Makalah Kel 4 (ASKEP Lansia Pada PPOK) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK “ Asuhan Keperawatan Lansia Pada Gangguan Sistem Pernapasan : PPOK “



Disusun oleh kelompok 4: Elsi Oktavia



NIM : 131911003



Mechin Driawan



NIM : 131911007



Felix Yudi Parlen



NIM : 131911005



Dosen pembimbing : Dr. Syamilatul Kahriroh, SKp, M.Kes



PRODI SARJANA ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH TANJUNGPINANG T.A.2022



1



KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan Lansia Pada Gangguan Sistem Pernapasan : PPOK”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Gerontik di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjung Pinang. Dalam Penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Wiwiek Liestyaningrum, S.Kep., Ns, M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang. 2. Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kes selaku Ka.Prodi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang 3. Dr. Syamilatul Kahriroh, SKp, M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah keperawatan Gerontik.             Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis mengharapkan, saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Tanjungpinang, 20 Oktober 2022



Kelompok 4



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR................................................................................................. i DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii BAB I. PENDAHULUAN A.



Latar Belakang......................................................................................... 1



B.



Rumusan Masalah.................................................................................... 2



C.



Tujuan...................................................................................................... 2



D.



Manfaat………………………………………………………………….3



BAB II. PEMBAHASAN A. Konsep dasar.................................................................................................... 3 1. Definisi…………………………………………………………………...4 2. Etiologi……………………………………………………………………5 3. Klasifikasi PPOK…………………………………………………………5 4. Manifstasi klinis………………………………………………………….7 5. Penatalaksanaan………………………………………………………….8 BAB III. KASUS DAN PEMBAHASAN………………………………………….11 BAB VI. PENUTUP……………………………………………………………….. A. Kesimpulan.................................................................................................... 45 B. Saran.............................................................................................................. 45 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 46



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun empisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala kedua penyakit tersebut.( Amin, Hardhi, 2013). Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah kasus PPOK akan mengalami peningkatan yaitu dari peringkat 6 pada tahun 1990 menjadi peringkat 3 pada tahun 2020 sebagai penyebab kematian tersering di dunia, sedangkan prevalensi PPOK di Indonesia berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 yaitu sebesar 3,7%. Di Lampung, prevalensi PPOK pada umur > 30 tahun sebesar 1,4%. Prevalensi kasus PPOK di Indonesia memang tidak terlalu tinggi tetapi PPOK akan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang prevalensinya akan terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya prevalensi perilaku merokok masyarakat Indonesia yaitu dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 38,3% pada tahun 2013 (Balitbangkes, 208, WHO, 2017). PPOK lebih banyak ditemukan pada pria perokok berat. Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK dengan risiko 30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok dan merupakan penyebab dari 85-90 % kasus PPOK. Kurang lebih 15-20 % perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok dan status merokok yang terakhir saat PPOK berkembang. Namun demikian tidak semua penderita PPOK adalah perokok. Kurang lebih 10 % orang yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK. Perokok pasif (tidak merokok tetapi sering terkena asap



2



rokok) juga beresiko menderita PPOK (Ikawati, 2016). Berdasarkan Global Youth Tobacco Survey, prevalensi merokok di kalangan orang Indonesia berusia 15 tahun ke atas meningkat dari 34,2% di 2007 ke 34,7% pada tahun 2010, dan menjadi 36,3% pada tahun 2013 (GYTS, 2014). Pasien dengan PPOK mengalami penurunan kapasitas kualitas hidup, peningkatan biaya hidup serta ketidakmampuan fisik. Pelayanan keperawatan yang optimal merupakan tugas dan tanggung jawab perawat yang bertujuan untuk perbaikan dan memaksimalkan kemampuan pasien PPOK dalam memenuhi kebutuhan dan aktivitas yang mampu dilakukan. Perawat berperan dalam memberikan layanan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pasien. Perawat memperhatikan kebutuhan dasar pasien melalui pemberian asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Dimulai dari pengkajian lalu menentukan diagnosa keperawatan. Kemudian diimplementasikan sesuai dengan tindakan atau intervensi dengan tujuan yang tepat sehingga dapat di evaluasi (Anggriani, 2013). B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimksud dengan PPOK ? 2. Bagaimana penanganan asuahn keperawatan lansia dengan penyakit PPOK ? C. Tujuan 1. Tujuan Umum memberikan Asuhan Keperawatan secara optimal pada klien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). 2.



Tujuan Khusus a. Penulis



mampu



melaksanakan



dan



memperoleh



dalam



penatalaksanaan asuhan keperawatan PPOK pada pasien. b. Mengidentifikasi faktor pendukung penghambat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan penyakit paru obstruktif kronik ( PPOK).



2



3



D. Manfaat 1. Masyarakat Membudayakan pengelolaan pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dalam pemberian asuhan keperawatan. 2. Pengembangan Ilmu Keperawatan Menambah



keluasan



ilmu



terapan



bidang



keperawatan



dalam



pelaksanaan asuhan keperawatan dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). 3. Penulis Memperoleh pengalaman dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien penyakit obstruktif kronik (PPOK)



3



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Dasar 1. Pengertian Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru. (Lyndon Saputra, 2010). Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau disebut juga dengan COPD (Cronic Obstruktif Pulmonary Disease) adalah suatu penyakit yang bisa di cegah dan diatasi yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, biasanya bersifat progresif dan terkait dengan adanya proses inflamasi kronis saluran nafas dan paru-paru terhadap gas atau partikel berbahaya (Ikawati, 2016). PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. ( Manurung, 2016). PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu menurut Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis. Arita Murwani (2011).



4



5



2. Etiologi Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Brashers (2007) adalah : a) Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak. b) Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema. c) Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK. d) Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko morbiditas PPOK. 3. Klasifikasi PPOK Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2014, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut : a. Derajat 0 (berisiko)



Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri : Normal b. Derajat I (PPOK ringan)



Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 0 (tidak terganggu oleh sesak saat berjalan cepat atau sedikit mendaki) sampai derajat sesak 1 (terganggu oleh sesak saat berjalan cepat atau sedikit mendaki) . Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%.



5



6



c. Derajat II (PPOK sedang)



Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum, sesak napas derajat sesak 2 (jalan lebih lambat di banding orang seumuran karna sesak saat berjalan biasa). Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%. d. Derajat III (PPOK berat)



Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 (berhenti untuk bernafas setelah berjalan 100 meter/setelah berjalan beberapa menit pada ketinggian tetap) dan 4 (sesak saat aktifitas ringan seperti berjalan keluar rumah dan berpakaian) Eksaserbasi lebih sering terjadi. Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%. e. Derajat IV (PPOK sangat berat)



Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50% . (GOLD 2014).



6



7



4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banya. Reeves (2001). Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.



7



8



5. Patofisiolog Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan



oksigen



untuk



keperluan metabolisme



dan pengeluaran



karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001). Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponenkomponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009). Komponen-komponen



asap



rokok



juga



merangsang



terjadinya



peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akiba



8



9



pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009). Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan



(Kamangar,



2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi,



dan



hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003). 6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Padila (2012) adalah : f. Berhenti Merokok g. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator (Aminophilin dan adrenalin) h. Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul i. Penanganan terhadap komplikasi – komplikasi yang timbul j. Pengobatan oksigen bagi yang memerlukan O2 harus diberikan dengan aliran lambat : 1-3 liter / menit k. Mengatur posisi dan pola pernafasan untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap l. Memberi pengajaran tentang teknik-tekni relaksasi dan caracara untuk menyimpan energy m. Tindakan rehabilitasi 1) Fisioterapi terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus 2) Latihan pernafasan untuk melatih penderita agar bias melakukan pernafasan yang paling efektif baginya



9



10



3) Latihan dengan beban olahraga tertentu dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmaninya 4) Vocational suidance : usaha yang dilakukan terhadap penderita agar kembali dapat mengerjakan pekerjaan seperti semula. 5) Pengelolaan psikososial , terutama ditujuakn untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang diseritanya Penatalaksanaan Keperawatan 1) Mencapai bersihan jalan nafas a) Pantau adanya dyspnea dan hipoksemia pada pasien. b) Jika bronkodilator atau kortikosteroid diprogramkan berikan obat secara tepat dan waspadai kemungkinan efek sampingnya. c) Pastikan bronkospasme telah berkurang dengan mengukur peningkatan kecepatan aliran ekspansi dan volume (kekuatan ekspirasi, lamanya waktu untuk ekhalasi dan jumlah udara yang diekhalasi)



serta



dengan



mengkaji



adanya



dyspnea



dan



memastikan bahwa dyspnea telah berkurang. d) Dorong pasien untuk menghilangkan atau mengurangi semua iritan paru, terutama merokok sigaret. e) Fisioterapi dada dengan drainase postural, pernapasan bertekanan positif intermiten, peningkatan asupan cairan. 2) Meningkatkan pola nafas a) Latihan otot inspirasi dan latihan ulang pernapasan dapat membantu meningkatkan pola pernafasan b) Latihan pernafasan diafragma dapat mengurangi kecepatan respirasi 3) Memantau dan menangani komplikasi a) Kaji pasien untuk mengetahui adanya komplikasi b) Pantau perubahan kognitif, peningkatan dyspnea, takipnea dan takikardia c) Pantau nilai oksimetri nadi dan berikan oksigen sesuai kebutuhan d) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi atau komplikasi lain dan laporkan perubahan pada status fisik atau kognitif (Susan, 2012).



10



11



BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN FORMAT PENGKAJIAN



Hari/Tanggal



: Senin 02-07-2018



Jam



: 05.30



Tempat



: RS Soejono Ruang Bogenvil D1



Oleh



: Cornelis ym



Sumber data



: Keluarga ,klien,perawat dan RM



Metode



: Wawancara



A. PENGKAJIAN 1.



Identitas a. Pasien 1) Nama Pasien



: Tn T



2) Tempat Tgl Lahir



: Yogja 10-mei-1950



3) Jenis Kelamin



: Laki



4) Agama



: Islam



5) Pendidikan



: SD



6) Pekerjaan



: Wiraswasta ( Tambal ban )



7) Status Perkawinan



: Menikah



8) Suku / Bangsa



: Jawa



9) Alamat



: Saragan,mertoyudan,magelang



10) Diagnosa Medis



: PPOK



11) No. RM 12) Tanggal Masuk RS



170509 : 02-07-2018



11



12



b. Penanggung Jawab / Keluarga 1) Nama



: Ny E



2) Umur



: 63 tahun



3) Pendidikan



: SD



4) Pekerjaan



: IRT



5) Alamat



: Saragan,mertoyudan,magelang



6) Hubungan dengan pasien



: Istri



7) Status perkawinan



: kawin



2. Riwayat Kesehatan a. Kesehatan Pasien 1) Keluhan Utama saat Pengkajian Tn T mengeluh batuk berdahak, dan sesak napas sejak 2 hari yang lalu.di sertai sakit perut Kembung 2) Riwayat Kesehatan Sekarang a) Alasan masuk RS : Tn T sudah 2 hari batuk berdahak dan sesak disertai perut sakit dan kembung sudah berobat ke puskesma,tidak ada perubahan, b) Riwayat Kesehatan Pasien ; Tn T,mengeluh batuk dahak susah keluar,di sertai sesak napas,dan perut terasa sakit dan kembung 3) Riwayat Kesehatan Dahulu Tn T sebelumnya sering mengalami sakit perut ,di sertai kembung,dan sering sesak bila kecapekan



12



13



b. Riwayat Kesehatan Keluarga 1) Genogram



Keterangan Gambar :



; Laki meninggal



: Peremouan meninggal



: Suami,istri



: Laki-laki



: Perempuan



: 1 keluarga



c. Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga Tn T tidak pernah menderita batuk dan sesak napas seperti di alami Tn.T Sekarang ini.



13



14



3. Kesehatan Fungsional a. Aspek Fisik – Biologis 1) Nutrisi Sebelum Sakit Tn T makan 3x1 sehari porsi sedang habis dan minum air putih 8 gelas /hari Selama Sakit Tn T makan diet yang tersedia habis 1/2 porsi 2) Pola Eliminasi Sebelum Sakit BAB 2 x/hari ,BAK 3 s/d 4 x/hari Selama Sakit BAB 1X sehari, BAK 4-5X sehari 3) Pola aktivitas Keadaan aktivitas sehari – hari aktivitas sehari- hari,sebagai tukang tambal ban 4) Keadaan pernafasan Spontan tidak mengunakan alat ban 5) Kardiovaskuler merasakan berdebar-debar,bila kecapekan melakukan kegiatan tambal ban. Selama Sakit Keadaan aktivitas sehari – hari ktivitas di bantu keluarga. 6) Keadaan pernafasan Napas terasa sesak,26x/menit tidak memakai alat bantu 7) Keadaan kardiovaskuler Masih terasa berdebar-debar Skala ketergantungan.



14



15



Tabel 3.1 Penilaian Status Fungsional (Barthel Index)



No 1.



2.



3. 4..



5.



6.



7.



Fungsi Mengendalikan rangsang defekasi (BAB) Mengendalikan rangsang berkemih (BAK) Membersihkandir i (cuci muka,sisir rambut, sikat gigi) Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan , memakai celana, membersihkan, menyiram) Makan



Berubah sikap dari berbaring ke duduk Berpindah / berjalan



Skor 0 1 2 0 1 2 0 1 0 1



2 0 1 2 0 1 2 3 0 1 2



8.



Memakai Baju



3 0 1 2



Uraian Takterkendali / tak teratur (perlu pencahar) Kadang-kadang tak terkendali Mandiri Takterkendali/ pakai kateter Kadang-kadang tak terkendali (1x24 jam) Mandiri Butuh pertolongan orang lain Mandiri Tergantung pertolongan orang lain Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri kegiatan yang lain Mandiri Tidak mampu Perlu ditolong memotong makanan Mandiri Tidak mampu Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk ( > 2 orang) Bantuan (2 orang) Mandiri Tidak mampu Bisa (pindah) dengan kursi roda Berjalan dengan bantuan 1 orang Mandiri Tidak mampu Sebagian dibantu (misal mengancingkan baju) Mandiri



15



Hari I



NilaiSkor Hari Hari II III



 



 



 



 



 



 































































16



9.



Naik turun tangga



10.



Mandi



0 1 2 0 1



Tidak mampu Butuh pertolongan Mandiri Tergantung orang lain Mandiri



 



 



 



Total Skor 11 11 11 Tingkat Ketergantungan Ketergantugan Sedang Paraf & Nama Perawat Cornelis Y.M Pasien Tn T di Ruang Bougenvil Rumah Sakit dr soejono Tanggal ...02-072018 KETERANGAN: 20



: Mandir



5-8



: Ketergantungan



berat Ketergantungan Sedan 12-19



: Ketergantungan



ringan 0-4 : Ketergantungan



Tabel Pengkajian Resiko Jatuh Pasien Tn T di Ruang bougenvil.. Rumah Sakit dr soejono .Tanggal 02-07-2018



No



1.



2.



Risiko



Skala



Riwayat jatuh, yang baru atau dalam 3 bulan terakhir



Tidak 0



Diagnosa medis sekunder >1



Tidak 0



Skoring 2



Skoring 3



Tgl 0207-2018



Tgl 0307-2018



Tgl 0407-2018







































Ya 25



Ya 15 3.



Skoring 1



Alat bantu jalan:



0



Bed rest/diabntu perwat Penopang/tongkat/walker



15



16



17



Furniture 4.



30



Menggunakan infus



Tidak 0 Ya 25



5.



Cara berjalan/berpindah:



0



Normal/bed rest/imobilisasi



6.



Lemah



15



Terganggu



30



Status mental: Orientasi sesuai kemampuan diri



0



Lupa keterbatasan



15



Jumlah skor







































15



Tingkat Resiko Jatuh



15



15



Tidak beriso jatuh



Paraf & Nama Perawat (Sumber Data Sekunder : RM Pasien) Tingkat Risiko : Tidak berisiko bila skor 0-24 → lakukan perawatan baik Risiko rendah : bila skor 25-50 → lakukan intervensi jatuh standar. Risiko Tinggi



: bila skor ≥ 51 lakukan intervensi jatuh resiko tinggi.



17



yang



18



Tabel 3.3 Tabel Resiko Luka Dekubitus (Skala Norton) PasienTn T . di Ruang BOUGENVIL .Rumah Sakit dr soejono .Tanggal 0207-2018 Tangal



PENILAIAN



4



2



1



Sedang



Buruk



Sangat buruk



Apatis Jalan dengan bantuan  Agak terbatas



Bingung



Stupor



Kursi roda



Ditempat tidur



Sangat terbatas



Tidak mampu brgerak



Kadang-kadang intkontinensia



Selalu inkontinensia urin



Inkontinensia urin & Alvi



1



0



0



Buruk



Sangat buruk



Bingung



Stupor



Kursi roda



Di tempat tidur



Sangat terbatas



Tidak mampu brgerak







02-072018



Kondisi fisik Status mental Aktifitas Mobilitas Inkontensia



Skor Total Skor Paraf & Nama Perawat Kondisi fisik 03-07Status mental 2018 Aktifitas Mobilitas Inkontensia Skor Total Skor Paraf & Nama Perawat Kondisi fisik 04-072018



Status mental



Aktifitas



B a i k  Sadar  Jalan sendiri Bebas bergerak



3



 Kontine n 4



....... Cornelis ym Baik Sedang  Sa Apatis dar  Jalan Jalan dengan sendiri bantuan  Bebas Agak terbatas bergerak  Kontinen



Kadang-kadang intkontinensia



4



0



4



Cornelis ym B a Sedang i k  S a d Apatis a r  Jalan Jalan dengan sendiri bantuan



5



Selalu inkontinensia urine 0



Inkontinensia urin & Alvi 0







18



Buruk



Sangat buruk



Bingung



Stupor



Kursi roda



Di tempat tidur



19



 Bebas bergerak



Mobilitas Inkontinensia



Agak terbatas



 Kontinen



Kadang –kadang int/ kontinensia



5



0



Skor Total Skor Paraf & Nama Perawat



Sangat terbatas



5



Selalu inkontinensia urine 0



Tidak mampu bergerak Inkontinensia urin & Alvi



Cornelis ym (Sumber Data Sekunder : RM Pasien



KETERANGAN: 16-20



: risiko rendah terjadi dekubitus



12-15



: risiko sedang terjadi dekubitus