Makalah Kelompok 2 - Konsep Dasar IPS Modul 8.1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH DINAMIKA BUDAYA INDONESIA



Diajukan sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah PDGK4102/Konsep Dasar IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan



DISUSUN OLEH : Kelompok 2



1. Andini Fitria



857194335



2. Annisa Ristu Amalia



857194754



3. Ayu Kusuma Sari



857297158



4. Bondan Putra Nugraha



857197355



5. Mardiyah



857195731



6. Refi Nurhakim



857194801



KELAS : 3B (S1-PGSD)



UNIVERSITAS TERBUKA KOTA TANGERANG UPBJJ – SERANG 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Dinamika Budaya Indonesia” ini tepat pada waktunya.



Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah PDGK4102/Konsep Dasar IPS. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Dinamika Budaya Indonesia umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagipenulis.



Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yusup, S.Pd, MM selaku dosen mata kuliah PDGK4102/Konsep Dasar IPS yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.



Penulis sangat menyadari akan banyaknya ketidaksempurnaan dalam penyusunan makalah. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.



Tangerang, 1 3 November 2021



2



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ 1 KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2 DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3 BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4 A. Latar Belakang ............................................................................................................... 4 B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4 C. Tujuan ............................................................................................................................ 4 BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 5 A. Pengertian Dinamika Kebudayaan ................................................................................ 5 B. Unsur-unsur Kebudayan ............................................................................................... 7 C. Perkembangan Kebudayaan......................................................................................... 13 D. Keanekaragaman Budaya Indonesia ............................................................................ 15 BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 18 A. Kesimpulan ................................................................................................................. 18 B. Saran ........................................................................................................................... 18



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang



Secara umum definisi kebudayaan adalah segala hal yang berhubungan dengan budi dan akal. Secara etimologi, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata “Buddhayah”. Kebudayaan (Buddhayah) sendiri merupakan jamak dari kata “Buddhi” yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan berarti culture yang diserap dari bahasa Latin yaitu, “colere” yang berarti mengerjakan atau mengolah (bertani atau mengolah tanah). Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena manusia adalah pendukung keberadaan suatu kebudayaan. Kebudayaan harus dapat menjamin kelestarian kehidupan biologis, memelihara ketertiban, serta memberikan motivasi kepada para pendukungnya agar dapat terus bertahan hidup dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kelangsungan hidup. Dalam jangka waktu tertentu semua kebudayaan akan mengalami perubahan, apalagi dengan berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat. Oleh sebab itu, pada makalah ini penulis akan menjelaskan bagaimana perubahan kebudayaan khusunya di negara Timur Tengah. B. Rumusan Masalah



1. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan? 2. Apa saja unsur-unsur kebudayaan? 3. Apa saja faktor dari perkembangan kebudayaan? 4. Apa saja keanekaragaman budaya Indonesia? C. Tujuan 1. Dapat memahami dan menjelaskan pengertian kebudayaan 2. Dapat memahami dan menjelaskan unsur-unsur kebudayaan 3. Dapat menyebutkan faktor dari perkembangan kebudayaan 4. Dapat memahami keanekaragaman budaya Indonesia



4



BAB II PEMBAHASAN



A. DEFINISI KEBUDAYAAN Apa yang dimaksud dengan kebudayaan, telah banyak ahli-ahli Antropologi yang mengkaji tentang kebudayaan itu, dan mencoba menerangkannya atau setidak-tidaknya telah menyusun definisinya. Sebelum kita mengemukakan beberapa definisi atau pengertian yang disampaikan oleh ahli-ahli tersebut, sebelum kita harus mengetahui asalusul kata kebudayaan tersebut. Dilihat dari asal-usul katanya, kebudayaan berasal dari kata Sanskerta, yaitu Buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti "budi atau akal". Dalam bahasa Latin/Yunani kebudayaan berasal dari kata "colere" yang berarti mengolah, mengerjakan terutama mengolah tanah. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya dan usaha manusia untuk merubah alam. Di antara para ahli tersebut ada dua sarjana Antropologi, yakni A. L Kroeber dan C. Kluckhohn, yang mencoba mengumpulkan sebanyak mungkin definisi kebudayaan yang termaktub dalam banyak buku yang berasal dari berbagai pengarang dan sarjana. Dari hasil penyelidikannya diterbitkan sebuah buku yang bernama Culture, A Critical Review of Concept and Definition tahun 1952. Menurut A. L. Kroeber dan C. Kluckhohn, definisi kebudayaan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe definisi, yaitu kebudayaan sebagai tingkah laku yang dipelajari sampai ke tradisitradisi, alas-alas untuk memecahkan masalah, produk atau artefak, ide-ide simbol. Adapun ahli Antropologi yang pertama-tama merumuskan definisi kebudayaan adalah E.B. Tylor (1874), yang menulis dalam bukunya "Primitive Culture", yaitu: “Kebudayaan itu adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Definisi lain tentang kebudayaan dikemukakan oleh R. Linton dalam bukunya "The Culture Background of Personality" (1947), menyatakan bahwa kebudayaan adalah “konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. Selanjutnya, Koentjaraningrat (1990:180), menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang 5



dijadikan milik diri manusia dengan belajar.” Sejalan dengan pemikiran Koentjaraningrat, Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964:114), mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Soekmono dalam bukunya “Pengantar Sejarah Kebudayaan 1” (1973), mengatakan bahwa kebudayaan adalah “segala ciptaan manusia dalam usahanya merubah dan memberi bentuk dan susunan baru terhadap pemberian Tuhan sesuai dengan kebutuhan, jasmani dan rohaninya.” Parsudi Suparlan (1981), mengatakan bahwa “kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan



manusia



sebagai



makhluk



sosial



yang



dimanipulasikan



untuk



menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terciptanya kelakuan.” Menurut Suhandi (1994:6), kebudayaan memiliki ciri-ciri umum, yaitu sebagai berikut. 1. Kebudayaan dipelajari. 2. Kebudayaan diwariskan atau diteruskan. 3. Kebudayaan hidup dalam masyarakat. 4. Kebudayaan dikembangkan dan berubah. 5. Kebudayaan itu terintegrasi. Sifat hakikat dari kebudayaan ini menurut Williams dalam Soekanto (1986:164), sebagai berikut. 1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia. 2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan coati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan. 3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya. 4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakantindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakantindakan yang diizinkan. Kebudayaan ini dapat berwujud ide atau gagasan, norma-norma atau peraturan, dan aktivitas sosial maupun wujud kebendaan. Hal ini sesuai dengan pembagian wujud kebudayaan yang dilakukan oleh Koentjaraningrat (1990: 186-187), yaitu sebagai berikut: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilainilai, norma6



norma, peraturan. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan perkataan lain ada dalam slam pikiran dari warga masyarakat di mans kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Sekarang kebudayaan ideal jugs banyak tersimpan dalam disk, tipe, arsip, koleksi microfilm dan microfish, kartu komputer, silinder, dan tipe komputer. Ide-ide dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Para ahli Antropologi dan Sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya atau cultural system. Dalam bahas Indonesia sering disebut adat, atau adat istiadat untuk bentuk jamaknya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan dari kelompok manusia. Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem sosial. Mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitasaktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul dengan yang lain, yang dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Oleh karena merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto, ada benda-benda yang besar dan indah seperti suatu candi yang indah atau ada pula benda-benda kecil seperti kain batik, atau yang lebih kecil lagi yaitu kancing baju.



B.



UNSUR – UNSUR KEBUDAYAAN



Menurut Kluckhon yang dikutip Koentjaraningrat (1990:2003-204), terdapat tujuh unsur dari kebudayaan di dunia, antara lain berikut ini. 1. Bahasa. 2. Sistem pengetahuan. 3. Organisasi sosial. 4. Sistem peralatan hidup dan teknologi. 5. Sistem mata pencaharian hidup. 6. Sistem religi. 7. Kesenian.



Setiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalarn ketiga wujud 7



kebudayaan terurai di atas, yaitu berupa sistem budaya, sistem sosial dan berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. 1. Bahasa Kemampuan berbahasa adalah ciri khas dari makhluk yang namanya manusia. Kebutuhan akan kemampuan berbahasa sejalan dengan kebutuhan akan interaksi sosial. Interaksi sosial di sini tidak hanya interaksi antar individu dalam kelompok, tetapi juga dengan kelompok lain. Bahasa dapat dibedakan atas berikut ini: a. Bahasa isyarat misalnya bunyi keuntungan, gerakan tangan, anggukan atau gelengan kepala dan isyarat lainnya yang diterima berdasarkan kesepakatan suatu masyarakat. b. Bahasa lisan diucapkan melalui mulut. c. Bahasa tulisan melalui buku, gambar, surat, koran. 2. Sistem Pengetahuan Sistem pengetahuan itu mencakup semua pengetahuan yang dimiliki anggotaanggota suatu masyarakat tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, ruang dan waktu, serta benda-benda yang terdapat di sekeliling tempat hidup masyarakat, suku bangsa atau bangsa yang bersangkutan. Sistem pengetahuan itu timbul akibat kebutuhan-kebutuhan praktis dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia di dalam kehidupannya sehari-hari, serta digunakan oleh manusia untuk keperluan- keperluan praktis pula, seperti untuk bercocok tanam, berburu, berlayar, bepergian, dan mengobati berbagai penyakit yang diderita manusia. 3. Organisasi Sosial Kesatuan sosial yang paling dekat dan mesra adalah kesatuan kerabatnya yaitu keluarga inti yang dekat, dan kaum kerabat yang lain. Pada setiap masyarakat mempunyai aturan tentang dengan siapa anggotanya boleh dan tidak boleh melangsungkan perkawinan. Ada dua macam aturan perkawinan, yaitu endogami dan eksogami. Endogami adalah kebiasaan masyarakat yang mengharuskan anggotanya kawin dengan orang yang masih kerabatnya sendiri atau kelompoknya sendiri' atau kampungnya sendiri. Dalam ketentuan endogami pada beberapa suku bangsa membolehkan perkawinan sepupu bersilang atau cross cousin, dan perkawinan sepupu sejajar atau paralel cousin. Eksogami adalah kebiasaan masyarakat yang mengharuskan anggotanya kawin dengan orang yang berasal dari luar kerabatnya atau luar kelompoknya atau luar 8



kampungnya. Keluarga luas (Extended family) adalah gabungan 2 keluarga inti atau lebih. Berarti ada penambahan anggota keluarga orang lain, misalnya adik ibu, adik ayah, anak yang sudah menikah, tetapi masih tinggal dengan orang tuanya. Poligami adalah mempunyai istri atau suami lebih dari satu. Apabila suami mempunyai dua istri atau lebih disebut poligini, dan apabila istri mempunyai dua suami atau lebih disebut poliandri. Cara menarik garis keturunan tersebut, antara lain berikut ini. a. Unilineal: keturunan ditelusuri melalui satu garis keturunan Baja, melalui ayah atau ibu. 1) Matrilineal: garis keturunan dari pihak istri atau Ibu. Contoh: Suku Minangkabau, Kisar dan Leti. 2) Patrilineal: garis keturunan dari pihak suami atau Bapak. Contoh: Suku Batak, Buru, Seram, Kei, Aru dan suku bangsa di Irian. b. Bilineal: garis keturunan ditelusuri melalui garis ibu dan ayah secara bersama-sama. Contoh: Suku Sunda, Jawa, Bali. Sistem kekerabatan yang bersifat unilineal dan masih dapat ditelusuri ikatan darahnya oleh individu (ego) disebut Lineage. Sedangkan mereka yang masih menganggap satu garis keturunan, tetapi sudah tidak dapat ditelusuri lagi disebut dan (marga). 4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi Sistem peralatan hidup adalah segala alat-alat yang digunakan manusia dalam kegiatan sehari-hari dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya teknologi. Artinya, bahwa teknologi merupakan keseluruhan cara yang secara rasional mengarah pada ciri efisiensi dalam setiap kegiatan manusia. Ahli lain, Kast & Rosenweig menyatakan Teknologi is the art of utilizing scientific knowledge. Sedangkan Iskandar Alisyahbana (1980:1) merumuskan lebih jelas dan lengkap tentang teknologi: “Teknologi ialah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alas dan akal sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra, dan otak manusia”. Teknologi tradisional mengenal paling sedikit delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang dipakai oleh manusia yang hidup dalam masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian, yaitu (a) alat-alat produktif, (b) senjata, (c) wadah, (d) alat-alat menyalakan api, (e) makanan, 9



minuman, bahan' pembangkit gairah, dan jamu-jamuan, (f) pakaian dan perhiasan, (g) tempat berlindung dan perumahan, (h) alat-alat transportasi. 5. Sistem Mata Pencaharian Hidup Berbagai sistem tersebut adalah berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, dan bercocok tanam menetap dengan irigasi. Berdasarkan tingkat teknologi yang dipergunakan, sistem ekonomi dapat di bagi atas berikut ini: a. Masyarakat pemburu dan peramu (Food Gathering Economics) Ciri-cirinya: hidup berpindah-pindah tempat, ketergantungan terhadap alam tinggi, hidup dalam kelompok kecil, peralatan yang dipergunakan sederhana, perbedaan sosial berdasarkan jenis kelamin dan usia, pemilikan barang bersama (komunal), dan biasanya bersifat eksogamuos (perkawinan dengan anggota di luar kelompoknya). b. Pertanian berpindah-pindah atau berladang (primitive farming) Lahan pertanian dipilih hutan-hutan asli dekat sumber air, tumbuhan hutan ditebang, ranting dan daunnya dibakar, tanah langsung, ditanami tanpa diolah lebih dulu, peralatan sederhana, penggunaan lahan relatif pendek 2 atau 3 kali panen, lain ditinggalkan mencari lahan hutan baru, hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri. c. Pertanian intensive (intensive farming) Hidup menetap (sidenter), sudah mempergunakan alat bantu hewan, sudah mengenal pemeliharaan tanaman, irigasi, usaha peningkatan kesuburan lahan, dan pemilihan benih. d. Industri (manufacturing) Usaha pengolahan bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi. Industri dicirikan dengan menggunakan mesin-mesin mulai yang sederhana sampai modern. Alokasi tenaga kerja ada jenis, yaitu sebagai berikut: 1) Sukarela 2) paksaan atau perbudakan 3) sistem gaji/upah melalui perjanjian. Pendistribusi hasil produksi ada 3 macam, yaitu sebagai berikut: a. Barter atau tukar menukar barang, terdapat pada masyarakat pemburu dan peramu. Seseorang yang punya singkong ditukar dengan B yang punya daging. Dalam pertukaran ini tidak melihat nilai barang, yang penting kebutuhan terpenuhi. Dalam 10



Antropologi disebut jugs reciprocity, yaitu pemberian yang mengharapkan balasan dalam bentuk barang yang berbeda atau sama, dalam waktu yang berbeda pula. Reciprocity masih ada pula pada masyarakat modern. b. Redistribusi:



barang-barang



produksi



dikumpulkan



oleh



seseorang



atau



sekelompok orang berwenang, kemudian dibagikan lagi. c. Sistem pasar, yaitu proses menjual dan membeli barang di suatu tempat dengan mempergunakan alat tukar uang. Sistem pasar di dugs mulai timbul pada masyarakat bertani menetap. Saat itu timbullah pertukaran jasa dan-4 barang. Orang yang ahli membuat pacul menjual produksinya ke petani, petani menjual padinya ke tukang pacul, begitu seterusnya sehingga timbul kerja sama antarindividu yang keahliannya berbeda. Pada saat pertanian menetap, sudah mengenal adanya surplus atau kelebihan produksi. Di suatu tempat ada yang surplus padi, di lain tempat mempunyai surplus ikan, kain, kayu ataupun jenis barang lainnya. Transportasi dan komunikasi diperlukan, timbul supir, bengkel, pembuat jalan dan pekerjaan lainnya. 6. Sistem Religi Pada hakikatnya unsur kebudayaan yang disebut religi adalah amat kompleks, dan berkembang di berbagai tempat di dunia. Sungguhpun demikian, kalau kita tinjau sebanyak mungkin bentuk religi dari sebanyak mungkin suku bangsa di dunia maka akan tampak adanya empat unsur pokok dari religi pada umumnya, ialah berikut ini. a. Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia menjalankan kelakuan religi. b. Sistem kepercayaan atau bayang-bayangan dunia, alam gaib, hidup, coati, surga, neraka. c. Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan tersebut. d. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta sistem upacara-upacara keagamaannya. Para ahli antropologi, terutama yang berasal dari abad ke-19 dan ke-20, sampai kirakira menjelang zaman Perang Dunia ke –II, dalam hat membicar gejala religi Bering mengupas berbagai macam bentuk religi, sebagai berikut:



11



No. 1.



Jenis Kepercayaan Animisme



Penjelasan Kepercayaan manusia purba terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal dunia.



2.



Dinamisme



Kepercayaan



bahwa



semua



benda



mempunyai kekuatan gaib, seperti gunung batu, api, patung, keris, tombak, dan jimat. 3.



Totemisme



Kepercayaan atas dasar keyakinan bahwa binatang-binatang tertentu merupakan nenek moyang suatu masyarakat atau orangorang tertentu. Biasanya binatang-binatang yang dianggap nenek moyang itu, tidak boleh diburu dan dimakan, kecuali untuk keperluan upacara tertentu.



4.



Fetisisme



Bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu dan yang terdiri dari aktivitas-aktivitas keagamaan



guna



memuja



benda-benda



berjiwa. 5.



Politeisme



Bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu sistem yang luas dari dewadewa, dan terdiri dari upacara-upacara guna memuja dewa-dewa tadi.



6.



Monotheisme



Bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu dewa atau Tuhan, dan terdiri dari upacara-upacara guna memuja dewa atau Tuhan tadi.



7.



Mystic



Bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan yang dianggap, meliputi segala hal dalam slam, dan sistem religi ini terdiri dari upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuan dengan Tuhan.



12



Fedyani (1992: 2). Sungguhpun demikian, agama dan kebudayaan itu berbeda. Agama, seperti yang diyakini oleh pendukungnya berasal dari Tuhan, sedangkan kebudayaan berasal dan sepenuhnya bersandar pada manusia. Koentjaraningrat (1992: 230) mendefinisikan bahwa agama adalah “suatu sikap hidup yang membuat orang mampu mengatasi kesulitan sebagai manusia, dengan memberikan jawaban yang memberikan kepuasan spiritual pada pernyataan mendasar tentang teka-teki alam semesta dan peranan manusia di dalamnya, dengan memberikan ajaran praktis untuk hidup di alam semesta.” Sementara itu Anthony F.C. Wallace (Koentjaraningrat, 1987: 68) mengatakan bahwa agama merupakan seperangkat upacara yang diberi mitos-mitos, dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supranatural dengan tujuan untuk mencapai sesuatu, atau yang merugikan pada kondisi manusia dan alam. Moenawir Cholil (1970:19), dalam bukunya yang berjudul "Definisi dan Sendi Agama" berpendapat bahwa perkataan agama terdiri dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari dua kata "A" yang artinya tidak dan "Gama" yang artinya kocar-kacir, kacau, atau berantakan. Artinya sama dengan perkataan Grik, Chaos. Jadi, arti agama itu tidak kacau, tidak kocar-kacir atau tidak berantakan, lebih jelasnya arti agama itu ialah teratur, beres dengan tepat dapat dikatakan suatu "peraturan". Endang Saifuddin Anshari (1983: 9) memberikan pengertian tentang agama, yaitu sebagai berikut: Agama, religi, dien (pada umumnya) adalah suatu sistem credo (tata keyakinan atau tata keimanan) atas adanya suatu yang mutlak di guar manusia dan suatu sistem ritus (tata peribadatan manusia yang dianggapnya yang mutlak itu, serta sistem norms (tata kaidah) yang menyatakan hubungan manusia dengan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub. 7. Kesenian Kesenian sering diartikan sebagai sarana atau alat untuk mencurahkan perasaan keindahan manusia. Dipandang dari sudut cara kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan itu dinikmati maka dapat dibagi menjadi seni rupa, seni suara, seni tari dan seni drama.



C. PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN Oleh karena kebudayaan adalah semua hasil pengetahuan dan ciptaan manusia yang diperoleh dari belajar. Perubahan kebudayaan ini dapat disebabkan oleh faktor dari dalam 13



(internal) masyarakat itu sendiri dan dapat pula oleh faktor yang berasal dari luar (eksternal) masyarakat itu sendiri. Faktor yang berasal dari dalam, yaitu sebagai berikut: 1. Adanya kejenuhan atau ketidakpuasan individu terhadap sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat. 2. Adanya individu yang menyimpang dari sistem yang berlaku, apabila penyimpangan ini dibiarkan maka akan diikuti oleh individu-individu lainnya sehingga terjadi perubahan. 3. Adanya penemuan-penemuan barn (inovasi) yang diterima oleh anggota masyarakat dan membawa perubahan kebudayaan. 4. Adanya perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk. Faktor yang berasal dari luar masyarakat misalnya: 1. Bencana alam: gunung meletus, banjir, gempa dan sebagainya. 2. Peperangan. 3. Kontak dengan masyarakat lain yang berbeda budayanya. Penjalaran, penyebaran unsur-unsur budaya dari satu kelompok ke kelompok lain; atau dari satu tempat ke tempat lain disebut difusi. Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia yang disebut proses difusi (diffusion). Difusi dapat terjadi jika: 1. Adanya kontak atau hubungan yang intensif antara dua kelompok yang berbeda kebudayaannya. 2. Tersedianya sarana komunikasi. 3. Adanya rangsangan kedua belah pihak akan kebutuhan unsur baru. 4. Adanya kesediaan mental kedua belah pihak untuk menerima unsur baru. 5. Adanya kesiapan keterampilan untuk menerima unsur baru. Ada 3 bentuk difusi, yaitu: 1. Difusi ekspansi: suatu proses di mans informasi atau material menjalar dari satu daerah ke daerah lain semakin lama semakin meluas; Contoh: urbanisasi, penyebaran sistem uang, berita dari koran atau TV. 2. Difusi relokasi: informasi atau mated pindah meninggalkan daerah asal ke suatu daerah baru, Contoh; transmigrasi. 3. Difusi cascade atau bertingkat: penjalaran melalui tingkatan, dari atas ke bawah disebut top down contoh: KB atau dapat pula dari bawah ke atas (Bottom up) 14



contoh: kebutuhan sarana jalan dari masyarakat, diteruskan ke kepala desa, ke camat, bupati dan seterusnya. Syarat utama untuk terjadinya akulturasi adalah adanya kontak social dan komunikasi antara dua kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaannya. Kebudayaan asing akan relatif mudah diterima apabila: 1. Tidak adanya hambatan geografis, seperti daerah yang bergunung relatif sukar dijangkau sehingga kontak dengan masyarakat luar menjadi sukar. 2. Kebudayaan yang datang memberikan manfaat lebih besar apabila dibandingkan dengan unsur kebudayaan yang baru. 3. Adanya persamaan dengan unsur kebudayaan lama. 4. Adanya kesiapan pengetahuan dan keterampilan. 5. Kebudayaan yang datang bersifat kebendaan. Biasanya golongan-golongan yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas.



D. KEANEKARAGAMAN BUDAYA INDONESIA Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber- sumber alam yang ada di sekitarnya. Walaupun pada dasarnya beragamnya kebudayaan itu berkembang sebagai hasil upaya manusia dalam mempermudah usahanya untuk memenuhi kebutuhan pokok (biologis) yang bersifat universal. Akan tetapi, pemenuhan kebutuhan pokok itu sendiri menimbulkan berbagai kebutuhan sampingan (denved needs) yang jauh lebih banyak ragamnya. Kerangka acuan itu terwujud dan tercermin dalam tujuh unsur kebudayaan yang universal. Adapun unsur-unsur kebudayaan yang universal itu ialah bahasa, organisasi sosial, ekonomi, pengetahuan, teknologi kesenian dan religi. Betapa pun kehidupan suatu kelompok manusia, pasti is mengembangkan bahasa sebagai sistem lambang. Untuk mempermudah sesama anggota menyampaikan, pengalaman, pemikiran dan perasaan. Unsur kebudayaan lainnya ialah sistem religi yang memberikan pedoman pada anggota masyarakat dalam memahami lingkungan semesta dan hubungannya dengan kekuatan gaib. Sistem pengetahuan ini sangat penting artinya sebagai pedoman dalam menanggapi tantangan yang timbul dan harus dihadapi dalam proses penyesuaian masyarakat terhadap lingkungannya dalam arti luas. Sedang sistem kesenian merupakan 15



unsur kebudayaan yang memberikan pedoman bagi anggota masyarakat yang bersangkutan untuk menyatakan rasa keindahan yang dapat dinikmati secara bersama. Sementara Clifford Geertz (1993), mencoba menyederhanakan aneka ragam kebudayaan yang berkembang di Indonesia ke dalam dua tipe yang berbeda berdasarkan ekosistemnya, yaitu kebudayaan yang berkembang di "Indonesia dalam" (Jawa, Bali) dan kebudayaan yang berkembang di "Indonesia luar", yaitu di luar Pulau Jawa dan Bali. Kebudayaan yang berkembang di "Indonesia dalam" itu ditandai oleh tingginya intensitas pengolahan tanah secara teratur dan telah menggunakan sistem pengairan dan menghasilkan pangan padi yang ditanam di sawah. Adapun yang dimaksud dengan kebudayaan masyarakat petani berpengairan seperti yang berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Sama halnya dengan apa yang dikemukakan oleh Clifford Geertz. Kategori kebudayaan di pantai ditandai dengan pengaruh Islam yang kuat serta kegiatan dagang yang menonjol. Kebudayaan tersebut tersebar sepanjang pantai Sumatera dan Kalimantan yang didukung oleh orang-orang Melayu, dan orang-orang Makassar dari Sulawesi Selatan. Kategori ke tiga itu meliputi kebudayaan orang Toraja di Sulawesi Selatan, orang Dayak di pedalaman Kalimantan, orang Halmahera, suku-suku di pedalaman Seram, di kepulauan Nusa Tenggara, orang Gayo di Aceh, orang Rejang di Bengkulu dan Lampung di Sumatra Selatan. Pada umumnya kebudayaan mereka itu berkembang di atas sistem pencaharian perladangan ataupun penanam padi ladang, sagu, jagung maupun akar-akaran. Namun demikian, dikatakan oleh Hildred Geertz, bahwa intensifikasi sistem administratif pemerintah mulai mengendorkan kesatuan sosial yang berlandaskan ikatan kekerabatan. Pada hakikatnya, menurut Josselin de Jong, kebudayaan yang tersebar di Indonesia itu mempunyai landasan, antara lain berikut ini. 1. Bahwa pada mass lampau masyarakat Indonesia itu terdiri dari beberapa persekutuan yang berlandaskan ikatan kekerabatan yang menganut garis keturunan secara unilineal, baik melalui keibuan maupun kebapakan. 2. Di antara persekutuan kekerabatan itu terjalin hubungan kawin secara tetap sehingga terjelma tata hubungan yang mendudukkan kelompok kerabat pemberi pengantin wanita lebih tinggi daripada kedudukan kelompok kerabat yang menerima pengantin wanita. 3. Seluruh kelompok kekerabatan yang ada biasanya terbagi dalam dua puluh masyarakat yang dikenal dengan istilah antropologis "Moiety" yang satu sama lain 16



ada dalam hubungan saling bermusuhan maupun dalam berkawan sehingga nampaknya persaingan yang diatur oleh adat. 4. Keanggotaan setiap individu karenanya bersifat ganda dalam arti bahwa setiap prang bukan hanya menjadi anggota kelompok kerabat yang unilineal, melainkan juga anggota kesatuan paruh masyarakat atau Moiety. 5. Pembagian masyarakat dalam dua paruh masyarakat itu mempengaruhi pengertian masyarakat terhadap isi semesta ke dalam dua kelompok yang seolah-olah saling mengisi dalam arti serba dua yang dipertentangkan dan sebaliknya juga saling diperlukan adanya. 6. Akibatnya juga tercermin dalam sistem penilaian dalam masyarakat yang bersangkutan. Ada pihak yang baik dan sebaliknya ada pula pihak yang jahat atau busuk. 7. Seluruh susunan kemasyarakatan itu erat dihubungkan dengan sistem kepercayaan masyarakat yang bersangkutan, terutama yang berkaitan dengan kompleks totemisme yang didominasi dengan upacara-upacara keagamaan dalam bentuk rangkaian upacara inisiasi dan diperkuat dengan dongeng- dongeng suci baik yang berupa kesusastraan ataupun tradisi lisan. 8. Sifat serba dua juga tercermin dalam tata susunan dewa-dewa yang menjadi pujaan masyarakat yang bersangkutan. Walaupun dikenal lebih dari dua dewa, mereka menggolongkan ke dalam dua golongan dewa yang baik dan dewa yang buruk. Dewa yang tergolong buruk atau buruk biasanya mempunyai sifat ganda, sebab di satu pihak is digambarkan sebagai anggota masyarakat Dewa yang mewakili golongan atas dan yang dipuja. 9. Tata susunan masyarakat Dewa itu ternyata mempengaruhi tata susunan kepemimpinan masyarakat dalam kehidupan politik yang wring kali merupakan pencerminan tentang kepercayaan yang berpangkal pada kehidupan dewata. Walaupun pada lahirnya di Indonesia ini berkembang lebih dari dua ratus lima puluh bahasa yang berbeda, namun mereka itu masih serumpun, yaitu rumpun bahasa Malayo Polinesia, di samping rumpun bahasa Halmahera Utara dan rumpun bahasa Papua Melanesian yang tersebar di Irian Jaya maupun pulau-pulau di sekitarnya. Sementara itu B.Z.N. Ter Haar dalam bukunya yang berjudul Beginselen en Stelsel Van Het Adatrecht (1946) menyederhanakan lingkungan kebudayaan di Indonesia ke dalam 19 rechtsringen yang sesungguhnya dapat diperinci lebih lanjut.



17



BAB III PENUTUP



A. KESIMPULAN Dinamika kebudayaan merupakan suatu proses yang sedang berlangsung sehingga tidak mengenal istilah berasal dari sesuatu atau berakhir di dalam suatu keadaan tertentu. Dinamika kebudayaan adalah suatu proses yang tidak berujung dan berpangkal yang berkaitan dengan fenomena sosial budaya di masa lalu dan akan datang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dinamika kebudayaan adalah cara kehidupan masyarakat yang selalu bergerak dan berkembang serta menyesuaikan diri dengan setiap keadaan. Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena manusia adalah pendukung keberadaan suatu kebudayaan. Dalam jangka waktu tertentu, semua kebudayaan mengalami perubahan. Leslie White (1969) mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan fenomena yang selalu berubah sesuai dengan lingkungan alam sekitarnya dan keperluan suatu komunitas pendukungnya. Sependapat dengan itu Haviland (1993 : 251) menyebut bahwa salah satu penyebab mengapa kebudayaan berubah adalah lingkungan yang dapat menuntut kebudayaan yang bersifat adaptif.



B. SARAN Melalui kontak-kontak kebudayaan itulah akan terbawa serta pemikiran, pola-pola tingkah laku, serta teknologi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan serta minat masyarakat yang bersangkutan.



18