Makalah Kel 4 Evidence Based Dalam Persalinan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH EVIDNCE BASED DALAM PERSALINAN



Mata Kuliah: Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir



Disusun Oleh: Kelompok 4, Tingkat 2, Reguler 2 1. Lutfiana Rahma W. (2015301067)



7. Risma Noviana



(2015301086)



2. Meilisa Alam



(2015301068)



8. Shinta Muthi S.



(2015301090)



3. Meyta Tri W.



(2015301070)



9. Susi Susanti



(2015301093)



4. Miftahul Jannah



(2015301071)



10. Tazkia Aziza



(2015301094)



5. Novita Meilinda



(2015301078)



11. Vivi rahani P.



(2015301096)



6. Ridha Nafila



(2015301084)



12. Dira Efita Miyola (2015301098)



Dosen Pengampu: Yeyen Putriana, SSiT, M.Keb



PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG TAHUN 2020/2021



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah segala puji dan syukur kami ucapkan atas berkah dan rahmat dari Allah SWT yang telah memberikat berkat kesehatan dan nikmat berfikir bagi kami untuk dapat menyelesaikan makalah kami ini yang berjudul “Evidnce Based Dalam Persalinan” Makalah ini disusun untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi pembaca khususnya dalam kebidanan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan untuk memperbaiki dan menambah penulisan dan kelengkapan isi makalah ini. Ucapan terima kasih juga tak lupa kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam penulisan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi kelompok kami sendiri khususnya, teman-teman sependidikan dan bagi siapapun yang membacanya.



Bandar Lampung, 27 Juli 2021



Penulis



2



DAFTAR ISI Halaman Judul ...................................................................................................... 1 Kata Pengantar ...................................................................................................... 2 Daftar Isi ............................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 5 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 6 1.3 Tujuan ............................................................................................................. 6 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Evidence Based .............................................................................................. 7 2.2 Persalinan ....................................................................................................... 8 2.3 Pembatasan Gerak (Imobilisasi) Pada Persalinan ..........................................10 2.4 Mencukur Rambut Pubis Secara Rutin ...........................................................11 2.5 Lavement ........................................................................................................11 2.6 Episiotomi Rutin .............................................................................................13 2.7 Kateterisasi .....................................................................................................21 2.8. Inisisasi Menyusui Dini .................................................................................22 2.9 Posisi Bersalin ................................................................................................24 3.0 Mobilisasi Dini ...............................................................................................28 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .....................................................................................................31 3.2 Saran ...............................................................................................................31



3



DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................32



4



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Ilmu kebidanan adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal. Tujuan ilmu kebidanan adalah untuk mengantarkan kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta pemberian ASI dengan selamat tanpa kerusakan akibat persalinan sekecil-kecilnya dan kembalinya alat reproduksi kekeadaan normal. Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Indonesia, di lingkungan ASEAN, merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan segara untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Dengan perkiraan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar 5.000.000 jiwa dapat dijabarkan bahwa: 1) Angka kematian ibu sebesar 19.500-20.000 setiap tahunnya atau terjadi setiap 26-27 menit. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan 30,5 %, infeksi 22,5.%, gestosis 17′,5 %, dan anestesia 2,0 %. 2) Kematian bayi sebesar 56/10.000 menjadi sekitar 280.000 atau terjadi setiap 18- 20 menit sekali. Penyebab kematian bayi adalah asfiksia neonatorum 4960 %, infeksi 24-34 %, prematuritas/BBLR 15-20 %, trauma persalinan 2-7 %, dan cacat bawaan 1-3 %. Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.



5



1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimana gerakan-gerakan yang dilakukan oleh ibu bersalin? 2) Apakah perlu mencukur rambut kemaluan secara rutin? 3) Apa yang dimaksud dengan lavement? 4) Bagaimana manfaat dari melakukan episiotomi secara rutin? 5) Apakah yang dimaksud dengan kateteisasi? 6) Apa yang dimaksud dengan Inisiasi Menyusui Dini? 7) Bagaimana posisi bersalin yang nyaman bagi ibu? 8) Mobilisasi dini seperti apa yang harus dilakukan ibu dalam persalinan? 1.3 Tujuan 1) Mengetahui batasan gerakan yang boleh dilakukan ibu dalam persalinan 2) Mengetahui manfaat dari mencukur rambut kemaluan secara rutin 3) Mempelajari tentang lavement 4) Mengetahui kegunaan episiotomi secara rutin 5) Mempelajari tentang kateterisasi 6) Mengetahui apa yang dimaksud dengan IMD 7) Mempelajari tentang posisi ibu dalam bersalin 8) Mengetahui tentang mobilisasi dini bagi ibu bersalin



6



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Evidance Based A. Definisi Evidance Based Pengertian evidence Base jika ditinjau dari pemenggalan kata (Inggris) maka Evidence Base dapat diartikan sebagai “Evidence : Bukti, fakta, sedangkan Base : Dasar. Jadi evidence base adalah: praktik berdasarkan bukti. Jadi pengertian Evidence Base-Midwifery dapat disimpulkan sebagai asuhan kebidanan berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis. Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan. Evidence Based Midwifery atau yang lebih dikenal dengan EBM adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara bersungguh sungguh, eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam penanganan pasien perseorangan (Sackett et al,1997). Evidenced Based Midwifery (EBM) ini sangat penting peranannya pada dunia kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat mencegah tindakatindakan yang tidak diperlukan atau tidak bermanfaat bahkan merugikan bagi pasien, terutama pada proses persalinan yang diharapkan berjalan dengan lancar dan aman sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. B. Manfaat Evidence Base Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Base antara lain: 1) Keamanan bagi nakes karena intervensi yang dilakukan berdasarkan buki ilmiah. 2) Meningkatkan kompetensi (kognitif).



7



3) Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagi professional dalam memberikan asuhan yang bermutu. 4) Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien mengharapkan asuhan yang benar, seseuai dengan bukti dan teori serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2.2 Persalinan A. Pengertian Persalinan Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi secara viabel (dapat hidup di luar uterus) yaitu bayi disusul dengan keluarnya selaput janin, plasenta melalui vagina atau jalan lain secara spontan (tenaga ibu sendiri) atau dengan bantuan dari tenaga medis atau secara secsio caesarea. B. Asuhan Persalinan Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan asifiksia bayi baru lahir. Sementara itu, focus utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi. Dalam persalinan dikenal ada empat kala yaitu Kala 1, Kala II, Kala III, dan Kala IV persalinan. Kala satu persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm). Setelah pembukan lengkap dilanjutkan dengan kala Il persalinan yaitu kala pengeluaran bayi, kala III persalinan yaitu pengeluaran plasenta, dan diahin kala IV yaitu 2 jam postpartum. Asuhan yang dapat dilakukan oleh bidan adalah sebagai berikut: 1) Memberikan dukungan dan yakinkan dirinya. 2) Memberikan informasi mengenai proses dan kemajuan persalinan.



8



3) Lakukan perubahan posisi, yaitu posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi jika ibu ingin di tempat tidur sebaiknya dianjurkan tidur miring ke kiri. 4) Hadirkan pendamping agar menemaninya (suami atau ibunya), untuk memijat atau menggosok punggungnya atau membasuh mukanya diantara kontraksi. 5) Mengajarkan kepada ibu teknik pernapasan yaitu ibu diminta untuk menarik napas panjang, menahan napasnya sebentar kemudian dilepaskan dengan cara meniup udara keluar sewaktu terasa kontraksi. 6) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan. 7) Menganjurkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar kemaluannya setelah buang air kecil atau besar. 8) Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi, berikan cukup minum. 9) Mengosongkan kandung kemih ibu. 10) Melakukan pemantauan. Pada proses persalinan kala II ini ternyata ada beberapa hal yang dahulunya kita lakukan ternyata setelah di lakukan penelitian ternyata tidak bermanfaat atau bahkan dapat merugikan pasien. Adapun hal-hal yang tidak bermanfaat pada kala II persalinan berdasarkan EBM adalah: Tabel 1.1 Evidence Based Pada Kala II Persalinan No Tindakan Yang Dilakukan 1. Asuhan sayang ibu



2.



Pengaturan posisi persalinan



3.



Menahan nafas saat mengeran



Sebelum EBM Ibu bersalin dilarang untuk makan dan minum bahkan untuk mebersihkan dirinya Ibu hanya boleh bersalin dengan posisi telentang Ibu harus



9



Sesudah EBM Ibu bebas melakukan aktifitas apapun yang mereka sukai Ibu bebas untuk memilih posisi yang mereka inginkan Ibu boleh



4.



Tindakan epsiotomi



menahan nafas pada saat mengeran Bidan rutin melakukan episiotomy pada persalinan



bernafas seperti biasa pada saat mengeran Hanya dilakukan pada saat tertentu saja



2.3 Pembatasan Gerak (Imobilisasi) Pada Persalinan Mobilisasi sangat penting dalam persalinan, merubah posisi khususnya ketika merasakan kontraksi. Gerakan berdiri, berjalan, dan berjongkok merupakan gerakan yang paling efektif untuk membantu proses turunnya bagian terendah janin. Sehingga pembatasan gerak pada kondisi ini dapat menghambat proses penurunan kepala dan berakibat pada kala I memanjang. Padahal gerakan kecil seperti gerakan miring di tempat tidur dapat memberikan kondisi yang santai, oksigenisasi yang baik untuk janin serta meminimalkan laserasi, sedangkan gerakan merangkak dapat mempercepat rotasi, meminimalkan peregangan perinium dan rasa sakit punggung. Namun, adakalanya ibu tidak diperbolehkan turun dari tempat tidur atau melakukan ambulansi, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Ketika ketuban pecah, janin berukuran kecil (di bawah 2000 gram). presentasi kaki atau bokong atau letak melintang. Pada keadaan seperti ini, muncul resiko prolapsus tali pusat yang meningkat ketika ibu dalam posisi berdiri. Bahkan posisi telentang dengan kepala berada di atas tempat tidur, yang ditinggikan dengan bantal lebih dari 20 sampai 30 derajat akan semakin meningkatkan resiko prolapsus tali pusat. 2) Ketika ibu mendapat pengobatan dengan obat yang membuat ibu pusing atau membuat kakinya tidak stabil ketika berdiri. 3) Selama persalinan yang kemajuannya cepat. 4) Ketika



ibu



mengalami



komplikasi



mengharuskan ibu tetap di tempat tidur.



10



obstetrik



atau



medis



yang



Pembatasan gerak yang dilakukan pada ibu bersalin akan menimbulkan stress pada ibu dalam menjalani masa bersalinnya yang menyebabkan persalinan akan berlangsung tidak fisiologis seperti persalinan lama. Berdasarkan jurnal yang kami temukan tidak menyebutkan adanya dampak yang posisif dari pembatasan gerak pada persalinan normal sehingga tidak ada anjuran untuk melakukan pembatasan gerak pada persalinan normal kecuali ada indikasi seperti yang disebut di atas. Pada jurnal tersebut dilakukan penelitian mengenai perlakuan aktif birth pada ibu dalam masa persalinan dibandingan dengan ibu yang tidak dilakukan aktif birth dalam masa persalinannya. Aktif birth itu sendiri yaitu asuhan yang diberikan kepada ibu dalam masa persalinan dimana ibu akan diberikan kesempatan untuk memilih posisi yang dianggapnya nyaman dan memiliki afek nyenri minimal. Dalam penelitian jurnal tersebut diperoleh hasil bahwa ibu yang diberikan perlakuan akan merasakan nyeri yang lebih minimal daripada ibu yang tidak diberi perlakuan. 2.4 Mencukur Rambut Pubis Secara Rutin Mencukur rambut di daerah pubis, vulva dan perinium bukan lagi merupakan prosedur rutin. Sebagian dokter mengeluarkan perintah tetap yang harus dilaksanakan, sebagian lainnya menyerahkan keputusan ini pada bidan yang melaksanakannya menurut kehendak ibu hamil. Mencukur daerah perineum merupakan tindakan untuk membersihkan rambut yang jika terjadi ronekan perineum atau episiotomi dapat masuk ke dalam luka atau menjadi sumber mikroorganisme penyebab infeks. Pengguntingan rambut dan bukan pencukuran kini semakin sering dilakukan untuk mengurangi resiko cedera pada kulit. 2.5 Lavement A. Pengertian Lavement adalah prosedur pemasukan cairan ke dalam kolon melalui anus. Ditujukan untuk merangsang peristaltik kolon supaya dapat buang air besar,membersihkan kolon untuk persiapan pemeriksaan operasi.Lavement



11



dilakukan untuk mengobati penyakit ringan seperti sakit perut,kembung; namun pada perkembangannya digunakan untuk berbagai tujuan yangberbeda seperti telah diuraikan dalam sejarah dilakukannya tindakan ini. Padaakhirnya setelah ilmu pengetahuan medis berkembang dengan adanya penelitiandan ditemukannya berbagai peralatan medis, penggunaan enema saat ini jauh lebihspesifik dari masa awal keberadaannya. B. Tujuan Lavement Dilakukan untuk mengobati penyakit ringan seperti sakit perut, kembung. Namun pada perkembangannya digunakan untuk berbagai tujuan yang berbeda sepertitelah diuraikan dalam sejarah dilakukannya tindakan ini. Pada akhirnya setelah ilmu pengetahuan medis berkembang dengan adanya penelitian dan ditemukannya berbagai peralatan medis, penggunaan enema saat ini jauh lebih spesifik dari masaawal keberadaannya. C. Manfaat Lavement • Merangsang gerakan usus besar, berbeda dengan laxative. Perbedaan utama terletak pada cara penggunaannya, laxative biasanya diberikan per oralsedangkan enema diberikan langsung ke rectum hingga kolon. Setelah seluruh dosis enema hingga ambang batas daya tampung rongga kolon diberikan, pasien akan buang air bersamaan dengan keluarnya cairan enema ke dalam bedpan atau di toilet. , larutan garam isotonik sangat sedikit mengiritasirektum dan kolon, mempunyai konsentrasi gradien yang netral. Larutan ini tidak menarik elektrilit dari tubuh, seperti jika menggunakan air biasa dan larutan ini tidak masuk ke membran kolon seperti pada penggunaan phosphat. Dengan demikian larutan ini bisa digunakan untuk enema dengan waktu retensi yang lama, seperti melembutkan feses pada kasus fecalimpaction. • Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan operasi seperti sigmoidoscopy atau colonoscopy. Untuk kenyamanan danmengharapkan kecepatan proses tindakan enema dapat diberikan



12



disposibelenema dengan konsentrasi lebih kental berbahan dasar air yg berisikan sodium phospat atau sodium bikarbonat. • Sebagai jalan alternatif pemberian obat. Hal ini dilakukan bila pemberian obat per oral tidak memungkinkan, seperti pemberian antiemetik untuk mengurangi rasa mual, beberapa anti angiogenik lebih baik diberikan tanpa melalui saluran pencernaan , pemberian obat kanker, arthritis, pada orang lanjut usia yang telah mengalami penurunan fungsi organ pencernaan, menghilangkan iritable bowel syndrome menggunakan cayenne pepper untuk squelch iritasi padakolon dan rectum dan untuk tujuan hidrasi. • Pemberian obat topikal seperti kortikosteroid dan mesalazine yang digunakan untuk mengobati peradangan usus besar. • Pemeriksaan radiologi seperti pemberian barium enema. Enema berisi bariumsulphat, pembilasan dengan air atau saline dilakukan setelah selesai dengantujuan untuk mengembalikan fungsi normal dari kolon tanpa komplikasi berupa konstipasi akibat pemberian barium sulphat. Hal-hal yang perlu diperhatikan Penggunaan enema yang tidak benar dapat menyebabkan tergangguanyakeseimbangan elektrolit tubuh (pemberian enema berulang) atau perlukaan pada jaringan kolon atau rektum hingga terjadinya perdarahan bagian dalam. Perlukaan inidapat menyebabkan terjadinya infeksi, perdarahan dalam kolon terkadang tidak nampak secara nyata tetapi dapat diketahui melalui perubahan warna feces menjadi merah atau kehitaman. Jika terdapat tanda ini maka diperlukan tindakan medis dengan segera. 2.6 Episiotomi Rutin A. Pengertian Episiotomi Episiotomi adalah prosedur yang dilakukan dengan membuat sayatan pada perineum saat proses melahirkan normal. Episiotomi bertujuan untuk memperbesar jalan lahir atau lubang vagina agar proses melahirkan bayi dapat lebih mudah dan cepat.



13



Episiotomi adalah prosedur menggunting jaringan di antara jalan lahir bayi (lubang vagina) dan anus saat proses persalinan normal.Biasanya, tindakan ini dilakukan oleh dokter kandungan maupun bidan dalam proses melahirkan normal. Episiotomi dilakukan dengan tujuan untuk memperbesar jalan lahir atau lubang vagina guna membantu proses persalinan normal. Tindakan episiotomi merupakan tindakan tidak wajib dalam tiap persalinan sebab prosedur ini harus diikuti dengan kondisi persalinan tertentu. Bahkan, akan lebih baik bila perineum meregang secara spontan tanpa bantuan apa pun.Saat proses melahirkan normal, terkadang beberapa perineum wanita dapat robek saat bayi dilahirkan. Pada beberapa kasus persalinan normal yang dilakukan, episiotomi diyakini dapat membantu mencegah terjadinya robekan perineum lebih lebar serta mempercepat persalinan apabila bayi perlu dilahirkan dengan segera. Mulanya, episiotomi adalah prosedur yang dilakukan secara rutin saat persalinan normal lantaran dianggap lebih aman bagi ibu, dibandingkan dengan robekan alami perineum.Bahkan, tujuan episiotomi adalah mampu mencegah robekan lebih lebar pada perineum saat proses melahirkan normal dan menjaga otot dan jaringan dasar panggul agar tetap kuat.Akan tetapi, sejumlah hasil studi terbaru menyebutkan hal sebaliknya. Tindakan episiotomi justru dinilai dapat meningkatkan risiko infeksi dan komplikasi pada ibu melahirkan.Selain itu, proses pemulihan setelah episiotomi yang cenderung lebih lama dan membuat ibu merasa tidak nyaman.Maka dari itu, saat ini tindakan episiotomi hanya dilakukan dalam situasi dan kondisi tertentu. B. Kondisi apa saja yang menyebabkan ibu hamil membutuhkan episiotomi saat melahirkan? Beberapa kondisi yang membutuhkan indikasi episiotomi, di antaranya: 1. Gawat janin Salah



satu



kondisi



yang



membutuhkan



indikasi



episiotomi



adalah gawat janin.Gawat janin dapat disebabkan oleh perubahan detak



14



jantung janin yang tidak stabil saat bayi dilahirkan. Ini berarti bayi Anda mungkin tidak mendapat asupan oksigen yang cukup.Pada kondisi tersebut, bayi harus segera dikeluarkan guna menghindari risiko bayi lahir dalam kondisi meninggal dan atau bayi lahir cacat.Selain itu, tindakan episiotomi juga perlu dilakukan pada kondisi gawat janin untuk mencegah prosedur ekstraksi vakum atau persalinan normal dengan bantuan alat forsep. 2. Proses persalinan yang berkepanjangan Kondisi yang membutuhkan indikasi episiotomi berikutnya adalah proses persalinan berkepanjangan sehingga membuat ibu merasa lelah dan tidak dapat lagi melakukan cara mengejan dengan benar. Ketika bayi sudah mencapai jalan lahir atau lubang vagina, dokter kandungan bisa memberikan ruang ekstra bagi kepala bayi lewat prosedur episiotomi yang sudah dibuat.Dengan ini, proses melahirkan bayi bisa berjalan lebih mudah dan cepat. 3. Posisi bayi tidak sesuai Indikasi episiotomi diperlukan ibu saat persalinan normal apabila posisi bayi tidak sesuai.Misalnya, posisi bayi saat akan dilahirkan bisa saja tidak normal, seperti bahu tersangkut di jalan lahir (distosia bahu) atau bayi sungsang sehingga perlu dilakukan episiotomi untuk memudahkan dokter dalam proses persalinan.Selain itu, posisi kepala bayi tidak normal, seperti miring ke salah satu sisi, menghadap ke salah satu sisi pinggul ibu, atau menghadap ke pusar ibu, dapat menyebabkan diameter kepala bayi jadi lebih besar saat melewati jalan lahir.Pada kasus tersebut, tindakan episiotomi mungkin diperlukan guna memperbesar lubang vagina. 4. Ukuran bayi terlalu besar Melahirkan bayi dengan ukuran terlalu besar juga jadi indikasi episiotomi perlu dilakukan.Pasalnya, melahirkan bayi dengan ukuran besar dapat menyebabkan proses persalinan yang berkepanjangan serta kondisi



15



distosia bahu. Distosia bahu adalah kondisi di mana salah satu bahu bayi masih berada atau tersangkut di dalam vagina, padahal kepalanya sudah berhasil berada di luar.Risiko komplikasi ini umum terjadi pada ibu hamil yang menderita diabetes atau wanita yang melahirkan bayi dengan ukuran besar.Pada kondisi ini, indikasi episiotomi perlu dilakukan untuk melebarkan jalan lahir sehingga bayi dapat keluar lebih mudah. 5. Ibu Membutuhkan Bantuan Alat Saat Persalinan Indikasi episiotomi perlu dilakukan apabila ibu membutuhkan persalinan yang dibantu dengan forceps atau ekstraksi vakum.Dengan demikian, lubang vagina atau jalan keluar bayi dapat diperluas untuk memudahkan Si Kecil keluar. 6. Kondisi Kesehatan Ibu Kondisi kesehatan ibu yang serius, seperti penyakit jantung, juga memerlukan indikasi episiotomi harus dilakukan. Sebab, ibu harus melahirkan secepat mungkin agar terhindar dari risiko kesehatan yang lebih serius. 7. Melahirkan Bayi Kembar Indikasi episiotomi mungkin diperlukan saat proses persalinan bayi kembar guna memberikan ruang tambahan pada lubang vagina atau jalan keluar bayi.Jika kedua bayi kembar berada dalam posisi kepala di bawah, dokter kandungan mungkin akan memperlambat kelahiran salah satu bayi kembar melalui prosedur episiotomi.Namun, pada kondisi di mana bayi kembar pertama dapat dilahirkan secara normal dan bayi kembar kedua dilahirkan dalam posisi sungsang, maka indikasi episiotomi bertujuan untuk memberikan ruang yang cukup agar bayi dapat melewati jalan keluar bayi. 8. Ibu pernah melakukan operasi di area panggul



16



Bagi ibu yang memiliki riwayat operasi di area panggul, indikasi episiotomi mungkin diperlukan dengan tujuan untuk memudahkan proses persalinan normal dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada area tubuh yang pernah dioperasi.Pada saat melahirkan normal, ibu mungkin akan mengalami risiko komplikasi jangka panjang, seperti relaksasi dinding vagina. Akibatnya, kandung kemih, leher rahim, rahim, atau anus akan membengkak.Jika Anda pernah melakukan operasi di area panggul di masa lampau, kondisi tersebut dapat berisiko melukai atau merusak proses pemulihan area panggul yang pernah dioperasi.Selain itu, pertimbangan tindakan episiotomi adalah: 



Pembukaan lengkap yang lama hingga mengancam kondisi janin







Wanita yang memiliki perineum pendek yang sudah mengalami gunting vagina pada kehamilan sebelumnya







Mengalami riwayat luka robek perineum derajat 3 dan 4. Pada derajat 3, luka robek meliputi jaringan mukosa di dalam vagina, kulit dan otot perineum, hingga otot anus bagian luar. Pada derajat 4, robekan mencapai rektum, anus, hingga usus besar.



C. Jenis Episiotomi Berdasarkan Sayatannya Terdapat dua jenis episiotomi berdasarkan sayatannya. Jenis atau macammacam episiotomi adalah sebagai berikut: 1. Episiotomi sayatan garis tengah Episiotomi sayatan garis tengah adalah jenis episiotomi dengan membentuk sayatan di lubang tengah vagina, memanjang tegak lurus ke bawah menuju anus.Keuntungan jenis episiotomi ini adalah proses penyembuhannya yang lebih cepat, tidak terlalu menyakitkan, dan minim keluar darah.Selain itu, episiotomi sayatan garis tengah tidak menimbulkan nyeri jangka panjang, termasuk saat melakukan hubungan seksual.Akan tetapi, risiko episiotomi sayatan garis tengah adalah kemungkinan robekan lebih besar ke otot anus.Risiko cedera ini



17



dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang, seperti inkontinensia tinja atau ketidakmampuan tubuh dalam mengendalikan buang air besar. 2. Episiotomi mediolateral Episiotomi mediolateral adalah jenis episiotomi yang sayatannya dilakukan di tengah lubang vagina menuju ke bokong dengan sudut 45 derajat.Umumnya, manfaat episiotomi mediolateral adalah mengurangi risiko robekan otot anus yang parah. Namun, ada risiko episiotomi mediolateral yang mungkin terjadi, termasuk:  Kehilangan darah lebih banyak  Rasa nyeri yang lebih parah  Proses pemulihan cukup lama  Rasa tidak nyaman jangka panjang, terutama saat melakukan hubungan seksual Pilihan dari macam-macam sayatan episiotomi di atas dapat Anda konsultasikan lebih lanjut dengan dokter kandungan. D. Proses Episiotomi Episiotomi adalah prosedur yang dilakukan untuk memperlebar jalan lahir bayi.Proses episiotomi dilakukan dengan memberikan obat bius atau anestesi lokal terlebih dahulu oleh dokter kandungan.Pemberian obat bius atau anestesi lokal dapat membuat Anda tidak akan merasakan sakit ketika sayatan dibuat. Ini artinya, area di sekitar vagina Anda menjadi baal atau mati rasa. Jika sebelumnya Anda menjalani suntik epidural, dosis anestesi yang diberikan oleh dokter mungkin akan ditambah sebelum proses sayatan dilakukan. Kemudian, episiotomi dilanjutkan dengan membuat sayatan berukuran kecil dari bagian belakang vagina atau area perineum hingga ke bagian bawah anus.Apabila proses melahirkan sudah selesai, dokter atau bidan akan menjahit sayatan agar bentuk vagina 18



kembali seperti semula. Proses menjahit sayatan ini dapat berlangsung dalam waktu satu jam setelah proses persalinan selesai. Umumnya, jahitan akan terserap dan menyatu dengan tubuh setelah beberapa minggu proses persalinan normal. E. Resiko Episiotomi Pada beberapa situasi dan kondisi tertentu, episiotomi adalah prosedur yang perlu dilakukan.Meski demikian, sama seperti tindakan medis pada umumnya, ada beberapa risiko episiotomi yang mungkin terjadi, seperti: 



Infeksi







Memar







Pembengkakan







Perdarahan







Proses pemulihan yang lama







Bekas sayatan yang terasa menyakitkan sehingga menimbulkan rasa nyeri saat berhubungan seks







Inkontinensia tinja akibat robeknya jaringan rektal (anus)



F. Perawatan Luka Episiotomi Beberapa cara perawatan luka episiotomi selama proses pemulihan yang bisa Anda lakukan adalah sebagai berikut: 1. Minum obat pereda nyeri Rasa nyeri yang muncul setelah beberapa hari menjalani episiotomi merupakan hal yang normal terjadi. Untuk mengatasinya, Anda dapat mengonsumsi obat pereda nyeri untuk menghilangkan rasa sakit ini.Obat penghilang rasa sakit, seperti paracetamol, cenderung aman Anda gunakan saat menyusui.Meski aman, tak ada salahnya untuk



19



berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu sebelum minum obat pereda nyeri. 2. Gunakan kompres dingin Cara perawatan luka episiotomi dapat dilakukan dengan kompres dingin



guna



mengurangi



rasa



nyeri



pada



jahitan.Anda



bisa



menggunakan beberapa buah es batu yang dibungkus dengan handuk bersih, lalu meletakkannya pada area perineum yang terasa sakit.Tapi ingat, jangan menempatkan es batu langsung pada kulit karena dapat meningkatkan risiko infeksi. 3. Angin-anginkan bekas jahitan Mengangin-anginkan bekas jahitan juga dapat menjadi cara perawatan luka episiotomi.Anda bisa melepaskan baju dan celana serta hanya menggunakan handuk, lalu berbaring di atas tempat tidur selama 10 menit.Lakukan langkah ini 1-2 kali dalam sehari agar bekas jahitan cepat kering.  4. Jaga area bekas jahitan tetap kering dan tidak lembap Cara perawatan luka episiotomi yang penting adalah selalu menjaga area bekas jahitan tetap kering dan tidak lembap. Dengan ini, proses penyembuhan bisa cepat terjadi dan terhindar dari risiko infeksi. Anda bisa membilas area kemaluan dengan air hangat setelah buang air kecil. Lalu, keringkan area bekas jahitan dengan handuk lembut secara perlahan. Hal yang sama juga perlu dilakukan sesaat setelah mandi.Namun saat menyeka area bokong, pastikan Anda menyekanya dengan lembut dari depan ke belakang.Cara ini dapat membantu mencegah bakteri di anus berpindah ke area vagina yang dapat menginfeksi luka dan jaringan di sekitarnya. 5. Duduk dengan hati-hati



20



Cara perawatan luka episiotomi berikutnya adalah duduk dengan hati-hati. Anda bisa menambahkan bantal atau ganjalan empuk saat duduk guna mengurangi tekanan pada luka. 6. Hindari pakai pelumas berbahan dasar minyak saat berhubungan seks Jika Anda menjalani episiotomi, rasa nyeri saat berhubungan seksual merupakan hal yang umum terjadi selama beberapa bulan pertama melakukannya.Jadi, Anda tak perlu terburu-buru untuk kembali melakukan hubungan seks setelah melahirkan normal.Rasa nyeri yang muncul juga dapat disebabkan oleh kondisi vagina kering. Anda bisa menggunakan pelumas berbahan dasar air untuk mengatasi rasa nyeri saat berhubungan intim.Sebaiknya, hindari menggunakan pelumas berbahan dasar minyak, seperti lotion pelembap atau petroleum jelly. Sebab, dapat berpotensi mengiritasi vagina. 2.7 Keteterisasi Kateter merupakan alat yang berfungsi untuk membantu mengosongkan kandung kemih. Pemasangan dilakukan pada pasien yang tidak dapat BAK secara normal. Pemasangan kateter dilakukan pada berbagai kondisi di antaranya adalah saat persalinan normal ataupun dengan operasi Caesar dan pada saat setelah operasi. Jenis kateter yang digunakan tentu harus disesuaikan dengan keperluannya, namun biasanya jenis kateter yang digunakan pada saat proses persalinan dan setelah persalinan dengan tujuan untuk mengeluarkan urin yang sulit adalah jenis indwelling catheter (kateter uretral/suprapubik). National Health Service memaparkan, memasang kateter adalah langkah tepat cara mengobati susah buang air kecil setelah melahirkan. Kateter terbuat dari plastik dan dipasang ke dalam uretra Ibu. Memasukkan kateter mungkin sedikit tidak nyaman, tetapi ini cara cepat menurut rekomendasi dokter, jika diperlukan. Kateter akan dipasang beberapa



21



hari tergantung dari banyaknya urin yang dikeluarkan dan kapan Moms siap untuk buang air. Namun, jika kateter urine sulit atau tidak bisa dipasang, dokter atau bidan mungkin akan melakukan tindakan pengeluaran urine melalui pungsi atau suntikan untuk menyedot urine melalui perut pasien. 2.8 Inisiasi Menyusui Dini Keunggulan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Kontak kulit bayi dengan kulit ibu segera setelah bayi lahir dalam satu jam pertama kehidupan bayi sangat penting karena : 1.



Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypotermi).



2.



Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi menjadi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi.



3.



Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan, bayi akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri baik dari kulit ibu. Bakteri baik tersebut akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi serta menyaingi bakteri jahat dari lingkungan.



4.



Bounding ( ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga, setelah itu bayi akan tidur dalam waktu yang lama.



5.



Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui ekslusif dan akan lebih lama disusui.



6.



Adanya hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di putting susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada putting ibu dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang berguna untuk : a.



Membantu rahim berkontraksi sehingga membantu pengeluaran ariari (plasenta) dan mengurangi perdarahan bagi ibu.



22



b.



Merangsang produksi hormone lain yang membuat ibu menjadi lebih rileks, lebih mencintai bayinya, meningkatkan ambang nyeri, dan perasaan bahagia.



c.



Menenangkan ibu dan bayi dan mendekatkan mereka berdua. Oleh karena itu dinamakan juga hormone “kasih sayang”.



d.



Merangsang pengaliran ASI dari payudara.



e.



Bayi mendapatkan ASI kolostrum ( ASI yang pertama kali keluar).



f.



Inisiasi Menyusu Dini berperan dalam pencapaian tujuan Millenium Developments Goals (MDGs).



Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) mutlak didapatkan setiap Bayi Baru Lahir (BBL). Angka Kematian Neonatus dan Bayi dapat ditekan dengan efektif saat bayi diberikan kesempatan untuk bersama ibunya, dengan kontak kulit melalui proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan membiarkan mereka bersama-sama minimal 1 jam. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terbukti memberikan keuntungan bagi ibu dan bayi sehingga hubungan antara ibu dan bayi dapat terjalin secara erat serta menjamin terlaksanya pemberian ASI secara Ekslusif. Kegagalan Inisiasi Menyusu Dini berpengaruh pada produksi ASI yang berakibat pada kegagalan pemberian ASI Ekslusif. Jenis persalinan memberikan keterkaitan dalam penatalaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Proses persalinan yang dilalui ibu baik secara normal maupun secara Seksio Caesar bukan sebuah hambatan seorang bayi untuk mendapatkan haknya dalam mendapatkan ASI di awal kehidupannya. Kunci keberhasilan prakek IMD tidak hanya terletak pada jenis persalinan tetapi dukungan dari bidan atau tenaga kesehatan, termasuk suami dan keluarga dalam proses IMD tersebut. Penatalaksanaan praktek Inisiasi Menyusu Dini pada semua jenis persalinan tidak berbeda dan tergantung pada sedini mungkin bayi dibiarkan mencari putting ibu. Intervensi dalam persalinan diupayakan seminimal mungkin sehingga kondisi ibu dan bayi menjadi optimal untuk keberhasilan proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD).



23



2.9 Posisi Bersalin A. Pengertian Posisi Bersalin Tak ada posisi melahirkan yang paling baik. Posisi yang dirasakan paling nyaman oleh si ibu adalah hal yang terbaik. Namun umumnya, ketika melahirkan dokter akan meminta ibu untuk berbaring atau setengah duduk. Namun



pada



saat



proses



melahirkan



berlangsung,



tidak



menutup



kemungkinan dokter akan meminta ibu mengubah posisi agar persalinan berjalan lancar. Misalnya, pada awal persalinan ibu diminta berbaring, namun karena proses kelahiran berjalan lamban maka dokter menganjurkan agar ibu mengubah posisinya menjadi miring. Berbagai studi ilmiah tentang pergerakan dan posisi persalinan pada kala I dilakukan yang membandingkan dampak berbagaiposisi tegak (upright position) dengan posisi horizontal (supine) terhadap nyeri dan kemajuan persalinan. Berdasarkan review yang dilakukan oleh Simkin & Bolding (2004) terhadap 14 studi intervensi terkait, menunjukkan bahwa: tidak ada ibu yang menyatakan bahwa posisi horizontal lebih meningkatkan kenyamanan dibandingkan posisi lainnya, berdiri lebih meningkatkan kenyamanan dibandingkan berbaring atau duduk, duduk lebih meningkatkan kenyamanan dibandingkan berbaring jika dilatasi serviks kurang dari 7 cm, posisi tegak -duduk, berdiri atau berjalan- menurunkan nyeri dan meningkatkan kepuasan ibu, dan posisi tegak tidak memperpanjang masa persalinan dan tidak menyebabkan cedera pada ibu yang sehat. Sedangkan Review sistematis terhadap sembilan studi intervensi tentang posisi ibu di kala I persalinan yang dilakukan oleh Souza et al (2006) menunjukkan bahwa mengadopsi posisi tegak atau ambulasi aman bagi ibu dan memberikan kepuasan karena adanya kebebasan untuk bergerak. Tetapi dikarenakan kurangnya bukti yang signifikan dan keterbatasan penelitianpenelitian yang ada, maka keuntungan poisisi tegak belum dapat direkomendasikan untuk memperpendek durasi persalinan dan meningkatkan kenyamanan ibu. Baik seorang primipara maupun seorang multipara



24



bergantung posisi yang lebih nyaman ibu rasakan itulah yang akan dipilih oleh ibu pada saat persalinan. Setiap ibu yang akan bersalin berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. a. Miring Posisi ini mengharuskan si ibu berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Salah satu kaki diangkat, sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi yang akrab disebut posisi lateral ini, umumnya dilakukan bila posisi kepala bayi belum tepat. Menurut Dr. Dwi Rahmiati Hasyar posisi miring ini di Indonesia terjadi sekitar < 40% Normalnya, posisi ubun-ubun bayi berada di depan jalan lahir. Posisi kepala bayi dikatakan tidak normal jika posisi ubun-ubunnya berada di belakang atau di samping. Nah, dalam kondisi tersebut biasanya dokterakan mengarahkan ibu untuk mengambil posisi miring. Ke arah mana posisi miring si ibu tergantung pada di mana letak ubun-ubun bayi. Jika berada di kiri, maka ibu dianjurkan mengambil posisi miring ke kiri sehingga bayi diharapkan bisa memutar. Demikian pula sebaliknya. Keunggulan posisi ini, peredaran darah balik ibu bisa mengalir lancar. Pengiriman oksigen dalam darah dari ibu ke janin melalui plasenta juga tidak terganggu. Alhasil karena tidak terlalu menekan, proses pembukaan akan berlangsung secara perlahan-lahan sehingga persalinan berlangsung lebih nyaman. Posisi melahirkan ini juga sangat cocok bagi ibu yang merasa pegal-pegal di punggung atau kelelahan karena mencoba posisi yang lain. Sayangnya, posisi miring menyulitkan dokter untuk membantu proses persalinan. Dalam arti, kepala bayi susah dimonitor,dipegang, maupun diarahkan. Dokter pun akan mengalami kesulitan saat melakukan tindakan episiotomi. b. Jongkok



25



Posisi ini sudah dikenal sebagai posisi bersalin yang alami. Beberapa suku di Papua dan daerah lain memiliki kebiasaan melakukan persalinan dengan cara berjongkok seperti ini. Oleh karena memanfaatkan gravitasi tubuh, ibu tidak usah terlalu kuat mengejan. Sementara bayi pun lebih cepat keluar lewat jalan lahir. Tak heran karena berbagai keunggulan tersebut, beberapa RS/RSBdi Jakarta menerapkan posisi persalinan ini untuk membantu pasiennya. Di indonesia < 10% posisi miring ini terjadi menurut Dr. Dwi Rahmiati Hasyar. Sedangkan kelemahannya, melahirkan dengan posisi jongkok amat berpeluang membuat kepala bayi cedera. Soalnya, tubuh bayi yang berada dijalan lahir bisa meluncur sedemikian cepat. Untuk menghindaricedera, biasanya ibu berjongkok di atas bantalan empuk yang berguna menahan kepala dan tubuh bayi. Bagi para dokter, posisi ini dinilai kurang menguntungkan karena menyulitkan pemantauan perkembangan pembukaan dan tindakantindakan persalinan lainnya, semisal episiotomi. c. Setengah Duduk Diakui atau tidak, posisi ini merupakan posisi yang paling umum diterapkan di berbagai RS/RSB di segenap penjuru tanah air. Pada posisi ini, pasien duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka ke arah samping. Posisi ini cukup membuat ibu nyaman. Kelebihannya, sumbu jalan lahir yang perlu ditempuh janin untuk bisa keluar jadi lebih pendek. Suplai oksigen dari ibu ke janin pun berlangsung optimal. Dari hasil penelitian menurut Dr. Dwi Rahmiati Hasyar terdapat >50% kejadian pada posisi setengah duduk Kendati begitu, posisi persalinan ini bisa memunculkan kelelahan dan keluhan punggung pegal. Apalagi jika proses persalinan tersebut berlangsung lama. B. Kelebihan dan Kekurangan Posisi-posisi Bersalin a). Posisi Bersalin atau Litotomi



26



Ibu terlentang di tempat tidur bersalin dengan menggantung kedua pahanya pada penopang kursi khusus untuk bersalin. Kelebihan: Dokter bisa lebih leluasa membantu proses persalinan. Jalan lahir pun menghadap ke depan, sehingga dokter dapat lebih mudah mengukur perkembangan pembukaan dan waktu persalinan pun bisa diprediksi secara lebih akurat. Kepala bayi lebih mudah dipegang dan diarahkan. Sehingga apabila terjadi perubahan posisi kepala bayi, maka dokter langsung bisa mengarahkan pada posisi yang seharusnya. Kelemahan: Posisi berbaring membuat ibu sulit untuk mengejan. Hal ini karena gaya berat tubuh ibu yang berada di bawah dan sejajar dengan posisi bayi. Posisi ini pun diduga bisa mengakibatkan perineum (daerah di antara anus dan vagina) meregang sedemikian rupa sehingga menyulitkan persalinan. Pengiriman oksigen melalui darah yang mengalir dari si ibu ke janin melalui plasenta pun jadi relatif berkurang. Hal ini karena letak pembuluh besar berada di bawah posisi bayi dan tertekan oleh massa/berat badan bayi. Apalagi jika letak ari-ari juga berada di bawah si bayi. Akibatnya, tekanan pada pembuluh darah bisa meninggi dan menimbulkan perlambatan peredaran darah balik ibu. b). Posisi Miring atau Lateral Ibu berbaring miring ke kiri atau ke kanan dengan salah satu kaki diangkat, sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi ini umumnya dilakukan bila posisi kepala bayi belum tepat. Kelebihan: Selain peredaran darah balikibu bisa mengalir lancar, pengiriman oksigen dalam darah dari ibu ke janin melalui plasenta juga tidak terganggu. Sehingga proses pembukaan akan berlangsung secara perlahan-lahan sehingga persalinan berlangsung lebih nyaman. Kelemahan: Posisi miring ini menyulitkan dokter untuk membantu proses persalinan karena letal kepala bayi susah dimonitor, dipegang, maupun



27



diarahkan. Dokter pun akan mengalami kesulitan saat melakukan tindakan episiotomi c). Posisi Jongkok Biasanya ibu berjongkok di atas bantalan empuk yang berguna menahan kepala dan tubuh bayi. Kelebihan:



Merupakan



posisi



melahirkan



yang



alami



karena



memanfaatkan gaya gravitasi bumi, sehingga ibu tidak usah terlalu kuat mengejan. Kekurangan: Selain berpeluang membuat cedera kepala bayi, posisi ini dinilai



kurang



menguntungkan



karena



menyulitkan



pemantauan



perkembangan pembukaan dan tindakan-tindakan persalinan lainnya, semisal episiotomi. d. Posisi Setengah Duduk Pada posisi ini, ibu duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka ke arah samping. Posisi ini cukup membuat ibu nyaman. Kelebihannya: Sumbu jalan lahir yang perlu ditempuh janin untuk bisa keluar jadi lebih pendek. Suplai oksigen dari ibu ke janin pun juga dapat berlangsung secara maksimal. Kelemahan: Posisi dapat menimbulkan rasa lelah dan keluhan punggung pegal. Apalagi jika proses persalinan tersebut berlangsung lama. 3.0 Mobilisasi Dini A. Pengertian Mobilisasi Dini Mobilisasi dini setelah operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan setelah operasi dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur sampai dengan bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2002)



28



B. Tujuan Mobilisasi Dini Menurut Susan J. Garrison (2004), antara lain : 1.



Mempertahankan fungsi tubuh



2.



Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka



3.



Membantu pernafasan menjadi lebih baik



4.



Mempertahankan tonus otot



5.



Memperlancar eliminasi urin



6.



Mengembalikan aktivitas tertantu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian



7.



memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau berkomunikasi



C. Faktor yang Mempengaruhi 1.



Gaya hidup



2.



Proses penyakit



3.



Kebudayaan



4.



Usia



5.



Tingkat Energi pasien



D. Tahapan dan Manfaat Mobilisasi Dini Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pesien bisa melakukan latihan pernafasan dan batuk efektif kemudian miring kanan miring kiri sudah dapat dimulai. Pada hari ke 2, pasien didudukan selama 5 menit, disuruh latihan pernafasan dan batuk efektif guna melonggarkan pernafasan. Pada hari ke 3-5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri



29



kemudian berjalan disekitar kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri. Manfaat mobilisasi dini diantaranya : 1.



Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation, dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.



2.



Faal usus dan kandung kencing lebih baik, dengan bergerak akan merangsang peristaltic usus kembali normal. Aktivitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.



3.



Mempercepat pemulihan misal konstraksi uterus post secarea, dengan demikian pasien akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat.



4.



Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.



30



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Ilmu kebidanan adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal dengan penarapan Evidance Based .Evidence Base dapat diartikan sebagai “Evidence : Bukti, fakta, sedangkan Base : Dasar. Jadi evidence base adalah: praktik berdasarkan bukti. Jadi pengertian Evidence BaseMidwifery dapat disimpulkan sebagai asuhan kebidanan berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis. Evidenced Based Midwifery (EBM) ini sangat penting peranannya pada dunia kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat mencegah tindaka-tindakan yang tidak diperlukan atau tidak bermanfaat bahkan merugikan bagi pasien, terutama pada proses persalinan yang diharapkan berjalan dengan lancar dan ama pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan



asuhan



kebidanan



sehingga



mampu



memberikan



pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. 3.2 Saran Diharapkan dengan akan adanya peningkatan jumlah bidan di indonesia, Bidan sebagai tenaga medis bisa terlatih ditempatkan ditengah masyarakat yang seyogyanya bertindak konservatif artinya tidak terlalu banyak intervensi. selain itu diharapkan bidan mengikuti perkembangan yang ada, sehingga bidan dapat memberikan asuhan sesuai dengan perkembangan yang ada dan bidan dapat melakukan asuhan sayang ibu saat persalinan sesuai dengan evidence based midwifery.



31



DAFTAR PUSTAKA



Hasnerita. (2018). POSISI-POSISI DALAM PERSALINAN. (Ilmu, Health Science,



Pediatri)



Akses



:



https://nanopdf.com/download/posisi-posisi-dalam-



persalinan-hasnerita-ssitmkes_pdf



Djami, M. E., & Tjandra, O. (2015). Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Perineum Dalam Persalinan. Fahriani, R., Rohsiswatmo, R., & Hendarto, A. (2016). Faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD). Sari Pediatri, 15(6), 394-402. Murti, N. N. (2017). HUBUNGAN INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DENGAN LAKTASI PADA IBU POST PARTUM NORMAL DI RUMAH SAKIT KHUSUS BERSALIN BALIKPAPAN TAHUN 2016. MMJ (Mahakam Midwifery Journal), 2(1), 33-45. Cahyani, Betri, dkk. 2016. "Kajian Evidence Based Membatasi Gerak Pada Persalinan", Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yulizawati, dkk. 2019. "Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Persalinan", (Kebonagung, Sukodono, Sidoarjo: Indomedia Pustaka). Budi, R.A. 2010 Makalah Lavement.STIK YRSI: surabaya RSUD



Pariaman.



(2017).



Mobilisasi



Dini.



Dapat



di



akses



:



http://rsudpariaman.sumbarprov.go.id/read-post/MOBILISASI-DINI.html Farrer, Helen. (2001). Perawatan Maternitas. (halaman 132). Akses : https://books.google.co.id/books? id=8svztyjUXN8C&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&ca d=0#v=onepage&q&f=false



32



33