Evidence Based Persalinan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EVIDENCE BASED DALAM ASUHAN PERSALINAN Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir Dosen Pengampu : Yulia Ulfah Fatimah, SST., M.Keb



Disusun oleh :



Kelompok 6



Cindy Sobar Yulianti



P17324118027



Gisna Rahmawati



P17324118061



Ica Siti Hafifah



P17324118006



Muthia Sani N



P17324118013



Tingkat – 2B



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN BANDUNG 2019



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang karena rahmat serta karunianya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Kami juga berterimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir serta seluruh pihak terkait yang telah turut membantu kami, sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kami menyadari bahwa pada penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu kami memohon kritik dan saran yang membangun guna pembuatan makalah kedepannya. Semoga makalah ini dapat memberikan inspirasi pada pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.



Bandung, Agustus 2019



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii BAB I ............................................................................................................................................ 1 PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1 1.1



Latar Belakang .............................................................................................................. 1



1.2



Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1



1.3



Tujuan ........................................................................................................................... 1



1.4



Manfaat ......................................................................................................................... 1



BAB II ........................................................................................................................................... 2 TINJAUAN TEORI ...................................................................................................................... 2 2.1



Evidence Based Midwifery (EBM) ............................................................................... 2



2.2 Evidence Based Pada Persalinan ....................................................................................... 3 A. Evidance Based Ibu Bersalin Kala I .................................................................................... 3 B. Evidance Based Ibu Bersalin Kala II .................................................................................... 7 C. Evidence Based Ibu Bersalin Kala III dan kala IV ............................................................ 20 BAB III........................................................................................................................................ 26 PENUTUP ................................................................................................................................... 26 3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 26 3.2



Saran.............................................................................................................................. 26



DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 27



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan suatu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia, di lingkungan ASEAN, merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan segara untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Dengan perkiraan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar 5.000.000 . Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.



1.2



Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Evidence Based Kebidanan? 2. Apa saja Evidence based pada asuhan persalinan terkini?



1.3



Tujuan 1. Untuk mengetahui informasi tentang Evidence Based kebidanan 2. Untuk mengetahui informasi Evidence based pada asuhan persalinan terkini



1.4



Manfaat 1. Untuk meningkatkan pengetahuan pada mahasiswa tentang evidence based kebidanan



1



2. Untuk meningkatkan pengetahuan pada mahasiswa tentang evidence based pada asuhan persalinan terkini



BAB II TINJAUAN TEORI



2.1 Evidence Based Midwifery (EBM) EBM didirikan oleh Royal college of Midwives (RCM) dalam rangka untuk membantu mengembangkan kuat profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan tubuh bidan berorientasi akademis. RCM Bidan Jurnal telah dipublikasikan dalam satu bentuk sejak 1887 dan telah lama berisi bukti yang telah menyumbang untuk kebidanan pengetahuan dan praktek. Pada awal abad ini, peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian, dan dalam membuka kedua atas dan mengeksploitasi baru kesempatan untuk kemajuan akademik. Sebuah kebutuhan yang berkembang diakui untuk platform untuk yang paling ketat dilakukan dan melaporkan penelitian. Ada juga keinginan untuk ini ditulis oleh dan untuk bidan. EBM secara resmi diluncurkan sebagai sebuah jurnal mandiri untuk penelitian murni bukti pada konferensi tahunan di RCM Harrogate, Inggris pada tahun 2003. Itu dirancang 'untuk membantu bidan dalam mendorong maju yang terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan utama meningkatkan perawatan untuk ibu dan bayi. EBM mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus berkontribusi pada praktek dan profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta sebagai penelitian kuantitatif, analisis filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka terstruktur, tinjauan sistematis, kohort studi, terstruktur, logis dan transparan, sehingga bidan benar dapat menilai arti dan implikasi untuk praktek, pendidikan dan penelitian lebih lanjut. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin,10) Sedangkan persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian



2



selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu lengkap. Setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat. Di dalam asuhan Persalinan terdapat 5 (lima) aspek disebut juga sebagai 5 (lima) benang merah yang perlu mendapatkan perhatian, ke 5 aspek tersebut yaitu: 1. Aspek Pemecahan Masalah yang diperlukan untuk menentukan Pengambilan Keputusan Klinik (Clinical Decision Making). 2. Aspek Sayang Ibu yang Berarti sayang Bayi 3. Aspek Pencegahan Infeksi 4. Aspek Pencatatan (Dokumentasi) 5. Aspek Rujukan 2.2 Evidence Based Pada Persalinan A. Evidance Based Ibu Bersalin Kala I 1. Memberikan asuhan sayang ibu: Persalinan adalah saat yang menegangkan dan menggugah emosi ibu dan keluarganya, malahan dapat pula menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu. Untuk meringankan kondisi tersebut, pastikan bahwa setiap ibu akan mendapatkan asuhan sayang ibu selama persalinan dan kelahiran. Kaji prinsip-prinsip umum asuhan sayang ibu yang dijelaskan secara khusus : a. Sapa ibu dengan ramah dan sopan, bersikap dan bertindak dengan tenang dan berikan dukungan penuh selama persalinan dan kelahiran bayi b. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh ibu atau anggota keluarganya. c. Anjurkan suami dan anggota keluarga ibu untuk hadir dan memberikan dukungannya. d. Waspadai tanda penyulit selama persalinan dan lakukan tindakan yang sesuai jika diperlukan. e. Siap dengan rencana rujukan. Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk :



3



a. Memberikan dukungan emosional. b. Membantu pengaturan posisi. c. Memberikan cairan dan nutrisi. d. Keleluasaan untuk ke kamar mandi secara teratur. e. Pencegahan infeksi.



2. Dukungan emosional Dukung dan anjurkan suami dan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu Selama persalinan dan kelahiran. Anjurkan mereka untuk berperan aktif dalam mendukung dan mengenali langkah-langkah yang mungkin akan sangat membantu kenyamanan ibu. Hargai keinginan ibu untuk didampingi oleh teman atau saudara. Bekerjasama dengan anggota keluarga untuk : a. Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan pujian kepada ibu. b. Membantu ibu bernapas pada saat kontraksi. c. Memijat punggung, kaki atau kepala ibu dan tindakan-tindakan bermanfaat lainnya. d. Menyeka muka ibu dengan lembut, menggunakan kain yang dibasahi air hangat atau dingin. e. Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman. 3. Mengatur posisi Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan kelahiran. Anjurkan pula suami dan pendamping laihnya untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu boleh berjalan. berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring atau rnerangkak. Posisi tegak seperti berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan seringkali mempersingkat waktu persalinan. Bantu ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan. Jangan membuat ibu dalam posisi telentang, beritahukan agar ia tidak mengambil posisi tersebut.



4



Alasan: Jika ibu berbaring telentang, berat uterus dan isinya ‘janin, cairan ketuban, plasenta, dll) akan menekan vena cava inferior. Hal ini menyebabkan turunnya aliran darah dan sirkulasi ibu ke plasenta. Kondisi seperti ini, akan menyebabkan hipoksia/ kekurangan oksigen pada janin. Posisi telentang juga akan memperlambat kemajuan persalinan . 4. Pemberian cairan dan nutrisi Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan rninum air) selama persalinan dan kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten persalinan, tapi setelah memasuki fase aktif, mereka hanya menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota keluarga menawarkan ibu minum sesering mungkin dan makanan ringan selarna persalinan. Alasan:Makanan ringan dan cairan yang cukup selaina persalinan akan niemberikan le bih banyak energi dan rnencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa meinperlambat kontraksi dan/atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif 5. Kamar mandi Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara rutin selama persalinan. Ibu harus berkemih paling sedikit setiap 2 jam, atau lebih sering jika terasa ingin berkemih atau jika kandung kemih dirasakan penuh. Periksa kandung kemih pada saat akan memeriksa denyut jantung janin (lihat/palpasi tepat di atas simfisis pubis untuk mengetahui apakah kandung kemih penuh). Anjurkan dan antarkan ibu untuk berkeniih di kamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke kamar mandi, berikan wadah penampung urin. Alasan: Kandung kernih yang penuh akan : 1. Memperlambat turunnya bagian terbawah janin dan mungkin menyebabkan partus macet. 2. Menyebabkan ibu tidak nyanlan. 3. Meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan yang disebabkan atonia uteri. 4. Mengganggu penatalaksanaan distosia bahu. 5. Meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pascapersalinan.



5



Selama persalinan berlangsung, tidak dianjurkan untuk melakukan kateterisasi kandung kemih secara rutin. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan jika kandung kemih penuh dan ibu tidak dapat berkemih sendiri. Alasan: Kateterisasi menimbulkan rasa sakit, meningkatkan risiko infeksi dan perlukan saluran kemih ibu. Anjurkan ibu untuk buang air besar jika perlu. Jika ibu merasa ingin buang air besar saat persalinan aktif, lakukan periksa dalam untuk memastikan bahwa apa yang dirasakan ibu bukan disebabkan oleh tekanan kepala bayi pada rektum. Jika ibu belum siap melahirkan, perbolehkan ibu untuk ke kamar mandi Jangan melakukan klisma secara rutin selama persalinan. Klisma tidak akan memperpendek waktu persalinan, menurunkan angka infeksi bayi baru lahir atau infeksi luka pas capersalinan, malahan akan meningkatkan jumlah tinja yang keluar selama kala dua persalinan. 6. Pencegahan infeksi Menjaga lingkungan yang bersih merupakan hal penting dalam mewujudkan kelahiran yang bersih dan aman bagi ibu dan bayinya. Hal ini tergolong dalam unsur esensial asuhan sayang ibu. Kepatuhan dalam menjalankan praktek-praktek pencegahan infeksi yang baik juga akan melindungi penolong persalinan dan keluarga ibu dan infeksi. Ikuti praktekpraktek pencegahan infeksi yang sudah ditetapkan, ketika mempersiapkan persalinan dan kelahiran. Anjurkan ibu untuk mandi pada awal persalinan dan pastikan bahwa ibu memakai pakaian yang bersih. Mencuci tangan sesering mungkin. menggunakan peralatan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan sarung tangan pada saat diperlukan. Anjurkan anggota keluarga untuk mencuci tangan mereka sebelum dan setelah melakukan kontak dengan ibu dan/atau bayi baru lahir. Alasan: Pencegalian infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan keterampilan dalam melaksanakan prosedur pencegahan infeksi yang baik, akan melindungi penolong persalinan terhadap risiko infeksi.



6



B. Evidance Based Ibu Bersalin Kala II Pada proses persalinan kala II ini ternyata ada beberapa hal yang dahulunya kita lakukan ternyata setelah di lakukan penelitian ternyata tidak bermanfaat atau bahkan dapat merugikan pasien. Adapun hal – hal yang tidak bermanfaat pada kala II persalinan berdasarkan EBM adalah : 1. Asuhan sayang ibu Sebelum EBM : Ibu bersalin dilarang untuk makan dan minum bahkan untuk mebersihkan dirinya Setelah EBM : Ibu bebas melakukan aktifitas apapun yang mereka sukai. Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Sehingga saat penting sekali diperhatikan pada saat seorang ibuakan



bersalin. Adapun asuhan sayang ibu



berdasarkan EBM yang dapat meningkatkan tingkat kenyamanan seorang ibu bersalin antara lain :Ibu tetap di perbolehkan makan dan minum karenan berdasarkan EBM diperoleh kesimpulan bahwa : a. Pada saat bersalin ibu mebutuhkan energy yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi dalam proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi dan ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin. b. Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan untuk melarang makan dan minum. c. Efek mengurangi/mencegah makan dan minum mengakibatkan pembentukkan glukosa intravena yang telah dibuktikan dapat berakibat negative terhadap janin dan bayi baru lahir oleh karena itu ibu bersalin tetap boleh makan dan minum. d. 2. Pengaturan posisi persalinan Sebelum EBM: Ibu hanya boleh bersalin dengan posisi telentang Setalah EBM : Ibu bebas untuk memilih posisi yang mereka inginkan Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di anjurkan untuk mulai mengatur posisi telentang / litotomi. Tetapi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata posisi telentang ini tidak boleh dilakukan lagi secara rutin pada proses persalinan, hal ini dikarenankan :



7



a. Bahwa posisi telentang pada proses persalinan dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah ibu ke janin. b. Posisi telentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin , selain itu posisi telentang juga mengalami konntraksi lebih nyeri, lebih lama, trauma perineum yang lebih besar. c. Posisi telentang/litotomi



juga dapat menyebabkan kesulitan penurunan



bagian bawah janin. d. Posisi telentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan menekan aorta, vena kafa inferior serta pembluh-pembuluh lain dalam vena tersebut. Hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah ke anoreksia janin. e. Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki dan di punggung dan aka nada rasa sakit yang lebih banyak di daerah punggung pada masa post partum (nifas). Adapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain posisi setengah duduk, berbaring miring, berlutut dan merangkak. Karenan posisi ini mempunyai kelebihan sebagai berikut : a. Posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tak nyaman dan nyeri. b. Posisi tegak dapat membantu proses persalinan kala II yang lebih seingkat. c. Posisi tegak membuat ibu lebih mudah mengeran, peluang lahir spontan lebih besar, dan robekan perineal dan vagina lebih sedikit. d. Pada posisi jongkok berdasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan terjadinya peregangan bagian bawah simfisis pubis akibat berat badan sehingga mengakibatkan 28% terjadinya perluasan pintu panggul. e. Posisi tegak dalam persalinan memiliki hasil persalinan yang lebih baik dan bayi baru lahir memiliki nilai apgar yang lebih baik. f. Posisi berlutut dapat mengurangi rasa sakit, dan membantu bayi dalam mengadakan posisi rotasi yang diharapkan (ubun-ubun kecil depan) dan juga mengurangi keluhan haemoroid. g. Posisi jongkok atau berdiri memudahkan dalam pengosongan kandung kemih. Karena kandung kemih yang penuh akan memperlambat proses penurunan bagian bawah janin.



8



h. Posisi berjalan, berdiri dan bersandar efektif dalam membantu stimulasi kontraksi uterus serta dapat memanfatkan gaya gravitasi. Oleh karena itu sebaiknya sebelum bidan hendak menolong persalinan sebaiknya melakukan hal – hal sebagai berikut a. Menjelaskan kepada ibu bersalin dan pendamping tentang kekurangan dan kelebihan berbagai posisi pada saat persalinan. b. Memberikan kesempatan pada ibu memilih sendiri posisi yang dirasakan nyaman. c. Mebicarakan tentang posisi-posisi pada ibu semasa kunjungan kehamilan. d. Memperagakan tekhnik dan metode berbagai posisi kepada ibu sebelum memasuki kala II. e. Mendukung ibu tentang posisi yang dipilihnya. f. Mengajak semua petugas untuk meninggalkan posisi litotomi. g. Menyediakan meja bersalin/tempat tidur yang memberi kebebasan menggunakan berbagai posisi dan mudah dibersihkan. 3. Pendamping Persalinan Sebelum EBM : Ibu tidak boleh didampingi Sesudah EBM : Ibu boleh didampingi Suami atau keluarga Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Dimana dengan asuhan sayang ibu ini kita dapat membantu ibu merasakan kenyamanan dan keamanan dalam menghadapi proses persalinan. Salah satu hal yang dapat membentu proses kelancaran persalinan adalah hadirnya seorang pendamping saat proses persalinan ini berlangsung. Karena berdasarkan penelitian keuntungan hadirnya seorang pendamping pada proses persalinan adalah : a. Pendamping persalinan dapat meberikan dukungan baik secara emosional maupun pisik kepada ibu selama proses persalinan. b. Kehadiran suami juga merupakan dukungan moral karena pada saat ini ibu sedang mengalami stress yang sangat berat tapi dengan kehadiran suami ibu dapat merasa sedikit rileks karena merasa ia tidak perlu menghadapi ini semua seorang diri.



9



c. Pendamping persalinan juga dapat ikut terlibat langsung dalam memberikan asuhan misalnya ikut membantu ibu dalam mengubah posisi sesuai dengan tingkat kenyamanannya masing – masing, membantu memberikan makan dan minum. d. Pendamping persalinan juga dapat menjadi sumber pemberi semangat dan dorongan kepada ibu selama proses persalinan sampai dengan kelahiran bayi. e. Dengan adanya pendamping persalinan ibu merasa lebih aman dan nyaman karena merasa lebih diperhatikan oleh orang yang mereka sayangi. f. Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik. 4. Menahan nafas saat mengeran Sebelum EBM : Ibu harus menahan nafas pada saat mengeran Sesudah EBM : Ibu boleh bernafas seperti biasa pada saat mengeran Pada saat proses persalinan sedang berlangsung bidan sering sekali menganjurkan pasien untuk menahan nafas pada saat akan mengeran dengan alasan agar tenaga ibu untuk mengeluarkan bayi lebih besar sehingga proses pengeluaran bayi pun enjadi lebih cepat. Padahal berdasarkan penelitian tindakan untuk menahan nafas pada saat mengeran ini tidak dianjurkan karena : a. Menafas nafas pada saat mengeran tidak menyebabkan kala II menjadi singkat. b. Ibu yang mengeran dengan menahan nafas cenderung mengeran hanya sebentar. c. Selain itu membiarkan ibu bersalin bernafas dan mengeran pada saat ibu merasakan dorongan akan lebih baik dan lebih singkat. 5. Tindakan epsiotomi Sebelum EBM : Bidan rutin melakukan episiotomy pada persalinan Sesudah EBM : Hanya dilakukan pada saat tertentu saja



10



Tindakan episiotomi pada proses persalinan sangat rutin dilakukan terutama pada primigravida. Padahal berdasarkan penelitian tindakan rutin ini tidak boleh dilakukan secara rutin pada proses persalinan karena : a. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan karena episiotomy yang dilakukan terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan perineum akan mengakibatkan perdarahan yang banyak bagi ibu. Ini merupakan “perdarahan yang tidak perlu”. b. Episiotomi dapat enjadi pemacu terjadinya infeksi pada ibu. Karena luka episiotomi dapat enjadi pemicu terjadinya infeksi, apalagi jika status gizi dan kesehatan ibu kurang baik. c. Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada ibu. d. Episiotomi dapat menyebabkan laserasi vagina yang dapat meluas menjadi derajat tiga dan empat. e. Luka episiotomi membutuhkan waktu sembuh yang lebih lama. Karena hal – hal di atas maka tindakan episiotomy tidak diperbolehkan lagi. Tapi ada juga indikasi yang memperbolehkan tindakan epsiotomi pada saat persalinan. Antara lain indikasinya adalah : a. Bayi berukuran besar Jika berat janin diperkirakan mencapai 4Kg, maka hal ini dapat menjadi indikasi dilakukannya episiotomy. Tapi asalkan pinggul ibu luas karena jika tidak maka sebaiknya ibu dianjurkan untuk melakukan SC saja untuk enghindari factor resiko yang lainnya. b. Perineum sangat kaku Tidak semua persalinan anak pertama dibarengi dengan perineum yang kaku. Tetapi bila perineum sangat kaku dan proses persalinan berlangsung lama dan sulit maka perlu dilakukan episiotomi. c. Perineum pendek Jarak perineum yang sempit boleh menjadi pertimbangan untuk dilakukan episiotomi, Apalagi jika diperkirakan bayinya besar. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya cedera pada anus akibat robekan yang melebar ke bawah. d. Persalinan dengan alat bantu atau sungsang



11



Episiotomi boleh dilakukan jika persalinan menggunakan alat bantu seperti forcep dan vakum. Hal ini bertujuan untuk membantu mempermudah melakukan tindakan. Jalan lahir semakin lebar sehingga memperkecil resiko terjadinya cideraakibat penggunaan alat bantu tersebut. Begitu pula pada persalinan sungsang.



6. Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) Sebelum EBM : tahun 1916, Cragin berkata : sekali SC akan selalu SC Setelah EBM : tahun 1988, kelahiran Sc meningkat menjadi 25% dari kurang 5% pada tahun 1970 diakibatkan majunya teknik operasi dan anstesi, sedangkan VBAC hanya 3%. Banyak peneliti melaporkan keamanan VBAC percobaan persalinan setelah Sc (Trials of Labor After Cesareans). Semenjak itulah kepercayaan diri mulai tumbuh karena banyaknya bukti yang dikumpulkan dengan hasil yang baik. Keberhasilan VBAC bervariasi dari 50% sampai 80% dan tergantung pada pengetahuan serta sikap dari penyedia dan pengguna layanan kesehatan. Kriteria dapat dilakukan VBAC : a. Satu atau dua riwayat kelahiran SC dengan irisan transversal rendah (bikini cut) b. Pelvis adekuat secara klinis c. Tidak ada jaringan parut uterus yang lain atau riwayat ruptur uteri d. terdapat dokter yang mengawasi selama fase aktif dan kesiapan SC emergensi serta adanya ahli anastesi Keuntungan VBAC : a. Mencegah kematian ibu (resiko 2-4 kali dengan SC) b. Mencegah infeksi c. Mencegah kehilangan darah d. Mencegah trauma saluran kemih (3x) e. Lebih murah f.



Lama tinggal dirumah sakit lebih singkat



g. Kurang nyeri setelah persalinan



12



h. Terhindar dari masalah emosional : sebagai wanita tidak mampu melahirkan bayi secara alami i.



Ibu dapat langsung menyusui bayinya.



Kontra Indikasi VBAC : a. Pasien dengan resiko tinggi ruptur uteri b. Irisan Klasik, T terbalik atau operasi transfundal yang lain c. Histerotomi sebelumnya d. Miomektomi sebelumnya e. Plasenta previa, letak lintang atau kontra indikasi persalinan yang lain f.



Tidak mampu melaksanakan Sc emergensi



7. Pemasangan Balon Kateter pada Perdarahan Post Partum (Post Partum Hemorage) Perdarahan Post Partum, dapat ditangani menjadi dua bagian, yaitu suportif dengan perbaikan keadaan umum, penambahan cairan, darah serta komponen-komponennya. Yang kedua adalah penanganan kausatif, yaitu melakukan identifikasi penyebab perdarahan dan usaha untuk menghentikannya. Ada beberapa cara untuk menghentikan perdarahan yaitu, pertama: pemberian uterotonika dengan oksitosin, metil ergometrin atau prostaglandin. Kedua: hemostasis secara mekanis dengan manual atau digital plasenta, kuret sisa plasenta, kompresi manual ataupun packing. Ketiga: dengan cara pembedahan, yaitu penjahitan laserasi, ligasi pembuluh darah ataupun dilakukan histerektomi. Perdarahan postpartum / Postpartum Hemorrhage ( PPH ) terjadi karena adanya perdarahan yang banyak yang pada umumnya berasal dari tempat implantasi plasenta atau adanya laserasi jalan lahir. Penyebab PPH terbanyak adalah atonia uteri, kelainan imlantasi plasenta dan laserasi jalan lahir. Pada PPH yang penting adalah menentukan etiologinya dan memberikan penanganan yang sesuai. PPH dapat terjadi langsung yang disebut PPH primer / dini dan dapat pula terjadi setelah 24 jam kemudian yang disebut PPH sekunder / lambat. Definisi PPH tergantung dari jenis persalinan yang terjadi. Pada persalinan pervaginam, PPH didefinisikan sebagai terjadinya perdarahan > 500 cc, sedangkan pada



13



seksio sesarea sebanyak 1000 cc. PPH seringkali tidak dilaporkan, karena penilaian jumlah perdarahan cenderung under-estimated, terutama bila keadaan ibu pasca salin dalam keadaan baik. Karena sukar untuk menilai berapa banyak insidens PPH yang sebenarnya, American College of Obstetricians and Gynecologist yaitu menetapkan kriteria penurunan > 10% dari kadar hematokrit sebelum dan sesudah persalinan. secara garis besar PPH mengenai 4 – 6% dari seluruh persalinan. Tujuan utama penanganan PPH adalah (1) mengembalikan volume darah dan mempertahankan oksigenasi (2) menghentikan perdarahan dengan menangani penyebab PPH. Idealnya stabilisasi dilakukan lebih dulu sebelum tindakan definitif dikerjakan, tetapi hal ini kadang-kadang tidak mungkin dikerjakan sendiri-sendiri melainkan seringkali dikerjakan perbaikan keadaan umum ( resusitasi ) sambil dilakukan tindakan untuk menghentikan perdarahan tersebut.



8. Manajemen nyeri Nyeri bersalin dapat mempengaruhi ketegangan emosi akibat rasa cemas sampai rasa takut. Ketidaknyaman yang dialami oleh seorang ibu akan bertambah ketika rasa takut dan cemas juga ada. Pengalaman nyeri persalinan pada ibu primipara dirasakan sebagai nyeri yang tidak dapat. Perasaan takut tersebut akan semakin kembali memperberat persepsi nyeri selama persalinan. Rasa nyeri yang dialami dapat dipersepsikan berbeda oleh setiap ibu. Sekitar 85%-95% wanita melahirkan melaporkan rasa nyeri yang hebat selama kala II persalinan akibat dilatasi servik dan penurunan presentasi. Beberapa ibu primipara berpendapat bahwa pengalaman nyeri dalam persalinan merupakan kodrat alam sebagai manusia. Nyeri selama persalinan secara fisiologis disebabkan oleh dua hal, pada tahap pertama nyeri disebabkan oleh adanya dilatasi dan pendataran servik, serta adanya iskemia rahim. Nyeri tahap pertama ditransmisikan melalui segmen saraf spinalis T11-12 dan saraf-saraf asesoris torakal bawah serta saraf simpatik



14



lumbal atas, saraf-saraf ini berasal dari korpus uteri dan servik. Nyeri yang timbul pada tahap dua disebabkan oleh adanya peregangan jaringan perineum, traksi pada peritoneum dan dorongan utero-servikal pada saat kontraksi, dan adanya kekuatan ekspulsi atau tekanan dari kandung kemih dan rektum. Impuls nyeri melalui sakrum 1-4 dan sistem parasimpatik dari jaringan perineal. Tingkat nyeri saat bersalin amat subyektif pada setiap ibu. Tingkat nyeri yang dialami tergantung pada harapan ibu dan persiapan menghadapi persalinan, lama persalinan, posisi bayi dan dukungan dari orang di sekitar ibu. Tingkat nyeri tidak hanya tergantung dari intensitas his, tetapi tergantung pula pada kondisi mental ibu, sehingga respon terhadap nyeri yang ditimbulkan dapat secara fisik maupun secara psikis. Nyeri persalinan dapat menyebabkan perubahan pada tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan warna kulit ibu. Perubahan ini merupakan perubahan fisiologis akibat respon terhadap nyeri yang pada akhirnya perubahan tersebut akan menimbulkan peningkatan curah jantung, peningkatan tekanan darah, peningkatan produksi asam laktat yang diikuti dengan asidosis dan pengeluaran katekolamin. Selain itu, nyeri dalam persalinan juga menyebabkan respon psikologis pada ibu berupa rasa cemas dan gelisah yang semakin mengganggu respon fisiologis pada organ-organ kardiovaskuler, pernafasan maupun neuroendokrin. Selanjutnya perubahan tersebut akan mengakibatkan penurunan kontraksi uterus sehingga proses persalinan menjadi lebih lama. Faktor nyeri persalinan merupakan stresor psikologis yang memicu terjadinya refleks otonom, yang berakibat berkurangnya sirkulasi uteroplasenta. Masalah psikologis menjadi salah satu akibat dari sumber kekhawatiran ibu. Sumber kekhawatiran ibu adalah bagaimana menganggulangi rasa nyeri dan melahirkan bayi yang sehat. Rasa nyeri dalam proses persalinan saat ini masih kurang mendapatkan perhatian tenaga kesehatan sebagai masalah utama. Sebuah studi fenomenologi tentang pengalaman penolong persalinan terhadap nyeri persalinan pada 2 orang dokter kandungan dan 2 orang bidan membuktikan hal tersebut. Nyeri persalinan dianggap sebagai keluhan utama ibu dalam masa



15



persalinan namun bukanlah dianggap suatu masalah yang memerlukan perhatian tinggi. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode nonfarmakologi dalam manajemen nyeri. Metode ini sangat sesuai bagi perawat dari aspek legal etik kewenangan perawat dan dapat menjadi metoda alternatif yang dipilih oleh banyak ibu. Metode ini pada umumnya didasari oleh konsep teori Gate Control bahwa distraksi dapat efektif dalam mencegah otak untuk memproses sensasi nyeri ke dalam korteks. Metode nonfarmakologi dalam mengatasi nyeri meliputi berbagai macam tekhnik yang ditunjukkan tidak hanya pada sensasi fisik dari nyeri tetapi juga untuk mencegah kecemasan dengan meningkatkan komponen psiko-emosional dan spiritual. Metode nonfarmakologik untuk menurunkan nyeri tidak berpotensi menimbulkan efek bahaya bagi ibu dan bayi. Beberapa manfaat tekhnik nonfarmakologis selain menurunkan nyeri persalinan juga mempunyai sifat noninvasif, sederhana, efektif, dan tanpa efek yang membahayakan. Metode farmakologis dalam persalinan umumnya ditemukan di lapangan lebih efektif dalam penurunan nyeri daripada metode nonfarmakologis, meskipun demikian metoda tersebut tetap lebih mahal dan juga menimbulkan efek bahaya. Metode nonfarmakologis selain lebih murah, aman, tanpa efek samping juga tidak membutuhkan waktu dan tenaga khusus seperti pada manajemen farmakologis. Beberapa metode nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri saat persalinan antara lain: kompres hangat dan dingin, hidroterapi jet, akupunktur, akupressur, effllurage dan tekanan pada sakrum, stimulasi syaraf, TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation), hipnosis, yoga, biofeedback, relaksasi dengan bantuan imajiner, musik, visualisasi, mandi dan berendam di air hangat, suasana tenang dengan cahaya redup dan aromaterapi. a. Hypnobirhting Hypnobirhting merupakan salah satu terapi kolaboratif modulasi psikologis selain relaksasi, guided imagery dan psikoprofilaksis dalam mengatasi nyeri persalinan dengan melibatkan relaksasi yang mendalam,



16



pola pernapasan lambat, dan petunjuk cara melepaskan endorphin (relaksan alami tubuh) dari dalam tubuh. b. Birthing Ball dan Pelvic Rocking Dalam proses persalinan (kala I) kita bisa menggunakan bola dalam berbagai posisi, misalnya : duduk diatas bola sambil mendorong melakukan ayunan atau gerakan memutar panggul. c.



Endorphin Massage Endorfin (endorphine) berasal dari kata “endogenous” dan “morphine” yang merupakan molekul protein yang diproduksi sel-sel dari saraf dan beberapa bagian tubuh yang berguna untuk bekerja sama reseptor sedatif untuk mengurangi rasa sakit. Reseptor analgesik ini diproduksi di sumsum tulang belakang (spinal cord) dan ujung saraf.



d. Water Birth Water Birth adalah proses persalinan yang dilakukan didalam air. Pada persalinan ini, ibu yang akan melakukan proses persalinan memasuki air kolam saat servik sudah tahap pembukaan 5 atau lebih (fase aktif). e. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) TENS tidak efektif pada fase aktif saat kontraksi makin kuat, makin sering dan makin lama. Cara kerjanya detempelkan dipunggung dan dihubungkan dengan kabel stimulator bertenaga baterai kecil. TENS bekerja merangsang tubuh untuk memproduksi endorpin dan mengurangi jumlah sinyal rasa nyeri yang dikirim oleh saraf tulang belakan ke otak. f.



Hidroterapi (berada di air) Air dapat membantu agar santai dan membuat kontraksi kurang menyakitkan. Air diatur suhunya agar terasa nyaman, tidak lebih dari 37 derajat dan suhu tubuh pasien selalu dipantau.



9. Pijat Perineum



17



Laserasi perineum merupakan robekan yang terjadi pada perineum sewaktu proses persalinan. Persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi forsep, ekstraksi vakum, versi ekstraksi, kristeller (dorongan pada fundus uteri) dan episiotomi dapat menyebabkan robekan jalan lahir. Laserasi perineum dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat laserasi yaitu derajat I, derajat II, derajat III dan derajat IV. Perdarahan postpartum sering terjadi pada laserasi perineum derajat III dan IV. Laserasi perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal, faktor janin, dan faktor penolong. Faktor janin meliputi janin besar, posisi abnormal seperti oksipitoposterior, presentasi muka, presentasi dahi, presentasi bokong, distosia bahu dan anomali kongenital seperti hidrosefalus. Faktor penolong meliputi cara memimpin mengejan, cara berkomunikasi dengan ibu, ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala, episiotomi dan posisi meneran. Sedangkan Faktor maternal meliputi primigravida, kelenturan perineum, odema perineum, kesempitan pintu bawah panggul, kelenturan jalan lahir, mengejan terlalu kuat, partus presipitatus, persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, versi ekstraksi dan embriotomi, varikosa pada pelvis maupun jaringan parut pada perineum dan vagina. Perineum, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam proses persalinan. Apabila perineum cukup lunak dan elastis, maka lahirnya kepala tidak mengalami kesukaran. Biasanya perineum robek dan paling sering terjadi ruptur perineumderajat I dan derajat II .Sedangkan perineum yang kaku dapat menghambat persalinan Kala II yang meningkatkan resiko kematian bayi dan menyebabkan kerusakan – kerusakan jalan lahir yang luas. Perineum kaku adalah tidak elastisnya lantai falfis dan struktur sekitarnya yang menempati pintu bawah panggul di sebalah anterior dibatasi oleh simpisis pubis, disebelah posterior oleh OS cogcigis. Keadaan demikian dapat dijumpai pada primigravida yang umurnya lebih dari 35 tahun yang lazim disebut primitua. Dengan adanya perineum kaku maka robekan sewaktu kepala lahir tidak dapat dihindarkan, dengan membuat episiotomi



18



mediolateral yang cukup luas 5-6 cm ruptur perineum derajat III dan derajat IV dapat dihindari. Untuk meminimalkan kejadian laserasi perineum perlu dilakukan pencegahan salah satunya dengan pemijatan perineum. Pemijatan perineum adalah salah satu cara yang paling kuno dan paling pasti untuk meningkatkan kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot dasar panggul . Pemijatan perineum adalah teknik memijat perineum pada saat hamil dengan usia Kehamilan >34 minggu atau 6 minggu sebelum persalinan. Pemijatan perineum dapat meningkatkan elastisitas perineum. Manfaat pemijatan perineum adalah perineum tidak ruptur baik spontan maupun episiotomy, bila sampai ruptur perineum tidak sampai melebihi derajat 2 (selaput lendir vagina, kulit perineum dan otot perineum). Pemijatan perineum membantu menyiapkan mental ibu pada saat dilakukan pemeriksaan dalam (VT) dan mempersiapkan jaringan perineum menghadapi situasi saat proses persalinan terutama pada saat kepala janin crowning perineum lebih rileks. Jika sampai terjadi ruptur perineum, pemijatan perineum dapat mempercepat proses penyembuhan perineum. Penelitian yang diterbitkan di Amerika Journal Obstetrician and Gynecology menyimpulkan bahwa pemijatan perineum selama kehamilan dapat melindungi fungsi perineum paling tidak dalam 3 bulan pascamelahirkan. The Cochrane Review merekomendasikan bahwa pemijatan perineum ini harus selalu dijelaskan pada ibu hamil agar mereka mengetahui keuntungan dari pemijatan perineum ini. Pemijatan perineum ini sangat aman dan tidak berbahaya Error! Reference source not found.. Namun Ibu hamil dengan infeksi herpes aktif di daerah vagina, infeksi saluran kemih, infeksi jamur, atau infeksi menular yang dapat menyebar dengan kontak langsung dan memperparah penyebaran infeksi, tidak dianjurkan melakukan pemijatan perineum. Manfaat pemijatan perineum yang dapat membantu melunakkan jaringan perineum sehingga jaringan tersebut akan membuka tanpa resistensi saat persalinan, untuk mempermudah lewatnya bayi. Pemijatan perineum ini memungkinkan untuk melahirkan bayi dengan perineum tetap utuh. 19



Pemijatan perineum adalah teknik memijat perineum di kala hamil atau beberapa minggu sebelum melahirkan guna meningkatkan aliran darah ke daerah ini dan meningkatkan elastisitas perineum. Peningkatan elastisitas perineum akan mencegah kejadian robekan perineum maupun episiotomi . Pemijatan perineum apabila dilakukan selama 6 minggu dan teratur 1 hari l x lama 5 — 10 menit, maka kejadian ruptur perineum dapat dihindari. Menurut Labrecque didukung riset serupa oleh dr. Richard Johanson, MRCOG, dokter kandungan dari North Staffordshire Maternity Hospital, Inggris. Ia mencatat, ibu-ibu yang rajin melakukan pemijatan perineum sejak 3 bulan sebelum hari-H persalinan, terbukti hampir tidak ada yang memerlukan tindakan episiotomi. Kalaupun terjadi perobekan perineum secara alami, maka luka pulih dengan cepat .



C. Evidence Based Ibu Bersalin Kala III dan kala IV 1.



Memulai Pemberian Asi Dini dan Ekslusif Berdasarkan evidence based yang up to date, upaya untuk peningkatan sumber daya manusia antara lain dengan jalan memberikan ASI sedini mungkin (IMD) yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan dan gizi bayi baru lahir yang akhirnya bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB). Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu). Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin setelah seluruh badan dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan payudara 20



ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting. Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap menempel. Kontak antar kulit ini bisa dilakukan sekitar satu jam sampai bayi selesai menyusu. Selain mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya, IMD juga berfungsi menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim ibu berkontraksi dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi. B. Baby Friendly Baby friendly atau dikenal dengan Baby Friendly Initiative (inisiasi sayang bayi) adalah suatu prakarsa internasional yang didirikan oleh WHO/ UNICEF pada tahun 1991 untuk mempromosikan, melindungi dan mendukung inisiasi



dan



kelanjutan



menyusui.



Program ini mendorong rumah sakit dan fasilitas bersalin yang menawarkan tingkat optimal perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah fasilitas Baby Friendly Hospital/ Maternity berfokus pada kebutuhan bayi dan memberdayakan ibu untuk memberikan bayi mereka awal kehidupan yang baik. Dalam istilah praktis, rumah sakit sayang bayi mendorong dan membantu wanita untuk sukses memulai dan terus menyusui bayi mereka dan akan menerima penghargaan khusus karena telah melakukannya. Sejak awal program, lebih dari 18.000 rumah sakit di seluruh dunia telah menerapkan program baby friendly. Negaranegara industri seperti Australia, Austria, Denmark, Finlandia, Jerman, Jepang, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swiss, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat telah resmi di tetapka sebagai rumah sakit sayang bayi. a.



Dalam rangka mencapai program Baby Friendly Inisiative, semua provider rumah sakit dan fasilitas bersalin akan:



b.



Memiliki kebijakan tertulis tentang menyusui secara rutin dan dikomunikasikan kepada semua staf tenaga kesehatan.



21



c.



Melatih semua staf tenaga kesehatan dalam keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan ini.



d.



Memberi tahu semua ibu hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui membantu ibu untuk memulai menyusui dalam waktu setengah jam kelahiran.



e.



Tampilkan pada ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankan menyusui jika mereka harus dipisahkan dari bayi mereka.



f.



Berikan ASI pada bayi baru lahir, kecuali jika ada indikasi medis.



g.



Praktek rooming-in agar memungkinkan ibu dan bayi tetap bersama-sama



h.



Mendorong menyusui on demand



i.



Tidak memberikan dot kepada bayi menyusui



j.



Mendorong



pembentukan



kelompok



pendukung



menyusui



dan



menganjurkan ibu menghubungi mereka setelah pulang dari rumah sakit atau klinik. C. Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir dengan Kontak Kulit ke Kulit Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan mengalami stress dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu ke lingkungan luar yang suhunya lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban menguap lewat kulit pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Kontak kulit bayi dengan ibu dengan perawatan metode kangguru dapat mepertahankan suhu bayi dan mencegah bayi kedinginan/ hipotermi. Keuntungan cara perawatan bayi dengan metode ini selain bisa memberikan kehangatan, bayi juga akan lebih sering menetek, banyak tidur, tidak rewel dan kenaikan berat badan bayi lebih cepat. Ibu pun akan merasa lebih dekat dengan bayi, bahkan ibu bisa tetap beraktivitas sambil menggendong bayinya. Cara melakukannya: a. Gunakan tutup kepala karena 25% panas hilang pada bayi baru lahir adalah melalui kepala. 22



b. Dekap bayi diantara payudara ibu dengan posisi bayi telungkup dan posisi kaki seperti kodok serta kepala menoleh ke satu sisi. c. Metode kangguru bisa dilakukan dalam posisi ibu tidur dan istirahat d. Metode ini dapat dilakukan pada ibu, bapak atau anggota keluarga yang dewasa lainnya. Kontak kulit ke kulit sangat berguna untuk memberi bayi kesempatan dalam menemukan puting ibunya, sebelum memulai proses menyusui untuk pertama kalinya. Inilah kunci dari inisiasi menyusui dini yang akan sangat berpengaruh dalam proses ASI Eksklusif selama 6 bulan setelahnya. D. Pemotongan Tali Pusat Berdasarkan evidence based, pemotongan tali pusat lebih baik ditunda karena sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Mengingat fenomena yang terjadi di Indonesia antara lain tingginya angka morbiditas ataupun mortalitas



pada



bayi



salah



satunya



yang



disebabkan



karena



Asfiksia



Hyperbillirubinemia/ icterik neonatorum, selain itu juga meningkatnya dengan tajam kejadian autis pada anak-anak di Indonesia tahun ke tahun tanpa tahu pemicu penyebabnya. Ternyata salah satu asumsi sementara atas kasus fenomena di atas adalah karena adanya ICC (Imediettly Cord Clamping) di langkah APN yaitu pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir. Benar atau tidaknya asumsi tersebut, beberapa hasil penelitian dari jurnal-jurnal internasional di bawah ini mungkin bisa menjawab pertanyaan di atas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al. (1993) menunjukkan bahwa pada bayi prematur, ketika pemotongan tali pusat ditunda paling sedikit 30 menit atau lebih, maka bayi akan: 1.



Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk tranfusi darah



2.



Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan



3.



Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen



4.



Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan dengan bayi yang dipotong tali pusatnya segera setelah lahir



5.



Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan 23



6.



Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang lebih baik. Dalam jurnal ilmiah yang dilakukan oleh George Marcom Morley (2007)



dikatakan bahwa seluruh proses biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah kelahiran, dan pada saat bayi mulai menangis dan kulitnya berwarna merah muda, menandakan prosesnya sudah komplit. Menjepit dan memotong tali pusat pada saat proses sedang berlangsung, dari sirkulasi oksigen janin menjadi sistem sirkulasi bayi sangat menggangu sistem pendukung kehidupan ini dan bisa menyebabkan penyakit serius. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa saat talipusat dilakukan pengekleman, pulse rate dan cardiac out put berkurang 50% karena 50% dari vena yang kembali ke jantung telah dimatikan (clamped off). Banyak sekali akibat yang tidak menguntungkan pada pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir dan dalam penelitian ini dikatakan resiko untuk terjadinya brain injury, cerebral palsy, asfiksia, autis, kejadian bayi kuning bahkan anemia pada bayi sangatlah banyak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eillen K. Hutton (2007) bahwa dengan penundaan pemotongan tali pusat dapat: a. Peningkatan kadar hematokrit dalam darah b. Peningkatan kadar hemoglobin dalam darah c. Penurunan angka Anemia pada bayi d. Penurunan resiko jaudice/ bayi kuning Mencermati dari hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Namun dalam praktek APN dikatakan bahwa pemotongan tali pusat dilakukan segera setelah bayi lahir. Dari situ kita bisa lihat betapa besarnya resiko kerugian, kesakitan maupun kematian yang dapat terjadi. E. Perawatan Tali Pusat Saat bayi dilahirkan, tali pusar (umbilikal) yang menghubungkannya dan plasenta ibunya akan dipotong meski tidak semuanya. Tali pusar yang melekat di perut bayi, akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini akan dibiarkan hingga



24



pelan-pelan menyusut dan mengering, lalu terlepas dengan sendirinya. Agar tidak menimbulkan infeksi, sisa potongan tadi harus dirawat dengan benar. Cara merawatnya adalah sebagai berikut: a. Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat. Membersihkan tali pusat saat bayi tidak berada di dalam bak air. Hindari waktu yang lama bayi di air karena bisa menyebabkan hipotermi. b. Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih dahulu. c. Perawatan sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa diolesi dengan alkohol. Jangan pakai betadine karena yodium yang terkandung di dalamnya dapat masuk ke dalam peredaran darah bayi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan kelenjar gondok. d. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak karena dapat menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman. e. Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril hingga tali pusat lepas secara sempurna.



25



BAB III PENUTUP



3.1



Kesimpulan Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence based terkini, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.



3.2



Saran Diharapkan akan adanya peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian, sehingga pengetahuan berdasar buktipun akan meningkat, mengenai asuhan kebidanan khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu dan anak dalam upaya penurunan AKI dan AKB.



26



DAFTAR PUSTAKA



Johsoun, R. 2013. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta : ECG. Karlinah, Nelly. 2015. Pengaruh Teknik Akupresur dan TENS Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif. Jurnal Kesehatan Andalas. Diakses pada Tanggal 24 Agustus 2019. Maryunani. 2010. Nyeri Dalam Persalinan. Jakarta : Trans Info Medika. Prihatin, Sri. 2015.Evidence Based Practice Pada Asuhan Persalinan Kala III dan Kala IV. Semarang : Poltekkes Semarang



27