Makalah Kel 11 - Aksesibilitas Fisik Dan Non-Fisik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Aksesibilitas Kata aksesibilitas berasal dari bahasa Inggris (accessibility) yang artinya kurang lebih kemudahan. Jadi aksesibilitas dapat kita pahami sebagai kemudahan yang diberikan pada anak berkebutuhan khusus untuk dapat mengembangkan dirinya sebagai kompensasi dari tidak berfungsinya bagian – bagian tubuh si anak berkebutuhan khusus. (Tangkesalu,2015) Dalam bahasa indonesia aksesibilitas berarti tentang mudah dicapai, mudah datangi, dapat didatangi. Dalam pengembangannya aksesibilitas berarti: 1) Kemudahan yang disediakan bagi yang berkebutuhan khusus/ kaum difabel guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, 2) Tingkat kemudahan untuk menuju, mencapai, memasuki dan menggunakan segala fasilitas umum yang ada bagi semua orang, 3) Aksesibilitas bagi semua adalah upaya meningkatkan kemudahan semua orang dalam mencapai, memasuki, menggunakan, tidak menjadi belas kasihan orang lain. (Wiriantari et al., 2019) Sedangkan menurut UU NO 28 Tahun 2002, aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang termasuk orang yang berkebutuhan khusus dan lansia guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Aksesibilitas yang merupakan prasyarat bagi anak berkebutuhan khusus untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat bukan hanya bersifat fisik, seperti lingkungan yang bebas hambatan dan transportasi yang mudah, tetapi juga meliputi aspek non fisik seperti sikap atau penerimaan masyarakat akan keberadaan anak berkebutuhan khusus. Sikap yang diharapakan adalah penerimaan secara wajar dan meniadakan diskriminasi serta stigmasasi. (Firdaus & Iswahyudi, 2010) Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa aksesibilitas bukan hanya milik para penyandang ketunaan fisik saja melainkan bagi semua orang dengan ketunaan apapun, dan dalam aspek apapun tanpa terkecuali termasuk dalam aspek pendidikan. Bagi anak berkebutuhan khusus yang berada dalam lingkup layanan pendidikan inklusi,



wujud dari aksesibilitas bagi mereka adalah segala sesuatu yang lebih memudahkan mereka guna mendapatkaan hak dan pelayanan yang benar – benar mereka butuhkan dari dalam lingkungan sekolah untuk dapat membantu membantu mengembangkan potensi maksimal yang dimiliki. Pentingnya aksesibilitas bagi penyandang disabilitas adalah untuk menjamin kemandirian dan partisipasi mereka dalam segala bidang kehidupan di masyarakat. Bagaimanapun, diskursus aksesibilitas memiliki makna dan cakupan yang luas, yaitu bukan hanya terkait dengan bangunan/fasilitas publik, seperti pasar, gedung pemerintah, sarana transportasi, namun juga pada pelayanan publik secara umum, misalnya pelayanan kesehatan, pendidikan, hukum dan lain-lain. Ada 4 asas dalam aksesibilitas yaitu : 1. Asas kemudahan Setiap individu harus dapat mencapai lokasi atau tempat yang bersifat publik dalam suatu lingkungan binaan termasuk gedung bangunan. 2. Asas kegunaan Setiap individu berhak untuk mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat publik pada suatu lingkungan binaan dan semua orang harus dapat mempergunakan semua fasilitas yang ada di dalam suatu lingkungan binaan. 3. Asas keselamatan Setiap bangunan atau lingkungan binaan yang bersifat publik harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh penggunaannya. 4. Asas kemandirian Artinya setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat atau bangunan dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain. Pada umumnya dalam lingkungan ruang publik kebutuhan akan aksesibilitas terbagi menjadi tiga kategori yaitu : 1. Kecacatan fisik, yang mencakup mereka yang menggunakan kursi roda, semiambulant, dan mereka yang memiliki hambatan manipulatoris yaitu kesulitan gerak otot 2. Kecacatan sensoris (alat indra) yang meliputi orang tunanetra, tunarungu, dan



tunawicara. 3. Kecacatan intelektual / mental (tunagrahita,tunalaras). B. Aksesibilitas Fisik Beserta Contoh Aksesibilitas fisik adalah lingkungan fisik yang oleh penyandang cacat dapat dihampiri, dimasuki atau dilewati, dan penyandang cacat itu dapat menggunakan wilayah dan fasilitas yang terdapat di dalamnya tanpa bantuan. Dalam pengertian yang lebih luas, aksesibilitas fisik mencakup akses terhadap berbagai bangunan, alat transportasi dan komunikasi, serta berbagai fasilitas di luar ruangan termasuk sarana rekreasi. Terkait dengan aksesibilitas fisik, terdapat kebijakan negara berupa peraturan menteri pekerjaan umum RI No. 30 Tahun 2006 Tentang pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas. Pada bangunan dedung dan lingkungan, peraturan menteri PU ini mengatur persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan dan lingkungan, termasuk ruang terbuka dan penghijauan yang dipergunakan dan dikunjungi orang, khususnya agar mudah diakses oleh anak berkebutuhan khusus atau penyandangan disabilitas. Dalam (Syafi, 2014) contoh aksesibilitas fisik adalah sebagai berikut : 1. Ram atau tangga lantai Ram ini hendaknya disediakan disetiap pintu masuk agar mudah diakses, baik bagi pengguna kursi roda maupun penyandang disabilitas netra. 2. Lift atau eskalator Sarana ini penting apabila gedung memiliki lebih dari 1 lantai 3. Pintu otomatis dengan sensor gerakan untuk membuka dan menutup secara otomatis 4. Toilet khusus 5. Ruangan atau kamar dilengkapi dengan label nama atau nomor dalam huruf braille 6. Pembedaan lard mark 7. Parkir khusus 8. Keamanan lingkungan, meliputi saluran air atau got yang tertutup dan lantai yang tidak licin atau basah. Aksesibilitas di lingkungan sekolah secara umum meliputi: 1. Jalan menuju sekolah



Pejalan kaki di lingkungan sekolah yang aksesibel adalah memiliki kelebaran minimal 1,6 m untuk mempermudah pengguna jalan dari dua arah yang berbeda, dilengkapi dengan kelandaian (curb cuts) di setiap ujung jalan dan pemandu jalur taktil (guiding block). 2. Halaman sekolah Pintu pagar yang digeser, mudah dan ringan untuk dibuka dan ditutup, jembatan sekolah yang tertutup tanpa lubang-lubang di tengah, lantai yang rata, atau dilengkapi dengan kelandaian (ramp). 3. Pintu ruang kelas Ukuran lebar pintu sekitar 160cm, mudah untuk dibuka dan ditutup, merapat ke dinding ketika pintu terbuka, lantai antara ruang kelas dan halaman kelas harus sama dilengkapi tesktur dan warna yang berbeda dimuka pintu atau jika ada jarak diberikan kelandaian dengan material yang tidak licin. 4. Jendela Sebaiknya jendela dibuat sliding/bergeser untuk membukanya, bila daun jendela dibuka mengarah keluar maka daun jendela membuka ke atas/dengan engsel di bawah. Bukaan jendela yang mengarah ke bawah, akan membahayakan kepala peserta didik tunanetra. 5. Koridor kelas Lebar koridor harus memberikan ruang gerak untuk pengguna kursi roda minimal 160cm, lantai rata tetapi dilengkapi pemandu jalur taktil dengan warna terang yang berbeda (guiding block), ramp yang menghubungkan antar ruangan. 6. Ruang kelas 



Gang antara barisan meja dan kursi harus memberikan cukup gerak untuk semua anak termasuk pengguna kursi roda atau kruk.







Penempatan papan tulis harus mudah dijangkau oleh semua anak termasuk kursi roda.







Pencahayaan yang terang tapi tidak menyilaukan bagi anak dengan gangguan penglihatan.







Lokasi meja yang mudah dijangkau oleh anak pengguna kursi roda.



7. Perpustakaan







Ketinggian rak buku yang mudah dijangkau oleh semua anak termasuk pengguna kursi roda.







Ruang antar rak buku yang lebar agar memudahkan anak untuk gerak.







Fasilitas kursi dan meja yang tersedia termasuk meja bagi anak pengguna kursi roda.







Penomoran buku yang mudah dimengerti dan ketersediaan dalam braille.



8. Laboratorium 



Ketinggian meja dan rak peralatan yang mudah dijangkau oleh semua anak termasuk pengguna kursi roda.







Ruang antar meja dan rak peralatan yang lebar agar memudahkan anak untuk gerak.







Fasilitas kursi dan meja yang tersedia termasuk meja bagi anak pengguna kursi roda.



9. Arena olahraga 



Lapangan (outdoor) dan lantai (indoor) harus rata dan tidak ada lubang.







Jalan menuju arena olahraga harus aksesibel (tangga dan ramp).







Penempatan loker yang mudah dijangkau.







Setiap tiang dan sudut yang tajam dilapisi bantalan atau karet yang aman.



10. Arena bermain dan taman sekolah 



Lapangan yang rata, letak pohon yang tidak mengganggu anak untuk gerak.







Di sekeliling tiang bendera harus ada pembatas.



11. Ruang UKS Kelebaran pintu, lantai yang rata dan tidak licin, penempatan peralatan yang mudah dijangkau. 12. Toilet 



Lebar pintu minimal 1,25m, idealnya pintu geser







Pintu mudah untuk dibuka dan ditutup, ketinggian pegangan pintu yang mudah dijangkau oleh semua anak.







Ruang yang cukup untuk gerak pengguna kursi roda.







WC duduk dan kering.







Handrail atau pegangan tangan di kedua sisi (di salah satu sisi peganganyang fleksibel) dan belakang WC.







Letak tombol penyiram air yang mudah dijangkau (sisi kiri, belakang, atau di lantai).







Letak kran air dan jet shower (selang pencuci) yang mudah dijangkau.







Letak tombol darurat.







Letak toilet paper yang mudah dijangkau.







Ketinggian bak pencuci tangan/washtafel yang mudah dijangkau maksimal 90cm.







Kran pemutar air yang mudah dijangkau dan dioperasikan.



13. Tangga Kemiringannya dibuat tidak curam (kurang dari 60 derajat), memiliki pijakan yang sama besar serta memiliki pegangan tangan di kedua sisi, terdapat petunjuk taktil yang berwarna terang dimulut tangga. 14. Penyeberangan jalan menuju sekolah Penyeberangan jalan di lingkungan sekolah, sebaiknya dapat mengeluarkan suara, sehingga anak berkebutuhan khusus dapat menyeberang dengan aman. 15. Tanda-tanda Khusus Sekolah dan Lingkungan Sekitarnya Tanda-tanda khusus ini dimaksudkan untuk mempermudah peserta didik menujulokasi sekolah dari rumah atau asrama mereka. Tanda-tanda khusus ini dianjurkan bersifat permanen yaitu tidak berubah dan berpindah-pindah serta sebaiknya disertai dengan tulisan dengan huruf Braille. C. Aksesibilitas non-fisik besrta contoh Aksesibilitas non fisik adalah jenis dan pelayanan informosi, meliputi: suara, bunyi dan tulisan yang terkait/melekat dengan keberadaan aksesibilitas fisik yang tersedia di sarana dan prasarana umum (bandara, stasiun terminal, kantor pemerintah, kantor Bank, Rumah Sakit Mall/pertokoan dan pelayanan berbagai informasi di bidang: Perundang-undangan, Ketenagakerijaan, Pendidikan, Komunikasi dan Teknologi dan lain-lain. jenis Pelayanan khusus bagi pertandang cacat yang merupakan sarana atau



tempat yang di khususkan untuk para penyandang cacat, yang bersedia di sarana dan prasarana sarana umum dalam (bandara, Stasiun Terminal, Kantor Pemerintah, Kantor Bank, Rumah Sakit, Mall/pertokoan) misalnya: loket loket pembayaran, pemesanan tiket com ruang tunggu dan lain-lain. Aksesibilitas non fisik adalah kemudahan untuk mendapat peluang kesetaraan yang meliputi : 1. Informasi dan teknologi yang aksesibel misalnya buku dalam huruf Braille bagi peserta didik tunanetra total, bahasa isyarat bagi peserta didik tunarungu, dan huruf besar dan tebal bagi peserta didik yang mengalami gangguan penglihatan jarak jauh (low vision). 2. Diskriminasi dari masyarakat sekolah terhadap peserta didik 3. Sikap guru dalam menyampaikan pelajaran kepada peserta didik tuna rungu tidak boleh membelakangi muka peserta didik 4. Kesetaraan dalam kesempatan setiap pembelajaran di sekolah Aksesibilitas nonfisik dikaitkan dengan bagaimana informasi, komunikasi dan teknologi dapat digunakan atau dipahami penyandang disabilitas. Hal ini terkait dengan bagaimana merespon kebutuhan penyandang disabilitas, yakni : 1) Yang harus diingat adalah ketika kita ingin menyediakan atau menyebarluaskan informasi, hendaknya kita berpikir apakah informasi yang kita buat dapat dipahami oleh penyandang disabilitas rungu, low vision/ netra atau kesulitan belajar (learning disability). 2) Untuk dapat membuat informasi yang lebih aksesibel, penting untuk memodifikasi bentuk media informasi dalam format tertentu, misalnya mencetak dalam font yang besar agar dapat diakses oleh individu low vision. 3) Memberikan



layanan



“communication



support”,



yang



bertujuan



agar



penyandang disabilitas lebih memahami informasi yang ada, misalnya membacakan teks tertentu untuk tunanetra, menggunakan catatan atau tulisan ketika berkomunikasi dengan penyandang rungu-wicara, menyediakan alat bantu dengar adaptif di bioskop dan sebagainya



Daftar Pustaka Firdaus, F., & Iswahyudi, F. (2010). Aksesibilitas Dalam Pelayanan Publik Untuk Masyarakat Dengan Kebutuhan Khusus. Jurnal Borneo Administrator, 6(3). Syafi, M. (2014). Pemenuhan Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas. Inklusi, 1, 269–290. Wiriantari, F., Adhimastra, I. K., & Yulianasari, A. A. A. S. R. (2019). PASAR TRADISIONAL BADUNG DALAM KAJIAN AKSESIBILITAS BAGI PENGGUNA DAN BERKEBUTUHAN KHUSUS. Seminar Nasional Arsitektur, Budaya Dan Lingkungan Binaan (SEMARAYANA), 109–122. Arrachim, Y. H. (2017). Aksesibilitas Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Lingkup Pendidikan Inklusi Di Sekolah Dasar Inklusi Di Kabupaten Sragen Tahun 2012. IJDS : Indonesian



Journal



of



Disability



Studies,



4(1),



16–18.



https://doi.org/10.21776/ub.ijds.2017.004.01.3 Tarsidi, D. (2008). Aksisibilitas lingkungan fisik bagi penyandang cacat. FGD Draft Raperda Pelindungan Penyandang Cacat Kota Bandung. Widi, N. A., & Nirwansyah, R. (2013). Penerapan aksesibilitas pada desain fasilitas pendidikan sekolah luar biasa. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 2(2), G20–G25.