Makalah Kel.11 Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH Di susun guna memenuhi tugas Mata kuliah : Hukum Pajak Dosen pengampu : ARISTONI, S.H.I, M.H



Disusun oleh Kelompok 11 1. Nur Zaidatul Ilmi



(1920110023)



2. Miftahul Munir



(1920110025)



3. Faizah Afifatun Nabila



(1920110034)



4. Muhammad Faqihuddin



(1920110038)



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS FAKULTAS SYARIAH PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM TAHUN 2022



KATA PENGANTAR



Bismillahirrohmanirrohim, Segala puji bagi allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan beberapa kenikmatan dan kesehatan sehingga kami tim penyusun dapat membuat atau menyelesaikan tugas per-klompok dengan tepat waktu. Kami tim penulis sangat bersyukur dan mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas bantuanbantuan yang telah teman-teman berikan terkhusus kepada beliau bapak ARISTONI, S.H.I, M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah hukum pajak yang telah memberikan wawasan keilmuan yang baru dengan penuh rasa kasih sayang seperti sang buah hatinya sendiri dan dengan hati yang tulus nan ikhlas dalam mendidik kami. Judul makalah ini ialah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mudahmudahan dengan adanya makalah ini kita semua dan terkhusus untuk para pembaca dapat mengetahui dan memahami secara baik tentang judul dari makalah ini. Namun dari kami menganggap bahwa masih banyak kekeliruan dan bahkan kesalah yang ada di dalam makalah ini. Maka dari itu kami tim penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya atas hal tersebut. Dan semoga makalah ini dapat memberi banyak kemanfaatan bagi kita semua. Aamiin



Kudus, 23 Juni 2022



Penulis



DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB II PEMBAHASA A. Persyaratan Pajak Daerah danRetribusi Daerah B. Kebijakan Pungutan Daerah Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 C. Prosedur Penetapan Pajak dan Retribusi Daerah. D. Pajak daerah dan Retribusi daerah sebagai sumber pendapatan daerah E. Peranan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam mendukung Pembiayaan Daerah BAB III PENUTUP A. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan juga untuk modal pembangunan. Sejak kemerdekaan Indonesia, pemerintah tercatat sudah mengeluarkan 4 (empat) undang-undang yang berkaitan dengan pajak daerah, yaitu: 1. UU Darurat No. 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah. 2. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 4. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dengan adanya undang-undang diatas, membuktikan bahwa pemerintah pusat sejak dulu memang ingin memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada pemerintah daerah untuk mengelola serta mengatur pajak daerahnya sendiri. Pemerintah daerah diharapkan mampu meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah serta dapat memberikan potensi untuk meningkatkan penerimaan daerah itu sendiri. Menurut ketentuan umum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi dan badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. B. Rumusan Masalah



1. Bagaimana persyaratan daerah dan Restribusi daerah. 2. Kebijakan Pungutan Daerah Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 3. Prosedur Penetapan Pajak dan Retribusi Daerah. 4. Kebijakan Pungutan Daerah Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 5. Peranan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam mendukung Pembiayaan Daerah C. Tujuan 1. Untuk mengetahui Bagaimana persyaratan daerah dan Restribusi daerah. 2. Untuk mengetahui Kebijakan Pungutan Daerah Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 3. Untuk mengetahui Prosedur Penetapan Pajak dan Retribusi Daerah. 4. Untuk mengetahui Kebijakan Pungutan Daerah Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 5. Untuk mengetahui Peranan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam mendukung Pembiayaan Daerah



BAB II PEMBAHASAN A. Persyaratan Pajak Daerah danRetribusi Daerah Suatu jenis pajak dan retribusi daerah ditetapkan sebagai pungutandaerah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, dimana kriteria untuk jenis pajak dibedakan dengan jenis retribusi. Dalam konteks UU perpajakan dan retribusi terdahulu yaitu UU Nomor 34 Tahun 2000, kriteria jenis pajak dan retribusi digunakan untuk menilai kelayakan Perda tentang pajak atau retribusi, apakah sejalan dengan ketentuan perundang-undangan atau sebaliknya. Adapun kriteria pajak dan retribusi daerah adalah sebagai berikut: 1. Kriteria Pajak Daerah Kriteria pajak Daerah meliputi : a. Bersifat pajak, dan bukan retribusi Maksud dari kriteria ini adalah bahwa pajak tersebut harus sesuai definisi pajak yang ditetapkan dalam undang-undang yaitu pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan Yang dimaksud dengan mobilitas rendah adalah objek pajak sulit untuk dipindahkan. Contoh, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak atas Pengambilan Sarang Burung Walet, PBB Perdesaan dan Perkotaan, dan BPHTB.



Yang dimaksud dengan hanya melayani masyarakat di wilayah tertentu adalah bahwa beban pajaknya hanya ditanggung oleh masyarakat lokal. Contoh, Pajak Penerangan Jalan. Contoh jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini, antara lain, pajak atas barang yang diekspor atau diimpor (lalu lintas barang) di pelabuhan atau bandara atau di tempat lain, pajak atas siaran radio, pajak atas reklame dalam surat kabar dan media elektronik. Jenis pajak dengan objek-objek tersebut pada umumnya melayani masyarakat luas di luar wilayah daerah. c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum Yang dimaksud dengan kriteria ini adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antar pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan. Contoh: Pajak atas seluruh komoditi akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi. d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak propinsi dan/atau objek pajak PusatJenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini, antara lain, adalah pajak ganda (double tax). Pajak ganda yang dimaksud adalah pajak dengan objek dan/atau dasar pengenaan yang tumpang tindih dengan objek dan/atau dasar pengenaan pajak lain yang sebagian atau seluruh hasilnya diterima oleh Daerah. Contoh : pajak atas produksi minuman beralkohol Objek pajak tersebut merupakan objek cukai yang lebih layak dipungut oleh Pemerintah Pusat, karena dampak dari pungutan ini tidak dapat dilokalisir bersangkutan. 2. Kriteria Retribusi Daerah. Kriteria retribusi daerah meliputi : 1. Jasa Umum22



a. retribusi bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribuai Perizinan Tertentu 1) bersifat bukan pajak maksudnya ada pelayanan/jasa dari Pemda yang langsung diterima oleh pengguna pelayanan/jasa. 2) bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha maksudnya adalah bahwa dalam pengenaan tarif untuk jenis layanan ini tidak boleh melebihi



biaya



yang



digunakan



untuk



penyediaan/



penyelenggaraan layanan tersebut. 3) bersifat bukan Retribusi Perizinan Tertentu maksudnya adalah bahwa layanan yang disediakan tersebut bukan dalam rangka pembinaan, pengaturan, pengendalian, atau pengawasan suatu kegiatan. b. jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka



pelaksanaan



desentralisasiJasa



yang



bersangkutan



merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam PP No. 38 Tahun 2007. c. jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani



kepentingan



dan



kemanfaatan



umumPenerima



layanan/jasa dapat diidentifikasi dan memberikan pelayanan dan kemanfaatan bagi masyarakat secara keseluruhan. Contoh, Retribusi Kesehatan; Pengguna jasa kesehatan dapat diidentifikasi dan akibat dari pelayanan tersebut bermanfaat bagi masyarakat umum seperti terhindar dari wabah penyakit menular.Jika dalam penyediaan suatu jasa oleh daerah tidak ada aspek melayani kepentingan dan kemanfaatan umum selain pengguna sendiri, atau aspek melayani kepentingan dan kemanfaatan umum berkaitan terutama dengan kegiatan perizinan, maka jasa tersebut bukan



bersifat jasa umum, tetapi bersifat jasa usaha atau perizinan. Contoh: penjualan makanan dan minuman oleh daerah bersifat jasa usaha, bukan jasa umum. 2. Jasa Usaha23 a. retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentuSama halnya dengan penjelasan kriteria 1 dari retribusi jasa umum di atas. b. jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah 1) Pada dasarnya pelayanan tersebut dapat disediakan olehswasta; 2) Dalam



hal



penyewaan



aset



terdapat



kontrak



penggunaan/penguasaan aset dalam jangka waktu tertentu. B. Kebijakan Pungutan Daerah Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 Beberapa kebijakan mendasar yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah antara lain: 1. Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah diubah dari open-list system menjadi closed-list system. Salah satu pertimbangan penerapan closed-list system adalah untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha mengenai jenis pungutan daerah yang wajib dibayar serta meningkatkan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Dengan closed-list system, pemerintah daerah hanya dapat memungut jenis pajak dan retribusi daerah yang tercantum dalam undang-undang. 2. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajkan dan retribusi daerah (penguatan local taxing power). Penguatan local taxing power dilakukan melalui beberapa kebijakan, yaitu :



a. Memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, seperti perluasan basis Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Retibusi Izin Gangguan; b. Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, seperti Pajak Rokok, Pajak Sarang Burung Walet, Bea Perolehan Hakatas Tanahdan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-PP), Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang, Retribusi Pelayanan



Pendidikan,



Retribusi



Pengendalian



Menara



Telekomunikasi, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan; c. Menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan; d. Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada provinsi kecuali Pajak Rokok. Daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan besaran tarif pajak daerah yang diberlakukan di daerahnya (ditetapkan dalam Perda) sepanjang tidak melampaui tarif minimum dan maksimum yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. 3. Memperbaiki sistem pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah melalui kebijakan bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota yang lebih idealdan kebijakan earmarking untuk jenis pajak daerah tertentu. 4. Meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah dengan mengubah mekanisme pengawasan dari sistim represif (berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000) menjadi sistem preventif dan korektif C. Prosedur Penetapan Pajak dan Retribusi Daerah.



Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Suatu rancangan Perda tentang PDRD, sebelum ditetapkan menjadi Perda terlebih dulu harus dievaluasi oleh Pemerintah, dengan ketentuan : a. Rancangan Perda Provinsi tentang PDRD yang telah disetujui antara Gubernur dan DPRD Provinsi harus disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi; dan b. Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang PDRD yang telah disetujui antara Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota harus disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. Dalam proses evaluasi tersebut, Gubernur dan Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Menteri Keuangan agar terdapat sinkronisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah. D. Pajak daerah dan Retribusi daerah sebagai sumber pendapatan daerah PAD merupakan akumulasi dari pos penerimaan pajak yang terdiri atas pajak daerah dan retribusi daerah, pos penerimaan non pajak berupa penerimaan hasil perusahaan milik daerah, serta pos penerimaan investasi serta pengelolaan sumber daya alam (Bastian, 2002). Menurut Halim (2007) PAD adalah penerimaan daerah yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 3 ayat 1 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dinyatakan bahwa PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai wujud desentralisasi. Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa PAD sebagai sumber utama pendapatan daerah semata-mata ditujukan untuk pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah agar hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Artinya, semakin besar dana PAD yang



diperoleh oleh daerah akan sebanding dengan laju pembangunan di daerah tersebut. Sesuai dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tetang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah pasal 6 bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah meliputi : Pendapatan Asli Daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainya yang dipisahkan lain-lain. Pendapatan daerah yang sah Pendapatan berasal dari pemberian pemerintah yang terdiri sumbangan dari pemerintah, Sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundangan Pendapatan lain-lai yang sah, yaitu : 1. Pajak daerah Berdasarkan Undang-undang No. 34 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 8 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan “pajak Dearah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dikeluarkan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang berlaku, yang digunakan



untuk



membiayai



penyelenggraan



pemerintah



daerah



pembangunan daerah”. Menurut Suwarno Dan Suhartiningsih, 2008), pajak daerah berpotensi terus digali dalam rangka menambah pendapatan daerah. Sumber pendapatan pajak lokal memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan daerah. Magdalena Rombang, (2013) menyatakan kontribusi pajak daerah di Provinsi Sulawesi Utara begitu besar terhadap pendapatan asli daerah selama lima tahun, dari tahun 2008 sampai dengan tahun



2012



rata-rata



sebesar



88,55%



dan



sangat



berarti



bagi



penyelengaraan pemerintahan Jenis pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah: (1) Jenis Pajak provinsi terdiri atas: Pajak Kendaraan Bermotor; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Air Permukaan; dan Pajak Rokok. (2) Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:



Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Parkir; Pajak Air Tanah; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Retribusi Daerah Disamping pajak daerah, sumber pendapatan dearah yang cukup besar perannya dalam menyumbang pada terbentuknya pendapatan asli daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyrakat. Menurut undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi dearah, yang dimaksud retribusi pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. E. Peranan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam mendukung Pembiayaan Daerah Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah ini merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Permasalahan yang dihadapi oleh daerah pada umumnya dalam kaitan penggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakan salah satu komponen PAD belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan. Untuk mengantispasi desentralisir dan proses otonomi daerah, pungutan pajak dan retribusi daerah masih belum dapat diandalkan oleh daerah sebagai sumber pembiayaan desentralisasi. Keadaan ini diperlihatkan dari suatu studi yang dilakukan oleh LPEM-UI bekerja sama dengan clean urban project



bahwa permalahan yang terjadi di daerah berkaitan dengan penggalian dan peningkatan PAD, terutama hal ini di sebabkan oleh hal berikut : 1. Relative rendahnya basis pajak dan rendahnya retribusi daerah Berdasarkan undang-undang nomer 34 tahun 2000 daerah kabupaten/kota dimungkinkan untuk menetapkan pajak dan retribusi baru. Akan tetapi, melihat kriteria pengadaan pajak baru sangat ketat, khususnya kriteria pajak tidak boleh timpang tindih dengan pajak pusat dan pajak provinsi, diperkirakan daerah punya pungutan yang relatif rendah dan terbatas, serta bervariasi antar daerah. Rendahnya basis pajak ini untuk sebagian daerah berarti memperkecil kemampuan manuver keuangan daerah dalam menghadapi krisis ekonomi. 2. Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah Sebagian besar penerimaan daerah berasal dari bantuan pusat. Dari segi upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi negosiasi daerah terhadap pusat untuk memperoleh tambahan bantu. 3. Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah Hal ini mengakibatkan pemungutan pajak cenderung dibebani oleh biaya pungut yang besar. PAD tergolong memiliki tingkat buoyancy yang rendah. Salah satu sebabnya adalah diterapkan target dalam pungutan daerah. Sebagai akibatnya, beberapa daerah lebih condong memenuhi target tersebut. Walaupun dari sisi pertumbuhan ekonomi, pemasukan pajak dan retribusi daerah dapat melampaui target yang ditetapkan. 4. Kemampuan perencanaan dan pengawasan uang yang lemah Hal ini mengakibatkan kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Selama ini, peranan PAD dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu kurang dari 10% hingga



50%. Sebagian besar daerah provinsi hanya dapat membiayai kebutuhan pengeluaran kurang 10%. 5. Variasi dalam penerimaan diperparah lagi dengan sistem bagi hasil Bagi hasil didasarkan pada daerah penghasil sehingga hanya menguntungkan daerah tetentu. Demikian pula, distribusi pajak antar daerah juga sangat timpang karena basis pajak antar daerah juga sangat timpang karena basis pajak antar daerah juga sangat bervariasi. peranan pajakdan retribusi daerah dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi. Peranan pajak dan retribusi daerah dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi juga terjadi kerena adanya perbedaan yang sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya yang relatif mahal), dan kemampuan masyarakat sehingga biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat menajdi sangat bervariasi. Tidak signifakannya peran PAD dalam anggaran daerah tidak lepas dari sistem tax assigmant di Indonesia yang masih memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah pusat untuk mengumpulkan pajakpajak potensial (yang tentunya dilakukan berdasarkan pertimbanganpertimbangan tertentu), seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan bea masuk. kenyataan menunjukan bahwa distribusi kewenangan perpajakan antara daerah dan pusat sangat timpang, yaitu jumlah penerimaan pajak yang dipungut oleh daerah hanya sebesar 3,39% dari total penerimaan pajak (pajak pusat dan pajak daerah). Ketimpangan dalam penguasaan sumber-sumber penerimaan pajak tersebut memberikan petunjuk bahwa pertimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah di Indonesia dari sisi revenue assignment masih terlalu sentralistis.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Pajak Daerah juga memilik kriteria yaitu Bersifat pajak,Adanya Objek Daerah ,Ada Dasar Pengenaan Pajak yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainya yang dipisahkan lain-lain. Pendapatan daerah yang sah Pendapatan berasal dari pemberian pemerintah yang terdiri sumbangan dari pemerintah, Sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundangan Pendapatan lain-lai yang sah.



DAFTAR PUSTAKA -



UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah



-



Indonesia, Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Nomor 28 Tahun 2009, LN Nomor 130, TLN Nomor 5049, Pasal 1 angka 66 menyatakan bahwa Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.



-



Indonesia, Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Nomor 28 Tahun 2009, LN Nomor 130, TLN Nomor 5049, Pasal 1 angka 67 menyatakan bahwa Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.



-



Adiyanta, F.C. Susila. 2019. Karakteristik Responsif Peraturan Daerah Tentang Pajak-Pajak Daerah Sebagai Representasi Dan Partisipasi



Kehendak Publik. Administrative Law and Governance Journal. Vol.2 No.3. -



Nasir, Muhammad Safar. 2019. Analisis Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Setelah Satu Dekadeotonomi Daerah. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan. Vol.2 No.1.