12 0 1 MB
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Penyakit ulkus peptikus (tukak) merupakan pembentukan ulkus pada
saluran percernaan bagian atas yang diakibatkan oleh pembentukan asam dan pepsin. Tukak peptik merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak (misalnya tukak karena stres). Kebanyakan tukak lambung terjadi ketika adanya asam dan pepsin dengan infeksi Helicobacter Pylori, NSAID, atau faktor lain yang mengganggu pertahanan mukosa yang normal dan mekanisme penyembuhan. Hipersekresi asam adalah Mekanisme patogenesis dominan yang terjadi di berbagai negara. Penyebab umum tukak adalah infeksi Helicobacter Pylori, NSAID, SRMD (stress related mucosal damage). Adapun penyebab lain adalah hipersekresi asam gastrin (Sindrom Zollinger Ellison), infeksi virus (cytomegaloovirus), insufisiensi vaskular, radiasi, kemoterapi, genetik, idiopatik. Adapun gejala yang terjadi pada kondisi tukak lambung antara lain: (1) nyeri epigastrium ringan atau komplikasi pencernaan bagian atas yang mengancam jiwa akut; (2) nyeri perut atau epigastrium yang sering dapat digambarkan seperti rasa yang terbakar, tetapi dapat timbul ketidaknyamanan
seperti kram pada perut; (3) nyeri nokturnal yang khas dapat mengganggu waktu tidur pasien (terutama 00:00-03:00); (4) tingkat keparahan tukak lambung bervariasi dari pasien ke pasien, dan mungkin musiman, lebih sering terjadi pada musim semi atau musim gugur; (5) perubahan karakter nyeri mungkin menunjukkan adanya komplikasi; (6) mulas, bersendawa, dan kembung sering timbul bersamaan dengan rasa nyeri; (7) mual, muntah, dan anoreksia, lebih sering terjadi pada pasien tukak lambung daripada pasien tukak duodenum, tetapi juga dapat menjadi tanda dari komplikasi yang berhubungan dengan tukak; (8) berat badan yang berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia. Pada penanganan tukak lambung, jika tidak ditanggulangi dengan tepat maka dapat mengakibatkan komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi pada tukak lambung adalah tukak yang membandel (intraktibilitas), perdarahan GI atas, perforasi, dan obstruksi pilorus terjadi pada tukak yang diakibatkan HP serta tukak akibat NSAID merupakan yang paling serius. Oleh karena itu, perlu dilakukannya penangganan tukak lambung yang tepat.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah
bagaimana cara management tukak lambung yang tepat untuk memperoleh terapi yang optimal.
1.3
Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui cara management
tukak lambung yang tepat untuk memperoleh terapi yang optimal.
1.4
Manfaat Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai cara management tukak lambung yang tepat untuk memperoleh terapi yang optimal sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penanganan tukak lambung.
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Anatomi dan Fisiologi Lambung 2.1.1 Anatomi Lambung Lambung terletak onlik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung-J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorikum atau pilorus (Gambar 1.1). Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan mencegah rufluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus halus kedalam lambung.
Gambar 2.1 Anatomi Lambung Lambung terdiri dari empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum dan terus memanjang ke arah hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi omentum minor (dikenal juga dengan nama ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritoneum terus kebawah membentuk omentum mayus, yang menutupi usus halus dari depan seperti apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan
cairan
(pseudokista
pankreatikum)
akibat
komplikasi
pankreatitis akut. Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun dari tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkulasi di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan
serat otot yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecahkan makanan menjadi partikelpartikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorong ke arah duodenum. Submukosa terdiri dari jaringan areolar jarang yang menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak bersama gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe. Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun dari lipatan-lipatan longitudinal yang disebut rugae. Dengan adanya lipatan-lipatan ini lambung dapat berdistensi sewaktu diisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel zimogenik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk
menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium dan klorida.
2.1.2 Fisiologi Lambung Fungsi lambung terbagi menjadi fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Fungsi motorik terdiri atas penyimpanan (Fungsi Reservoir), menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicernakan dan bergerak pada saluran cerna, menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oleh gastrin. Pencampuran memiliki fungsi untuk memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik intrinsik dasar. Pengosongan kimus (makanan yang bercampur dengan sekret lambung) kedalam duodenum. Fungsi pengosongan lambung ini diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obatobatan, dan kerja. Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal. Fungsi pencernaan dan sekresi terdiri dari pencernaan protein oleh pepsin dan HCl dimulai disini; pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya; Sintesis dan pelepasan
gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus; Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal; Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut. Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu sebagai akibat melihat, mencium, memikir, atau mengecap makanan. Fase ini diperantai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pust nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hasilnya, kelenjar gastrik dirangsang mengeluarkan asam HCl, pepsinogen dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan. Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi yang terjadi pada antrum menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls-impuls ini merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung,
untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh pH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alkohol. Gastrin adalah stimulus utama sekresi asam hidroklorida. Tabel berikut menunjukkan efek-efek yang ditimbukan oleh gastrin. Tabel 2.1 Kerja Gastrin Kerja
Makna fisiologis
Merangsang sekresi asam dan pepsin Mempermudah pencernaan Merangsang sekresi faktor intrinsik
Mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam usus halus
Merangsang sekresi enzim pankreas Merangsang
peningkatan
Mempermudah pencernaan
aliran Mempermudah pencernaan
empedu hati Merangsang pengeluaran insulin Mempermudah metabolisme glukosa Merangsang
pergerakan
lambung Mempermudah pencampuran dan
dan usus
pendorongan makanan yang telah ditelan
Mempermudah
relaksasi
reseptif Lambung
lambung
dapat
menambah
volumenya dengan sangat mudah tanpa peningkatan tekanan
Meningkatkan
tonus
istirahat Mencegah refluks lambung waktu
sfingter esofagus bagian bawah
pencampuran
Menghambat pengosongan lambung
Memungkinkan
dan
pengadukan pencampuran
seluruh
isi
lambung
sebelum
diteruskan ke usus
Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambungtotal setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang sejumlah sekitar 2.000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh pada reseksi bedah antrum pilorus, sebab ditempat inilah gastrin diproduksi. Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi lambung ini diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang telah dicerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan lambung terus-menerus mensekresikan cairan lambung. Tetapi, peranan usus kecil sebagian penghambat sekresi lambung jauh lebih besar.
2.2
Definisi Penyakit ulkus peptikus (tukak) merupakan pembentukan ulkus pada
saluran percernaan bagian atas yang diakibatkan oleh pembentukan asam dan pepsin. Tukak peptik merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak (misalnya tukak karena stres). Menurut definisi, tukak peptik dapat
ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi juga jejunum bahkan sampai ke mukosa muskularis. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan rusaknya lapisan mukosa. 2.3 prevalensi Prevalensi infeksi Helicobacter pylori di negara berkembang lebih tinggi dibanding dengan negara maju. Prevalensi pada populasi di negara maju sekitar 30-40% sedangkan di negara berkembang mencapai 80-90%. Dari jumlah tersebut hanya sekitar10-20% yang akan menjadi penyakit gastroduodenal (Rani, 2001). Berdasarkan penelitian di Amerika, kira-kira 500.000 orang tiap tahunnya menderita tukak lambung dan 70% diantaranya berusia 25-64 tahun. Sebanyak 48% penderita tukak lambung disebabkan karena infeksi Helicobacter pylori dan 24% karena penggunaan obat NSAID. Infeksi Helicobacter pylori jarang terjadi pada anak-anak namun kebanyakan tukak lambung yang menyerang anak-anak terjadi pada usia antara 8 dan 17 tahun (Anonim, 2009). Ulkus gaster atau lebih populer dengan penyakit maag, banyak terdapat pada masyarakat di dunia, pada semua umur. Prevalensi ulkus gaster berkisar 11- 14 % pada pria dan 8-11 % pada wanita. Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan ulkus mengalami penurunan pada pria usia muda, khususnya untuk ulkus duodenum, dan jumlah meningkat pada wanita usia tua (Ponijan, 2011). Di Indonesia ulkus gaster ditemukan antara 6-15% pada usia 20-50 tahun (Nasif et al,2007) dan dari data WHO menyebutkan bahwa kematian akibat ulkus gaster di Indonesia mencapai 0,99 persen yang didapatkan dari angka kematian 8,41 per 100,000 penduduk (WHO, 2011). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (BPPK) Depkes (2008) menyatakan bahwa pada tahun 2005-2008, ulkus gaster menempati urutan ke-10 dalam kategori penyebab kematian pada kelompok umur 45-54 tahun pada laki-laki (2,7%). 2.4
Etiologi Kebanyakan tukak lambung terjadi ketika adanya asam dan pepsin dengan
infeksi HP, NSAID, atau faktor lain yang mengganggu pertahanan mukosa yang normal dan mekanisme penyembuhan. Hipersekresi asam adalah Mekanisme patogenesis dominan yang terjadi di berbagai negara. Penyebab umum tukak adalah infeksi Helicobacter Pylori, NSAID, SRMD (stress related mucosal damage). Adapun penyebab lain adalah hipersekresi asam gastrin (Sindrom
Zollinger Ellison), infeksi virus (cytomegaloovirus), insufisiensi vaskular, radiasi, kemoterapi, genetik, idiopatik. Penyebab umum dari tukak salah satunya adalah infeksi Helicobacter pylori. Helicobacter pylori menyebabkan gastritis kronis pada semua individu yang terinfeksi dan penyebab terjadinya PUD (Peptic Ulcer Deasease), kanker lambung, dan mucosa associated lymphoid tissue (MALT) limfoma. Namun, hanya sejumlah kecil orang yang terinfeksi akan berkembang menjadi gejala PUD (sekitar 20%) atau kanker lambung (kurang dari 1%). Pola dan distribusi gastritis berhubungan dengan resiko gangguan pencernaan tertentu. Perkembangan gastritis atrofi dan kanker lambung merupakan proses yang lambat yang terjadi selama 20 sampai 40 tahun. Studi serologi mengkonfirmasi hubungan antara HP dan kanker lambung. Bukti pendukung untuk PUD didasarkan pada kenyataan bahwa ulkus non-NSAID paling banyak disertai terinfeksi HP. Pemberantasan HP nyata menyebabkan menurunnya kekambuhan ulkus. kofaktor host-spesifik dan variabilitas HP memainkan peran penting dalam patogenesis PUD dan kanker lambung, meskipun hubungan antara HP dan perdarahan PUD kurang jelas, pemberantasan HP menurunkan berulangnya perdarahan. Tidak ada hubungan spesifik yang telah ditetapkan antara HP dan dispepsia, nonulcer dyspepsia (NUD), atau gastroesophageal reflux disease. HP ditularkan dari orang ke orang melalui tiga jalur yang berbeda: fecaloral, oral-oral, dan iatrogenik. Penyebaran dari organisme diduga terjadi melalui rute fecal-oral, baik secara langsung dari orang yang terinfeksi, atau tidak langsung (Fecal yang terkontaminasi) dari air atau makanan. Salah satu anggota
keluarga yang serumah cenderung menjadi terinfeksi ketika seseorang di rumah yang sama terinfeksi. Faktor resiko meliputi kondisi rumah yang sumpek, sejumlah besar anak-anak, air yang tidak bersih dan konsumsi sayuran mentah. Penyebaran dengan rute oral-oral telah dikemukakan karena HP telah diisolasi dari rongga oral. Penyebaran
HP dapat terjadi iatrogenik ketika alat yang
digunakan untuk misalnya endoskopi sudah terinfeksi. NSAID merupakan obat yang dapat menginduksi terjadinya tukak lambung. NSAID adalah salah satu golongan obat yang paling banyak diresepkan di Amerika Serikat, terutama pada individu usia 60 tahun atau lebih. Terdapat bukti yang menunjukkan NSAID nonselektif (termasuk aspirin) menyebabkan berbagai cedera di saluran pencernaan. Perdarahan subepitel lambung terjadi dalam waktu 15 sampai 80 menit setelah mengonsumsi obat, dan pada penggunaan jangka panjang dapat berkembang sehingga terjadinya pengikisan lambung. lesi ini sembuh dalam beberapa hari dengan terus mengonsumsi NSAID dan tidak mengakibatkan komplikasi Gl. Gastroduodenal ulcer terjadi pada 15% sampai 30% dari pengguna NSAID teratur dan dapat berkembang dalam waktu seminggu atau dengan pengobatan lanjutan (6 bulan atau lebih). Ulkus lambung yang paling umum, terjadi terutama di antrum dan berpotensi lebih besar daripada pengikisan lambung karena ulkus lambung dapat berpotensi pendarahan atau perforasi ulkus yang diinduksi NSAID dapat terjadi di esofagus dan usus, tetapi tidak umum. Setiap tahun, terdapat laporan penggunaan NSAID nonselektif setidaknya 16.500 terjadi kematian dan 107.000 pasien rawat inap di Amerika Serikat. Klinis penting atas terjadinya masalah gastrointestinal adalah 3% sampai 4. 5% dari pasien
arthritis yang menggunakan NSAID, dan 1,5% memiliki komplikasi serius (perdarahan GI, perforasi atau obstruksi). Stres juga dapat menyebabkan tukak. Stres bentuknya dapat bermacammacam, seperti syok hipotensif setelah trauma dan operasi besar, sepsis, hipoksia, luka bakar hebat (tukak Curling), atau trauma serebral (tukak Cushing). Setiap penderita sakit berat yang berada pada tempat perawatan intensif, peka terhadap timbulnya tukak stres. Gastritis erosif akut dan gastritis hemoragik yang diakibatkan oleh alkohol, aspirin atau obat ulserogenik lain dan refluks empedu sering digolongkan tukak stres, karena lesinya mirip.
2.5
Faktor Resiko 2.5.1
Faktor resiko untuk ulkus yang diinduksi NSAID dan komplikasi GI dapat dilihat sebagai berikut :
i)
umur lebih dari 60 tahun
ii)
sebelumnya pernah menderita ulkus peptic
iii)
sebelumnya pernah perdarahan gastrointestinal atas
iv)
penggunaan NSAID bersamaan dengan kortikosteroid
v)
penggunaan NSAID bersamaan dengan koagulan atau antikoagulan
vi)
menggunakan NSAID dosis tinggi dan penggunaan multiple NSAID
vii) mempunyai
gangguan
kardiovaskular)
organ
kronis
(misalnya
penyakit
2.5.2
Faktor resiko yang bisa terjadi
i)
Durasi penggunaan NSAID
ii)
Infeksi Helicobacter pylori
iii)
Rheumatoid Arthtritis
iv)
NSAID yang berhubungan dengan dyspepsia
v)
Merokok
vi)
Konsumsi alkohol
Kombinasi faktor resiko di atas dapat menyebabkan resiko yang bertambah. Resiko komplikasi NSAID meningkat sebanyak 14 kali lipat pada pasien dengan riwayat ulkus atau perdarahan yang berhubungan dengan ulkus. Usia lanjut merupakan faktor resiko tersendiri yang dapat meningkat secara linear dengan usia pasien. Terjadinya komplikasi ulkus yang tinggi pada orang tua mungkin disebabkan pengaruh usia mengubah mukosa lambung (faktor defensif). Resiko ulkus yang diinduksi NSAID dan komplikasi akibat dosis, meskipun keduanya dapat terjadi dengan dosis rendah NSAID tanpa resep dan dosis rendah aspirin yang dapat digunakan untuk tujuan kardioprotektif adalah (81-325 mg / hari). Penggunaan kortikosteroid tunggal
tidak meningkatkan resiko ulkus atau
komplikasi, tapi resiko ulkus meningkat dua kali lipat pada penggunaan kortikosteroid bersamaan dengan NSAID. Penggunaan aspirin dosis rendah dalam kombinasi dengan NSAID lain meningkatkan resiko komplikasi GI atas yang lebih besar dibandingkan penggunaan obat tunggal. Resiko perdarahan yang nyata meningkat saat NSAID digunakan dalam kombinasi dengan antikoagulan. NSAID yang berhubungan dengan dispepsia yang tidak berkurang dengan obat antiulcer
mungkin menunjukkan ulkus atau komplikasi ulkus, tapi dispepsia tidak berhubungan langsung dengan kerusakan mukosa. Jika infeksi HP merupakan faktor resiko ulkus yang diinduksi NSAID tetap kontroversia. Sebagian besar bukti menunjukkan bahwa HP dan NSAID merupakan faktor resiko tersendiri dan bahwa HP tidak mempotensiasi resiko pembentukan ulkus dalam penggunaan NSAID. Namun, data terakhir menunjukkan bahwa HP dapat mempotensiasi efek dari NSAID dan aspirin dosis rendah dapat memperbesar resiko perdarahan ulkus. Merokok dan konsumsi alkohol berkontribusi terhadap peningkatan resiko ulkus. NSAID nonselektif, berpotensi bila digunakan dalam dosis anti-inflamasi. Obat-obat tersebut antara lain nonsalisilat terdiri dari NSAID nonselektif (indometasin, piroksikam, ibuprofen, naproksen, sulindak, ketoprofen, ketorolak, flurbiprofen, diklofenak); NSAID parsial selektif (etodolak, nabumetone, meloxicam); selektif penghambat COX-2 (celecoxib, valdecoxib); dan salilat terdiri dari asetilasi (aspirin); nonsalisilat (salsalat, trialisilat). Namun, nonsalisilat (misalnya, salsalat) dan NSAID yang lebih baru (misalnya, etodolac, nabumeton, dan meloxicam) mungkin dapat digunakan untuk penurunan toksisitas GI. NSAID yang selektif menghambat siklooksigenase-2 (COX-2) menurunkan terjadinya ulkus gastroduodenal dan komplikasi GI dibandingkan dengan NSAID nonselektif. Penggunaan buffer atau salut selaput enterik aspirin memberikan proteksi tambahan dari ulkus atau komplikasi GI. Terdapat bukti epidemiologi yang menghubungkan merokok terhadap ulkus peptikum, gangguan penyembuhan ulkus, dan komplikasi ulkus GI. Resiko ini sebanding dengan jumlah rokok yang dihisap dan beresiko sedang bila kurang
dari 10 rokok yang dihisap per hari. Merokok tidak meningkatkan kekambuhan ulkus setelah pemberantasan HP. Tingkat kematian lebih tinggi di antara pasien perokok daripada pasien bukan perokok, meskipun tidak diketahui apakah peningkatan mortalitas ini menggambarkan ulkus peptikum atau karena jantung dan paru pasien perokok. Mekanisme dari merokok yang menyebabkan ulkus peptikum tetap tidak jelas. mekanisme yang mungkin terjadi termasuk lambatnya pengosongan lambung dari padatan dan cairan, penghambatan sekresi pankreas bikarbonat, peningkatan refluks gastrointestinal, dan penurunan produksi prostaglandin pada mukosa (PG). Meskipun merokok meningkatkan sekresi asam lambung, efek ini tidak konsisten. Tidak pasti apakah nikotin atau komponen lain dari rokok yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis dari lambung. Merokok dapat memberikan kondisi yang menguntungkan terhadap infeksi HP. Faktor psikologis dalam patogenesis ulkus peptikum masih diperdebatkan. Pengamatan klinis menunjukkan bahwa pasien ulkus yang dipengaruhi oleh stress. Namun, hasil dari uji coba terkontrol yang bertentangan dan telah gagal untuk membuktikan hubungan sebab-akibat tersebut. Terdapat kemungkinan bahwa stress emosional dapat memicu resiko perilaku seperti merokok dan penggunaan NSAID, atau perubahan respon inflamasi atau resistensi terhadap infeksi HP. Peran stress dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi ulkus peptikum sangat kompleks dan kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor. Peran makanan dan gizi pada ulkus peptikum belum dapat dipastikan, tetapi dapat dijelaskan secara umum. Kopi, teh, minuman cola, bir, susu, dan rempahrempah dapat menyebabkan dispepsia, tetapi tidak meningkatkan resiko ulkus
peptikum. Pembatasan minuman dan makanan tidak mengubah frekuensi kekambuhan ulkus. Selain kafein yang dapat menstimulasi asam lambung, kopi tatau teh tanpa kafein, minuman berkarbonasi bebas kafein, bir, dan anggur juga dapat menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung. Dalam konsentrasi tinggi, konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung akut dan perdarahan GI atas: Namun, tidak ada cukup bukti untuk mengkonfirmasi bahwa alkohol menyebabkan ulkus.
2.6
Klasifikasi Klasifikasi tukak lambung berdasarkan penyebabnya terdiri dari tukak
dengan infeksi Helicobacter pylori, tukak yang diinduksi NSAID dan Tukak akibat Stres/SRMD (Stress-Related Mucosal Damage)
Gambar 2.2 Perbedaan Tukak Peptik
Klasifikasi tukak lambung juga dapat dibedakan berdasarkan tempat terjadinya yaitu tipe 1 terletak pada kurvatura minor atau proximal insisura, dekat dengan junction mukosa onsitik dan antral. Tipe 2 lokasi yang sama dengan tipe 1
tetapi berhubungan dengan tukak duodenum. Tipe 3 terletak pada 2 cm dari pilorus. Tipe 4 terletak pada proksimal abdomen atau pada kardia.
Gambar 2.3 Tukak Lambung 2.7
Patogenesis Ulkus lambung dan duodenum terjadi karena ketidakseimbangan antara
faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan mekanisme yang menjaga integritas mukosa (pertahanan dan perbaikan mukosa).
2.7.1 Faktor agresif Potensi yang menimbulkan kerusakan mukosa berhubungan dengan sekresi dari lambung (asam klorida) dan pepsin. Asam klorida disekresikan oleh sel parietal, yang mengandung reseptor histamin, gastrin, dan asetilkolin. Asam (serta infeksi HP dan Penggunaan NSAID) merupakan faktor tersendiri yang berkontribusi terhadap gangguan integritas mukosa. Peningkatan sekresi asam telah diamati pada pasien dengan ulkus duodenum dan kemungkinan juga akibat dari infeksi HP. Pasien dengan ZES (Zollinger Ellison Syndrom) memiliki hipersekresi asam lambung yang dihasilkan dari
gastrin yang memproduksi tumor. Pasien dengan ulkus lambung biasanya memiliki tingkat sekresi asam yang normal atau terjadi penurunan (Hypochlorhydria). Sekresi asam dinyatakan sebagai jumlah asam yang disekresikan dari basal atau pada kondisi puasa, pengeluaran asam basal (PAB); setelah stimulasi maksimal, pengeluaran asam maksimal (MAO); atau dalam menanggapi makanan. Basal, maksimal, dan stimulasi makanan terhadap sekresi asam bervariasi berdasarkan waktu dalam sehari dan kondisi psikologis individu, usia, jenis kelamin, dan status kesehatan. PAB mengikuti ritme sirkadian, dengan sekresi asam tertinggi terjadi pada malam hari dan terendah di pagi hari. Perbandingan peningkatan PAB: MAO menunjukkan hipersekresi basal di suatu tempat seperti ZES. Tinjauan dan pengaturan sekresi asam lambung juga dapat ditemukan di tempat lain. Pepsinogen, prekursor tidak aktif dari pepsin, disekresikan oleh Sel chief yang terletak di fundus lambung. Pepsin dapat aktif pada pH asam (pH optimal 1,8-3,5), tidak aktif secara reversible pada pH 4, dan hancur secara ireversibel
pada pH 7. Pepsin dapat memainkan peran dalam aktivitas
proteolitik yang terlibat dalam pembentukan ulkus.
2.7.2 Faktor defensif Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa adalah melindungi mukosa di saluran cerna dari substansi endogen dan eksogen yang berbahaya. Mekanisme pertahanan mukosa termasuk mukus dan sekresi
bikarbonat, pertahanan intrinsik sel epitel, dan sawar darah mukosa. Mukus dan sekresi bikarbonat dapat melindungi dari asam dalam lumen lambung dengan viskositas tertentu dan pH yang mendekati netral. Perbaikan mukosa setelah cedera berhubungan dengan sel epitel restitusi, pertumbuhan, dan regenerasi. Pemeliharaan dan perbaikan integritas diperantarai oleh produksi prostaglandin endogen. Istilah sitoproteksi sering digunakan untuk menggambarkan proses ini, tapi pertahanan mukosa (mucosal defense) dan perlindungan mukosa (mucosal protection) adalah istilah yang lebih akurat, prostaglandin dapat mencegah cedera yang dalam pada mukosa dan mencegah kerusakan sel pada individu. Hiperemia lambung dan peningkatan sintesis prostaglandin menandai sitoproteksi, adaptasi jangka pendek sel mukosa terhadap iritasi topikal yang ringan. Fenomena ini memungkinkan perut pada awalnya melawan efek iritasi yang merusak. Perubahan pertahanan mukosa yang disebabkan oleh infeksi HP atau NSAID merupakan kofaktor yang paling penting dalam pembentukan tukak lambung. Patogenesis dari tukak akibat infeksi Helicobacter pylori dapat dijelaskan sebagai berikut: Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral, sensitif terhadap pH, bakteri mikroaerofilik yang berada antara lapisan mukus dan permukaan sel epitel di lambung, atau tempat di mana jenis sel epitel lambung ditemukan. Kombinasi bentuk spiral dan flagela memungkinkan bakteri ini untuk bergerak dari lumen lambung, pada saat pH rendah, ke lapisan mukus, pada saat pH lokal netral. Infeksi
akut disertai dengan hypochlorhydria sementara, yang memungkinkan organisme untuk bertahan hidup di dalam getah asam lambung. Metode yang tepat dimana HP awalnya menginduksi hypochlorhydria tidak jelas. Terdapat teori yang menyatakan bahwa HP menghasilkan sejumlah besar urease, yang menghidrolisis urea dalam asam lambung dan mengubahnya menjadi amonia dan karbon dioxide. Efek lokal buffer amonia mengahasilkan lingkungan mikro yang netral dalam bakteri maupun di sekitarnya, yang melindungi dari efek asam yang mematikan. HP juga memproduksi asam-penghambat protein, yang memungkinkan dapat beradaptasi dengan pH yang rendah di daerah lambung. HP menempel pada epitelium lambung oleh adherence pedestals, yang mencegah organisme tersebut keluar selama pergantian sel dan sekresi mukus. Kolonisasi corpus (tubuh) dari lambung berhubungan dengan ulkus lambung. Organisme antrum merupakan hipotesis untuk kolonisasi jaringan metaplastic di lambung (yang diduga timbul sekunder dengan perubahan sekresi asam atau bikarbonat, produk HP, atau respon inflamasi) dalam duodenum yang mengarah pada ulkus duodenum. Beberapa bakteri dan host menjadi faktor yang berkontribusi dalam kemampuan HP menyebabkan cedera mukosa saluran cerna. Mekanisme patogenik meliputi: (1) kerusakan mukosa langsung; (2) perubahan dalam kekebalan/respon
inflamasi;
(3)
hypergastrinemia
mengarah
pada
peningkatan sekresi asam. Selain itu, HP dapat meningkatkan karsinogenik dan perubahan pada sel epitel lambung.
Kerusakan mukosa langsung diakibatkan oleh faktor virulensi (vacuolating cytotoxin, cytotoxin-berhubungan dengan gen protein, dan faktor penghambat pertumbuhan), enzim pengurai bakteri (lipase, protease, dan urease), dan adherence. Sekitar 50% dari HP menghasilkan protein toksin (Vac A) yang bertanggung jawab untuk pembentukan vakuola sel. Strain dengan gen (CagA) protein cytotoxin dapat menyebabkan ulkus duodenum, gastritis atrofi, dan kanker lambung. Lipase dan protease dapat mendegradasi mukus lambung, ammonia diproduksi oleh urease yang memungkinkan dapat beracun pada sel epitel lambung, dan meningkatkan keteraturan bakteri dalam menyerap racun ke dalam sel epitel lambung. Infeksi HP mengubah respon inflamasi dan kerusakan sel epitel langsung oleh mekanisme kekebalan yang diperantarai sel, atau secara tidak langsung dengan diaktifkannya neutrofil atau makrofag sehingga berusaha untuk menfagositosis bakteri atau produk yang dihasilkannya. Infeksi HP dapat meningkatkan sekresi asam lambung pada pasien dengan ulkus duodenum, atau mengurangi pengeluaran asam pada pasien kanker lambung. Infeksi pada bagian antrum dominan berhubungan dengan hypergastrinemia dan peningkatan sekresi asam lambung. Mekanisme yang bertanggungjawab termasuk sitokin, seperti tumor necrosis faktor-α dilepaskan pada kondisi gastritis HP; produk dari HP, seperti amonia; dan berkurangnya ekspresi somatostatin. Alasan somatostatin berkurang memang jelas, namun sitokin mungkin juga terlibat. Infeksi corpus (tubuh)–predominant meningkatkan atrofi lambung dan mengurangi pengeluaran asam.
Gambar 2.4 Patogenesis Infeksi H.pylori
Nonselektif NSAID termasuk aspirin menyebabkan kerusakan mukosa lambung oleh dua mekanisme penting: (1) langsung atau iritasi topikal pada epitel lambung; (2) penghambatan secara sistemik sintesis endogen prostaglandin pada mukosa. Meskipun awal cedera dimulai topikal oleh sifat asam dari banyak NSAID, penghambatan pelindung prostaglandin secara sistemik memainkan peran yang dominan dalam pengembangan ulkus lambung. Siklooksigenase (COX) adalah enzim yang berperan dalam perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin dan dihambat oleh NSAID.
Gambar 2.5 Mekanisme Kerja NSAID
Dua isoform COX serupa telah diidentifikasi: cyclooxygenase-1 (COX-1) ditemukan banyak dalam jaringan tubuh, termasuk perut, ginjal, usus, dan trombosit; cyclooxygenase-2 (COX-2) tidak terdeteksi di sebagian besar jaringan di bawah kondisi fisiologis normal, tetapi ekspresinya dapat diinduksi selama inflamasi akut dan arthritis.
Gambar 2.6 Mekanisme Kerja NSAID selektif dan Nonselektif
COX-1 menghasilkan pelindung prostaglandin yang mengatur proses fisiologis seperti integritas mukosa GI, homeostasis platelet, dan fungsi ginjal. COX-2 diinduksi (diregulasi) oleh rangsangan inflamasi seperti sitokin, dan menghasilkan prostaglandin yang terlibat dengan peradangan, demam, dan nyeri. COX-2 juga dinyatakan constitutionally dalam organ tersebut seperti otak, ginjal, dan saluran reproduksi. Efek samping (misalnya, toksisitas GI atau toksisitas ginjal) NSAID berhubungan dengan penghambatan COX-1, sedangkan tindakan anti-inflamasi hasil dari penghambatan NSAID COX-2. NSAID non selektif termasuk aspirin menghambat baik COX-1 dan COX-2 dengan tingkat yang bervariasi. Aspirin ireversibel menghambat trombosit COX-1 selama 18 jam, sehingga agregasi platelet menurun dan terjadi perpanjangan waktu perdarahan, yang dapat berpotensi menyebabkan perdarahan gastrointestinal atas dan bawah. Efek yang sama juga telah diamati pada NSAID nonselektif. Beberapa mekanisme lain dapat berkontribusi untuk perkembangan cedera mukosa yang diinduksi NSAID. Neutrofil adherence mungkin merusak endotel pembuluh darah dan dapat menyebabkan penurunan aliran darah mukosa, atau mungkin membebaskan oksigen radikal bebas dan protease. Leukotrien, produk metabolisme lipoxygenase, merupakan zat inflamasi yang dapat menyebabkan mukosa cedera melalui efek stimulasi pada neutrofil adherence. Iritasi topikal terutama berhubungan dengan sifat asam dari NSAID (misalnya, aspirin) dan kemampuannya untuk menurunkan hidrofobisitas
dari lapisan gel mukus di mukosa lambung. Kebanyakan nonaspirin NSAID memiliki efek iritan topikal, tapi aspirin menjadi obat yang paling merusak. Meskipun prodrug NSAID, tablet aspirin salut selaput enterik, derivatif salisilat, dan sediaan parenteral atau rektal berhubungan dengan cedera mukosa lambung topikal yang kurang akut, obat tersebut dapat menyebabkan ulkus dan komplikasi GI sebagai hasil dari penghambatan sistemik endogen. Tukak stres umumnya dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan kemungkinan mekanisme patogenetik. Tukak Cushing dihubungkan dengan cedera otak yang berat ditandai oleh hiperasiditas yang nyata, yang mungkin diperantarai oleh perangsangan vagus (cedera otak- stimulasi vagushiperasiditas- tukak peptik akut). Sedangkan tukak stres yang dihubungkan dengan syok, sepsis, luka bakar, dan obat-obatan tidak ditandai oleh hipersekresi asam lambung. Penelitian Silen dan Skillman (1974) mengarah pada gangguan fungsi sawar mukosa lambung, khususnya dengan adanya iskemia akibat perfusi vaskular yang jelek, yang mungkin merupakan patogenesis yang penting.
Gambar 2.7 Mekanisme Tukak Stres (SRMD)
2.8
Gejala Klinis Adapun gejala klinis yang sering terjadi pada kondisi tukak lambung yaitu:
(1) nyeri epigastrium ringan atau komplikasi pencernaan bagian atas yang mengancam jiwa akut; (2) nyeri perut atau epigastrium yang sering dapat digambarkan seperti rasa yang terbakar, tetapi dapat timbul ketidaknyamanan seperti kram pada perut; (3) nyeri nokturnal yang khas dapat mengganggu waktu tidur pasien (terutama 00:00-03:00); (4) tingkat keparahan tukak lambung bervariasi dari pasien ke pasien, dan mungkin musiman, lebih sering terjadi pada musim semi atau musim gugur; (5) perubahan karakter nyeri mungkin menunjukkan adanya komplikasi; (6) mulas, bersendawa, dan kembung sering timbul bersamaan dengan rasa nyeri; (7) mual, muntah, dan anoreksia, lebih sering terjadi pada pasien tukak lambung daripada pasien tukak duodenum, tetapi juga dapat menjadi tanda dari komplikasi yang berhubungan dengan tukak; (8)
berat badan yang berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia; (9) komplikasi, termasuk perdarahan tukak, perforasi, penetrasi, atau obstruksi.
2.9
Diagnosis 2.9.1
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik menunjukkan rasa sakit epigastrik meliputi daerah
dari bawah tulang dada hingga daerah sekitar pusar, jarang melebar ke bagian belakang tubuh.
2.9.2 i)
Tes laboratorium Tes laboratorium yang rutin tidak menolong menegakkan diagnosis ulkus tanpa komplikasi. Hematokrit, hemoglobin dan Hemoccult test (tes untuk mendeteksi darah pada tinja) digunakan untuk mendeteksi perdarahan. Hematokrit dan hemoglobin yang rendah dengan perdarahan, dan tes tinja Hemoccult positif.
ii)
Diagnosis dari H.pylori dapat dengan menggunakan tes invasif dan non invasif. Tes invasif dengan melakukan endoskopi dan biopsi mukosa atas lambung untuk histologi, kultur bakteri dan mendeteksi aktivitas
urease.
Endoskopi
(esophagogastroduodenoscopy)
mendeteksi lebih dari 90% dari tukak lambung dan memungkinkan pemeriksaan langsung, biopsi, visualisasi erosi dangkal, dan situs perdarahan aktif. Tes noninvasif meliputi uji pernafasan urea dan tes deteksi antibodi. Uji pernafasan urea berdasarkan produksi urease
oleh H.pylori. Deteksi antibodi berguna untuk mendeteksi IgG yang mengatasi H.pylori, tetapi tes tidak biasa dilakukan untuk mengetahui teratasinya H.pylori, karena titer antibodi memerlukan waktu 0,5-1 tahun untuk kembali ke kisaran tidak terinfeksi. Tes deteksi antibodi adalah awal dari tes skrinning karena prosesnya cepat, tidak mahal dan kurang invasif dibandingkan tes biopsi endoskopi. iii)
Diagnosis ulkus tergantung dari visualisasi dari lubang tukak melalui radiografi saluran cerna atas. Teknik kontras tunggal barium rutin mendeteksi 30% dari tukak lambung yang hilang; optimasi radiografi kontras ganda mendeteksi 60% sampai 80% dari tukak. Radiografi lebih dipilih sebagai prosedur diagnosis awal pada pasien yang dicurigai menderita tukak tanpa komplikasi. Jika penyakit tukak ditemukan pada radiografi, maka keganasan harus dipastikan dengan visualisasi endoskopik langsung dan histologi.
iv)
Studi sekretorik asam lambung
v)
Puasa pada konsentrasi serum gastrin hanya direkomendasikan untuk pasien yang tidak responsif terhadap terapi, atau bagi mereka yang hipersekresi
vi)
Pengujian Helicobacter pylori Tabel 2.2 Tes Deteksi Helicobekter pylori
Tes Tes Endoskopi
Deskripsi
Keterangan
Histologi
pemeriksaan mikrobiologi Emas standar; 95% sensitif dan spesifik; menggunakan
berbagai memungkinkan
noda
hasilnya
klasifikasi
tidak
gastritis;
langsung;
tidak
dianjurkan untuk diagnosis awal; tes untuk infeksi HP aktif; antibiotik, bismuth, dan PPI dapat menyebabkan hasil negatif palsu.
Budaya
Budaya biopsi Memungkinkan sensitivitas pengujian untuk menentukan pengobatan yang tepat atau resistensi antibiotik; 100% tertentu; hasilnya tidak langsung; tidak dianjurkan untuk diagnosis awal, tetapi dapat
digunakan
setelah
kegagalan
pengobatan lini kedua; tes untuk infeksi HP aktif; antibiotik, bismuth, dan PPI
Biopsi
dapat menyebabkan hasil negatif palsu.
(cepat) urease HP urease menghasilkan amonia, yang
Ujian pilihan di endoskopi; > 90%
menyebabkan perubahan
sensitif dan spesifik; mudah dilakukan
warna
hasil yang cepat (biasanya dalam waktu 24 jam); tes untuk infeksi HP aktif;
antibiotik, bismuth, dan PPI dapat menyebabkan hasil negatif palsu, tes dapat menghasilkan false-negatif pada perdarahan ulkus aktif; tersedia sebagai tes gel, tes kertas, dan tablet. Tes Non Endoskopi
Deteksi
Mendeteksi antibodi untuk Kuantitatif; kurang sensitif dan spesifik
antibodi
HP dalam serum, di U.S, dibandingkan
(laboratorium
hanya persetujuan FDA akurat daripada di-kantor atau tes dekat-
-based)
anti-HP
antibodi
tes
endoskopi;
lebih
IgG pasien; tidak dapat menentukan apakah
harus digunakan.
antibodi
yang berhubungan
dengan
infeksi aktif atau disembuhkan; titer antibodi sangat bervariasi antar individu dan mengambil 6 bulan sampai 1 tahun untuk kembali ke kisaran yang tidak terinfeksi; tidak terpengaruh oleh PPI atau bismut; antibiotik diberikan untuk indikasi
yang
menyembuhkan
tidak
terkait
infeksi
tetapi
dapat tes
antibodi akan tetap positif.
Kualitatif; cepat (dalam waktu 15
Deteksi
Mendeteksi antibodi IgG
menit); tidak dapat menentukan apakah
antibodi
untuk HP di seluruh darah
antibodi yang berhubungan dengan
(dapat
atau fingerstick.
infeksi aktif atau disembuhkan;
dilakukan di
kebanyakan pasien tetap seropositif
kantor atau
selama minimal 6 bulan ke posting 1
dekat pasien)
tahun HP pemberantasan; tidak terpengaruh oleh PPI, bismuth, atau antibiotik.
Tes untuk infeksi HP aktif; 95% sensitif
tes napas
HP urease memecah
dan spesifik; Hasil memakan waktu
urea
tertelan berlabel C-urea,
sekitar 2 hari; antibiotik, bismuth, PPI,
mengembuskan napas
dan H2RAs dapat menyebabkan hasil
pasien diberi label CO2.
negatif palsu; menahan PPI dan H2RAs (1 sampai 2 minggu) dan bismuth atau antibiotik (2 sampai 4 minggu) sebelum pengujian; dapat digunakan perawatan pasca mengkonfirmasi pemberantasan.
Tes untuk infeksi HP aktif; sensitivitas
Antigen tinja
Mengidentifikasi antigen HP di bangku, yang mengarah ke perubahan warna yang dapat
dan spesifisitas dibandingkan dengan tes napas urea bila digunakan untuk diagnosis awal; antibiotik, bismuth, dan PPI dapat menyebabkan hasil negatif
dideteksi secara visual
palsu, tetapi pada tingkat lebih rendah
atau dengan
daripada dengan tes napas urea; dapat
spektrofotometer
digunakan pasca-perawatan untuk mengkonfirmasi pemberantasan
2.10 Komplikasi Komplikasi tukak peptik adalah tukak yang membandel (intraktibilitas), perdarahan GI atas, perforasi, dan obstruksi pilorus terjadi pada tukak yang diakibatkan HP serta tukak akibat NSAID merupakan yang paling serius.
2.10.1 Intraktibilitas Komplikasi tukak peptik yang paling sering adalah intraktibilitas, yang berarti bahwa terapi medik telah gagal mengatasi gejala-gejala secara adekuat. Penderita dapat terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, sering memerlukan perawatan dirumah sakit, atau hanya tidak mampu mengikuti cara pengobatan. Intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan baik untuk tukak lambung maupun tukak duodenum. Tukak ganas sejak semula sudah ganas, dan paling tidak menurut pengetahuan mutakhir, tukak yang memulai perjalanan dengan jinak akan tetap jinak tanpa mengalami degenerasi ganas.
2.10.2 Perdarahan GI atas Perdarahan merupakan komplikasi tukak peptik yang sangat sering terjadi, sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun tukak pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat perdarahan yang tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum,
karena
pada
tempat
ini
dapat
terjadi
erosi
arteria
perdarahan
tukak
pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala
yang
dihubungkan
dengan
tergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif akan darah samar (tes guayak positif) atau mungkin hitam dan seperti ter (melena). Pendarahan masif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan
syok dan memerlukan transfusi
darah dan
pembedahan darurat. Penggunaan NSAID (terutama pada orang dewasa yang lebih tua) merupakan faktor risiko yang paling penting pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Kematian terjadi terutama pada pasien yang terus perdarahan, atau pada pasien yang rebleed setelah perdarahan awal telah berhenti. Hilangnya nyeri sering menyertai perdarahan sebagai akibat efek dapar darah. Mortalitas pada penderita ini dari 3 sampai 10%, yang merupakan sekitar 25% dari kematian total akibat tukak peptik.
2.10.3 Perforasi
Kira-kira 5% dari semua tukak akan mengalami perforasi, dan komplikasi ini bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat tukak peptik. Tukak biasanya pada dinding anterior duodenum atau lambung, karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Insiden perforasi meningkat dengan peningkatan penggunaan NSAID. Kematian biasanya lebih tinggi pada tukak lambung perforasi daripada tukak duodenum. Rasa sakit perforasi biasanya muncul tiba-tiba, tajam, dan berat, dimulai pertama di epigastrium, tapi dengan cepat menyebar ke seluruh perut. Timbul nyeri mendadak pada abdomen bagian atas yang menyiksa. Dalam beberapa menit timbul peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri hebat. Penderita takut bergerak atau bernapas. Abdomen pada auskultasi menjadi senyap dan pada palpasi mengeras seperti papan. Perforasi akut biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja. Diagnosis dipastikan melalui adanya udara bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit translusen antara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui tukak yang mengalami perforasi. Kebanyakan pasien mengalami gejala tukak sebelum perforasi. Namun, pasien yang lebih tua yang mengalami perforasi yang berhubungan dengan penggunaan NSAID asimtomatik. Pengobatan adalah dengan pembedahan segera disertai reseksi lambung atau penjahitan pada tempat perforasi, tergantung pada keadaan penderita.
2.10.4 Obstruksi Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema, pilorospasme, atau jaringan parut, terjadi pada sekitar 5% penderita tukak peptik. Obstruksi timbul lebih sering pada penderita tukak duodenum, tetapi kadang-kadang terjadi bila tukak lambung terletak dekat dengan sfingter pilorus. Anoreksia, mual, dan kembung setelah makan merupakan gejalagejala yang sering timbul. Kehilangan berat badan sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri dan muntah. Pengobatan diarahkan langsung untuk koreksi cairan dan elektrolit, dekompresi lambung dengan memasukkan tabung nasogastrik, dan koreksi pembedahan dari obstruksi (piloroplasti).
2.10.5 Pembedahan Penderita yang tidak memberikan respon terhadap terapi medik atau penderita yang mengalami komplikasi lain seperti perforasi, perdarahan, atau obstruksi diobati secara pembedahan melalui salah satu dari 2 cara, vagotomi atau gastrotomi, atau kadang-kadang kedua-duanya. Terdapat banyak variasi dari kedua tindakan tersebut dan jenis pembedahan yang dipilih tergantung pada banyak faktor, termasuk sifat patologi dan usia penderita serta keadaan umum.
Tindakan yang sering dilakukan pada pembedahan tukak duodenum adalah mengurangi kapasitas lambung dalam sekresi asam dan pepsin secara permanen. Hal ini dapat dilakukan paling sedikit dalam 4 cara: i)
Vagotomi adalah pemotongan cabang saraf vagus yang menuju lambung, jadi menghilangkan fase sefalik sekresi lambung. Vagotomi trunkus konvensional tidak hanya mengurangi sekresi lambung tetapi juga mengurangi pergerakan dan pengosongan lambung.
Akibatnya,
tindakan
"drainase"
diperlukan
untuk
mencegah retensi lambung yaitu, gastrojejunostomi atau piloroplasti. Dua tipe vagotomi yang lain, vagotomi selektif dan superselektif, semakin banyak dilakukan. Pada vagotomi selektif hanya cabangcabang saraf vagus yang menuju lambung yang dipotong, menghasilkan vagotomi yang lebih lengkap, kekambuhan tukak berkurang, dan komplikasi pasca vagotomi lebih sedikit. Vagotomi superselektif atau sel parietal hanya memotong persarafan bagian lambung yang mensekresi asam, cabang-cabang yang mempersarafi antrum tetap berfungsi, sehingga tindakan drainase lambung (sepertipiloroplasti) tidak diperlukan. ii)
Antrektomi adalah pembuangan seluruh antrum lambung, jadi menghilangkan fase hormonal atau fase gastrik sekresi lambung.
iii)
Vagotomi dan antrektomi menghilangkan fase sefalik dan gastrik sekresi lambung. Jadi perangsangan saraf diputuskan, drainase diperbesar dan tempat utama pembentukan gastrin dibuang.
Dianggap bahwa tindakan ini lebih baik dari beberapa tindakan pembedahan yang lebih luas. iv)
Gastrektomi parsial merupakan pembuangan 50 sampai 75% bagian distal lambung, jadi membuang sebagian besar mukosa yang mensekresi asam dan pepsin. Setelah reseksi lambung, kontinuitas lambung-usus diperbaiki dengan melakukan anastomosis sisa lambung dengan duodenum (gastroduodenostomi atau operasi Billroth I) atau dengan jejenum (gastrojejunostomi atau operasi Billroth II).
Gambar 2.8 Pembedahan untuk Pengobatan Tukak Peptik
Kebanyakan
ahli
bedah
mengobati
tukak
lambung dengan
gastrektomi parsial dan anastomosis gastroduodenal. Garis reseksi biasanya proksimal terhadap tukak lambung. Vagotomi biasanya tidak dilakukan, karena pembentukan asam lambung penderita biasanya normal atau rendah.
2.10.6 Sekuele Pasca Operasi Walaupun pembedahan moderen telah dapat mengobati komplikasi tukak peptik dengan efektif dan mencegah kekambuhan, cacat sesudah operasi masih tetap dapat terjadi. Dumping syndrome adalah satu komplikasi yang terjadi setelah makan pada kurang dari 20% penderita yang telah menjalani pembedahan tukak peptik. Diduga terjadi akibat pengosongan cepat di mana kimus hiperosmotik didorong ke usus halus. Isi usus halus yang hiperosmotik ini akan menyebabkan perpindahan cepat cairan dari vaskularmenuju ke lumen usus. Penurunan volume plasma menyebabkan timbulnya respon vasomotor, seperti hipotensi, takikardia, diaforesis, pusing, pucat, dan lemah. Rasa penuh, mual, muntah, dan diare juga sering terjadi. Gejala-gejala biasanya terjadi hanya dalam beberapa menit setelah makan. Hipoglikemia dapat terjadi dalam waktu 1 sampai 2 jam setelah makan akibat peningkatan sekresi insulin sebagai respon dari makanan tinggi karbohidrat. Pengobatannya yaitu mengubah cara makan dengan makan dalam jumlah sedikit tetapi sering, makanan sebaiknya rendah karbohidrat dan tinggi protein, dan asupan cairan dibatasi hanya di saat makan. Sekuele pasca operasi yang lain yaitu kambuhnya tukak yang disebabkan oleh vagotomi atau antrektomi tak lengkap; gastritis akibat refluks empedu; diare, terutama terjadi setelah vagotomi trunkus: anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12, osteomalasia dan osteoporosis
akibat malabsorpsi, penurunan berat badan; dan peningkatan insidens kanker lambung.
2.11 Terapi 2.11.1 Tujuan Terapi Adapun tujuan dilakukannya terapi yaitu: (1) menghilangkan nyeri tukak; (2) mengobati ulkus; (3) mencegah kekambuhan; (4) mengurangi komplikasi yang berkaitan dengan tukak; (5) pada penderita dengan H.pylori positif, tujuan terapi adalah mengatasi mikroba dan menyembuhkan penyakit dengan obat yang efektif secara ekonomi.
2.11.2 Terapi Non-farmakologi i)
Pasien dengan tukak harus mengurangi stres, merokok, dan penggunaan NSAID (termasuk aspirin). Jika NSAID tidak dapat dihentikan penggunaanya maka harus dipertimbangkan pemberian dosis yang rendah atau diganti dengan asetaminofen, COX2 inhibitor relatif relatif selektif (nabumeton, etodolak), COX2 inhibitor selektif kuat (celecoxib, rofecoxib), pemberian bersama makanan, antagonis resptor H2 (H2RA), atau proton pump inhibitor (PPI) dapat menurunkan gejala dan kerusakan mukosa.
ii) Walaupun tidak ada kebutuhan untuk diet khusus, pasien harus menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan dispepsia
atau yang dapat menyebabkan penyakit tukak. Contoh : makanan pedas, kafein dan alkohol.
2.11.3 Terapi Farmakologi Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat tukak lambung dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok yakni antasida, penghambat produksi asam, zat pelindung mukosa, antibiotika, obat penguat motilitas, obat penenang dan zat-zat pembantu. i)
Antasida (senyawa magnesium, aluminium hidrotalsit, kalsium karbonat, Na-bikarbonat)
dan
bismut,
Antasid mengurangi/menghilangkakn nyeri ulkus. Dengan dosis tinggi penyembuhan juga akan lenih cepat terutama pada ulkus duodenum. Zat pengikat asam atau antasida (anti = lawan, acidus = asam) adalah basa-basa lemah yang digunakan untuk mengikat secara kimiawi dan menetralkan asam lambung. Antasid hanya menetralkan atau mengikat asam lambung yang telah disekresikan tapi tidak menghambat pengeluarannya. Efeknya adalah peningkatan pH, yang mengakibatkan berkurangnya kerja proteolitis dari pepsin (optimal pada pH 2). Di atas pH 4, aktivitas pepsin menurun. Efeknya bertahan 20-30 menit setelah diminum pada perut kosong dan sampai 3 jam bila diminum 1 jam sesudah makan. Peninggian pH garam-garam magnesium dan Na-bikarbonat menaikkan pH isi lambung sampai 6-8, CaCO3
sampai pH 5-6 dan garam-garam
alumiumhidroksida sampai maksimal pH 4-5.
Kehamilan dan laktasi, wanita hamil sering kali dihinggapi gangguan refluks dan rasa terbakar asam. Antasida dengan aluminium hidroksida magnesium hidroksida boleh diberikan selama kehamilan dan laktasi. a) Senyawa magnesium dan aluminium Sifat netralisasi baik tanpa diserap usus merupakan pilihan pertama karena garam magnesium bersifat mencahar, maka biasanya dikombinasi dengan senyawa aluminium (atau kalsium karbonat)
yang
justru
bersifat
obstipasi.
Persenyawaan
molekuler dari Mg dan Al adalah hidrotalsit yang juga sangat efektif. -
Aluminium Hidroksida Indikasi :
dispepsia
tukak
atau
bukan
tukak,
refluks
gastroesofageal (gastroesofagitis), dan hiperfospatemia Mekanisme Kerja : menetralkan HCl (asam lambung) dengan mengikatnya. Kontraindikasi : hipofospatemia Efek Samping : Konstipasi
Interaksi : Penghambat ACE (antasida mengurangi absorbsi dari fosinopril); analgetik (ekskresi asetosal dipertinggi dalam urin basa, antasid mengurangi absorbsi diflunisal); antiaritmia
(ekskresi kinidin diturunkan dalam urin basa kadang bisa menurunkan kadar plasma); antibakteri (antasid mengurangi absorbsi absorbsi azitromisin, sefpodoksim, siprofloksasin, isoniazid, nitrofurantoin, norfloksasin, ofloksasin, rifampisin dan
sebagian
besar
tetrasiklin);
antiepileptik
(antasid
menurunkan absorbsi gabapentin dan fenitoin); antijamur (antasid menurunkan absorbsi itrakonazol dan ketokonazol); antimalaria (antasid mengurangi absorbsi klorokuin dan hidroksiklorokuin); antipsikotik (antasid menurunkan absorbsi); besi (magnesium trisilikat mengurangi absorbsi oral). -
Magnesium Trisilikat & Kompleks Aluminium Magnesium Hidrotalsit Indikasi
:
dispepsia
tukak
atau
bukan
tukak,
refluks
gastroesofageal (gastroesofagitis) Mekanisme Kerja : menetralkan HCl (asam lambung) dengan mengikatnya. Kontraindikasi : hipofospatemia Efek Samping : diare Interaksi
: Penghambat ACE (antasida mengurangi
absorbsi dari fosinopril); analgetik (ekskresi asetosal dipertinggi dalam urin basa, antasid mengurangi absorbsi diflunisal); antiaritmia (ekskresi kinidin diturunkan dalam urin basa kadang bisa
menurunkan
mengurangi
kadar
absorbsi
plasma);
absorbsi
antibakteri
azitromisin,
(antasid
sefpodoksim,
siprofloksasin, ofloksasin,
isoniazid,
rifampisin
dan
nitrofurantoin, sebagian
besar
norfloksasin, tetrasiklin);
antiepileptik (antasid menurunkan absorbsi gabapentin dan fenitoin); antijamur (antasid menurunkan absorbsi itrakonazol dan ketokonazol); antimalaria (antasid mengurangi absorbsi klorokuin
dan
hidroksiklorokuin);
antipsikotik
(antasid
menurunkan absorbsi); besi (magnesium trisilikat mengurangi absorbsi oral). Peringatan : pemberian antasid harus dihindari pada kondisi pasien jantung dan kehamilan serta gagal ginjal yang dapat menyebabkan hipermagnesemia. b) Natrium bikarbonat dan kalsium karbonat Bekerja kuat dan pesat, tetapi dapat diserap usus dengan menimbulkan alkalosis. Adanya alkali berlebihan di dalam darah dan jaringan menimbulkan gejala mual, muntah, anoreksia, nyeri kepala dan gangguan perilaku. Semula penggunaanya tidak dianjurkan karena terbentuknya banyak CO2 pada reaksi dengan asam lambung yang dikira justru mengakibatkan hipersekresi asam lambung (rebound effect) tetapi studi-studi baru (1996) tidak membenarkan perkiraan tersebut. Indikasi : meringankan dispepsia dengan cepat, alkalinisasi urin
Efek Samping : bersendawa, alkalosis pada penggunaan jangka panjang Peringatan : gangguan hati dan ginjal, penyakit jantung, kehamilan, pasien yang membatasi masukan garam, usia lanjut, hindari penggunaan jangka panjang. c) Bismut subsitrat Dapat membentuk lapisan pelindung yang menutupi tukak, berkhasiat bakteriostatis terhadap H. Pylori. kini banyak digunakan pada terapi eradikasi tukak, selalu bersama dua atau tiga obat lain. Waktu makan obat sudah diketahui umum bahwa keasaman di lambung menurun segera setelah makan dan mulai naik lagi satu jam kemudian hingga mencapai dataran tinggi tiga jam sesudah makan. Berhubung data ini maka antasida harus digunakan lebih kurang 1 jam setelah makan dan sebaiknya dalam bentuk suspensi. Telah dibuktikan bahwa tablet bekerja kurang efektif dan lebih lambat, mungkin karena proses pengeringan selama pembuatan mengurangi daya netralisasinya. Pada oesophagitis dan tukak lambung sebaiknya diminum 1 jam sesudah makan dan sebelum tidur. Pada tukak usus 1 dan 3 jam sesudah makan dan sebelum tidur.
ii) Zat penghambat sekresi asam
a) H2-blockers (simetidin, ranitidin, famotidin, roxatidin) Mekanisme kerja, Senyawa ini memblok secara kompetitif reseptor H2 histamin sehingga menghambat sekresi asam basal dan sekresi asam yang distimulasi oleh histamin, juga menekan pembebasan asam yang diinduksi oleh gastrin dan oleh vagus secara non kompetitif. Obat-obat ini menempati reseptor histamin-H2 secara selektif di permukaan sel-sel parietal, sehingga sekresi asam lambung dan pepsin sangat dikurangi. Indikasi
Senyawa
ini
dapat
mengurangi
gejala
nyeri,
mempercepat penyembuhan ulkus dan juga digunakan untuk profilaksis terhadap serangan. Efektivitas obat-obat ini pada penyembuhan tukak lambung dan usus dengan terapi kombinasi melebihi 80%. H2-blockers paling efektif untuk pengobatan tukak duodeni
yang khusus berkaitan dengan masalah
hiperasiditas. Pada terapi tukak lambung, obat ini kurang tinggi efektivitasnya. Setelah pemberian oral simetidin dan ranitidin akan diabsorpsi dengan cepat dari saluran cerna. Ketersediaan hayatinya adalah sekitar 60% dengan waktu paruh plasma 2 jam. Ekskresi terutama melalui ginjal dan pada umumnya dalam bentuk aktifnya. Pengaturan dosis yang umum dilakukan pada ulkus aktif simetidin 3 x sehari 200 mg + malam hari 400 mg, ranitidin 2 x
sehari 150 mg. Atau pemberian sekali pada malam hari adalah 800 mg simetidin, 300 mg ranitidin. Efek samping relatif jarang adalah sakit kepala, pusing, nausea, diare, atau juga obstipasi, nyeri otot dan sendi serta kenaikan sementara transminase serum. Pada simetididn dapat terjadi gangguan potensni dan ginekomasti. Pada pasien lanjut usia dengan gangguan fungsi hati atau ginjal terlihat juga keadaan linglung dan halusinasi. Interaksi :
simetidin menghambat aktivitas metabolisme
oksidatif obat dengan cara mengikat sitokrom P-450 mikrosoma hati. Hambatan tersebut dapat meningkatkan kerja (potensiasi) warfarin, fenitoin dan teofilin (atau aminofilin). Karena itu pemberian pada pasien yang sedang mendapat terapi intensif dengan obat-obat tersebut harus dihindari. Ranitidin, famotidin dan nizatidin tidak memperlihatkan sifat hambatan metabolisme oksidatif sebagaimana ditunjukkan simetidin. Kehamilan dan laktasi. Simetidin, ranitidin, dan nizatadin (naxadine) dapat melintasi plasenta dan mencapai air susu, sehingga tidak boleh digunakan oleh wanita hamil, tidak pula oleh ibu-ibu yang menyusui. Dari famotidin dan roksatidin belum terdapat cukup data.
b) Penghambat pompa-proton (omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol/pariet dan esomeprazol/nexium)
Mekanisme kerja Obat-obat ini mengurangi sekresi asam (yang normal dan yang dibuat) dengan jalan menghambat enzim H+/K+ -ATPase secara selektif dalam sel-sel parietal. Kerjanya panjang akibat kumulasi di sel-sel tersebut. Kadar penghambatan asam tergantung dari dosis dan pada umumnya lebih kuat daripada H2-blockers.
Gambar 2.9 Mekanisme PPI Kehamilan dan laktasi. Mengenai pengggunaannya selama kehamilan dan laktasi belum tersedia cukup data. Indikasi : Penghambat pompa proton merupakan pengobatan jangka pendek yang efektif untuk tukak lambung dan duodenum. Selain itu juga digunakan dalam kombinasi dengan antibiotika untuk eradikasi H.pylori. Efek samping : sakit kepala, diare, ruam, gatal-gatal, dan pusing. Efek samping yang dilaporkan untuk omeprazol dan lansoprazol meliputi urtikaria, mual dan muntah, konstipasi, kembung, nyeri
abdomen, lesu, paraestesia, nyeri otot dan sendi, pandangan kabur, edema perifer, perubahan hematologik (termasuk eosinofilia, trombositopenia, leukopenia), perubahan enzim hati dan gangguan fungsi hati juga dilaporkan, depresi dan mulut kering. Peringatan : penghambat pompa proton harus digunakan dengan hati-hati pada penyakit hati, kehamilan dan menyusui. Sebelum pengobatan adanya kanker lambung harus dikeluarkan. Interaksi : omeprazol dapat meningkatkan kerja warfarin, meningkatkan
efek
fenitoin,
menghambat
metabolisme
diazepam. Lansoprazol mungkin mempercepat metabolisme kontrasepsi oral (estrogen dan progesteron). Dosis omeprazol : tukak lambung dan tukak duodenum (termasuk yang komplikasi terapi AINS), 20 mg sehari selama 4 minggu pada
tukak duodenum atau 8 minggu pada tukak
lambung, pada kasus yang berat atau kambuh tingkatkan menjadi 40 mg sehari, pemeliharaan untuk tukak duodenum yang kambuh, 20 mg sehari, pencegahan kambuh tukak duodenum, 10 mg sehari dan tingkatkan sampai 20 mg sehari bila gejala muncul kembali. Tukak lambung karena AINS dan erosi gastroduodenum, 20 mg sehari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh. Profilaksis pada pasien dengan riwayat lesi gastroduodenum akibat AINS
yang memerlukan pengobatan AINS berkesinambungan, 20 mg sehari. Dosis lansoprazol : tukak lambung, 30 mg sehari pada pagi hari selama 8 minggu. Tukak duodenum, 30 mg sehari pada pagi selama 4 minggu. Pemeliharaan 15 mg sehari. Tukak duodenum atau gastritis karena H.pylori menggunakan regimen eradikasi. Refluks gastroesofagus, 30 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh, pemeliharaan 15-30 mg sehari. Dispepsia karena asam lambung, 15-30 mg sehari pada pagi hari selama 2-4 minggu. Anak-anak tidak dianjuurkan Dosis Pantoprazol : tukak lambung, 40 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sembuh sepenuhnya. Pada gangguan hati, pengobatan diberikan selang sehari. c) Antikolinergika (pirenzepin dan fentonium) Mekanisme kerja obat-obat ini menghambat kegiatan muskarin dari asetilkolin, yang dalam saluran cerna berefek menekan sekresi getah lambung dan motilitasnya (peristaltik). Di samping itu, obat ini juga menimbulkan efek antikolinergika lain seperti mulut kering dan gangguan fungsi jantung, mata, ginjal, dan otot polos.
Keberatan-keberatan
penggunaan
antikolinergika
tersebut klasik
telah
seperti
membatasi atropin
dan
propantelin (probanthine). Lagi pula belum pernah dibuktikan secara ilmiah mengenai efektivitasnya pada terapi tukak maka itu kini jarang digunakan lagi. Pirenzepin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor muskarin ganglion (reseptor M1) daripada terhadap reseptor muskarin pasca ganglion (reseptor M2) dan dengan ini mempengaruhi sekresi asam lambung lebih selektif. Dosis 2x sehari 50 mg, dengan efek samping yang pada dasarnya sama seperti efek samping parasimpatolitika lainnya tetapi tidak begitu menonjol. Obat-obat yang lebih baru dari fentonium dan pirenzeoin bekerja jauh lebih selektif yakni khusus terhadap perintangan sekresi asam tanpa efek samping. Pirenzepin adalah suatu obat antimuskarinik yang selektif yang telah
digunakan
untuk
mengobati
tukak
lambung
dan
duodenum. Indikasi : tukak lambung dan duodenum Kontraindikasi
:
pemberian
bersama
obat
antiinflamasi
nonsteroid (menimbulkan toksisitas yang fatal) Efek Samping : leukopenia, trombositopenia, ulserasi mulut, stomatitis, diare, depresi sumsum tulang, kerusakan hati dan ginjal, osteoporosis, reaksi paru dan neurotoksik Peringatan : gangguan hati atau ginjal pecandu alkohol
Dosis : oral, 50 mg 2 kali sehari, kisaran lazim 50-150 mg sehari dalam dosis terbagi selama 4-6 minggu d) Analog prostaglandin-E1 (misoprostol/cytotec) Menghambat secara langsung sel-sel parietal. Lagi pula melindnungi mukosa dengan jalan stimulasi produksi mukus dan bikarbonat. Maka ditambahkan pada terapi dengan NSAIDs. Misoprostol suatu analog metil dari PGE1 digunakan untuk mencegah ulkus akibat penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID).
prostglandin
Selain
juga
sebagai
menghambat
senyawa sekresi
sitoprotektif,
asam
melalui
penghambatan produksi cAMP yang dirangsang histamin. Efek sampingnya diare yang bergantung dosis, kontraksi uterus pd wanita hamil (sehingga kontraindikasi untuk wanita hamil) Misoprostol merupakan suatu analog prostaglandin yang memiliki
sifat
antisekresi
dan
proteksi,
mempercepat
penyembuhan tukak lambung dan duodenum. Senyawa ini juga dapat menyembuhkan tukak karena AINS. Penggunaannya paling cocok untuk pasien yang lemah atau usia lanjut dimana penggunaan AINS tidak dapat dihentikan. Indikasi : tukak lambung dan tukak duodenum, tukak karena AINS Kontraindikasi : kehamilan atau merencanakan kehamilan (meningkatkan tonus uterin)
Peringatan : keadaan hipotensi yang dapat memicu komplikasi yang
berat
(misal
penyakit
serebrovaskular,
penyakit
kardiovaskular) Perhatian : wanita dalam usia subur dan ibu menyusui. Misoprostol tidak boleh diberikan pada wanita usia subur, kecuali bila pasien tersebut memerlukan terapi AINS dan beresiko tinggi terhadap terjadinya komplikasi dari tukak karena AINS.
Pada
kontrasepsi
kondisi
ini
misoprostol
hanya
digunakan
yang efektif dan telah diketahui resikonya
menggunakan misoprostol bila hamil. Dosis : tukak lambung dan duodenum serta tukak karena AINS, 800 mcg sehari (dalam 2-4 dosis terbagi) dengan sarapan pagi dan sebelum tidur, pengobatan harus dilanjutkan selama tidak kurang dari 4 minggu dan bila perlu dapat dilanjutkan sampai 8 minggu. profilaksis tukak lambung karena AINS dan tukak duodenum, 200 mcg 2-4 kali sehari bersama AINSnya. Anakanak tidak dianjurkan. iii) Zat-zat pelindung ulcus (mucosaprotectiva : sukralfat, alhidroksida, dan bismut koloidal) Menutup tukak dengan suatu lapisan pelindung terhadap serangan asam pepsin. Bismut sitrat juga berdaya bakteriostatis terhadap H. pylori. Dosis harian sukralfat 4 x 1 gram. Efek sampingnya adalah obstipasi, kontraindikasi pada pasien dengan fungsi ginjal yang
sangat berkurang karena bahayanya yang terjadi sistemik dengan adanya aluminium yang diabsorpsi. a) Trikalium distratobismut (kelat bismut) Suatu kelat bismut yang efektif dalam menyembuhkan tukak lambung dan duodenum tetapi tidak digunakan sendirian untuk pemeliharaan remisi. Indikasi : tukak lambung dan tukak duodenum Mekanisme : bekerja melalui efek toksik langsung pada H.pylori lambung atau dengan merangsang sekresi prostaglandin atau bikarbonat mukosa. Kontarindikasi : Gangguan ginjal, kehamilan Interaksi : menurunkan absorbsi tetrasiklin Efek samping : dapat membuat lidah berwarna gelap dan wajah kehitaman, mual dan muntah telah dilaporkan. b) Sukralfat Sukralfat merupakan kompleks aluminium hidroksida dan sukrosa sulfat dengan sifat antasida minimal. Indikasi : tukak lambung dan duodenum Mekanisme : melindungi mukosa dari serangan pepsin asam Efek samping : konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan, gangguan lambung, mulut kering, ruam, gatal-gatal, nyeri punggung, pusing, sakit kepala, vertigo dan mengantuk
Interaksi : menurunkan absorbsi siprofloksasin, norfloksasin, tetrasiklin, fenitoin, ketokonazol, tiroksin, mungkin menurunkan absorbsi warfarin dan glikosida jantung Peringatan : gangguan ginjal (hindarkan bila berat), kehamilan dan menyusui Saran : tablet dapat didispersikan dalam 10-15 air, antasida tidak boleh diberikan setengah jam sebelum atau setelah pemberian sukralfat. Dosis : gram 2 kali sehari (pagi dan sebelum tidur) atau 1 gram 4 kali sehari 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur malam, diberikan selama 4-6 minggu atau pada kasus yang resisten 12 minggu, maksimal 8 gram sehari, anak-anak tidak dianjurkan. Profilaksis tukak stress (suspensi)
iv) Antibiotika (amoksisilin, tetrasiklin, klaritomisin, metronidazol, dan tinidazol) Obat ini digunakan dalam kombinasi sebagai triple atau quadruple therapy untuk
membasmi
H.
pylori
dan
untuk
mencapai
penyembuhan lengkap tukak lambung/usus.
Tabel 2.3 Perbandingan Regimen Obat yang Digunakan untuk Eradikasi H.pylori Obat
Efektivitas
Komplikasi
Regimen 2 obat 1. Klaritromisin, 500 mg 3x1
Cukup-baik
Sering
Cukup-baik
Sering
Kurang-cukup
Sering
Baik-Sangat baik
Sering
Baik-Sangat baik
Sering
Baik
Sering
hari selama 14 hari; PPId atau 2x1 hari selama 14-28 hari 2. Klaritromisin, 500 mg 3x1 hari selama 14 hari; RBC, 400 mg 2x1 hari selama 14-28 hari 3. Amoksisilin, 1 gr 2x1 hari sampai 3x1 hari selama 14 hari; PPId atau 2x1 hari selama 14-28 hari Regimen 3 obat 4. Klaritromisin, 500 mg 3x1 hari selama 14 hari; Amoksisilin, 1 gr 2x1 hari selama 10-14 hari; PPId atau 2x1 hari selama 10-14 hari 5. Klaritromisin, 500 mg 2x1 hari selama 14 hari; metronidazol 500 mg 2x1 selama 10-14 hari; PPId atau 2x1 hari selama 10-14 hari
6. Amoksisilin, 500 mg 2x1 hari selama 10-14 hari; metronidazol 500 mg 2x1
Baik
Sering
Baik-Sangat baik
Sering
Baik-Sangat baik
Sering
Baik-Sangat baik
Tidak Sering
selama 10-14 hari; PPId atau 2x1 hari selama 10-14 hari 7. Klaritromisin, 500 mg 2x1 hari RBC 400 mg 2x1 hari selama 14 hari 8. Klaritromisin, 500 mg 2x1 hari; metronidazol 500 mg 2x1 selama 14 hari; RBC 400 mg 2x1 hari selama 14 hari 9. Klaritromisin, 500 mg 2x1 hari; tetrasiklin 500 mg 2x1 hari selama 14 hari; RBC 400 mg 2x1 hari selama 14 hari Regimen 4 obat dengan Bismuth 10. BSS 500 mg 4x1 hari selama 14 hari; metronidazol 250-500 mg 4x1 hari selama 14 hari; tetrasiklin 500 mg 4x1 hari selama 14 hari; H2RA atau PPIe sebagai dosis penggunaan
standar secara langsung
Baik-Sangat baik
Tidak Sering
Cukup-Baik
Tidak Sering
11. BSS 500 mg 4x1 hari selama 14 hari; metronidazol 250-500 mg 4x1 hari selama 14 hari; klaritromisin 250-500 mg 4x1 hari selama 14 hari; H2RA atau PPIe sebagai dosis penggunaan standar secara langsung 12. BSS 500 mg 4x1 hari selama 14 hari; metronidazol 250-500 mg 4x1 hari selama 14 hari; amoksisilin 500 mg 4x1 hari selama 14 hari; H2RA atau PPIe sebagai dosis penggunaan standar secara langsung Keterangan : PPI : Proton Pump Inhibitor H2RA : H2 Reseptor Antagonis RBC : Ranitidin Bismuth Sitrat d
: Penggunaan omeprazol 20 mg, esomeprazol 20 mg, lansoprazol
30 mg, rabeprazol 20 mg atau pantoprazol 40 mg 2x1 hari. Total
dosis PPI perhari (contoh : omeprazol 40 mg) dapat diberikan 4xsehari, hanya lansoprazol 40 mg diindikasikan 3xsehari e
: dalam pengaturan ulcer aktif supresi asam ditambahkan untuk
mengurangi rasa sakit. Ketika menggunakan H2RA, simetidin, ranitidin, pamotidin atau nizatidin dapat digunakan dalam dosis penyembuhan ulcer untuk durasi 4-6 minggu, ketika menggunakan PPI,
omeprazol,
esomeprazol,
lansoprazol,
rabeprazol
atau
pantoprazol dapat digunakan dalam dosis untuk durasi 2-4 minggu Laporan rata-rata eradikasi dalam percobaan klinis : - Sangat baik (>9) - Baik (>80%-90%) - Cukup ( >70%-80%) - Kurang (