Makalah Kel.8 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MENTALITAS DAN GOOD GOVERNANCE Diajukan Untuk memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Studi Masyarakat Indonesia Dosen Pengampu : Dr. Asep Mulyana, M.Si



Disusun Oleh : Moh. Dany Wibowo (2008104056) Roudhotul Jannah (2008104041)



JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Mentalitas dan Good Governance”. Kami sangat berharap tugas makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kami. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan tugas yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga tugas makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya tugas makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan. Terimakasih.



Majalengka, 01 November 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1 A. Latar Belakang..................................................................................................................1 B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1 C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................3 A. Pengertian Mentalitas........................................................................................................3 B. Cara Membina Mentalitas.................................................................................................4 C. Pengertian Good Governance............................................................................................5 D. Good Governance dan Kontrol Sosial...............................................................................7 BAB III PENUTUP....................................................................................................................9 A. Simpulan...........................................................................................................................9 B. Saran..................................................................................................................................9 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................... 10



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan beribu-ribu gugus kepulauan, beraneka ragam kekayaan alam serta keunikan kebudayaan, menjadikan masyarakat Indonesia yang hidup di berbagai kepulauan itu mempunyai ciri dan coraknya masing-masing. Hal tersebut berakibat akan adanya perbedaan latar belakang, kebudayaan, corak kehidupan, dan termasuk juga pola pemikiran masyarakatnya. Kenyataan ini menyebabkan Indonesia terdiri dari masyarakat yang beragam latar belakang budaya, etnik, agama sehingga dinamakan masyarakat multikultural atau masyarakat dengan banyak budaya. Dengan beraneka ragamnya masyarakat Indonesia itu, menjadikan kita masih belum mempunyai bayangan mengenai bentuk masyarakat apa yang sebenarnya ingin kita capai bersama, tetapi jelas bahwa pembangunan kita harus berusaha untuk menjadikan masyarakatnya lebih makmur dari sekarang. Salah satu faktor penghambat pembangunan kita saat ini adalah faktor sikap mental sebagian besar dari manusia Indonesia yang belum cocok dengan pembangunan. Namun untuk mengubah sikap mental itu, kita harus mengetahui apakah sikap mental itu dan sikap mental apa yang cocok untuk pembangunan Indonesia. Istilah good governance ini merupakan wacana yang mengiringi gerakan reformasi. Wacana good governance seringkali dikaitkan dengan tuntutan akan pengelolaan pemerintah yang profesional, akuntabel, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pemerintahan yang bersih dari KKN adalah bagian penting dari pembangunan demokrasi, HAM, dan masyarakat madani di Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu Mentalitas? 2. Bagaimana cara membina Mentalitas? 3. Apa itu Good Governance? 4. Apa itu Good Governance dan Kontrol Sosial?



C. Tujuan Penulisan 1



1. Untuk memahami arti dari Mentalitas. 2. Untuk memahami cara membina Mentalitas. 3. Untuk memahami arti dari Good Governance. 4. Untuk memahami tentang Good Governance dan Kontrol Sosial.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Mentalitas Kata sikap mental menurut istilah ilmiah disebut “sistem nilai budaya” (cultural value system) dan “sikap” (attitude). Sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian dari konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga dalam hidupnya. Dengan demikian suatu sistem berfungsi sebagai pengarah dan pendorong kelakuan manusia. Karena sistem nilai budaya itu hanya merupakan konsep yang abstrak, tanpa perumusan yang tegas, maka konsep itu biasanya hanya bisa dirasakan, tetapi sering tidak dapat dinyatakan dengan tegas oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Ada beberapa konsep sistem nilai budaya yang cocok untuk pembangunan, yaitu: 1. Dalam menghadapi hidup, orang harus menilai hal yang menggembirakan dari hidup; dan bahwa ada kesengsaraan, bencana, dosa dan keburukan dalam hidup memang harus disadari, tetapi hal itu semuanya adalah untuk diperbaiki. 2. Menilai tinggi karya manusia guna mendapatkan hasil karya yang lebih banyak lagi. Semua suku-suku di Indonesia sebagian besar masih bermata pencaharian sebagai petani miskin. Karena itu karyanya biasanya hanya ditujukan kepada usaha untuk mencari makan memenuhi kebutuhan hidup yang primer. Adapun masyarakat Indonesia yang tinggal di kota, hanya mementingkan gelar-gelar akademis tanpa mementingkan keterampilan atau keahlian. Sikap mental seperti itu kurang cocok untuk pembangunan, karena condong untuk meremehkan karya serta hasilnya. Sikap mental seperti itu bisa juga membuat seseorang kurang tabah dan ulet dalam bekerja. 3. Suatu nilai budaya yang perlu dimiliki oleh sebagian besar manusia Indonesia dari semua lapisan masyarakat adalah nilai budaya yang berorientasi ke masa depan. Suatu nilai budaya semacam itu akan mendorong manusia Indonesia untuk melihat dan merencanakan masa depannya dengan lebih saksama dan teliti dan oleh karena itu akan memaksa manusia untuk hidup berhati-hati dan untuk berhemat. 4. Menilai tinggi kerjasama dengan orang lain. Hal itu memang merupakan unsur pokok dari apa yang kita sebut dengan gotong royong. Dari uraian di atas, tampak bahwa ternyata sikap mental sebagian besar bangsa Indonesia belum cocok untuk pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa kita belum siap untuk memulai pembangunan sebelum sikap mental bangsa Indonesia itu diubah, dicocokkan dan dimatangkan untuk pembangunan. Namun cara yang paling utama adalah melalui pendidikan, tidak hanya pendidikan formal tetapi juga melalui pendidikan nonformal. Karena apabila kita mengabaikan masalah sikap mental ini, sudah terbukti dengan lambatnya proses pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia.



3



B. Cara Membina Mentalitas Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, mewajibkan sebagai syarat suatu nilai-budaya yang berorientasi ke masa depan, suatu sifat hemat, suatu hasrat untuk berexplorasi dan berinovasi, suatu padangan hidup yang menilai tinggi achievement dari karya, suatu nila-budaya yang kurang berorientasi vertikal, suatu sikap lebih percaya kepada kemampuan sendiri, berdisiplin murni dan berani bertanggung jawab sendiri. Namun sifat-sifat itu belum secara mantap berada dalam mentalitas dari sebagian besar bangsa kita. Bertambah pula bahwa terutama sesudah zaman revolusi sifat-sifat seperti tak percaya kepada kemampuan sendiri, mengendornya disiplin, dan berkurangnya rasa tanggung jawab, makin menjadi buruk. Disamping itu timbul sifat-sifat mentalitas lemah lain seperti menghilangkan rasa kepekaan terhadap mutu, dan mentalitas menerabas. Jelaslah masih banyak yang harus di robah dari mentalitas lemah masayarakat Indonesia saat ini. Koentjaraningrat melanjutkan bahwa terdapat jalan yang bisa merobah mentalitas tersebut adalah: 1. Dengan memberi contoh yang baik Dalam hal memberi contoh yang baik kita bisa menggunakan suatu nilai budaya yang terlampau berorientasi vertikal ke arah atasan, sebagai alat untuk merobah beberapa sifat lemah dalam mentalitas kita. Asumsinya ialah bahwa karena banyak masyarakat Indonesia mempunyai suatu mentalitas yang terlampau berorientasi ke atasan, pembesar-pembesar, maka asalkan saja orang-orang pembesar itu memberi contoh yang benar maka banyak orang bawahan akan mencontoh dan mengikuti. Contoh misalkan dari atasan pengawasan yang lebih ketat diatas, dapat dikembangkan kembali misalnya sikap berdisiplin, dan keberanian untuk bertanggung jawab sendiri. 2. Dengan memberi perangsang-perangsang yang cocok Untuk mencapai suatu pengertian motivasi yang bisa bisa menggerakan beraneka ragam orang Indonesia itu supaya bersikap begini atau berbuat begitu, maka dibutuhkan suatu hal yang bisa memicunya. Misalkan suatu hal yang bisa mendorong orang menjadi lebih baik berhasrat untuk menabung uangnyadi bank, adalah tentunya dengan bunganya yang menarik. Dibalik hal ini semua yang terpenting adalah pelayanan yang baik, agar masyarakat tidak merasa sungkan dan membenci untuk menabung di bank. 3. Dengan persuasi dan penerangan Merupakan jalan lain yang sebenarnya harus diitensifkan oleh para ahli penerangan dan ahli media massa. Artinya bahwa media massa mempunya peranan untuk mengajak masyarakat dan menyampaikan kebijakan pemerintah mengenai pembangunan. Hal ini tidak hanya termasuk sebagai iklan layanan masyarakat semata, namun hal ini harus diprioritaskan demi membentuk karakteristik mental masyarakat untuk membangun bersama.



4



4. Dengan pembinaan terhadap generasi baru sejak kecil Perlu ditanamkan suatu mentalitas pembangunan yang baru. Dengan sadar dan sengaja, agar kedepannya lagi mereka bangga akan usaha dan kemampuannya sendiri, yang mempunyai suatu achievement orientation yang tinggi, yang mempunyai suatu rasa disiplin yang murni, yang berani bertanggung jawab sendiri, dan yagn mempunyai suatu perasaan peka terhadap mutu. Demi menyukseskan pembinaan terhadap generasi muda sekarang ini, dibutuhkan orangorang pendidik, namun hal ini juga tidak terlepas dari peran orang tua juga dalam membina anaknya ketika dilingkunagan keluarga. C. Pengertian Good Governance Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Berikut delapan aspek fundamental (asas) dalam perwujudan good governance, yaitu : 1. Partisipasi (Participation) Semua warga negara berhak terlibat dalam keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Paradigma sebagai center for public harus diikuti dengan berbagai aturan sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik dan efisien, selain itu pemerintah juga harus menjadi public server dengan memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien, tepat waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga mereka memiliki kepercayaan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat berperan besar dalam pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak. 2. Penegakan Hukum (Rule of Law) Penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintah yang profesional dan harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Penegakan hukum sangat berguna untuk menjaga stabilitas nasional. Karena suatu hukum bersifat tegas dan mengikat. Perwujudan good governance harus di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : - Supremasi Hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan peraturan yang jelas dan tega dan dijamain pelaksanaannya secara benar serta independen. - Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikasi dan tidak bertentangan antara satu dengan lainnya. - Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu jabatan maupun status sosialnya sebagai contoh aparat penegak hukum yang melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi.



5



- Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya. Sayangnya, di negara kita independensi peradilan belum begitu baik dan dinodai oleh aparat penegak hukum sendiri, sebagai contoh kecilnya yaitu kasus suap jaksa. 3. Tranparasi (Transparency) Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini bangsa indonesia terjebak dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Salah satu yang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen pemerintahan yang tidak baik. 4. Responsif (Responsiveness) Asas responsif adalah bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum. Pemerintah harus memenuhi kebutuhan masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya, tetapi pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan mengalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria loyalitas profesional. Dan etika sosial yang menuntut pemerintah memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik. Orientasi kesepakatan atau Konsensus (Consensus Orientation). Asas konsensus adalah bahwa setiap keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah. Cara pengambilan keputusan secara konsensus akan mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah dalam upaya mewujudkan efektifitas pelaksanaan keputusan. 5. Keadilan dan Kesetaraan (Equity) Asas kesetaraan dan keadilan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Pemerintah harus bersikap dan berprilaku adil dalam memberikan pelayanan terhadap publik tanpa mengenal perbedaan kedudukan, keyakinan, suku, dan kelas sosial. 6. Efektivitas (Effectifeness) dan Efisiensi (Efficiency) Yaitu pemerintah harus berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelopok dan lapisan sosial. Sedangkan asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin kecil biaya yang dipakai untuk mencapai tujuan dan sasaran maka pemerintah dalam kategori efisien. 7. Akuntabilitas (Accountability) Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.



6



8. Visi Strategis (Strategic Vision) Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kebijakan apapun yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan akibatnya pada sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seorang yang menempati jabatan publik atau lembaga profesional lainnya harus mempunyai kemampuan menganalisis persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya. D. Good Governance dan Kontrol Sosial Kontrol Sosial (Social control) adalah pengawasan dari kelompok atau individu lain yang mengarahkan peran indiviidu atau kelompok sebagai bagian dari masyarakat agar tercipta situasi kemasyarakatan sesuai dengan harapan sosial, yaitu kehidupan sosial yang kompormis. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip pokok good governance, setidaknya harus melakukan lima aspek pelaksanaan prioritas program, yakni : 1. Penguatan fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan Penguatan peran lembaga perwakilan rakyat, MPR, DPR, DPRD, mutlak dilakukan dalam rangka peningkatan fungsi mereka sebagai pengontrol jalannya pemerintahan. Selain melakukan check and balances , lembaga legislatif juga harus mampu menyerap dan mengartikulasikan aspirasi masyarakat dalam bentuk usulan pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat kepada lembaga eksekitif. 2. Kemandirian Lembaga Peradilan Kesan yang paling buruk dari pemerintahan orde baru adalah ketidak mandirian lembaga peradilan. Era reformasi sebagai era pembaharuan juga masih belum memberikan angin segar bagi independensi lembaga peradilan, karna mainstream pembaharuan independensi lembaga peradilan sampai saat ini belum jelas. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa berdasarkan prinsip good governance, peningkatan profesionalitas aparat penegak hukum dan kemandirian lembaga peradilan mutlak dilakukan. Akuntabilitas aparat penegak hukum dan lembaga yudikatif merupakan pilar yang menentukan dalam penegakan hukum dan keadilan. 3. Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas Birokrasi di Indonesia tidak hanya dikenal buruk dalam memberikan pelayanan publik, tapi juga telah memberi peluang berkembangnya praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Dengan demikian pembaharuan konsep, mekanisme dan paradigma aparatur negara dari birokrasi elitis menjadi birokrasi populis (pelayanan rakyat) harus dibarengi ddengan peningkatan profesionalitas dan integritas moral jajaran birokrasi pemerintah.Aparatur birokrasi yang mempunyai karakter tersebut dapat bersinergi dengan pelayanan birokrasi secara cepat, efektif, dan berkualitas.



7



4. Masyarakat Madani yang Kuat dan Partisipatif Peningkatan partisipasi masyarakat adalah unsur penting dalam merealisasikan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan publik mutlak dilakukan dan difasilitasi oleh negara. Masyarakat mempunyai hak untuk menyampaikan usulan, mendapat informasi, dan hak untuk melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Kritik dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga perwakilan, pers maupun dilakukan secara langsung lewat dialog-dialog terbuka dengan jajaran birokrasi bersama LSM, partai politik, maupun organisasi sosial lainnya. Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dalam Kerangka Otonomi Daerah. Salah satu kelemahan dari pemerintahan masa lalu adalah kuatnya sentralisasi kekuasaan pada pemerintah pusat, sehingga potensi-potensi daerah dikelola oleh pemerintah pusat. Untuk merealisasikan prinsip-prinsip good governance, kebijaksanaan ekonomi daerah dapat dijadikan sebagai media transformasi pewujudan model pemerintahan yang menopang tumbuhnya kultur demokrasi di Indonesia. Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah memberikan wewenang pada daerah untuk melakukan pengelolaan dan memajukan masyarakat dalam politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Dengan pelaksanaan otonomi daerah pencapaian tingkat kesejahteraan dapat diwujudkan secara lebih cepat agar pada akhirnya akan mendorong kemandirian masyarakat. Implementasi otonomi daerah di Indonesia dapat dilihat sebagai sebuah strategi yang memiliki tujuan ganda. Pertama, diberlakukannya otonomi daerah merupakan strategi dalam merespons tuntutan masyarakat di daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of powers, distribution of incomes, dan kemandirian sistem manajemen di daerah. Kedua, otonomi daerah dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian daerah dalam memperkokoh perekonomian nasional menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, otonomi daerah akan menjadi formulasi yang tepat apabila diikuti dengan serangkaian perubahan di sektor publik. Cara untuk menggunakan khazanah kekayaan negara itu dengan sebaik-baiknya ialah: 1. Melibatkan rakyat atau paling tidak orang miskin untuk memiliki saham dalam mengusahakan pengeluaran khazanah itu. Dengan diberikan saham kepada mereka secara subsidi dari pemerintah. 2. Membuat perusahaan untuk mengusahakan pengeluaran kekayaan bumi tsb, supaya hasilnya merata dan melimpah-ruah kepada negara dan rakyat, sekaligus menambah pendapatan rakyat. 3. Good Governance dan Gerakan Antikorupsi. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan Negara secara spesifik. Korupsi menjadi penyebab ekonomi menjadi berbiaya tinggi, politik yang tidak sehat, dan kemerosotan moral bangsa yang terus - menerus merosot.



8



BAB III PENUTUP A. Simpulan Kata sikap mental menurut istilah ilmiah disebut “sistem nilai budaya” (cultural value system) dan “sikap” (attitude). Sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian dari konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga dalam hidupnya. Dengan demikian suatu sistem berfungsi sebagai pengarah dan pendorong kelakuan manusia. Karena sistem nilai budaya itu hanya merupakan konsep yang abstrak, tanpa perumusan yang tegas, maka konsep itu biasanya hanya bisa dirasakan, tetapi sering tidak dapat dinyatakan dengan tegas oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Cara membina mentalitas untuk pembangunan yang mungkin bisa merubah lemahnya mentalitas bangsa kita adalah dengan adanya memberi contoh yang baik, dan adanya pembinaan terhadap generasi muda agar kedepanya akan lebih bangga dan peraya diri terhadap karya sendiri. Good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut dapat dikatakan baik (good atau sound) jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel, serta transparan. Prinsi-prinsip tersebut tidak hanya terbatas dilakukan dikalangan birokrasi pemerintahan, tetapi juga di sektor swasta dan lembaga-lembaga nonpemerintah. Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah maupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat. B. Saran Alhamdulilah, akhirnya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh bapak dosen. Kami menyadari, dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan. Semoga penulisan makalah ini bisa menambah wawasan kita dalam mengetahui lebih jauh tentang Mentalitas dan Good Governance. Untuk itu Kami



9



mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga bisa meminimalisasikan kekurangan dan kesalahan guna penyusunan makalah yang lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. SIFAT DAN SANKSI SEBAGAI SARANA KONTROL SOSIAL, http://download.garuda.ristekdikti.go.id http://iisisti373.blogspot.com/2015/05/mentalitas-dan-good-governance_27.html http://dennidama.blogspot.com/2012/12/-karakteristik-mentalitas.html



10