, Posisi mata klien simetris, tampak cekung, mukosa bibir kering, tonsil hiperemis, KGB teraba, turgor kulit kembali cepat, kering, kulit teraba hangat, CRT



ADL Selama dirawat An.R mendapatkan makanan berupa nasi, lauk, sayur, buah (MB) dan hanya menghabiskan ¼ dari porsi makannya, saat makan anak muntah sekali, konsumsi cairan 2000cc/hari. Selama dirawat anak tidur siang teratur 3 jam. Dan malam 9 jam. Ny.E mengatakan anaknya BAK ±5 x/hari dengan warna kuning jernih dan BAB 1 x/hari dengan konsistensi padat dan berwarna coklat.



Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada 24 Mei 2017 didapatkan hasil , Nadi 100 x/i, pernapasan 22x/i suhu 38,3⁰ C, dengan kesadaran compos mentis. Saat ini BB klien 17 kg, TB 125 Bentuk kepala normal, lingkar kepala 49 cm. Posisi mata klien simetris, konjungtiva tidak anemis,



mukosa bibir kering, KGB tidak teraba, turgor kulit kembali cepat, kering, kulit



kembali < 3 dtk, akral teraba hangat, terpasang infus pada tangan kiri, pemeriksaan tanda rangsangan meningeal negatif.



teraba hangat, CRT kembali < 3 dtk, akral teraba hangat, terpasang infus pada tangan kiri pemeriksaan tanda rangsangan meningeal negatif.



Data penunjang



Data penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium pada 25 Mei 2017 ditemukan Hb 11,8 gr/dl (normal 14-18 gr/dl), leukosit 13.820/mm3 (normal 5.00010.000/mm3), Trombosit 462.000 /mm3 (normal 150.000-400.000/mm3, Ht 31,4 % (normal 40-48 %).



Hasil pemeriksaan laboratorium 24 Mei 2017 ditemukan Hb 11,9 gr/dl (normal 1418 gr/dl), leukosit 12.780 /mm3 (normal 5.000-10.000/mm3), Trombosit 180.000 /mm3 (normal 150.000-400.000/mm3, Ht 36 % (normal 40-48 %). Terapi Pengobatan Terapi yang diberikan, IVFD KaEN 1 B 20 tetes/i, PCT syr 3x250 mg, OBH syr 3x1 ½ sdk, diazepam 3x1,5 mg (P.O).



Terapi Pengobatan Terapi yang diberikan, donperidon syr 3x 60mg, PCT syr 3 x 250 mg, diazepam (T=39⁰C) 3 x 2 mg, IVFD KaEN 1 B 20 tts/i



Diagnosa keperawatan yang didapatkan dari studi dokumentasi : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi yang ditandai dengan ibu mengatakan badan anaknya panas naik turun, mata anak tampak cekung, mukosa bibir kering, suhu 39⁰C, anak sebelumnya mengalami kejang satu kali, anak tampak lemah dan lesu.



Diagnosa keperawatan yang didapatkan dari studi dokumentasi : Diagnosa keperawatan pertama adalah hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan ibu mengatakan anaknya gelisah



Diagnosa yang pertama diangkat oleh peneliti adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi yang ditandai dengan ibu mengatakan badan anaknya panas naik turun, mata anak tampak cekung, mukosa bibir kering, suhu 39⁰C, anak sebelumnya mengalami kejang satu kali, anak tampak lemah dan lesu.



dan badannya teraba hangat, ibu mengatakan panas anaknya naik turun, anak kejang satu kali, suhu tubuh anak 38,3⁰ C, akral teraba hangat. Dan anak tampak gelisah. Diagnosa yang kedua adalah resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder ditandai dengan anak sebelumnya sudah pernah dirawat dengan penyakit yang sama,



Peneliti mengangkat diagnosa yang kedua adalah hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan ibu mengatakan anaknya gelisah dan badannya teraba hangat, ibu mengatakan panas anaknya naik turun, anak kejang satu kali, suhu tubuh anak 39⁰C, tonsil hiperemis, teraba KGB, akral teraba hangat. Dan anak tampak gelisah.



Peneliti mengangkat diagnosa yang ketiga yaitu defesiensi pengetahuan pada berhubungan dengan kurangnya informasi yang ditandai dengan ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat ini, ibu mengatakan tidak mengerti tentang penyakit anaknya secara medis, ibu tampak panik saat suhu tubuh anaknya meningkat, orang tua tampak antusia saat dijelaskan tentang penyakit yang diderita anaknya. Ibu mengatakan tidak mengetahui bagaiman penatalaksanaan anak kejang demam.



Rencana asuhan keperawatan diagnosa kekurangan volume cairan kriteria hasil berdasarkan NOC : tekanan darah, keseimbangan intake dan output dalam 24 jam, turgor kulit, kelembaban membran mukosa. Rencana intervensi tersebut diantaranya : a) manajemen cairan tindakan yang dilakukan timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien, hitung atau timbang popok dengan baik , jaga intake/ atau asupan yang akurat dan catat output, monitor status hidrasi, monitor tanda-tanda vital, pantau suhu dan tanda-tanda vital, monitor warna kulit dan suhu, dorong konsumsi cairan.



ibu mengatakan anak mudah demam, pengukuran didapatkan hasil suhu tubuh 38,3⁰C, leukosit 13.820/mm3.



Diagnosa keperawatan yang diangkat peneliti : Diagnosa keperawatan pertama adalah hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan ibu mengatakan anaknya gelisah dan badannya teraba hangat, ibu mengatakan panas anaknya naik turun, anak kejang satu kali, suhu tubuh anak 38⁰C, tonsil hiperemis, akral teraba hangat. Dan anak tampak gelisah. Peneliti mengangkat diagnosa yang kedua yaitu defesiensi pengetahuan pada ibu berhubungan dengan kurangnya informasi yang ditandai dengan ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat ini, ibu mengatakan tidak mengerti tentang penyakit anaknya secara medis, orang tua tampak antusia saat dijelaskan tentang penyakit yang diderita anaknya. Ibu mengatakan tidak mengetahui bagaiman penatalaksanaan anak kejang demam. Ibu takut anaknya mengalamigangguan perkembangan. Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada partisipan 2 dengan diagnosa pertama, hipertermi berhubungan dengan laju peningkatan metabolisme dengan kriteria hasil berdasarkan NOC : melaporkan melaporkan kenyamanan suhu, tidak terjadi kejang, berkeringat saat panas, tingkat pernapasan. Rencana intervensi tersebut diantaranya a) perawatan demam tindakan yang dapat dilakukan monitor suhu dan tandatanda vital lainnya, monitor warna kulit dan suhu,beri obat atau cairan IV b) pengaturan suhu tindakan yang dapat dilakukan, tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat, berikan



Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan diagnosa hipertermi berhubungan dengan laju peningkatan metabolisme dengan kriteria hasil berdasarkan NOC : melaporkan kenyamanan suhu, tidak terjadi kejang, berkeringat saat panas, tingkat pernapasan. Rencana intervensi tersebut diantaranya a) perawatan demam tindakan yang dapat dilakukan monitor suhu dan tanda-tanda vital lainnya, monitor warna kulit dan suhu,beri obat atau cairan IV b) pengaturan suhu tindakan yang dapat dilakukan, tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat, berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan, monitor suhu tubuh setiap 2 jam sekali, lakukan kompres hangat jika suhu tubuh tinggi. c) manajemen kejang tindakan yang dapat dilakukan pertahankan jalan napas, longgarkan pakaian, catat lama kejang, Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada partisipan 1 dengan Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada partisipan 1 dengan diagnosa ketiga defesiensi pengetahuan pada ibu berhubungan dengan kurangnya informasi dengan kriteria hasil berdasarkan NOC : (a) berinteraksi positif dengan anak, membantu menyediakan kebutuhan fisik anak, memberikan nutrisi sesuai kebutuhan, menggambarkan perilaku yang mengurangi resiko tinggi. Rencana intervensi diantaranya gunakan (a) pendekatan yang tenang dan meyakinkan,(b) berusaha untuk memahami perspektif pasien dari situasi stress, (c) anjurkan pasien dan keluarga dalam menggunakan teknik relaksasi, (d) Identitafikasi faktor internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan atau mengurangi motivasi untuk perilaku sehat, (e) Identifikasi (pribadi, ruang dan uang)



pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan, monitor suhu tubuh setiap 2 jam sekali, lakukan kompres hangat jika suhu tubuh tinggi. c) manajemen kejang tindakan yang dapat dilakukan pertahankan jalan napas, longgarkan pakaian, catat lama kejang, Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada partisipan 2 dengan diagnosa kedua, resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder kriteria hasil berdasarkan NOC : mengidentifikasi faktor Resiko infeksi, mencuci tangan, memonitor perubahan status. kesehatan. Rencana intervensi diantaranya : a) kontrol infeksi tindakan yang dilakukan tingkatkan intake nutrisi yang tepat, dorong intake cairan yang sesuai, ajarkan pasien pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejal infeksi, monitor suhu tubuh dan tandatanda vital lainnya, ajarkan cara menghindari infeksi Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada partisipan 1 dengan diagnosa ketiga defesiensi pengetahuan pada ibu berhubungan dengan kurangnya informasi dengan kriteria hasil berdasarkan NOC : (a) berinteraksi positif dengan anak, membantu menyediakan kebutuhan fisik anak, memberikan nutrisi sesuai kebutuhan, menggambarkan perilaku yang mengurangi resiko tinggi. Rencana intervensi diantaranya gunakan (a) pendekatan yang tenang dan meyakinkan,(b) berusaha untuk memahami perspektif pasien dari situasi stress, (c) anjurkan pasien dan keluarga dalam menggunakan teknik relaksasi, (d) Identitafikasi faktor internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan atau mengurangi motivasi untuk perilaku sehat, (e) Identifikasi (pribadi, ruang dan uang)



yang diperlukan untuk melaksanakan program kesehatan, (f) Prioritaskan kebutuhan pasien, (g) pengetahuan manajemen kejang pada keluarga.



yang diperlukan untuk melaksanakan program kesehatan, (f) Prioritaskan kebutuhan pasien, (g) pengetahuan manajemen kejang pada keluarga.



Implementasi keperawatan pada diagnosa kekurangan volume cairan dengan tindakan keperawatan yang dilakukan: a) timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien dengan hasil BB 10 kg dan anak tampak lemah, lesu. b) jaga intake/ atau asupan yang akurat dan catat output, ibu mengatakan anaknya merasa haus dan BAK anak lebih dari 5kali/hari dengan output 80cc, c) monitor status hidrasi dengan hasil membran mukosa tampak kering, denyut nadi normal, kesadaran normal d) monitor tanda-tanda vital dengan hasil Nadi 112 x/i, pernapasan 35x/i suhu 39⁰C f) monitor warna kulit dan suhu dengan hasil kulit tampak kemerahan dan suhu 39⁰C g) dorong konsumsi cairan, anak tampak rajin menyusu h) lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering.



Implementasi keperawatan pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan laju peningkatan metabolisme, tindakan keperawatan yang dilakukan : a) monitor suhu dan tanda-tanda vital lainnya, dengan hasil TD 100/70 mmHg, suhu 38,3⁰ C, nadi 120 x/i, pernapasan 22x/i b) monitor warna kulit dan suhu dengan hasil kulit tampak kemerahan dan suhu 38,3⁰ C c) beri obat atau cairan PCT syr 3 x 250 mg dan terpasang IVFD KaEN 1 B 20 tetes/i, d) tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat e) berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan PCT syr 3 x 250 mg f) monitor suhu tubuh setiap 2 jam sekali dengan hasil 38,3⁰ C pada 2 jam pertama dan 2 jam selanjutnya 37,8⁰C g) lakukan kompres hangat jika suhu tubuh tinggi,tampak ibu sudah melakukan kompres hangat.



Implementasi keperawatan pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan laju peningkatan metabolisme, tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada An.R adalah a) monitor suhu dan tandatanda vital dengan hasil Nadi 112 x/i, pernapasan 35x/i suhu 39⁰C b) monitor warna kulit dan suhu dengan hasil kulit tampak kemerahan dan suhu 39⁰C. c) beri obat atau cairan, obat yang diberikan PCT syr 3x250 mg, dan terpasang IVFD KaEN 1 B 20 tetes/i, d) tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat hasil yang ditemukan An.R rajin menyusui e) berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan obat yang diberikan PCT syr 3x250 mg, OBH syr 3x1 ½ sdk, diazepam 3x1,5 mg (P.O) f) monitor suhu tubuh setiap 2 jam sekali dengan hasil



Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada partisipan 2 dengan diagnosa kedua, resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder tindakan keperawatan yang dilakukan: a) tingkatkan intake nutrisi yang tepat, anak dianjurkan untuk menghabiskan diit yang diberikan b) dorong intake cairn yang sesuai, anak dianjurkan



Implementasi keperawatan pada diagnosa defesiensi pengetahuan pada ibu



pada 2 jam pertama dan 2 jam selanjutnya 38,8⁰C g) lakukan kompres hangat jika suhu tubuh tinggi, tampak ibu sudah melakukan kompres hangat.



berhubungan dengan kurangnya informasi dengan tindakan keperawatan yang dilakukan: (a) pendekatan yang tenang dan meyakinkan dengan hasil terbinanya hubungan saling percaya dengan peneliti (b) Implementasi keperawatan pada diagnosa berusaha untuk memahami perspektif pasien defesiensi pengetahuan pada ibu dari situasi stress dengan hasil pasien berhubungan dengan kurangnya informasi tampak masih cemas dengan kondisi dengan tindakan keperawatan yang anaknya, (c) anjurkan pasien dan keluarga dilakukan: (a) pendekatan yang tenang dan dalam menggunakan teknik relaksasi, meyakinkan dengan hasil terbinanya keluarga sudah diajarkan teknik napas hubungan saling percaya dengan peneliti (b) dalam (d) pengetahuan manajemen kejang berusaha untuk memahami perspektif pasien pada keluarga. dari situasi stress dengan hasil pasien tampak masih cemas dengan kondisi anaknya, (c) anjurkan pasien dan keluarga dalam menggunakan teknik relaksasi, keluarga sudah diajarkan teknik napas dalam (d) Identifikasi (pribadi, ruang dan uang) yang diperlukan untuk melaksanakan program kesehatan, (e) Prioritaskan kebutuhan pasien, (f) pengetahuan manajemen kejang pada keluarga. Evaluasi keperawatan pada An.R dengan diagnosa kekurangan volume cairan dengan metoda SOAP pada hari pertama memperoleh hasil data subjektif, ibu mengatakan anak rewel dn gelisah, badan anak panas, ibu mengatakan anak kuat menyusu, dan data objektif didaptkan mata anak tampak cekung, mukosa bibir kering, tonsil hiperemis, suhu 38,8⁰C, nadi 112 x/i, pernapasan 35 x/i. Maslah keperawatan belum teratasi dan Intervensi masih dilanjutkan sampai hari ke-3. Sedangkan pada hari ke-4 ditemukan data subjektif ibu mengatakan panas anak sudah turun, data objektif didapatkan anak mukosa bibir lembab, tonsil hiperemis, badan teras hangat, IVFD KaEN 1 B 20 tetes/i, PCT syr 3x1 mg. Masalah terasi sebagian dan intervensi dihentikan.



Evaluasi keperawatan pada An.A dengan diagnosa hipertermi berhubungan dengan laju peningkatan metabolisme dengan metoda SOAP pada hari pertama memperoleh hasil data subjektif, ibu mengatakan anak masih demam, anak gelisah, ibu mengatakan satu kali muntah sejak dirawat dan data objektif saat dilakukan pemeriksaan suhu anak 37,8⁰C, nadi 122 x/i, pernapasan 22 x/i, anak tampak rewel, leukosit 13.820/mm3 sampai hari ke-3 suhu badan anak masih tinggi dan naik turun, anak diberikan terapi IVFD KaEN 1 B 20 tetes/i, PCT syr 3x250 mg, donperidon syr 3x 60 mg, IVFD KaEN 1 B 20 tts/i dan ibu tampak sudah melakukan kompres hangat pada anaknya. Masalah keperawatan belum teratasi dan Intervensi masih dilanjutkan.



Evaluasi keperawatan pada An.R dengan diagnosa hipertermi berhubungan dengan laju peningkatan metabolisme dengan metoda SOAP pada hari pertama memperoleh hasil data subjektif, ibu mengatakan anak masih demam, anak batuk, anak rewel dan gelisah, dan data objektif saat dilakukan pemeriksaan suhu anak 38,8⁰C, nadi 112 x/i, pernapasan 35 x/i, anak tampak rewel, leukosit 12.780 /mm3, sampai hari ke-3 suhu badan anak masih tinggi dan naik turun, anak diberikan terapi IVFD KaEN 1 B 20 tetes/i, PCT syr 3x250 mg, OBH syr 3x1 ½ sdk, anak juga mendapat diazepam 3x1,5 mg (P.O) pemberian diazepam hanya sampai hari ke2. dan ibu tampak sudah melakukan kompres hangat pada anaknya. Masalah keperawatan belum teratasi dan Intervensi masih dilanjutkan sampai hari ke 3. Sedangkan pada hari ke-4 didapatkan data subjektif, ibu mengatakan demam anaknya sudah mulai turun, anak sudah mau makan, dan data objektif didapatkan suhu anak 37,4⁰C, nadi 110x/i, pernapasan 32 x/i, batuk sudah hilang. Masalah keperawatan sudah teratasi sebagian intervesi dirumah sakit dihentikan. Dilanjutkan dengan kunjungan rumah pada hari ke-5. Didapatkan data subjektif mengatakan saat dirumah badan anaknya panas lagi, ibu sudah melakukan kompres hangat dan data objektif suhu 37,3⁰C, nadi 120x/i, pernapasan 29 x/i, terapi pengobatan yang didapatkan PCT syr 3x250 mg. Masalah keperawatan teratasi intervensi dilanjutkan dengan terapi obat.



Evaluasi keperawatan pada An.R dengan diagnosa defesiensi pengetahuan pada ibu berhubungan dengan kurangnya informasi



Pada hari ke-3 didapatkan evaluasi data subjektif ibu mengatakan anak sudah tidak demam lagi, muntah sudah tidak ada dan suhu anak 37,4⁰C. Masalah teratasi dengan kriteria hasil: melaporkan kenyamanan suhu (4), terjadi kejang, (4) berkeringat saat panas (3), dan tingkat pernapasan (5). dan intervensi dihentikan di rumah sakit. Sedangkan pada hari ke-4 saat dilakukan kunjungan rumah didapatkan data subjektif, ibu mengatakan anaknya demam lagi tadi pagi, ibu mengatakan sudah dilakukan kompres dan anak tidak kejang.



Data objektinya suhu anak 37,7⁰C, nadi 100x/i, pernapasan 22 x/i, Masalah keperawatan belum teratasi dan intervesi dilanjutkan dengan kunjungan rumah pada hari ke-5 didapatkan data subjektif mengatakan badan anaknya tidak panas lagi, dan data objektif suhu 36,5⁰C, nadi 110x/i, pernapasan 20 x/i, terapi pengobatan yang didapatkan PCT syr 3x250 mg. Masalah keperawatan teratasi dan intervensi dihentikan. Evaluasi keperawatan pada An.A dengan diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder dengan metoda SOAP pada hari pertama memperoleh hasil data subjektif, ibu mengatakan badan anak panas, kejang sudah tidak ada, ibu mengatakan badan anaknya tampak lemah, dan data objektif didapatkan suhu 38,3⁰ C, nadi 112 x/i, pernapasan 30 x/i, leukosit 13.820/mm3. Masalah teratasi pada hari ketiga dengan dan intervensi dihentikan.



dengan metoda SOAP pada hari pertama memperoleh hasil data subjektif ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya, ibu mengatakan takut jika anaknya mengalami kejang lagi, ibu mengatakan masih belum paham dengan kondisi anaknya saat ini. Data objektif yang didapatkan ibu tampak cemas. Masalah teratasi sebagian Intervensi dilanjutkan dengan kunjungan rumah pada hari ke-5 dengan didapatkan hasil objektif ibu mengatakan sudah paham bagaimana penangan dan pertolongan pertama saat anak kejang dirumah dan perawatan anak demam. Data objektif yang didapatkan ibu mampu mengulang kembali materi yang diberikan peneliti. Masalah teratasi dan intervensi dihentikan.



Evaluasi keperawatan pada An.R dengan diagnosa defesiensi pengetahuan pada ibu berhubungan dengan kurangnya informasi dengan metoda SOAP pada hari pertama memperoleh hasil data subjektif ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya, ibu mengatakan takut jika anaknya mengalami kejang lagi, ibu mengatakan masih belum paham dengan kondisi anaknya saat ini. Data objektif yang didapatkan ibu tampak cemas. Pada hari kedua



masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan dengan kunjungan rumah. Pada hari keempat dan kelima dengan didapatkan hasil objektif ibu mengatakan sudah paham bagaimana penangan dan pertolongan pertama saat anak kejang dirumah dan perawatan anak demam. Data objektif yang didapatkan ibu mampu mengulang kembali materi yang diberikan peneliti. Masalah teratasi dan intervensi dihentikan.



B. Pembahasan Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada 2 orang pasien melalui pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, maka pada bab ini peneliti akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang ditemukan dalam perawatan kasus kejang demam pada partisipan 1 yaitu, An.R dan partisipan 2 yaitu, An.A yang telah dilakukan pengkajian pada tanggal 24-28 Mei 2017, dan telah dilakukan asuhan keperawatan mulai tanggal 24- Mei 2017 di Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang, yang dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Pengkajian Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada An. R berusia 12 bulan mengalami kejang demam pertama kali dan partisipan An.A berusia 48 bulan mengalami kejang demam kedua. An.R dan An.A berjenis kelamin laki laki dan diagnosa saat dirawat adalah kejang demam simpleks.



Widagdo (2012), mengatakan bahwa anak laki-laki menunjukkan angka kejadian kejang demam lebih sering dari anak perempuan. Salah satu dari kriteria kejang demam menurut Livingstone yaitu umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun (Ngastiyah, 2012). Menurut analisa peneliti ada kecenderungan pengaruh jenis kelamin dalam kasus kejang demam. Kejang demam lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Dan juga kelompok usia terjadinya kejang demam sederhana yakni, usia 6 bulan sampai 4 tahun. Hal ini sesuai dengan teori yang ada tentang kejang demam sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan utama pada An.R yaitu ibu mengatakan anak demam sejak kemarin malam, dan juga anak mengalami kejang (±10 menit) satu kali saat dirumah. Sedangkan pada An.A ibu mengatakan anaknya demam sejak tadi pagi, anak muntah ± 5 kali tadi pagi dan anak mengalami kejang (±10 menit) satu kali sebelum dibawa kerumah sakit. Saat dilakukan pengkajian pada An.R dan An.A didapatkan data ibu mengatakan anaknya demam dan mengalami kejang satu kali yang berlangsung ±10 menit. Saat kejang anak tidak sadar dan sekujur tubuh kaku, setelah kejang anak kembali sadar. Ngastiyah (2012) menyebutkan ada 7 kriteria kejang demam yaitu umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun, kejang berlangsung < 15 menit, kejang bersifat umum, kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam, pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal, Pemeriksaan EEG yang dilakukan 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan kelainan, dan frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria tersebut digolongkan pada demam kompleks dan mengacu pada epilepsi. Menurut Dewanto (2009) menyebutkan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada saat pasien kejang demam yaitu suhu tubuh mencapai > 38⁰C, anak sering kehilangan kesadaran saat kejang, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, kulit pucat, akral mendingin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat kesehatan dahulu dan keluarga pada An.R ibu mengatakan An.R tidak pernah dirawat sebelumnya dan baru pertama kali mengalami kejang saat usia 12 bulan. Ibu mengatakan An.R mengalami ISPA sejak 2 hari yang lalu, penyakit ini menular dari saudaranya yang juga tinggal serumah dengan An.R mengalami ISPA sejak 1 minggu yang lalu. Ibu mengatakan tidak ada anggota keluarga lainnya yang juga mempunyai riwayat penyakit kejang demam. Sedangkan pada partisipan 2, ibu mengatakan An.A pernah dirawat sebelumnya dengan penyakit yang sama. An.A mengalami kejang demam pertama saat berusia 36 bulan. An.A mengalami demam sejak tadi pagi sebelum masuk rumah sakit dan tidak memiliki riwayat penyakit ISPA, ISK, Otitis media dan penyakit infeksi lainnya. Ibu mengatakan keluarga dari ayah pasien juga memiliki riwayat penyakit kejang demam.



Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lestari (2016) dan ridha (2014) yang mengatakan bahwa demam biasa disebabkan kerena ISPA, pneumoni, otitis media, infeksi saluran kemih, faktor genetik, gangguan metabolisme. Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu tubuh diatas 38°C karena terjadi kelainan ekstrakranium. Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Menurut analisa peneliti penyebab kejang demam pada An.R dan An.A kejang pada kedua partisipan sama yaitu anak mengalami demam sebelum kejang. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kejang demam dapat terjadi karena kenaikkan suhu tubuh yang diakibatkan oleh proses ekstrakranium. Dan faktor resiko yang menyebabkan An.R mengalami kejang demam diakibatkan karena ISPA yang tertular dari saudaranya yang juga mengalami ISPA. Sedangkan pada An.A salah satu faktor resiko yang memungkinkan terjadinya kejang demam berulang pada An.R adalah faktor genetik (keturunan).



Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada An.R dan An.A memiliki perbedaan yaitu pada An.R ditemukan mata cekung, KGB teraba kulit teraba hangat sedangkan pada An.A hasil pemeriksaan pada mata normal. Suhu tubuh kedua anak >38⁰C (An.A = 39⁰C, An.A = 38,3⁰C) Sedangkan tanda dan gejala lainnya umumnya sama. Hasil pemeriksaan neurologis nya normal.



Suriadi & yuliani (2010), Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host inflamasi. Hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan kejang demam mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat. Biasanya pada pemeriksaan fisik juga ditemukan tonsil hiperemis, KGB teraba yang diakibatkan dari proses peradangan akibat dari infeksi yang terjadi didalam tubuh. Sarah (2016), mengatakan pasien kejang demam sederhana berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang hasilnya disesuaikan dengan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana. Sesuai dengan anamnesis didapatkan umur penderita